Anda di halaman 1dari 9

DEFINISI

Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologists yang
disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih, dan atau dengan berat janin 500 gram atau lebih. Tetapi ada juga yang mengatakan
bahwa kematian janin dalam rahim adalah kematian janin pada umur kehamilan 22 minggu
atau lebih. The US National Central for Health Statistic merekomendasikan bahwa kematian
janin dalam rahim adalah kematian janin pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih dengan
berat janin lebih atau sama dengan 350 gram. Tetapi di Amerika sendiri, di setiap negara
bagiannya memiliki definisi yang berbeda terhadap kematian janin dalam rahim ( Intra
Uterine Fetal Death/ IUFD).
Apabila kematian janin terjadi saat persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 28
minggu disebut sebagai kematian janin dalam persalinan (intrapartum fetal death). Walaupun
definisi menurut WHO lah yang paling sering digunakan dalam banyak literatur, ternyata
tidak semua negara menggunakan definisi tersebut.

EPIDEMIOLOGI
Kematian konsepsi diperkirakan terdapat pada 75 persen dari wanita yang mencoba
untuk hamil. Sedangkan kematian perinatal termasuk didalamnya stillbirth dan kematian
neonatus mencapai 1 persen di Amerika Serikat.
Pada tahun 2003, menurut data dari The National Center for Health Statistics
menyebutkan bahwa rata-rata kematian janin adalah 6,9 kematian dalam 1000 kelahiran.
Untuk tingkat dunia, rata-rata kematian janin ini bervariasi, tergantung pada kualitas dari
pelayanan kesehatan yang tersedia dan definisi mana yang digunakan untuk menyatakan
kematian janin tersebut.
Angka kejadian IUFD lebih tinggi pada umur kehamilan yang lebih rendah, menurut
Copper dan kolega (1994), hampir 80 persen dari seluruh angka kejadian IUFD terjadi
sebelum aterm dan setengahnya pada usia kehamilan lebih rendah dari 28 minggu. Angka
kejadian kematian janin dalam rahim (Intra Uterine Fetal Death/ IUFD) dapat dilhat pada
grafik berikut:
Grafik 1. Hubungan antara umur kehamilan dengan insidensi

ETIOLOGI
Perlu dilakukan otopsi oleh ahli patologi untuk menentukan dengan pasti penyebab
dari IUFD. Penjelasan dari penyebab IUFD dapat secara kasar dikatagorikan sebagai
penyebab dari janin, plasenta atau maternal. Lebih lanjut dapat dilhat pada tabel 1.

Beberapa penyebab kematian janin pada IUFD


Janin (25-40%)
Anomaly kromosom
Defek lahir non-kromosomal
Non-immune hydrops
Infections (virus, bacteria, protozoa)
Plasenta (25-35%)
Ketuban pecah dini
Abruption
Fetal-maternal hemorrhage
Gangguan tali pusat
Insufisiensi plasental
Asfiksia intrapartum
Previa
Twin-to-twin transfusion
Chorioamnionitis
Maternal (5-10%)
Antibody antifospolipid
Diabetes
Kelainan hipertensif
Trauma
Persalinan yang tidak normal
Sepsis
Asidosis
Hipoksia
Rupture uterine
Kehamilan postterm
Obat-obatan
Tidak dapat dijelaskan (25-35%)

Tabel 1. Penyebab Kematian Janin Pada IUFD

Penyebab Janin
Antara 25% hingga 40% penyebab IUFD berasal dari kelainan janin. Termasuk
diantaranya kelainan bawaan, infeksi, malnutrisi, non-immune hidrops dan anti-D
isoimmunization.
Angka kejadian malformasi congenital pada IUFD antara sepertiga dari seluruh
kematian janin yang disebabkan anomali struktural. Anomali yang tersering diantaranya
adalah defek dari bumbung neural, hidrops, hidrosefalus terisolasi, dan kelainan jantung
bawaan.
Angka kejadian janin IUFD yang disebabkan oleh infeksi berkisar antara 6%, sebagian
besar adalah akibat korioamnionitis, dan selain itu adalah sepsis janin atau intrauterine. Sifilis
kongenital dapat menjadi penyebab yang cukup sering pada wanita yang hidup di perkotaan.
Infeksi lainnya yang cukup berbahaya diantaranya adalah infeksi sitomegalo virus,
parvovirus B19, rubella, varicella dan listeriosis.

