ANAMNESA PASIEN
Secara alloanamnesa
1. Demam
2. Sesak nafas
Akut/kronik
Dalam keadaan bagaimana sesak berkurang, tidur/duduk
Batuk
Mengi
Perut membesar
Sakit sendi berpindah
Demam
Nyeri dada
Sianosis
Riwayat tersedat
3. Kejang
Frekuensi
Lamanya : interval antara 2 kejang
Kapan terjadi (sudah pernah/belum) sebelumnya
Bila sudah pernah berapa kali, pada usia berapa
Sifat tonik, klonik, fokal
Kesadaran setelah kejang
Gejala lain :
Demam
Muntah
Penurunan kesadaran
Pada neonatus :
Riwayat kelahiran
Riwayat kehamilan ibu
DIARE (Gastroenteritis)
Definisi
Defekasi encer > 3 x sehari, dengan atau tanpa darah/lendir dalam tinja
Etiologi
I. Infeksi
1. Enteral
A. Infeksi bakteri bakteri : E.Coli
Salmonella
Shigella
Pseudomonas Aerogenosa
Vibrio cholera
Yersilia
Campillo bacter
2. Parenteral
A. Infeksi dibagian tubuh lain
1. Otitis media kaut
2. Sepsis
3. Ensefalitis
4. Bronchopneumonia
3. Kelainan anatomi
Malrotasi
Usus pendek
Hirschsprung disease
4. Hormonal : hipertiroid
5. Psychogen : rasa takut dan cemas
Panas ++ ++ ++ - ++
Tenesmus, Tenesmus,
Nyeri perut tenesmus Tenesmus, kram +
kolik kram
Nyeri kepala - + + - -
Sifat tinja :
- Warna
kuning - hijau merah - hijau kehijauan (-) berwarna merah-hijau
Leukosit - + + - +
Lain-lain infeksi
anoreksia kejang +/- sepsis +/- Meteoris-mus
sistemik
Komplikasi GE
1. Dehidrasi atau gangguan elektrolit : - Hipokalemi
‾ Hiponatremi
‾ Hipernatremia
2. Hipoglikemia
3. Ketidakseimbangan asam basa Asidosis
4. Malnutrisi/Gangguan Gizi Buruk
5. Gagal Jantung
MAINTENANCE :
BB < 10 Kg : BB x 100/24 jam
10 -20 Kg : 1000 + (BB-10) x 50/24 jam
> 20 Kg : 1500 + (BB-20) x 20/24 jam
INDIKASI INFUS
IV : - Dehideasi berat
- Kesadaran menurun
NaCl : - Muntah-muntah
RL : - Cairan tubuh
Diare : - Asering ( Ringer asetat )
Kalium :-KA - N3B
Dehidrasi dapat dilihat :
1. penurunan BB
2. Tanda klinis
Shock Masalah cairan Guyur
GIZI BURUK
MARASMUS
Gejala klinis :
1. Defisiensi KH
2. Berat badan < 60 %
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
4. Old man face
5. Perut buncit
6. UUB Cekung
7. Tulang pipi menonjol
8. Mata besar dan dalam
9. Konstipasi / diare
10. Anemia (-)
11. Mental cengeng dan rewel
12. Sangat kurus,tinggal kulit pembungkus tulang.
13. Ujung jari tangan cyanosis
14. Iga mengembang
15. Kulit keriput, jaringan lemak subcutis Baby pants
Protein: 3 – 4 mg/kgBb/hari
Bentuk makanan lunak dan tidak merangsang,Asi semaunya.
KWASHIORKOR
Gejala klinis :
1. Defisiensi protein
2. Berat badan > 60 %
3. gangguan pertumnuhan dan perkenbangan
4. kelainan kulit dan rambut, rambut seperti jagung/tipis,merah,mudah rontok
5. Bulu mata panjang
6. Moon Face ; wajah sembab, bulat.
7. kulit kering, hiperpigmentasi
8. Anemia (+)
9. Hepatomegali
10. Muntah
11. Anoreksia
12. Oedema seluruh tungkai ringan s/d berat
13. Perubahan status mental, Apatis.
14. Otot hipertrofi
15. Sering disertai infeksi dan diare.
Terapi ::
1. Diet Tinggi protein : 4 – 8 gr/Kg/Bb/hari
2. Diet Tinggi Kalori : 160 – 175 mg/KgBb/Hari
Tahap I : 50 Kal/KgBb/Hari (2-3 hari)
Tahap II : 100 Kal/KgBb/Hari (2-3 Hari)
Tahap III : 150 Kal/KgBb/Hari
MARASMIC KWASHIORKOR
Gejala marasmus.
