Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Irwan Budyarsana


……………………………………..............

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 041950471


………………………………………..........

Kode/NamaMataKuliah : HKUM4403/Ilmu Perundang-Undangan


………………………………………………

Kode/NamaUPBJJ : UPBJJ:86/Ambon
………………………………………………

MasaUjian : 2020/21.1 (2020.2)


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TERBUKA

1. Paripurna DPR Sahkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah pada Selasa (24/9/2019) telah
menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP)
menjadi Undang-Undang. Persetujuan tersebut diperoleh setelah Wakil Ketua Badan Legislasi Totok Daryanto
menyampaikan laporan hasil pembahasannya di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, serta Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang mewakili Presiden menyampaikan pandangan pada Rapat Paripurna
DPR RI. "Sekarang setelah kita mendengarkan pandangan Presiden, saya bertanya kembali kepada semuanya,
apakah Pembicaraan Tingkat II pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
dapat disahkan dan disetujui menjadi undang-undang?" tanya Fahri, kemudian serentak dijawab "setuju" oleh
para Anggota DPR RI dan wakil dari Pemerintah, ketuk palu Pimpinan Sidang menjadi tanda pengesahan
menjadi undang-undang.
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan merupakan produk legislasi yang
penting dalam keberlangsungan pembahasan udang-undang. Ini sebagai solusi agar pembahasan undang-undang
tidak 'mandeg' dan bisa dilanjutkan pada periode yang akan datang. Dengan pengesahan undang-undang ini,
nantinya rancangan undang-undang yang tidak selesai, bisa dilanjutkan pembahasannya oleh anggota DPR pada
periode mendatang.
Dalam laporannya, Totok menjelaskan, UU PPP akan memberikan manfaat yang besar untuk proses legislasi di
DPR. Dia juga menyampaikan, sesungguhnya hal-hal yang paling penting dalam pembahasan undang-undang
adalah subtansinya untuk kepentingan masyarakat secara luas. Dia juga mengungkapkan setelah undang-undang
ini disahkan, nanti akan dibentuk lembaga baru di pemerintah yang dikoordinasikan oleh badan dimaksud, yang
bertugas menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang selama ini mungkin menjadi masalah antara sektor, atau
antara kementerian.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang membacakan pendapat Presiden menyampaikan,
undang-undang tersebut untuk memastikan keberlanjutan dalam pembentukan undang-undang sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Dia juga
mengucapkan terimakasih kepada DPR atas kerjasamanya selama ini dalam pembahasan undang-undang.
"Dalam kesempatan ini perkenankan kami mewakili Presiden menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang dengan penuh
kesungguhan dan kerja keras dapat menyelesaikan pembahasan rencana undang-undang ini," ujar Yasonna.
(eko/es)

Sumber:
http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/26015/t/Paripurna+DPR+Sahkan+UU+Pembentukan+Peraturan+Perundan
g-Undangan

Yang membedakan antara Proses, Metode dan Tehnik dalam Pembentukan suatu Perundang-undangan adalah :
- Proses pembentukan undang-undang terbagi menjadi 5 (lima) tahap, yakni perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan dan pengundangan.
- Pembentukan peraturan perundang-undangan dilaksanakan dengan metode yang pasti, baku, dan standar
yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan. metode
penyusunan Naskah Akademik (sebagai acuan pembentukan perundang-undangan) berbasiskan metode
penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis
normatif dan metode yuridis empiris.
- Teknik penyusunan naskah suatu perundang-undangan mengatur mengetai hal-hal seperti judul,
pembukaan,dasar hukum, batang tubuh, penutup, penjelasan, lampiran dan hal-hal khusus.

2. Naskah Akademik Penting Dalam Penyusunan Raperda


Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Kehalian DPR RI Inosentius Samsul menuturkan naskah
akademik dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) adalah salah satu unsur penting, meskipun
tidak diwajibkan. Di dalam naskah akademik dimuat pemikiran dan argumentasi suatu peraturan disusun. Hal
ini sebagai dasar pengambilan kebijakan yang akuntabel.
“Secara normatif memang untuk Raperda tidak diwajibkan, karena dia menggunakan kata „dan atau‟. Tetapi
secara substantif sebenarnya naskah akademik ini sangat diperlukan supaya setiap Raperda yang dibuat itu ada
dasar-dasar teori empiris,” jelas Sensi, sapaan akrab Inosentius Samsul, saat menerima kunjungan konsultasi
DPRD Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, di Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan
Keahlian DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Sensi melanjutkan, naskah akademik melalui proses riset berdasarkan jurnal, literatur, dan penelitian lainnya.
Hal ini guna mengetahui hambatan dan keuntungan atas dampak dari penerapan Perda yang telah dibuat
(regulatory impact assessment costs and benefit) sehingga dapat mempersiapkan langkahnya selanjutnya.
Ia menambahkan selain akademisi dan peneliti, dalam penyusunan akademik diperlukan keterlibatan
masyarakat. Aturan diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis melalui rapat
dengar pendapat, sosialisasi, diskusi, dan kunjungan kerja anggota DPRD.
Karena membutuhkan waktu yang lama dan sumber daya manusia yang banyak dalam menyusun naskah
akademik, tentu dibutuhkan anggaran yang besar. Hal ini yang menjadi persoalan di seluruh daerah, termasuk
Minahasa Utara. Sensi menilai persoalan ini tantangan yang tidak perlu dijadikan hambatan. Menurutnya ada
langkah untuk sampai pada tahap itu.
“Saya menyarankan kalau untuk membangun sistem memang itu tidak dalam waktu yang singkat. Cobalah dulu
membuat contoh. Misalnya DPRD memilih salah satu Raperda yang dilengkapi dengan naskah akademik dibuat
secara baik sesuai dengan lampiran 1 UU Nomor 12 Tahun 2011, karena sistematika naskah akademik kan
sudah ada dalam UU itu,” tutup Sensi. (apr/sf)
Sumber:
http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/23786/t/Naskah+Akademik+Penting+Dalam+Penyusunan+Raperda

