Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH K3LH

IMPLEMENTASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI SEKTOR KON-


STRUKSI

DOSEN PENGAMPUH:

DR.ANAS ARFANDI,M.PD.

IRIANDY,S.PD.M.PD.

DI SUSUN OLEH:

TEKNIK SIPIL BANGUNAN GEDUNG

B\02

UNIVESITAS NEGERI MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

Kondisi proyek kontruksi

Peran K3 pada pekerjaan kontruksi

BAB III KESIMPULAN

Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penyusun/1panjatkan kehadirat Allah Ta’ala./1atas


limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “IMPLEMENTASI KESE-
HATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI SEKTOR KONSTRUKSI” dapat kami selesaikan
dengan baik. Tim penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca tentang pengaruh kesehatan dan bekerja. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan
kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun
melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami,
Bapak Dr.Anas Arfandi,M.Pd. dan Bapak Iriandy, s.pd.,M.Pd , dan juga kepada teman-teman
seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi
yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia,
melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran
yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidak sesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim
penyusun menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Makassar, 20 Februari 2023

/1Penyusun/1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
kecelakaan/1kerja/1kontruksi/1di/1indonesia/1adalah/1yang/1tertinggi./1Tingginya/1angka
kecelakaan kontruksi bersumber dari berbagai faktor. Baik dari pekerjanya sendiri, dari
perusahaan/1maupun/1dari/1pemerintah/1yang/1menetapkan/1peraturan/1dan/1sanksi./1Se-
hingga
belum adanya komitmen yang sama dari seluruh pihak yang berkepentingan untuk selalu
menghargai dan/1mengutamakan Keselamatan dan/1Kesehatan/1kerja sebagai hak/1asasi
pekerja.
Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53%
di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan
sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun.
Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan/1yang
tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan./1Kenyataan ini tentunya
mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya/1dilakukan dengan metoda pelatihan
dan/1penjelasan-penjelasan/1mengenai/1Sistem/1Manajemen/1K3/1yang/1diterapkan/1pada
perusahaan konstruksi.
Untuk itu diperlukan kesadaran para pengusaha kontruksi, penyedia jasa ,pengawas
maupun pelaksana kontruksi/1untuk/1menerapkan sistem/1manajemen K3 baik./1Penerapan
sistem manajemen yang terintegrasi dan memenuhi persyaratan K3 serta melengkapi
tenaga-tenaga/1ahli/1yang/1berkompenten/1di/1bidang/1K3/1adalah/1syarat/1mutlak/1untuk
mengurangi tingkat kecelakaan di tempat kerja khususnya di sektor Kontruksi. Tenaga-
tenaga/1ahli/1harus/1ditingkatkan/1melaluli/1pelatihan-pelatihan/1dan/1pendidikan/1serta
pengetahuan akan bahaya di tempat kerja

B. Perumusan Masalah :

Berdasarkan/1latar/1belakang/1di/1atas,/1maka/1rumusan/1masalah/1dalam/1makalah/1ini
mengenai/1kondisi/1pada/1proyek/1konstruksi/1serta/1bagaimana/1peranan/1kesehatan/1dan
keselamatan kerja pada proyek konstruksi

C. Tujuan
Tujuan K3 diberlakukan adalah untuk melindungi tenaga kerja dari risiko kecelakaan saat
bekerja. Namun, secara garis besar tujuan adanya K3 dalam dunia kerja mencakup ke dalam tiga
aspek, yaitu:
Meningkatnya efektivitas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja yang terukur,
terencana danterstruktur.
Mengurangi dan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, buruh/pekerja, dan/atau serikat buruh/serikat pekerja.Menciptakan tempat
kerja yang nyaman, aman dan efisien untuk mendorong produktivitas.
Selain itu, tujuan dari K3 bukan hanya untuk memberikan keamanan dan perlindungan
terhadap tenaga kerja yang berada di tempat kerja, melainkan juga mengendalikan risiko ter-
hadap aset, peralatan dan sumber produksi lainnya yang dapat digunakan secara efisien dan aman
agar terhindar dari kecelakaan kerja.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Proyek Konstruksi


