Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENYAKIT ATAU CIDERA AKIBAT KECELAKAAN KERJA


PADA PERAWAT

OLEH
KELOMPOK 2
1. ANGGI AMANDA ( 23142019004P )
2. ARIFIN ( 23142019013P )
3. DEWI PURNAMASARI ( 23142019019P )
4. DIDIT RIBOWO ( 23142019012P )
5. IWAN ( 23142019015P )
6. KOPRIYANTI ( 23142019037P )
7. MAULIDIA AGUSTINI ( 23142019022P )
8. M NOFRAN ( 23142019026P )
9. OCVITASARI ( 23142019002P )
10. SHEILLA HAIZALLATI ( 23142019016P )
11. SINTIA FARIDA ( 23142019040P )

KELAS : REGULER B1
MATA KULIAH : KESELAMATAN PASIEN & KESELAMATAN KESEHATAN KERJA
DOSEN : Ns. MARETA AKHRIANSYAH, S.Kep, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2023 / 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia
Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul
dari makalah ini adalah “ penyakit atau cidera akibat kecelakaan kerja “
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada
dosen mata kuliah keselamatan pasien dan keselamatan kesehatan kerja yang telah memberikan
tugas penyusunan makalah ini kepada kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat serta ikut andil dalam penyusunan makalah ini.
Kami sangat berharap agar kiranya makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dapat menjadi referensi serta acuan dalam melakukan praktik keperawatan atau
dalam kehidupan sehari hari supaya dapat terhindar dari kecelakaan kerja atau penyakit akibat
kerja.
Kami selaku penulis jauh dari kata sempurna, dengan berbagai keterbatasan terutama
keterbatasan waktu dan kemampuan kami. Kami menyadari bahwa tentunya banyak kekurangan
dalam makalah yang kami susun. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari
bapak/ibu sangat kami harapkan.

Palembang, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................1
B. TUJUAN ..........................................................................................................................2
1. Tujuan Umum ..........................................................................................................2
2. Tujuan Khusus .........................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORITIS ...........................................................................................4


A. Definisi Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat Kerja .............................................4
B. Regulasi/ Aturan ( Undang-undang, Perpres, Permen dll ) ......................................4
C. Jenis/bagian/macam-macam kecelakaan kerja ...........................................................4
D. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja.............................................................................6
E. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja..............................................................................6
F. Pencegahan kecelakaan kerja .......................................................................................7
G. Standar Operasional Prosedur (SOP) ..........................................................................7
H. Kendala atau hambatan..................................................................................................8
I. Solusi ................................................................................................................................8

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................................9

BAB IV PENUTUP ...............................................................................................................17


A. KESIMPULAN ...............................................................................................................17
B. SARAN ............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Wardhono (1998) mendefinisikan perawat adalah orang yang telah menyelesaikan
pendidikan professional keperawatan, dan diberi kewenangan untuk melaksanakan peran
serta fungsinya. Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti
merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang
profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan
pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Perawat
adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi
profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu membantu mengenali dan menemukan
kebutuhan pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk
mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin
proses keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan
tindakan perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien (Suwignyo, 2007).
Cedera adalah rasa sakit yang ditimbulkan akibat kecelakaan atau trauma, sehingga
dapat menimbulkan cacat, luka, dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh
(Eviani, 2012). Cedera atau luka adalah sesuatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh
yang dikarenakan suatu paksaan atau tekanan fisik maupun kimiawi. Luka juga dapat
merujuk pada luka batin atau perasaan (Yuliana, 2013).
Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka di setiap perusahaan
yang memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang dan memiliki risiko besar terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Permenaker No.5 Th. 1991). Perawat bertanggung jawab untuk
perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang yang luka atau pasien penderita penyakit
akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang
mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan. Perawat juga dapat terlibat
dalam riset medis dan perawatan serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang
diperlukan untuk perawatan kesehatan.