a. Kelainan Kongenital
Angka kejadian IUFD yang disebabkan oleh kelainan kongenital seperti malformasi
struktural, defek bumbung neural dll. cukup tinggi.
Kelainan kongenital adalah kelainan yang tampak pada saat lahir dan disebabkan oleh
karena penyakit genetik. Termasuk dalam penyakit genetik adalah penyakit yang disebabkan
oleh beberapa kelainan berikut:
 Kelainan gen tunggal seperti thalasemia, cystic fibrotic, spinal muscular
atrophy, achondroplasia, hemofilia dan hiperplasia adrenal kongenital
 Kelainan lebih dari 1 gen (multiple genetic disorder) seperti diabetik, hipertensi,
dan asma.
 Kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah (trisomi atau monosomi atau
triploidi, tetraploidi) dan kelainan struktur kromosom (translokasi, delesi,
inversi, insersi).
 Kelainan imprinting gen seperti sindrom Prader Willi, dan Angleman.
Penyakit-penyakit genetik ini dapat menyebabkan masalah pada masa perinatal.
Masalah perinatal tersebut dapat diklasifikasikan menjadi berikut:
 Penyakit genetik yang menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada masa
bayi atau anak dan saat ini belum ada pengobatan yang optimal. Kelainan
genetik jenis ini merupakan indikasi diagnosis pranatal yang ditujukan untuk
mengakhiri kehamilan bila janin terdiagnosis sebagai penderita. Contoh jenis
penyakit ini adalah thalasemia, spinal muscle atrophy, dan kelainan kromosom.
 Penyakit genetik yang menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada masa
bayi atau anak, tetapi kelainannya dapat dicegah bila didiagnosis dini (diagnosis
pranatal) dan pengobatan dimulai (a) sejak dalam kandungan atau (b) segela
setelah lahir. Contoh penyakit adalah congenital adrenal hyperplasia dengan
pemberian kortikosteroid akan mencegah virilisasi dan kegawatan pada masa
neonatus.
 Penyakit genetik yang menyebabkan kematian hasil konsepsi (abortus, IUFD,
atau kematian bayi segera setelah lahir), seperti HbBart hidrops fetalis, kelainan
kromosom, spinal muscle atrophy, dan thanatthopric displasia. Penyakit jenis
ini umumnya dilakukan diagnosis pranatal dan dilanjutkan dengan terminasi
kehamilan, terutama untuk penyakit yang dapat menyebabkan morbiditas ada
ibu selama hamil seperti HbBart hidrops fetalis yang dapat menyebabkan
preeklampsia, dan perdarahan pascasalin.

1. Kelainan kromosom
Dikenal 2 jenis kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah dan kelainan struktur.
Kelainan kromosom, karena melibatkan banyak gen (ratusan sampai ribuan), umumnya
bermanifestasi klinik sebagai kegagalan hasil pembuahan (abortus, infertilitas, IUFD)
kelainan kongenital major, dan bila melibatkan kromosom seks dapat bermanifestasi
infertilitas, seks ambigus, retardasi mental, perawakan pendek , perawakan tinggi, mikropenis
dan lain-lain.

Kelainan jumlah kromosom


Kelainan jumlah kromosom adalah kelebihan atau kekurangan jumlah (monosomi,
trisomi, tetrasomi) atau satu jenis kromosom (hanya kromosom 18 misalkan trisomi 18) atau
lebih atas satu jenis (misalkan kombinasi trisomi 13 dan trisomi 21), atau dapat juga
berlebihannya semua jenis kromosom yang disebut triploidi (jumlah total kromosom 69) atau
tetraploidi (jumlah total kromosom 92).
Aneuploidi terjadi akibat non disjunction pada fase meiosis I atau meiosis II di sel
gamet (ovum atau sperma), kelainan yang disebabkan oleh mekanisme ini akan berakibat
trisomi, tetrasomi atau monosomi pada semua sel. Aneuploidi yang disebabkan oleh non
disjuntion pada fase meiosis umumnya menyebabkan abortus, kematian janin/ IUFD, atau
kecacatan berat sehingga bayi tidak bertahan hidup lama. Aneuploidi yang sering dijumpai
adalah trisomi 21 yang dikenal dengan sindroma Down dan monosomi X atau dikenal dengan
sindroma Turner dan kelainan jumlah kromosom seks (XXY,XXX,XYY) aneuploidi jenin ini
dapat hidup. Dapat juga dijumpai trisomi 18 dan trisomi 13, walaupun seringkali IUFD atau
tidak bertahan lama setelah lahir.
Penyebab non disjunction fase meiosis lebih dihubungkan dengan usia lanjut ibu pada
saat hamil.
Aneuploidi dapat juga terjadi pada fase mitosis.