Oedem positif
Gejala klinis :
Gejala umum marasmus + Kwashiorkor
Oedem (+) ↑ untuk anggota gerak.
1. Atasi hipoglikemi
2. Atasi hipotermi
3. Atasi Dehidrasi
4. Koreksi keseinbangan elektrolit
5. Atasi infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Tumbuh kembang
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. stimulasi sensorik dengan dukungan emosi
10. persiapan saat pasien pulang/tindak lanjut.
Definisi : Keadaan masiknya segman proximal kebagian distal yang akan berakhir
Yang akan berakhir dengan obstruksi usus, strangulasi ditandai bercak
Lendir dan darah.
G.K : Usus melipat
Ileus obstruksi
Barak lendir berdarah
Hirschprung Desease
Definisi: Penyakit kongenital yang disebabkan oleh tidak terdapatnya sel ganglion
perasimpatic den plexus Aurbach dikolon, sebagian segmen yang
aganglionik mengenai rektum dan bagian kolon sigmoid dan terjadi
hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang labih proksimal.
Makanan Bayi
1. ASIANOTIK
ASD ( Atrial septal defect )
VSD ( Venrtikel septal defect )
PDA ( Patent ductus Arteriosus )
2. SIANOTIK
TF ( Tetralogi Fallot )
TGA ( Transposisi great Arteri )
PS ( Pulmonal Stenosis )
Single Vemtrikel
3. CYANOTIK TARDIVE
Elsenmanger sindrom
Sindrom yang ditandai hupertensi pulmonal desertai pirau tertarik
(kanan&kiri) melalui VSD/PDA/ASD.
Gejala klinis :
1. RHD : MI,MS,AI,AS
2. DC kanan karena Aritmia
3. Endokarditis Bakterialis
4. Perikarditis
5. Miokarditis non Rematik
6. Miokarditis Difteri
PERHITUNGAN CAIRAN
Contoh soal :
Seorang anak dating dengan diagnosa GE ringan sedang, berat badan 8 kg, berapa tetes
cairan?
Jawab :
4 jam I harus kita beri 75 cc/Kg BB/4 jam
berarti dalam 4 jam harus dimasukkan cairan = 75 x 8 = 600 cc
Jumlah tetesan : 600 cc x 60 = 150 tetes/menit mikro atau
4 x 60
: 600 cc x 20 = 50 tetes/ menit makro
4 x 60
Cairan Infus
2A : D 5% + NaCl 0,9 % > 4 tahun
3A : D 5% + NaCl 0,9% + Na Laktat
2:1 : D 5% + NaCl 0,45 % 2 tahun
4:1 : D 5% + NaCl 0,225 % 2 tahun
HSD : ½ Darrow + Glukosa 2,5%
HSD : KARN 3B K ↑↑ 20%
Menghitung BB Normal
Usia 1-6 tahun
BBN = 2 N + 8
N adalah tahun + Bulan
12
Usia 6-12 tahun
BBN = 7 N – 5
2
Rumus KG = BB x 100%
BB Normal
Usia 0 – 12 bulan
BB lahir + ………….
Triwulan I : 800 gr/bulan
Triwulan II : 550 gr/bulan
Triwulan III : 350 gr/bulan
Triwulan IV : 300 gr/bulan
Contoh soal :
Seorang anak umur 10 bulan, BB lahir 2700 gram, BB masuk 7 Kg bagaimana status
gizi ?