1
Perawat mempunyai hak yang sama dengan yang umumnya diberikan masyarakat
pada semua orang. Seorang yang telah banyak melakukan riset di bidang ini
mengikhtisarkan hak-hak professional perawat, salah satu hak perawat adalah hak
memperoleh lingkungan kerja yang menekan serendah mungkin stress fisik serta emosi dan
risiko kesehatan (Dasar-dasar Ilmu Keperawatan: Segi Humaniora dan Ilmiah dalam
Perawatan, 1984).
Kasus kecelakaan di Indonesia tergolong tinggi, sebagai gambaran yang dilaporkan
ke PT. Jamsostek tahun 2003 berjumlah sekitar 106 ribu sedangkan PAK yang di laporkan
ke Depnakertrans tidak lebih dari 76 kasus. Data ini merupakan data semua yang dilihat dari
kenyataan di lapangan kasusnya seperti “gunung es” yang mungkin bisa mendekati 5-6 kali
jumlah tersebut. Oleh sebab itu tidak ada pilihan lain kecuali terus menerapkan prinsip-
prinsip K3 disemua tempat kerja yang dilandasi oleh suatu kesadaran bahwa K3 adalaah
merupakan tanggung jawab semua pihak (pemerintah, pengusaha, pekerja), untuk
mewujudkan lingkungan kerja yang aman, sehat dan selamat agar tenaga kerja sehat dan
selamat agar tenaga kerja sehat dan produktif.
Kecelakaan kerja pada perawat dianggap sebagai suatu masalah serius karena
mengancam kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan secara global (Maria,
2015). Kecelakaan tersebut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi produktivitas kerja
perawat. Produktivitas kerja yang rendah pada akhirnya berdampak terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK), pengendalian bahaya
di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Keselamatan dan
kesehatan kerja adalah kegiatan yang dirancang untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
di tempat kerja. Perawat berisiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat memahami konsep kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta cidera akibat
kecelakaan kerja pada perawat sehingga dapat melakukan upaya pencegahan terhadap
hal tersebut.

2
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
b. Memahami regulasi tentang pekerja, kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
c. Memahami faktor resiko penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
d. Memahami jenis-jenis kecelakaan kerja
e. Memahami tentang cedera atau penyakit akibat kerja bagi perawat

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat Kerja


Menurut Peraturan Menteri tenaga kerja nomor 04/Men/1993 ,tentang kecelakaan
kerja, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan
kerja,termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja ,demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menujutempat kerja,dan pulang kerumah
melalui jalan yang biasa atau wajar di lalui.
Berdasarkan Peraturan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor
Per/01/Men/1981, penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Baik itu penyakit yang timbul dari akibat aktifitas kerja
maupun penyakit yang timbul dari akibat lingkungan yang ada disekitar tempat kerja.

B. Regulasi / Aturan ( Undang-undang, Perpres, Permen dll )


1. Undang-undang nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok mengenai tenaga kerja
2. Undang –undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
3. Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja
4. Undang-undang nomor 20 tahun 1999, tentang usia minimum untuk diperbolehkan
bekerja/concerning minimum age for admission to employment
5. Undang-undang nomor 21 tahun 2000, tentang serikat pekerja/serikat buruh
6. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
7. Peraturan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 05 tahun 2018 tentang
keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja.

C. Jenis/bagian/macam-macam kecelakaan kerja


1. Berdasarkan jenis kecelakaan, dikategorikan sebagai berikut :
a. Terjatuh
b. Tertimpa benda jatuh
c. Tertumbuk atau terkena benda,terkecuali benda jatuh

4
d. Terjepit oleh benda
e. Gerakan yang melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu listrik
g. Terkena arus listrik
h. Kontak dengan bahan berbahaya atau radiasi

2. Berdasarkan penyebabnya ,dikategorikan sebagai berikut :


a. Mesin
b. Alat angkutan dan peralatan terkelompokan
c. Peralatan lain, seperti alat bertekanan tinggi,alat instalasi dingin, instalasi listrik,
tangga berjalan
d. Material, bahan-bahan dan radiasi
e. Lingkungan kerja
f. Perantara lain yang tidak terkelompokan
g. Perantara yang tidak terklasifikasikan karena kurangnya data

3. Berdasarkan sifat luka, dikategorikan sebagai berikut :


a. Patah tulang
b. Dislokasi atau keseleo
c. Regang otot atau urat
d. Memar dan luka yang lain
e. Amputasi
f. Luka dipermukaan
g. Luka bakar
h. Keracunan mendadak
i. Pengaruh akibat arus listrik
j. Pengaruh radiasi

4. Berdasarkan letak kelainan, dikategorikan sebagai berikut :


a. Kepala,leher, badan, anggota atas, anggota bawah, banyak tempat dan kelainan
umum.