2. Kelainan struktural
Kelainan strutural merupakan penyebab kejadian IUFD yang cukup tinggi, sepertiga
dari IUFD yang diakibatkan faktor fetal disebabkan oleh kelainan struktural fetal. Kelainan
yang tersering adalah defek bumbung neural dan defek jantung janin.

Gambar 2. Bayi IUFD dengan kelainan struktural Anencephalik


Kelainan struktural yang tersering kedua setelah kelainan jantung kongential adalah
defek bumbung neural. Bumbung neural menutup pada hari ke 28 setelah konsepsi. Defek
bumbung neural terjadi apabila terdapat kegagalan pada saat penutupan ini.
Anencephaly adalah defek bumbung neural yang terberat. Hampir selalu berakhir
dengan kematian janin/ IUFD. Spina bifida terjadi bila satu atau lebih dari arkus vertebra
gagal menyambung, hingga meningen atau jaringan neural plus meningennya terekspose.
Defek bumbung neural merupakan contoh klasik dari kelainan struktural dengan faktor
resiko yang multifaktorial. Dipengaruhi oleh eksposure terhadap teratogen, etnis, diet,
riwayat keluarga, nutrien, dan lain-lain. Hibbard & Smithels 30 tahun yang lalu menyebutkan
bahwa metabolisme asam folat yang abnormal bertanggung jawab terhadap kejadian defek
bumbung neural ini. Kelainan terletak pada enzym MTHFR (5,10-methylene tetrahydrofolate
reductase) yang memilik peranan penting pada metabolisme asam folat. Suplemen asam folat
dapat mengurangi resiko terjadinya defek bumung neural ini, tetapi tidak pada seluruh kasus.
Dengan suplemen asam folat, angka kejadian rekurensi terhadap defek bumbung neural ini
dapat dikurangi hingga 70 persen.
Kelainan struktural yang tersering adalah defek dari jantung janin. Kelainan malformasi
kardial ini dipengaruhi oleh lebih dari 100 gen, dan memiliki penyebab atau faktor resiko
yang multifaktorial juga.

3. Infeksi janin
Infeksi adalah penyebab penting pada IUFD. Romero dan kawan-kawan menyebutkan
teori ascending bacterial infections dimana bakteri berpindah dari vagina melewati serviks
menuju ruang amnion. Di ruang amnion ini, bakteri mengaktivasi sitokin yang menyebabkan
kerusakan janin, persalinan prematur, dan pada kasus yang berat dapat terjadi IUFD. Moyo
dan kawan-kawan memeriksa stillbirth di Zimbabwe dan membuktikan teori tersebut dengan
menemukan bermacam-macam strain E.coli di organ-organ dalam janin. Dari 104 stillbirth
yang diteliti, didapatkan pertumbuhan bakteri pada spesimen paru-paru, hepar dan cairan
perikardium. Pertumbuhan bakteri yang lebih signifikan ditemukan pada kultur dari spesime
tenggorokan, tali pusat, dan plasenta. Tidak semua infeksi disebabkan oleh bakteri. Pada
penelitian yang dilakukan di Swedia, menunjukan Parvovirus B19 terdapat pada 50-70%
orang dewasa dan seringkali tanpa gejala, dan pada kehamilan sering dikaitkan dengan
anemia pada janin, hidrop fetalis, abortus spontan serta IUFD
Viral infection.
 Varicella – zooster. Infeksi varisela pada trisemester pertama/ kedua dapat
menyebabkan malformasi kongenital. Tetapi hampir tidak pernah menyebabkan
IUFD.
 Influenza. Tidak ada bukti bahwa infeksi influenza menyebabkan malformasi
kongenital maupun IUFD.
 MUMPS. Wanita hamil trisemester pertama yang terinfeksi MUMPS beresiko
untuk mengalami aborsi spontan.
 Parvo Virus. Human parvovirus B19 sering menyebabkan aborsi, non-immune
hydrops dan kematian janin dalam rahim/ IUFD. Menurut penelitian, parvovirus
berhubungan dengan kerusakan myocardial, serta IUFD pada trisemester kedua
dan ketiga.
Diagnosis dan identifikasi dari penyebab infeksi ditegakan dengan pemeriksaan
serologis antibodi IgG dan IgM spesifik terhadap virus penyebab pada cairan amnion janin.