Jawab :
BBN Anak = BB Masuk + (3 bln triwulan I) + (3 bln triwulan II) + ( 3 bln Triwulan III) +
( 1 bulan Triwulan IV)
= 2700 gr + (3x800) + (3x550) + (3x350) + (1x300)
= 2700 + 2400 + 1650 + 1050 +300
= 8100 gr
Status gizi = BB Masuk x 100 % = 7000 gr x 100 % = 86,41 %
BB N = 8100 gr
Interprestasi
≥ 80 % : Baik
61 – 79% : Kurang
≤ 60 % : Buruk
PEMBERIAN MAKANAN
MI : Makanan saring
Kesukaran menelan, GE, infeksi sel cerna
M II : Makanan lunak / bubur
Pasang post operasi, pasien demam
M : Cairan
Mb : Makanan biasa
SV : Sonde Voeding
3
Rangsangan nyeri
2
Tidak ada
5
Flaxi Menarik
4
Gerak menarik
3
Gerakan Meluruskan Tangan
2
Tidak Ada
4
Bicara Kacau
3
Bicara Tidak Mengerti
2
Tidak Ada
Kesimpulan
> 15 : Composmetis
12 – 15 : Apatis
09 – 12 : Somnolen
07 – 09 : Sopor
05 – 07 : Koma soporous
< 05 : Koma
APGAR SCORE
Defenisi
Suatu infeksi virus (arthorope bone virus) akut, ditularkan oleh nyamuk spesies aedes)
Etiologi
Termasuk kelompok arbovirus B, dikenal 4 serotipe virus dengue saling tidak mempunyai
imunitas silang, tipe I dari hewani, tipe II new geunia, tipe III dar philipina.
Vektor
Ae. Aegypti, Ae,. Scuttelaris, Ae. Polysinensis, Ae. Hekansoni, Ae. Cooki.
Di Indonesia : Ae. Aegypti di perkotaan dan Ae. Albopticus di pedesaan.
Derajat DHF :
1. Demam + Uji Turniquet (+)
2. Derajat I + manifestasi perdarahan spontan
3. Kegagalan sirkulasi, nadi cepat dan lembut, hipotensi, tekanan nadi < 20
mmHg, kulit dingin dan lembab
4. Shock berat , Nadi tidak dapt diraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
o
Tanda renjatan : nadi menurun < 20 mmHg, Tek sistolik < 80 mmHg
o
Trombositopenia : < 100.000/ mm2
o
Hemokonsentrasi meningkat
Diagnosis
Berdasarkan diagnosis WHO
Differential Diagnosis
o Demam chikungunya
o ITP (Idophatic Trambocytopenic purpura)
Prognosis
Penyakit ini mengakibatkan shock yang dapat meyebabkan kematian
Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Encephalopati dengue
3. DIC
4. effusi pleura
PENATALAKSANAAN
DHF
Cairan Awal
RL/NaCl 0,9% atau RL/D-5%
NaCL0,9%, 6-7ml/KgBB/jam
Monitor tanda vital, Ht, Trombo tiap 6 jam
PENATALAKSANAAN
DENGUE SHOCK SYNDROM
DSS
O2 2 – 4 L/t
RL/NaCl 0,9% 10-20 ml/kgbb secepatnya
(bonus dalam 30’)
Evaluasi ketat
Tanda vital Koreksi asidosis
Tanda perdarahan Evaluasi 1 jam
Diuresis, Hb, Ht
Trombosit
Stabil dalam 24 jam Syok teratasi
Tetesan 5 ml/kgbb
Syok belum teratasi
Tetesan 3 ml/kgbb/jam
THYPUS ABDOMINALIS
Defenisi
Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan
Etiologi
Salmonella thyposa, basil garam (-), bergerak dengan rambut getar, tidak berspora
mempunyai sekurang-lurangnya 3 antigen, antigen O (somatik), terdiri dari zat kompleks
lipoliskarida, antigen H (flagella) and antigen VI (dalam serum terdapat ketiganya)
Gejala Klinis
Masa tunas 7 – 14 hari (rata-rata 3 – 30 hari)
1. Demam > 7 hari – 3 hari minggu bersifat remitten (meningkat pada sore hari
dan malam)
2. Gangguan kesadaran dari apatis sampai koma
3. Ganggaan saluran cerna
o Nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi
selaput (beslag (+) lidah kotor)
o Ujung lidah kemerahan dan kadang ditemui adanya tremor
o Perut kembung (meteorismus)
o Konstipasi/diare
4. Hepatomegali dan splenomegali
5. Roseola pada punggung dan ekstremitas
6. Widal test (+), Titer 1/16 Ag thd Ag 0)
Patogenesis
Infeksi terjadi dalam saluran cerna, dibutuhkan 10 0 – 109 untuk menimbulkan infeksi,
sebagian mati oleh asam lambung, hasil diserap diusus halus, masuk mal pemb limfe
halus ke dalam pembuluh darah (B1) sampai ke organ RES yakni hati dan limfa sehingga
organ tersebut membesar dan nyeri dengan perabaan, kemudian hasil masuk ke darah
(B2) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar. Limfoid usus
menimbulkan tukak bentuk lonjong pada mukosa di atas plak peyeri tukak ini
menyebabkan perdarahan dan perforasi. Demam disebabkan oleh endotoksin gejala sal
cena disebabkan kelainan pada usus.
