Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

HUKUM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN ASURANSI

TOPIK :

PERJANJIAN KERJA SAMA RUMAH SAKIT DENGAN


PROVIDER ASURANSI KESEHATAN

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Anak Agung Gede Duwira Hadi Santosa, SH, M. Hum

OLEH

KADEK AYU PUTRI DHARMA


NIM 2282721006

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KESEHATAN


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
PENGERTIAN PERJANJIAN KERJA SAMA

Perjanjian Kerja Sama dapat yaitu suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Surat

perjanjian kerja sama adalah surat yang berisi perjanjian atau kesepakatan tertulis antara dua

atau lebih pihak yang berhubungan. Pihak yang terkait dalam perjanjian harus memahami

serta melakukan hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan isi dalam surat.

Perjanjian kerja sama yang juga dikenal sebagai Memorandum of Understanding (MoU) ini

bersifat mengikat karena dibubuhi tanda tangan di atas materai dan disaksikan oleh sejumlah

orang sesuai kesepakatan.

Surat perjanjian kerja sama mempunyai beberapa fungsi yang perlu kamu ketahui,

diantaranya yaitu:

1. Sebagai bukti tertulis yang menjamin keamanan bagi semua pihak yang terlibat

2. Sebagai surat yang menjelaskan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi

3. Mengurangi resiko terjadinya perselisihan antar pihak yang bekerja sama

4. Sebagai acuan penyelesaian masalah jika terjadi perselisihan atau perdebatan pada pihak

yang terlibat.

Surat perjanjian kerja sama dikatakan sah dan dapat diterima bila mencakup beberapa hal

seperti berikut:

1. Ada judul kontrak yang ditulis secara singkat, jelas, dan padat

2. Identitas pihak yang berhubungan dengan surat perjanjian harus dicantumkan dengan

jelas

3. Terdapat latar belakang dan tujuan perjanjian yang ditulis dengan jelas, detail, dan mudah

dipahami

4. Mekanisme penyelesaian masalah yang terjadi dalam sengketa

5. Tanda tangan dari seluruh pihak terkait di atas materai

1
KONTRAK POLIS PERUSAHAAN ASURANSI DENGAN NASABAH

Contoh

Perjanjian asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko mempunyai kegunaan

yang positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun bagi pembangunan Negara.

Perjanjian asuransi melibatkan dua belah pihak yang melakukan perjanjian yaitu tertanggung

dan penanggung. Undang – Undang Asuransi telah mengatur mengenai perlindungan

pemegang polis atau tertanggung. Perlindungan ini berupa penyelesaian sengketa dengan

mediasi. Mediasi sengketa asuransi diatur dalam Pasal 54 Undang – Undang No 40 Tahun

2014 tentang Perasuransian.

2
1. Sengketa yang mungkin terjadi antara Perusahaan Jasa Asuransi dengan Nasabah

Contoh kasus adalah mediasi antara perusahaan asuransi jiwa PT BAKRIE LIFE pada

Februari 2013, nasabah dan otoritas jasa keuangan namun dalam mediasi tersebut tidak

ditemukan titik terang, tidak ada penyelesaian secara konkrit terhadap permasalahan

tersebut. Sengketa asuransi terjadi karena adanya perselisihan antara penanggung dan

tertanggung mengenai pelaksanaan dari apa yang sudah disepakati dalam perjanjian

asuransi. Masalah klasik yang masih sering muncul adalah sulitnya melakukan klaim

atas polis yang dipunyai tertanggung. Kasus tersebut di atas akhirnya menemukan titik

terang pada Juni 2013 dimana perusahaan asuransi Jiwa PT BAKRIE LIFE bersedia

bertanggung jawab membayar kewajibannya secara bertahap. Hingga tahun 2016

perusahaan asuransi jiwa masih belum memenuhi seluruh tanggungjawabnya. Menjawab

kasus tersebut dalam Pasal 54 Undang – Undang No 40 Tahun 2014 tentang

Perasuransian :

a. Perusahaan asuransi wajib menjadi lembaga mediasi yang berfungsi melakukan

penyelesaian sengketa antara perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,

pemegang polis, tertanggung, peserta atau pihak lain yang berhak memperoleh

manfaat.