5
5. Berdasarkan tingkat keparahan, menjadi 3 tingkat
a. Mati, berat sedang dan ringan.

6. Berdasarkan lokasi, ditentukan berdasarkan kelompok daerah kerja, yaitu :


a. Seismik, pemboran, produksi, pengolahan, pengangkutan dan pemasaran.

D. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja


Menurut Djati (2002) adalah :
1. Kondisi Tidak Aman (Unsafe Condition)
a. Kondisi tidak aman dapat dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pekerja
dilingkungan kerja seharusnya mematuhi aturan dari industri hygiene.
2. Tindakan Tidak Aman (Unsafe Action)
a. Hampir 80% kecelakaan terjadi disebabkan faktor manusia yang melakukan
tindakan tidak aman.
b. Tindakan tidak aman ini disebabkan oleh : karena tidak tahu, karena tidak mampu
atau tidak biasa, karena tidak mau.

E. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja


Kerugian akibat kecelakaan kerja di tempat kerja dapat dikelompokkan dalam dua
kelompok, yaitu Kerugian yang bersifat ekonomi dan kerugian yang bersifat non ekonomi.
Ada kerugian yang bersifat ekonomis dapat dirincikan sebagai berikut :
1. Kerugian Langsung
a. Kerugian / kehancuran alat dan atau bahan
b. Tunjangan ganti rugi kecelakaan
c. Terhentinya proses produksi – melatih pekerja baru
d. Perbaikan atau penggantian peralatan yang rusak dll
2. Kerugian Tidak Langsung
Kerugian tidak langsung yaitu kehilangan waktu kerja , antara lain :
a. Menurunnya jumlah dan mutu produksi akibat pengaruh psikologi,
b. Biaya tambahan terpaksa dilakukan karena berkurangnya tenaga kerja dll
Kerugian tidak langsung pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan kerugian

6
yang langsung, dari hasil penelitian di beberapa negara menunjukkan angka 1:4 .
F. Pencegahan kecelakaan kerja
Upaya pencegahan kecelakaan kerja merupakan permasalahan pokok dalam program
keselamatan kerja, hal ini pada prinsipnya dapat dilakukan dengan :
1. Mencari potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
2. Mengendalikan terhadap potensi bahaya tersebut.
Mencari potensi bahaya penyebab kecelakaan dapat dilakukan dengan :
a. Penelitian terhadap data data kecelakaan kerja
b. Penyelidikan kecelakaan kerja (study kasus)
c. Menganalisa potensi bahaya pada suatu pekerja (job safety analisit).
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka terjadinya
kecelakaan kerja :
1. Sosialisasi tentang kecelakaan kerja
Ada beberapa cara sosialisasi kecelakaan kerja, yaitu :
a. Safety induction , memberi arahan, aturan dan APD yang harus digunakan
sebelum memasuki suatu tempat kerja
b. Safety spesific, berkaitan tentang pemberian tugas kerja
c. Safety morning, berkaitan dengan kebersamaan pekerja
2. Mengikuti pelatihan/sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja
3. Mengecek dokumen pelatihan/sertifikasi K3 pekerja
4. Melengkapi surat izin kerja untuk pekerjaan yang beresiko tinggi
5. Melakukan pengecekan kelayakan APD
6. Pekerja wajib menggunakan alat pelindung diri ( pelindung kepala, full body harness,
pelindung penglihatan, pelindung pernapasan, pelindung pendengaran, pelindung
kaki, pelindung tangan, pakaian kerja )
7. Dokumentasi
8. Melaksanakan perbaikan atas ketidak sesuaian
9. Membuat laporan kerja

G. Standar Operasional Prosedur (SOP)


Salah satu factor yang memengaruhi terjadinya kecelakaan kerja adalah

7
ketersediaanya Standar Operasional Prosedur. Standar operasional prosedur (SOP)
dibutuhkan agar tenaga kesehatan (perawat) dapat mengetahui prosedur kerja yang harus
dilaksanakan, sebagai standarisasi cara yang dilakukan perawat dalam menyelesaikan
pekerjaannya, mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan dalam
melaksanakan tugas, menigkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan. Disetiap Rumah sakit atau
fasyankes lainnya harus tersedia SOP dan sudah didokumentasikan sehingga SOP dapat
dilihat setiap saat dan sudah tersusun rapi dan hendaknya diuperbaharui sesuai
perkembangan yang ada.