Karakteristik KegiatanKonstruks

a. Memiliki masa kerja terbatas


b. Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar
c. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan relative rendah
d. Memiliki intensitas kerja yang tinggi
e. Bersifat multidisiplin dan multi craft
f. Menggunakan peralatan kerja yang beragam, jenis, teknologi, kapasitas kondisinya.
g. Memerlukan mobilitas yang tinggi (peralatan, material dan tenaga kerja)

1. RESIKO KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK KONTRUKSI

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kece-
lakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek kon-
struksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat
unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan
yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggu-
nakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja
yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang
berisiko tinggi.
Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan
yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggiandan pekerjaan
galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan
sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang
sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi
tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko
tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan
penggunaan peralatan
pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 kon-
struksi.
Bidang konstruksi adalah satu bidang produksi yang memerlukan kapasitas tenaga kerja
dan tenaga mesin yang sangat besar, bahaya yang sering ditimbulkan umumnya dikare -
nakan faktor fisik, yaitu : terlindas dan terbentur yang disebabkan oleh terjatuh dari keting -
gian, kejatuhan barang dari atas atau barang roboh.

1. Kemungkinan jatuh dari ketinggian terjadinya lebih besar, kerusakan yang ditimbulkannya
lebih parah. Penyebab jatuh dari ketinggian umumnya adalah :
pekerja pada saat bekerja di tempat kerja memiliki kepercayaan dirinya berpengalaman
atau mencari jalan cepat, mulai bekerja tanpa mengenakan alat pelindung apapun atau baju
pelindung, sehingga begitu terjatuh tidak ada sabuk pengaman atau jaring pengaman bisa
mengakibatkan kematian. Selain kurangnya pemahaman pekerja tentang keamanan, perlindun-
gan tenaga kerja yang dilakukan pemilik usaha sering tidak mencukupi, sebagai contoh bila
bekerja di kerangka yang tinggi, harus dipasang balok menyilang, disamping untuk menjaga
kestabilan, selain itu untuk memberikan topangan yang kuat bagi tenaga kerja; pada saat pekerja
tidak hati-hati terjatuh, ada satu lapisan pengaman, untuk mengurangi dampak yang terjadi.Pemi-
lik usaha tidak seharusnya mengabaikan hidup para pekerjanya demi untuk mengejar keun -
tungan.

2. Penyebab kejatuhan benda dari atas seringkali karena kecerobohan pekerja;


seperti pada saat mengoperasikan mesin penderek, mesin penggali lubang atau mesin pendorong,
semestinya ada pagar pembatas di sekelilingnya, guna mencegah masuknya pekerja, apabila
tetap diperlukan pekerja lain untuk memberikan bantuan operasional, maka di sampingnya
perlu ada seorang mandor yang memberikan komando dan pengawasan; selain pagar pem-
batas pekerja di area tersebut harus memakai secara benar perlengkapan pelindung seperti
helm, sarung tangan dan sepatu pengaman dan lain-lain. Selain itu pada saat memindahkan
barang berat, sebaiknya menggunakan kekuatan mesin sebagai pengganti tenaga manusia, demi
menghindari
terjadinya kecelakaan pada saat pemindahan.
3. Tertimpa barang yang roboh biasanya terjadi karena tidak adanya pagar pem-
batas di area yang mudah runtuh, karena keruntuhan itu biasanya terjadi dalam waktu sekejap
tanpa peringatan terlebih dahulu, oleh karena itu dibuatkan demi mengurangi resiko kece-
lakan terhadap pekerja yang memasuki area tersebut. Benturan atau tabrakan biasanya ter -
jadi dikarenakan kecerobohan pekerja, mesin penggerak dan kendaraan yang digunakan
berukuran sangat besar, pandangan petugas operator tidak mudah mencapai luasnya batas area
kerjanya sehingga terjadi benturan. Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat
berupa tertimbun tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain.
Bahaya
tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas dada
saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dindinggalian dapat berlangsung
sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada malam sebelum pekerjaan yang akan di-
lakukan pada pagi keesokan harinya. Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indone-
sia belum ada.