b. Lembaga mediasi bersifat independen

c. Lembaga mediasi harus mendapatkan persetujuan tertulis dari otoritas jasa keuangan

d. Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat para pihak

Perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung tertuang dalam suatu akta yang

disebut polis asuransi (diatur dalam Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang No 40 Tahun

2014 tentang Perasuransian) sesuai dengan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam

Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yaitu :

3
a. Adanya kata sepakat

b. Kecakapan untuk melakukan perikatan

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

2. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Penyedia Asuransi dengan Nasabah

a. Penyelesaian sengketa asuransi melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia (Tahap

Mediasi)

Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang mengikat antara tertanggung dan

penanggung. Undang – Undang No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian telah

mengatur perlindungan hukum bagi tertanggung atau pemegang polis asuransi. Melihat

pada sengketa antara tertanggung dengan perusahaan asuransi jiwa PT BAKRIE LIFE,

tertanggung dapat mengajukan mediasi kepada BMAI sebagai upaya penyelesaian

sengketa tersebut. BMAI membantu menyelesaikan sengketa klaim (tuntutan ganti

rugi/ manfaat) dan member solusi bagi tertanggung atau pemegang polis yang kurang

memahami asuransi dengan penyelesaian sengketa klaim secara lebih cepat, adil,

murah dan informal.

b. Tahap Ajudikasi

Bila sengketa klaim (tuntutan ganti rugi atau manfaat) tidak dapat diselesaikan melalui

mediasi (tahap I), maka pihak pemohon dapat mengajukan permohonan agar

sengketanya dapat diselesaikan melalui proses ajudikasi, sengketa akan diputuskan

oleh Majelis Ajudikasi yang ditunjuk oleh BMAI

c. Tahap Arbitrase

Sengketa klaim yang tidak dapat diselesaikan pada proses mediasi dan ajudikasi dan

nilai sengektanya melebihi batas nilai tuntutan ganti rugi dilakukan proses Arbitrase.

Sengketa klaim akan diperiksa dan diadili oleh Arbiter Tunggal atau Majelis Arbitrase.

4
Keputusan Arbitrase bersifat final dan mengikat para Pihak dan tidak dapat dimintakan

banding, kasasi atau upaya hukum lainnya.

d. Apabila penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak dapat terselesaikan, maka

gugatan dapat diajukan atas dasar wanprestasi kepada Pengadilan Negeri. Pengajuan

gugatan wanprestasi dapat dilakukan karena perjanjian asuransi merupakan suatu

perjanjian pada umumnya (Pasal 1243 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata).

Pengajuan gugatan wanprestasi dilakukan untuk memenuhi tuntutan hak tertanggung

asuransi. Tuntutan hak bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan

oleh pengadilan untuk mencegah “ eigenrichting”. Kepentingan untuk memperoleh

perlindungan hukum, maka dilakukan pengajuan tuntutan hak kepada pengadilan.

5
KONTRAK RUMAH SAKIT DENGAN PASIEN MELALUI PROVIDER ASURANSI

KESEHATAN

Contoh kontrak perjanjian kerja sama rumah sakit dengan pasien melalui provider :

dalam hal ini BPJS Kesehatan

1. Sengketa yang mungkin terjadi antara Rumah Sakit dengan Nasabah melalui

Provider BPJS Kesehatan

Addendum tersebut merupakan salah satu contoh perjanjian kerja sama rumah sakit

dengan pihak BPJS Kesehatan dalam pelayanan pasien. Perjanjian tersebut menerangkan

per tanggal 29 Maret 2019 hal ketentuan :

6
a. Seritifikat akreditasi dalam Perjanjian Kerja Sama FKRTL, dalam hal sertifikat

akreditasi habis pada masa jangka waktu perjanjian dan belum dilakukan

perpanjangan, maka efektif sejak berakhirnya seritfikat akreditasi kerja sama tidak

dapat dilanjutkan. Rumah saki dianggap tidak memenuhi syarat wajib sesuai

ketentuan perundang – undangan.

b. Penambahan klausul bahwa ruang lingkup dan prosedur layanan dalam hal fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat lanjut tidak dapat dilakukan menunggu hingga survei

akreditasi dilakukan. Pelayanan dikecualikan untuk kegawatdaruratan dan pelayanan

terjadwal rutin dan tidak dapat ditunda atau tidak mungkin dialihkan ke RS lain.