Diagnosis
1. Dari anamnesis dan p.fisik dapat dibuat oborsi. Tifus abdominalis
2. Menyokong diagnosis
Pembuluh darah tepi, leukopenia, limfositosis relatif, anemia dan
trombositopenia ringan
Pembuluh sum-sum tulang, hiperaktif RES dengan adanya mokrafag
3. Membuat diagnosis
Biakan empedu, hasil ditemukan dalam darah pada minggu 1 sakit,,
minggu selanjutnya dalam urin dan selanjutnya pada feses
Pemeriksaan Widal 1/120 titer O
Diagnosis Banding
Paratifoid A, B, C, DBD, malaria, TB dan Influenza
Komplikasi
Perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,,
bronkopneumoni dan hepatitis.
Prognosis
Baik
Penatalaksaan
Bed rest
IVFD sesuai umur (RL)
Antibiotik
Chlorampenicol 50–10 mg/kgbb/4 dosis/i.v sampai 5 – 7 hr bebas demam
Bila leukosit 1000-2500/mm3 beri chloramrenikol ½ nya.
Bila leukosit < 1000/mm3 ganti ampi dengan kotrimoksazol.
Antipiretik peracetomol 10-15 mg/kgbb/x beri/oral
Tranfusi darah bila terdapat perdarahan
Pemberian cukup cairan dan cukup makan yang tidak merangsang
MORBILI
(CAMPAK, MEASLEAS, RUBEOLA)
Penyakit infeksi virus akut yang menular, masa tunas 10-20 hari
Patologi
Sebagai rx terhadap virus terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel MN dan
beberapa sel PMN disekitar kapiler, sel ini terdapat pada kulit, selaput lendir, nasofaring,
bronkus dan konjungtiva.
Gejala klinis
A. Std. Kataral
1. Panas bersifat sub febris
2. Batuk, flu, coryza, malaise
3. Konjungtivitis fotofobia
4. Koplik spot di mukosa bukalis
5. Limfositosis dan leukopenia
B. Std. Erupsi
1. Panas semakin tinggi saat muncul rash
2. Timbul bintik halus bilateral leher, belakang telinga, batas dengan rambut yang
disebut meculopapula rush.
3. Muka bengkak
4. Pembesaran kel.getah bening di sudut mandibula dan leher belakang
5. Splenomegali, muntah dan diare
C. Std. Konvalesensi
Hiperpigmentasi, kulit bersisik, suhu menurun bila tanpa komplikasi
Komplikasi
Otitis media akut, ensefalitis dan bronkopneumoni
Penatalaksanaan
Bersifat simptomatik
Beri anti piretik : parasetamol 10 – 15 mg/kgbb/x beri/oral
Obat batuk : OBP/OBH
Antibiotik : Ampicillin 100 – 200 mg/kgbb/4 dosis/i.v (test dulu)
Vitamin A : 100.000 IU/hari/IM selama 2 hari
Komplikasi
Baik bila KU anak baik
Buruk bila KU buruk, penyakit kronis dan bila ada komplikasi
VARICELLA
CHICKEN POX
Defenisi
Penyakit akut, menular yang ditandai oleh vesikel di kulit dan selaput lendir yang
disebabkan virus varicella
Etiologi
Herpes virus varicella (virus varicella booster)
Gejala klinis
Masa inkubasi 10-12 hari, biasanya 13-17 hari
Stadium prodromal
24 jama sebelum kelainan kulit timbul, panas, perasaan lemah
(malaise), anoreksia, kadang terdapat scarlatinaform (morbiliform)
Stadium Erupsi
Papula merah kecil berubah menjadi vasikel yang berisi cairan jernih dan
mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel terhadap cekungan ditengah
(unumbilicated). Isi vesikel kering dalam 24 jam. 3-4 hari erupsi tersebar mula-mula
di dada, muka, bahu, dan anggota gerak. Erupsi disertai rasa gatal
Komplikasi
Pneumonia varicella, ensefalitis, ataksia, nistagmus, tremor, mielitis transversa akut,
kelumpuhan syaraf muka, neuromielitis optika, penyakit optic dengan kebutaan
sementara, sindrom hipotalamus
Penatalaksanaan
Bersifat simptomatik : lokal dengan bedak salisil 1 %
TETANUS
LOCKJAW
Definisi
Merupakan penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh clostridium tetani
Etiologi
Clostridium tetani gram positif, hidup an-aerob, berbentuk spora, tersebar di tanah,
menghasilkan neurotoksin, toksin ini menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit
dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin neurotropik yang menyebabkan ketegangan
otot dan spasme otot
Patogenesis
Toksin bersifat antigen dan sangat mudah diabsorbsi oleh jar syaraf dan sulit dinetralkan
oleh antitoksin spesifik, tapi dalam darah sukar dinetralisir. Hipotesisi cara absorbsi dan
bekerjanya toksin :
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dan melalui axis silindrik dibawa
ke kornu anterior susunan pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, melalui sirkulasi darah arteri kemudian
masuk ke ssp.