H. Kendala atau hambatan


1. Hambatan dari sisi pekerja/ masyarakat
a. Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar
b. Banyak pekerja tidak menuntut jaminan keselamatan, lantaran SDM yang masih
rendah
2. Hambatan dari sisi perusahaan/tempat pelayanan kesehatan
Biasanya akan lebih menekankan biaya produksi atau operasional, dan meningkatkan
efisiensi pekerja untuk menghasilkan laba yang sebesar- besarnya

I. Solusi
1. Peningkatan kesehatan (health promotion), dengan cara meningkatkan pendidikan
kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, lingkungan kerja
yang memadai, dan rekreasi
2. Perlindungan khusus (spesific protection), misalnya imunisasi, hygiene perorangan,
sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan
menggunakan APD
3. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobtaan segera serta pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi
4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation) ,misalnya memeriksa dan
mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna
dan pendidikan kesehatan

8
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation).
BAB III
PEMBAHASAN

Pengetahuan tentang pengontrolan cedera sangat perlu dan dibutuhkan dalam beberapa
tahun terakhir ini yang ditujukan pada komponen hal-hal yang membahayakan kemanan
yang berkontribusi pada cedera baik non fatal maupun fatal. Istilah kecelakaan tidak
begitu luas akan digunakan dalam diskusi pencegahan cedera, karena kecelakaan
diimpilikasikan pada kejadian yang terjadi karena kehendak Tuhan atau keberuntungan
yang buruk, yang tidak dapat diduga, dan yang tidak dapat dicegah. Seperti halnya,
kecelakaan, maka cedera memiliki sesuatu cara yang harus dicegah.

Prinsip pencegahan cedera termasuk pendidikan mengenai hal-hal yang membahayakan


keamanan dan strategi pencegahan; pengontrolan lingkungan dan mesin-mesin (keamanan
aktif atau pasif dikemudian hari yang mungkin mencegah cedera dari produk atau alat
yang digunakan), dan penguatan pada pengaturan diantara peralatan, pengaman, tenaga
kerja dan sebagainya. Keamanan aktif termasuk pemberian pengaturan pada tingkah laku
seseorang yang dapat menguntungkannya. Keamanan pasif atau automatik termasuk
pengaturan yang menggunakan mesin dan peralatan dan tidak membutuhkan tingkah laku
seseorang yang spesifik untuk menjadi aktif. Kantung udara, pengaman tempat tidur
adalah contoh dari keamanan pasif. Keamanan pasif adalah lebih menguntungkan dari
pada keamanan aktif dalam pengerjaannya, karena tidak membutuhkan penjelasan atau
pendidikan kepada klien atau individu tersebut. Salah satu risiko keamanan pasien selama
berada dalam pelayanan di rumah sakit adalah kemungkinan pasien jatuh (fall)
(Setyarini, .2010).

World Health Organization (WHO) menyatakan, rumah sakit adalah institusi perawatan
kesehatan yang memiliki staf medis profesional yang terorganisir, memiliki fasilitas rawat
inap, dan memberikan layanan 24 jam. Menyediakan pelayanan komprehensif,
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat
(WHO, 2017). Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, mendefinisikan rumah sakit sebagai

9
institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
menyeluruh dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,
rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan (Septiari, 2012).

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang


diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan
definisi menyangkut PAK sebagai berikut:
1. Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai
penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya
terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
2. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan
memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya
penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
3. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working Populations
adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab
ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi
kesehatan.
Tenaga kerja dalam UU No. 14 memiliki hak mendapatkan perlindungan atas kesehatan,
keselamatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja dan perlakuan yang sama dengan
martabat manusia serta kepribadian agama. Dalam perihal ini memerlukan usaha
perlindungan kesehatan serta keselamatan kerja buat petugas di lingkungan rumah sakit.
Gangguan kesehatan pada pekerja bisa juga dipicu oleh aspek yang terkait dengan
pekerjaan ataupun aspek yang tidak terkait dengan pekerjaan. Dengan begitu bisa
dikatakan jika status kesehatan penduduk pekerja di pengaruhi bukan hanya oleh bahaya di
lingkungan kerja tapi ikut oleh aspek kesehatan pekerja yang akan punya pengaruh pada
perilaku pekerja yang tidak konsentrasi.