c. Dalam hal salah satu pihak memungut biaya tambahan kepada peserta diluar

ketentuan perjanjian maka pihak lainnya berhak melakukan teguran tertulis dengan

tembusan ke Dinas Kesehatan, Aosiasi Fasilitas Kesehatan, dan badan pengawas RS.

d. Dalam hal ditemukan klaim fiktif oleh tim audit internal maupun eksternal maka

pihak yang menyalahgunakan wewenang berkewajiban memulihkan kerugian dn

pihak yang dirugikan dapat membatalkan perjanjian kerja sama secara sepihak.

e. Dalam hal tindakan kecurangan JKN dilakukan oleh salah satu pihak, maka

diberlakukan sanksi denda sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan.

f. Perjanjian dapat diakhiri apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dan tetap

tidak memperbaikinya setelah menerima surat teguran.

Melihat dari beberapa poin perjanjian tersebut diatas dapat dipahami beberapa

sengketa yang mungkin terjadi diantaranya :

a. Rumah sakit kehilangan pasien karena syarat akreditasi rumah sakit tidak terpenuhi

maka tidak dapat melayani pasien BPJS Kesehatan.

7
b. Pasien yang tidak mengetahui sengketa layanan provider dengan rumah sakit terlanjur

datang ke rumah sakit, akibatnya pasien merasa tidak dilayani oleh pihak RS dan akan

menimbulkan komplain.

c. Perbedaan persepsi dan penggunaan dasar regulasi, adanya ‘ whistle blower” yang

bahkan telah diberika bukti oleh pihak RS namun masih terjadi pihak BPJS

memberikan sanksi kepada pihak RS.

d. Over utilisasi layanan, pasien cenderung menuntut lebih dari layanan minimal yang

disediakan sehingga RS akan berpikir menambah ruang lingkup dan prosedur yang

berkhir pada fraud. (contoh ada layanan dokter spesialis yang belum masuk dalam

perjanjian kerja sama)

e. Kredensial termasuk tentang akreditasi RS yang menambah beban RS secara mental

dan fisik untuk memenuhi sehingga apabila tidak terpenuhi kerja sama diputus

sepihak oleh pihak BPJS Kesehatan.

f. Pengeluaran informasi rekam medis pasien, apabila sudah dalam bentuk rekam medis

elektronik, selanjutnya bocor, menjadi tanggungjawab siapa apabila tidak masuk

dalam klausul perjanjian. Hal tersebut juga bisa menimbulkan tuntutan pasien tentang

perlindungan data pribadi. Nampak sederhana tapi bukan tidak mungkin menjadi

tanggung jawab hukum bagi faskes

g. Kamar rawat inap penuh dan tidak tersedia sesuai kelas perawatan tertanggung dalam

hal ini pasien , sehingga proses antrian masuk rawat inap panjang .

h. Klaim dibayar terlambat menyebabkan menurunnya kinerja RS yang berdampak pada

kepuasan konsumen dalam hal ini pasien, termasuk beberapa kasus pasien tidak bisa

menggunkan jaminan BPJS Kesehatan (contoh kecelakaan dalam posisi kecelakaan

tunggal dan tidak saat bekerja, maka tidak tertanggung BPJS Kesehatan)

8
2. Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional No 2 Tahun 2014 tentang

Pengendalian Mutu dan Pengaduan Peserta menyebutkan pada Pasal 1 Ayat (5) bahwa

sengketa adalah perselisihan antara peserta dengan BPJS Kesehatan yang muncul akibat

ketidakpuasan atas pelayanan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan dan tidak dapat

diselesaikan oleh Unit Pengendali Mutu Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Peserta.

Pengaduan adalah penyampaian ketidakpuasan peserta atas pelayanan yang diberikan

oleh BPJS Kesehatan.

a. Mekanisme pengaduan :

1) Peserta yang tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan dapat

menyampaikan pengaduan kepada BPJS Kesehatan

2) BPJS Kesehatan wajib menangani pengaduan peserta paling lama 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya pengaduan

3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung

maupun tidak langsung

4) Pengaduan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui

: tatap muka atau media telepon (call center BPJS)

5) Pengaduan secara tidak langsung melalui : surat, sms gateway, email, website dan

media sosial atas nama BPJS Kesehatan

b. Penyelesaian Sengketa (BAB III Pasal 4) Peraturan BPJS No 2 Tahun 2014

1) Peserta yang merasa dirugikan karena pengaduan yang disampaikan tidak dapat

terselesaikan, maka dapat mengajukan penyelesaian sengketa mellaui mediasi.

2) Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan mengenai arbitrase dan

alternative penyelesaian sengketa

9
3) Peserta dan BPJS Kesehatan menunjuk mediator untuk melakukan penyelesaian

melalui mediasi

4) Penunjukkan mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara

tertulis disertai dengan kesepakatan untuk menerima hasil mediasi.

Pasal 5 menyebutkan hasil mediasi dibuat secara tertulis, bersifat final dan mengikat.

Hasil mediasi yang tidak disepakati oleh peserta dan BPJS Kesehatan diselesaikan

melalui pengadilan.

c. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan (Litigasi)

1) Apabila peserta dan BPJS Kesehatan tidak sepakat dengan hasil mediasi, maka

peserta atau BPJS Kesehatan dapat mengajukan penyelesaian sengketa melalui

pengadilan.

2) Pengajuan penyelesaian sengketa melalui pengadilan diajukan kepada Pengadilan

Negeri sesuai domisili peserta atau BPJS Kesehatan

3) Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan sebagaimana dimaksud dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan

d. Penyelesaian Sengketa Rumah Sakit dengan BPJS Kesehatan

1) Musyawarah, mencari jalan keluar melalui musyawarah untuk mencapai mufakat

sebagai alternative tercepat dalam penyelesaian sengketa.

2) Mediasi , apabila musyawarah tidak mufakat maka rumah sakit perlu melakukan

mediasi melalui organiasi pengawas interna dan badan pengawas rumah sakit

apabila menemukan ketidaksepahaman dalam hal perjanjian kerja sama dengan

BPJS Kesehatan

3) Negosiasi, Fraud adalah ancaman tidak hanya bagi rumah sakit tetapi juga tenaga

kesehatan. Perlindungan hukum tenaga kesehatan yang melakukan klaim INA

CBg’s memerlukan negosiasi lebih lanjut dengan evidence base audit internal RS.

10
4) Konsiliasi

Konsiliasi membutuhkan seorang konsoliator yang berfungsi sebagai pihak ketiga

yang berfungsi untuk membantu dalam proses penyelesaian sengketa. Meskipun

hampir sama dengan mediasi tetapi dalam konsolidasi, pihak ketiga (konsolidator)

mempunyai peran yang cukup besar dalam proses penyelesaian sengketa, karena

dapat mendorong atau mempengaruhi pihak yang bersengketa untuk lebih

kooperatif dan bahkan berpengaruh pada pengambilan keputusan akhir sebagai

hasil konsiliasi oleh pihak – pihak yang bersengketa. Konsolidator juga dapat

member alternative yang dapat dijadikan solusi dalam penyelesaian sengketa

sehingga menjadi kesepakatan para pihak yang bersengketa.

5) Pemutusan Kerja Sama sepihak dari BPJS Kesehatan, hal tersebut sudah masuk

dalam klausul perjanjian kerja sama sesuai contoh di atas sesuai kesepakatan dan

pemberian sanksi adminsitratif yang laporannya ditujukan ke Dinas Kesehatan,

kementerian Kesehatan, Organisasi Profesi dan Organiasai Rumah Sakit.

6) Sengketa yang muncul dari kebocoran informasi pasien akan merujuk dalam

pengaturan UU Perlindungan Data Pribadi No 27 Tahun 2022 dan PMK No 24

Tahun 2022 tentang Rekam Medis termasuk aplikasi rekam medis elektronik.

Merujuk juga penyelesaian dalam PMK No 18 Tahun 2022 tentang

Penyelenggaraan Satu Data Bidang Kesehatan. Pada Pasal 8 tentang Informasi

Kesehatan dibahas bagaimana harusnya pengelolaan informasi kesehatan secara

rahasia dan terbatas serta apa golongan informasi publik yang termasuk di

dalamnya sehingga meminimalkan kemungkinan sengketa akibat kebocoran data

medis.

11

Anda mungkin juga menyukai