Diagnosis
Menurut beratnya gejala dibedakan 3 stadium
1. Trismus 3 cm tanpa kejang tonik umum meski dirangsang ringan
2. Trismus ≤ 3 cm dengan kejang tonik umum bila dirangsang sedang
3. Trismus 1 cm dengan kejang tonik umum spontan berat
Gejala Klinis
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
2. Kaku duduk seperti opistotonus karena spasme otot-otot erektor trunki
3. Ketegangan otot dinding perut (muscular rigidity)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toxin yang terdapat di kornu
anterior
5. Rhisus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas, sudut, mulut
tertarik ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi)
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota
badan merupakan gejala dini
7. Spasme khas yaitu badan kaku dengan opistotonus,extremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat, anak tetap sadar
sebelum dan sesudah kejang
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring.
Retensi urin oleh karena spasme otot-otot uretra. Fraktur kolumna vertebralis
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir
10. Leukositosis ringan,peningkatan tek cairan otak,reflek fisiologis meningkat
Komplikasi
1. Pada seluran pernafasan
Spasme otot pernafasan dan laring, sering kejang sehingga terjadi asfiksia
Akumulasi sekret dan saliva, terjadi aspirasi pneumoni, atelektase akibat
obstruksi oleh sekret karena spasme
Trakeostomi dapat menyebabkan pneumotoraks dan mediastinal emfisem
2. Pada kardiovascular
Aktivitas simpatis meningkat sehingga terjadi takikardi, hipertensi, vasokonstriksi
perifer dan rangsangan miokardium
3. Pada tulang dan sendi
Diagnosis banding
Striknin, tetani, meningitis, rabies, angina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi,
pembuluh KGB, kaku duduk, mastoiditis, peneumonia lobaris atas, miosistis leher,
spondilitis leher.
Penatalaksanaan
1. O2 1-2 L/I
2. IVFD 1:4, 1:2 untuk keadaan umum atau maintenance
3. Diazepam
Dosis initial Dosis
maintenance
Ringan – sedang 5-10 mg/iv/xberi 3-
4mg/kgbb/iv/3jam
Sedang – berat 10-20 mg/iv/xberi 5-
6mg/kgbb/iv/3jam
setelah 2 – 3 hari bekas kejang
4. Beri ATS
20.000/IM paha kanan atas (tes dulu) dan 20.000 iv
20.000/200 cc NaCl 0,9% 30 – 45 menit
tetesan = 200 x 20 / 30 = 33,3 tts tes dulu jika anak alergi ATS maka dilakukan cara
Bedreska
1. 0,05 CC ATS + 1 CC NaCl 0,9 % SC 20 ‘
2. 0,1 CC ATS + 2 CC NaCl 0,9 % SC 20 ‘
3. 0,1 CC ATS + 1 CC NaCl 0,9 % SC 20 ‘
4. 0,1 CC ATS SC 20 ‘
5. 0,2 CC ATS IM 20 ‘
6. 0,5 CC ATS IM 20 ‘
7. 0,1 CC ATS IV 20 ‘
Prognosa
Jelek bila : pada neonatus (usia), sering kejang, suhu tubuh tinggi, terapi lambat, period
of onset , 48 jam (masa timbul) trismus dan kejang). Komplikasi sepertii pneumonia dan
ensefalopati dan OMP. Pada anak gizi kurang serta tanpa imunisasi
Profilaksis
Imunisasi dengan booster tiap 10 tahun, dibridemen luka
TETANUS NEONATORUM
Etiologi
Tetanus dapat masuk melalui luka tali pusat karena tindakan dan perawatan yang tidak
memenuhi syarat kebersihan.