10
Manajemen kesehatan serta keselamatan kerja rumah sakit menyertakan semua unsur
manajemen, karyawan serta lingkungan kerja yang terintegrasi menjadi usaha pencegahan
serta kurangi kecelakaan kerja serta penyakit karena kerja di lingkungan rumah sakit yang
mempunyai tujuan ialah membuat tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari
pencemaran paparan lingkungan kerja, yang selanjutnya bisa meningkatkan efesiensi serta
produktifitas kerja.

Resiko utama akibat kerja pada perawat adalah penyakit menular, cedera otot dan tulang,
gangguan tidur.
1. Penyakit menular Tenaga perawat kemungkinan melakukan kontak yang berhubungan
dengan cairan darah berkuman, cairan tubuh, busa, cairan mulut, cairan urine, kotoran
manusia, muntahan dan lainlain sehingga mendapat penularan.
Media penularan :
a. Penularan melalui cairan darah
b. Penularan melalui udara atau busa
c. Penularan melalui kontak tubuh
d. Penularan melalui mulut
e. Berkontak dengan cairan urine dan kotoran manusia
Penyakit menular : Hepatitis B, hepatitis C, AIDS, Flu menular, TBC, SARS, Penyakit
kulit biasa, radang infeksi kulitRadang infeksi perut, hepatitis A.
2. Sakit otot dan tulang
Tindakan memindahkan pasien, membalikkan dan menepuk-nepuk punggung pasien,
latihan penyembuhan, dikarenakan sering mengeluarkan tenaga berlebihan, gerakan
yang tidak benar atau berulang-ulang, mudah menyebabkan cedera di bagian otot dan
tulang, apabila tenaga perawat berusia agak tua, maka akan menambah resiko dan
tingkat keseriusan cedera di otot dan tulang.
3. Gangguan tidur
Tenaga perawat perlu waktu sepanjang malam atau waktu yang tidak tentu untuk
menjaga pasien, sehingga mudah mengalami kondisi tidur pendek, tidur kurang lelap,
kesulitan tidur. Beberapa faktor yang merupakan salah satu penyebab penyakit atau
cedera pada perawat di tempat kerjanya sebagai berikut :

11
a. Akibat kelalaian perawat seperti tertusuk jarum atau tergores jarum, jika perawat
terkena tusukan atau goresan jarum dari pasien yang menderita HIV dan Hepatitis B
maka risiko perawat akan tertular penyakitnya.
b. Perawat berisiko terkena infeksi jika tidak cuci tangan atau menggunakan sarung
tangan serta masker jika berada pada ruang paru.
c. Perawat sering kontak langsung dengan bahan kimia seperti obat – obatan kontak
kerja tersebut yang pada umumnya dapat menyebabkan iritasi (amoniak, dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian.

Pada perawat bekerja secara fisik misalnya memobilisasi pasien, memindahkan pasien,
memandikan pasien dan lain sebagainya yang berhubungan dengan fisik dapat
mengakibatkan risiko seperti keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain).
a. Pada perawat berhubungan langsung dengan radiasi karena pada pemeriksaan –
pemeriksaan tertentu memerlukan radiasi jika perawat terkena radiasi dapat
membahayakan tenaga kesehatan yang menangani seperti gangguan reproduksi dan
jika terpapar terlalu sering dapat mengakibatkan kanker.

Penyakit atau cedera akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan
dengan: faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien), faktor kimia
(pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat
kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati;, faktor ergonomi (cara duduk salah,
cara mengangkat pasien salah), faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas
pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar
penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll).

1. Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain
kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci,

12
yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang
menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat
menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores
atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Pencegahan :
a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan
desinfeksi.
b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan
sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan
dilakukan imunisasi.
c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
d. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen
secara benar
e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
f. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
g. Kebersihan diri dari petugas.

2. Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obatobatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam
komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan
cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).
Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif
(asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar. Pencegahan :
a. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yangada untuk diketahui
oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.

13
b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya
bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium) dengan benar.
d. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
e. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi
yang setinggitingginya. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator
peralatan, Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga
kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik
dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low
back pain).
4. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
a. Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan
ketulian.
b. Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor
administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
c. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
d. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
e. Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya
meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang
menangani.
Pencegahan :
 Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.

14
 Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
 Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi.
 Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
 Pelindung mata untuk sinar laser
 Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
5. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan
stress:
a. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
b. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.Hubungan kerja yang kurang
serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.Beban mental karena
menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.