2. PEDOMAN K3 KONTRUKSI

Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu
melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan
jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahter-
aan, jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan.
Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lain-
nya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelang-
garan terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah. untuk konstruksi ban-
gunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di
samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini sangat minim yaitu seni-
lai seratus ribu rupiah.
3. PENGAWASAN DAN SISTEM MANAJEMEN K3

Menurut UU Ketenagakerjaan, aspek pengawasan ketenagakerjaan termasukmasalah K3


dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus memiliki kompetensi dan inde-
pendensi. Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh berbagai pihak dalam mengambil

keputusan. Di samping itu, unit kerja pengawasan ketenagakerjaan baik pada pemerintah
propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pen-
gawasan kepada Menteri Tenaga Kerja. Pegawai pengawasan ketenagakerjaan dalam melak-
sanakan tugasnya wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasi -
akan dan tidak menyalah gunakan kewenangannya.
Pegawai pengawas ini sangat minim jumlahnya, pegawai pengawas K3 di Departe -
men Tenaga Kerja pada tahun 2002 berjumlah 1.299 orang secara nasional, yang terdiri dari
389 orang tenaga pengawas struktural dan 910 orang tenaga pengawas fungsional. Para
tenaga pengawas ini jumlahnya sangat minim bila dibandingkan dengan lingkup tugasnya
yaitu mengawasi 176.713 perusahaan yang mencakup 91,65 juta tenaga kerja di seluruh In -
donesia.
Pemerintah menyadari bahwa penerapan masalah K3 di perusahaan-perusahaan tidak da-
pat diselesaikan dengan pengawasan saja. Perusahaan-perusahaan perlu berpatisipasi aktif
dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan rencana yang baik, yang dikenal sebagai
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau
”SMK3.” SMK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang
dilakukan oleh seluruh tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam
pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk
melaksanakan program K3 sekaligus bekerja dengan lebih produktif.
UU Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari
100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi (ter-
masuk proyek konstruksi), untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di tempat
kerja.
SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusa-
haan secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan,
pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengem-
bangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan ke -
sehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna ter-
ciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

4. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Penanganan masalah kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya UU No.3/1992 ten -
tang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan social tenaga kerja (jam -
sostek) adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai peng -
ganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari
suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, tua dan meninggal dunia. Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP
No. 14/1993 mengenai penyelenggaraan jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperje-
las lagi dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk
PT.ASTEK (sekarang menjadi PT. Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penye -
lenggara jamsostek secara nasional
Khusus mengenai aspek kesehatan kerja diatur melalui Keppres No.22/1993. Dalam
Keppres ini, terdapat 31 jenis penyakit yang diakui untuk mungkin timbul
karena hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang menderita salah satu penyakit ini berhak men-
dapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun sete-
lah hubungan kerja berakhir (sampai maksimal 3 tahun). Pada umumnya, penyakit-penyakit
tersebut adalah sebagai akibat terkena bahan kimia yang beracun yang berasal dari material kon-
struksi yang apabila terkena dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan penyakit
yang serius. Penyakit yang mungkin timbul juga termasuk kelainan pendengaran akibat ke-
bisingan kegiatan konstruksi, serta kelainan otot, tulang dan persendian yang sering terjadi pada
pekerja konstruksi yang terlibat dalam proses pengangkutan material berbobot dan beru-
lang, dan
penggunaan peralatan konstruksi yang kurang ergonomis.
Dengan demikian, perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jamsostek secara legal
dapat dikatakan memadai. Namun, besarnya pembayaran jaminan tersebut sering kali tidak
memadai. Sebagai contoh, biaya-biaya transportasi dan perawatan di rumah sakit akibat kece-
lakaan kerja yang sudah tidak sesuai lagi dengan tingginya kenaikan harga yang terjadi pada
saat ini.