Penyebab Plasental
Antara 15% hingga 25% penyebab IUFD disebabkan oleb kelainan atau masalah pada
plasenta, membrane atau pada tali pusatnya. Abruption plasenta merupakan salah satu
penyebab terseringnya.
Kecuali tuberculosis dan malaria, infeksi membrane dan plasental jarang terjadi pada
kasus IUFD mungkin karena secara klinis kurang signifikan. Pemeriksaan secara mikroskopis
dari plasenta dan membrannya dapat membantu diagnosis pasti penyebab infeksi.
Korioamnionitis memiliki gambaran infiltrasi korion oleh sel-sel leukosit mononuclear dan
polymorphonuclear. Tetapi sayangnya penemuan ini bukan merupakan gambaran pasti.
Placental infarct memperlihatkan gambaran degenerasi fibrinoid dari trofoblas,
kalsifikasi, dan infark iskemik karena oklusi arteri spiralis.
Fetal-maternal hemorrhage dapat sangat parah hingga menyebabkan kematian dari
janin. Perdarahan fetal-maternal yang berat seringkali disebabkan oleh trauma maternal yang
hebat.
Twin-to-twin transfusion merupakan sebab yang cukup sering pada kasus IUFD
karena kehamilan multifetal monokorionik.
Abruption plasenta (solutio plasenta) memiliki arti pelepasan plasenta yang
premature (sebelum waktunya/janin lahir) pada plasenta yang berimplantasi normal. Angka
kejadiannya sekitar 1 dari 200 persalinan. Sebagian dari perdarahan yang disebabkan oleh
abruptio plasenta ini, darahnya mengalir diantara membrane dan uterus, dan darahnya keluar
melalui cervix, menyebabkan hemorhagi eksternal. Yang lebih jarang terjadi, darah tersebut
tidak keluar secara eksternal tetrapi tertahan di antara membran plasenta dan uterus,
menyebabkan concealed hemorrhage. Jenis ini lebih berbahaya, karena dapat mengakibatkan
koagulopati konsumtif dan perdarahan yang terjadi tidak dapat diketahui dengan cepat.
Ada beberapa factor resiko berhubungan dengan abruptio plasenta, yang terpenting
adalah hipertensi dalam kehamilan. Angka resiko abruption plasenta meningkat tiga kali lipat
pada kehamilan dengan preeclampsia dan empat kali lipat pada eklampsia.
Walaupun angka kematian janin dalam rahim (IUFD) semakin menurun, tetapi tidak
pada abruption plasenta. Hingga 12% dari seluruh IUFD pada trisemester ke tiga di Parkland
Hospital antara 1992-1994, dikarenakan abruption plasenta. IUFD dalam abruptio placenta
berhubungan dengan kegagalan fungsi sirkulasi placenta.
Carey dan Rayburn mencatat selama kurang-lebih 5 tahun dan mendapatkan lilitan
tunggal tali pusat terjadi pada 23,6 % persalinan baik pada bayi yang hidup atau yang
meninggal. Mereka juga mendapatkan 3,7 % lilitan multiple tali pusat pada stillbirth.
Penelitian lainnya mencatat bahwa insidensi lilitan tali pusat berkisar 1 % dan yang
berhubungan dengan kematian adalah 2,7 %. Walaupun begitu, adanya lilitan talipusat bukan
berarti kematian. Apabila lilitan tersebut lepas dan sirkulasi janin kembali baik, janin dapat
bertahan. Tetapi apabila lilitan tersebut menjadi ketat dapat menyebabkan vasokontriksi dan
penurunan sirkulasi darah janin. Lebih jauh lagi, menurunnya jumlah Wharton’s jelly pada
area tersebut menyebabkan oklusi dari aliran darah janin

Penyebab Maternal
Cukup mengejutkan bahwa pada kenyataanya kelainan maternal hanya berperan sedikit
pada kasus IUFD. Dua yang paling sering adalah hipertensi dalam kehamilan dan diabetes
pada kehamilan (5%-8%). Lupus anticoagulant dan antibody anticardiolipin berhubungan
dengan vasculopati desidua, infark plasenta, pertumbuhan janin terhambat, aborsi yang
berulang, dan kematian janin itu sendiri. Belakangan ini, trombofilia herediter, dihubung-
hubungkan dengan abrupsio plasenta, pertumbuhan janin terhambat dan IUFD.

IUFD Yang Tidak dapat Dijelaskan


Dengan penelitian yang terus berlanjut, termasuk atutopsy, pemeriksaan laboratorium
yang semestinya, seperempat dari seluruh penyebab IUFD masih tidak dapat dijelaskan dan
diklasifikasikan.
FAKTOR RISIKO

Gambar 3. Faktor resiko terjadinya IUFD

1. Leveno KJ, Cunningham FG, Bloom SL, Hauth JC, Gillstrap III LC,
Wentstrom KD. Williams Obstetric 22nd edition; McGraw Hill. 2007.

Anda mungkin juga menyukai