Perilaku tidak aman perawat saat bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri sesuai
standar dapat mengakibatkan kecelakaan kerja dan menimbulkan penyakit akibat kerja. Cedera
akibat tusukan jarum pada perawat merupakan masalah yang signifikan dalam institusi
pelayanan kesehatan dewasa ini. Ketika perawat tanpa sengaja menusuk dirinya sendiri dengan
jarum suntik yang sebelumnya masuk ke dalam jaringan tubuh pasien, perawat beresiko
terjangkit sekurang-kurangnya 20 patogen potensial. Dua pathogen yang paling menyebabkan
masalah ialah hepatitis B (HBV) dan Human Immunodeficiency Virus atau HIV. Hepatitis B
adalah penyakit infeksi pada hati (hepar/liver) yang berpotensi fatal yang disebabkan oleh Virus
Hepatitis B (VHB) dan merupakan salah satu penyakit yang sering ditemui dan menular.
Penularannya sangat cepat, 100 kali lebih cepat dari HIV/AIDS dan dapat menyebabkan
kematian.

Penyakit-penyakit akibat kerja di rumah sakit – Rumah Sakit adalah satu unit service
layanan kesehatan pada penduduk. Agar bisa mendapatkan kelebihan serta daya saing maka
rumah sakit harus mendapatkan perhatian khusus dalam peningkatan mutu layanannya dengan
profesional pada customer, yaitu pasien yang dirawat atau rawat jalan.

15
Rumah sakit dalam kaca mata publik adalah unit service fungsional sebagai unit dalam
service penyuluhan, mencegah serta perlakuan beberapa kasus segala jenis penyakit. Penyakit
karena kerja bisa menyerang semua tenaga kerja di dalam rumah sakit, baik tenaga medis
ataupun non medis karena pajanan biologi, kimia serta fisik di lingkungan kerja rumah sakit
tersebut. Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya beberapa orang sakit ataupun sehat, atau
anggota penduduk baik petugas ataupun pengunjung, pasien yang mendapatkan perawatan di
dalam rumah sakit dengan beberapa jenis penyakit menyebar. Perihal ini membuat rumah sakit
adalah tempat kerja yang mempunyai kemungkinan pada masalah kesehatan serta kecelakaan
kerja buat petugas. Beberapa jenis penyakit yang ada di lingkungan rumah sakit sangat mungkin
rumah sakit jadi tempat penyebaran penyakit infeksi baik buat pasien, tenaga kerja ataupun
pengunjung. Petugas di lingkungan rumah sakit begitu berdampak dengan kontak langsung pada
agent penyakit menyebar lewat darah, sputum, jarum suntuk dan sebagainya.
Persepsi publik berasumsi jika rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang bersih serta
sehat, hingga tenaga kerja yang berada di lingkungan rumah sakit tak kan terkena penyakit. Bila
kita memandang jika rumah sakit adalah industri service kesehatan yang banyak didatangi
penduduk setiap hari bahkan juga pada unit service spesifik yang memakai tenaga kerja shift
tetap ada selama 24 jam, seharusnya usaha kesehatan serta keselamatan kerja di dalam rumah
sakit bukan adalah hal yang tabu agar bisa diaplikasikan. Dalam perihal ini sangat berguna bagi
tenaga kerja yang berada di lingkungan rumah sakit menjadi usaha perlindungan dari kecelakaan
kerja serta penyakit karena kerja. Pengendalian Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam rumah
sakit harus bisa jadi perhatian khusus supaya tenaga kerja dapat melakukan peranan serta
fungsinya dengan baik. Perihal ini sama dengan paradigma sdm menjadi human capital di dalam
rumah sakit.
Perihal ini ikut jadi begitu kompleks sebab terdapatnya pembagian pekerjaan beragam
macam profesi yang kerja di lingkungan rumah sakit, serta masing-masing profesi akan
mempunyai etika serta budaya kerja yang berbeda-beda. Keadaan seperti ini yang membuat
manajemen SDM di lingkungan rumah sakit penuh rintangan. Oleh karenanya bila tenaga kerja
di lingkungan rumah sakit terkapar dengan penyakit karena kerja, jadi beberapa hal yang akan
terganggu dalam efektif serta manfaat tenaga kerja di dalam rumah sakit. Sama dengan referensi
ILO dalam kewajiban tiap-tiap masyarakat negara agar bisa melakukan serta mengevaluasi
kebijaksanaan nasional dalam aplikasi kesehatan serta keselamatan kerja di lingkungan kerja,