B. PERAN K3 PADA PEKERJAAN KONTRUKSI

Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang melibatkan bahan bangu-


nan, peralatan, perlengkapan, teknologi dan tenaga kerja yang secara sendiriataupun bersama-
sama dapat menjadi sumber potensial terjadinya kecelakaan. Selain itu pekerjaan konstruksi
pada umumnya merupakan pekerjaan di lapangan terbuka yang mudah terpengaruh oleh
cuaca. Macam pekerjaan dapat berlangsung dibawah tanah, dalam genangan air, pada tem-
pat-tempat lembab ataupun gelap yang berpotensi terhadap kesehatan kerja. Tenaga kerja
merupakan sumber daya yang sangat penting. Oleh karena itu perlu dilindungi. Apalagi bila
tenaga kerja yang telah trampil atau yang mempunyai keahlian mendapatkan kecelakaan yang
akan berakibat terhadap waktu penyelesaian pekerjaan dan pada akhirnya merugikan bagi kon-
traktor.
Oleh sebab itu dibuatlah suatu peraturan perundang-undangan yang mewajibkan
kontraktor untuk melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada proyek yang men-
jadi tanggungjawabnya guna menjamin perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan dan
gangguan kesehatan kerja. Pelaksana lapangan sebagai petugas kontraktor di lapangan
perlu mengetahui pokok-pokok kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada pekerjaan kon -
struksi.
Setiap kecelakaan tentu ada penyebabnya. Sebab-sebab terjadinya kecelakaan
digolongkan dalam dua kelompok yaitu yang disebabkan faktor manusia dan faktor
konstruksi (alat dan lingkungan).
1. Faktor Manusia
Bahaya kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh manusia itu sendiri (human error). An-
tara lain karena kurangnya pengertian, kurang pengetahuan, kurang disiplin, kondisi mental mis-
alnya emosi, kejenuhan dll.
2. Faktor Konstruksi (Alat dan Lingkungan)
Bahaya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor konstruksi (alat dan lingkungan) an-
tara lain tidak adanya perencanaan K3, minimnya pengamanan, penggunaan/pengoperasian
alat tidak benar/tidak sesuai, konstruksi salah sehingga roboh. Keadaan lingkungan yang ku -
rang baik misalnya lapangan atau tempat kerja licin, gelap, pengap, berdebu dll.

BAB III

PENUTUP

Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penye-
lenggaraan konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan
tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup sebagian besar
masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari 50% di antaranya
hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Mereka
adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi,
namun sebagian besar adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke
dunia jasa konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup.
Permaslahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakter-
istik demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan di ne-
gara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan
pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest owner.”
Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan paradigma
K3 konstruksi
Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh APBN/APBD/
Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan penilaian sistem K3 se-
bagai salah satu aspek yang memiliki bobot yang besar dalam proses evaluasi pemilihan
penyedia jasa. Di samping itu, hal yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembi -
naan yang terus menerus kepada seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena
tanpa program-program yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3 kon-
struksi tidak mungkin tercapai
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Taufik, 2009. dkk Keselamatan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Bangunan Di Pt.

Ultrajasa Yogyakarta

Anonim.http://vibizdaily.com/detail/nasional/2010/06/07/gapensi_kerjasama_k3tuk_tenaga_kerj

a_konstruksi.

Materi Pelajaran Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja Asing - Bidang Konstruksi

Prashetya. 2010. Peran Ahli K3 Konstruksi. http:// prashetyaquality.com. Di akses tanggal 13

September 2010.

Ramli, Soehatman. 2003. Keselamatan Konstruksi. http://www.google.com/search/. Di

akses tanggal 11 September 2010.

Soebandono. Peran & Fungsi K3 Pada Pekerjaan Konstruksi.

http://www.google.com/search/. Di akses tanggal 11 September 2010.

TI Humas. 2009. Sektor Konstruksi Tertinggi Dalam Kecelakaan Kerja.

admin@kulonprogokab.go.id. Di akses tanggal 13 September 2010.

Anda mungkin juga menyukai