Landasan/latar belakang dalam pembentukan suatu produk perundang-undangan adalah

1. Permasalahan yang dihadapi saat ini terkait substansi naskah akademik;


2. Urgensi pembentukan atau perubahan perundang-undangan; dan
3. pernyataan perlunya solusi secara hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut melalui
pembentukan atau perubahan perundang-undangan.

3. Paripurna DPR Sahkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah pada Selasa (24/9/2019) telah
menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP)
menjadi Undang-Undang. Persetujuan tersebut diperoleh setelah Wakil Ketua Badan Legislasi Totok Daryanto
menyampaikan laporan hasil pembahasannya di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, serta Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang mewakili Presiden menyampaikan pandangan pada Rapat Paripurna
DPR RI.
"Sekarang setelah kita mendengarkan pandangan Presiden, saya bertanya kembali kepada semuanya, apakah
Pembicaraan Tingkat II pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dapat disahkan
dan disetujui menjadi undang-undang?" tanya Fahri, kemudian serentak dijawab "setuju" oleh para Anggota
DPR RI dan wakil dari Pemerintah, ketuk palu Pimpinan Sidang menjadi tanda pengesahan menjadi undang-
undang.
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan merupakan produk legislasi yang
penting dalam keberlangsungan pembahasan udang-undang. Ini sebagai solusi agar pembahasan undang-undang
tidak 'mandeg' dan bisa dilanjutkan pada periode yang akan datang. Dengan pengesahan undang-undang ini,
nantinya rancangan undang-undang yang tidak selesai, bisa dilanjutkan pembahasannya oleh anggota DPR pada
periode mendatang.
Dalam laporannya, Totok menjelaskan, UU PPP akan memberikan manfaat yang besar untuk proses legislasi di
DPR. Dia juga menyampaikan, sesungguhnya hal-hal yang paling penting dalam pembahasan undang-undang
adalah subtansinya untuk kepentingan masyarakat secara luas. Dia juga mengungkapkan setelah undang-undang
ini disahkan, nanti akan dibentuk lembaga baru di pemerintah yang dikoordinasikan oleh badan dimaksud, yang
bertugas menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang selama ini mungkin menjadi masalah antara sektor, atau
antara kementerian.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang membacakan pendapat Presiden menyampaikan,
undang-undang tersebut untuk memastikan keberlanjutan dalam pembentukan undang-undang sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Dia juga
mengucapkan terimakasih kepada DPR atas kerjasamanya selama ini dalam pembahasan undang-undang.
"Dalam kesempatan ini perkenankan kami mewakili Presiden menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang dengan penuh
kesungguhan dan kerja keras dapat menyelesaikan pembahasan rencana undang-undang ini," ujar Yasonna.
(eko/es)

Sumber:
http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/26015/t/Paripurna+DPR+Sahkan+UU+Pembentukan+Peraturan+Perundan
g-Undangan

Ciri dan batasan suatu peraturan perundang-undangan adalah


1. Peraturan Perundang-undangan berupa keputusan tertulis, jadi mempunyai bentuk atau format tertentu.
2. Dibentuk, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Yang dimaksud dengan Pejabat yang berwenang adalah Pejabat yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik berdasarkan atribusi ataupun delegasi. Seorang perancang
peraturan berkewajiban mengetahui secara benar jenis aturan tersebut dan bagaimana konsekuensi logis
pada hierarkinya. Pengetahuan yang memadai tentang hal tersebut dapat menghindarkan kesalahan
pemilihan bentuk peraturan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks
hukum, wewenang yang diberikan oleh negara baik diatur dalam konstitusi maupun peraturan di bawahnya
selalu harus dapat dipertanggungjawabkan oleh lembaga/ organ pelaksana. Oleh sebab itu, ada organ yang
secara langsung memperoleh wewenang dari konstitusi atau Perundang-undangan lainnya, namun juga ada
wewenang yang dilimpahkan oleh organ negara yang satu kepada organ negara lainnya.
3. Peraturan Perundang-undangan tersebut berisi aturan pola tingkah laku. Jadi, peraturan Perundang-
undangan bersifat mengatur (regulerend), tidak bersifat sekali jalan (einmahlig).
4. Peraturan Perundang-undangan mengikat secara umum karena memang ditujukan pada umum, artinya tidak
ditujukan kepada seseorang atau individu tertentu (tidak bersifat individual).

Anda mungkin juga menyukai