16
mengingat rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang mempunyai banyak tenaga kerja baik
medis ataupun non medis yang berefek alami kecelakaan kerja serta penyakit karena kerja.
Tenaga kerja dalam UU No. 14 memiliki hak mendapatkan perlindungan atas kesehatan,
keselamatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja dan perlakuan yang sama dengan martabat
manusia serta kepribadian agama. Dalam perihal ini memerlukan usaha perlindungan kesehatan
serta keselamatan kerja buat petugas di lingkungan rumah sakit.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Risiko penyakit karena kerja bisa menyerang semua tenaga kerja di dalam rumah
sakit / Puskesmas / klinik / fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik tenaga medis
ataupun non medis karena pajanan biologi, kimia serta fisik di lingkungan kerja rumah
sakit tersebut. Setiap pekerjaan tentu memiliki risiko masing-masing, tak terkecuali
perawat. Meskipun lebih banyak bekerja di dalam ruangan dan tampak tak berbahaya,
perawat justru berisiko tinggi untuk mengalami cedera.
Perawat memainkan peran penting dalam sistem kesehatan suatu negara, terutama
menyediakan layanan perawatan dan kesehatan bagi pasien. Perawat juga mempromosikan
cara hidup sehat kepada masyarakat dengan menawarkan layanan pendidikan, menjalankan
pemeriksaan kesehatan, bekerja dalam praktik, dan melakukan berbagai tugas tambahan
terkait kesehatan. Penelitian tentang rumah sakit di Amerika pada tahun 2017 telah
menunjukkan bahwa perawat memiliki tingkat insiden cedera dan penyakit yang lebih
tinggi dibandingkan dengan profesi kesehatan lain (Dressner, 2017).

B. Saran
Tenaga kerja khususnya profesi keperawatan harus mampu menjaga diri, melakukan
pekerjaan sesuai Standar Operasional prosedur untuk mengurangi tingkat risiko kecelakaan
kerja dan resiko cedera akibat kecelakaan kerja pada perawat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ardenny. (2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecelakaan Kerja Pada Perawat Di Rumah
Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru. Jurnal Proteksi Kesehatan, 4(1), 1-6

Azizah, N., Setiawan.,& Silaban,G. (2019). Hubungan Antara Pengawasan, Prosedur Kerja Dan
Kondisi Fisik Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada Perawat Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakitpermata Bunda Medan. Jurnal JUMANTIK , 3(2), Hal. 125-133.

Catur Yuantari & Hafizhatun Nadia. (2018). Analisis Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pada Petugas Kebersihan Di Rumah Sakit. Health Journal, 5 (3) Hal 107-116.

Depkes RI. (2013). Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal Di Pelayanan Kesehatan.


Depkes RI. Jakarta.

Effendi,f. & Makhfudi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori Dan Praktik Dan
Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Jeyaratnam J. (2009). Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan, Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Edisi 4. Salmba Medika. Jakarta.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Edisi 3.


Salemba Medika. Jakarta.

Salawati, L. (2015). Penyakit Akibat Kerja Dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala,15
(2).Silvia, Joko, Dan Erlisa. (2015). Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat Berdasarkan
Tindakan Tidak Aman. Jurnal Care, Vol. 3, No. 2.

Simamora, R. H., & Saragih, E. (2019). Penyuluhan Kesehatan Terhadap Masyarakat: Perawatan
Penderita Asam Urat Dengan Media Audio Visual. JPPM Jurnal Pendidikan Dan
Pemberdayaan Masyarakat, vol 6(1), hal 24-31.

Suzana Indragiri & Triesda Yuttya. (2018). Manajemen Risiko K3 Menggunakan Hazard
Identification Risk Assessment And Risk Control (Hirarc). Jurnal Kesehatan, Vol. 9 No. 1.

18
Tim Pengajar Pelatihan. (2021). Modul Pelatihan Hiperkes Dan Keselamatan Kerja Bagi
Paramedis Perusahaan. Balai Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Daerah Istimewa
Yogyakarta.

Tukatman, dkk. (2015). Analisis Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Perawat Dalam Penanganan
Pasien Di Rumah Sakit Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka. Jurnal Ners, Vol. 10 No. 2
Oktober 2015: 343–347.

19

Anda mungkin juga menyukai