Gejala klinis
1. Mulut muncucu seperti ikan (kopermond)
2. Trismus / kaku rahang, sukar membuka mulut
3. Tidak mau minum, menangis terus-menerus
4. Abdominal rigidity
5. Kejang-kejang spontan
6. Kesadaran baik setelah kejang
7. Sering menangis
8. Refleks fisiologis meningkat
Komplikasi
Bronkopneumoni, asfiksia dan sianosis akibat obstruksi saluran pernafasan oleh sekret
serta sepsis neonatorum .
Pencegahan
TT yang diberikan 3 kali berturut-turut pada trimester ketiga kehamilan bermakna untuk
mencegah tetanus neonatorum, sterlitas pemotong tali pusat dan perawatan yang baik.
Prognosa
Jelek bila : umur < 7 hari, masa inkubasi < 7 hari, period of onset < 48 jam, dijumpai
muscular spasme, frek meningkat, suhu meningkat.
Penatalaksanaan
1. IVFD D5% ;NaCl = 1:4 selama 48 – 72 jam
2. Diazepam
Dosis awal 2,5 mg iv perlahan selama 2-3 menit
Dosis rumat 8-10 mg.kgbb/iv drips
Bila kejang membaik berikan peroral dengan tappering of
3. ATS 10.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut
4. Ampilisilin 100 mg/kgbb/4 dosis/iv selama 10 hari
5. Tali pusat dibersihkan dengan alkohol 70% atau betadine
6. Perhatikan jalan nafas, diuresis dan keadaan vital lainnya
7. bila perlu berikan oksigen
DIFTERI
Defenisi
Etiologi
Corinebacterium diphterie gram (+) yang bersifat polimorf tidak bergerak, makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
Patogenesis
Basil hidup dan berkembang baik di saluran nafas atas, terlebih bila terdapat peradangan
kronis seperti tonsil dan sinusitis. Basil dapat juga hidup pada vulva, telinga dan kulit,
pada tempat ini terbentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.
Gejala klinis
1. Demam (+) tidak terlalu tinggi
2. Sesak nafas
3. Pilek, banyak sekret disertai epistaksis
4. Pseudomembran berwarna putih kelabu sukar diangkat dan mudah berdarah
5. Stridor inspirasi
6. Nyeri menelan
7. Lesu, pucat, sakit kepala
8. Bull neck
Klasifikasi
1. infeksi ringan : pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fasial
dengan gejala hanya nyeri menelan
2. infeksi sedang : pseudomembran menyebar lebih luas sampai dinding posterior
faring dengan edema ringan laring
3. infeksi berat : disertai sumbatan jalan nafas yang berat, lakukan trakeostomi.
Juga disertai komplikasi miokarditis, paralisis, nefritis.
Diagnosis
Ditemukannya corynebacterium diphterie pada preparat langsung dengan pewarnaan
biru metilen atau biakan media loefler. Pemeriksaan penunjang ditemukan leukosistosis
ringan. Untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung toksin dilakukan uji
shick
Diagnosis banding
Tansilitis folikularis, angina plaunt vincent, antefleksi tenggorokan oleh mononukleus
infeksiosa dan blood dyscrasia (agranulositosis, leukemia)
Komplikasi
1. saluran nafas : obstruksi, bronkopneumoni, atelektasis paru
2. kardiovaskuler : miokarditis akibat toksin kuman
3. urogenital : nefritis
4. susunan syaraf : paralisis/paresis palatum mole (minggu I dan II), otot mata
(minggu III) dan umum (setelah minggu IV)
Prognosis
Jelek pada : usia yang lebih muda, perjalanan penyakit lama, lesi dalam, gizii kurang,
permberian anti toksin lama.
Penatalaksanaan
1. bad rest
2. ber O2 1 – 2 L/I
3. IVFD sesuai umur : 10 gtt micro
4. ADS 40.000 UI dalam NaCl 0,9 % 200c beri perinfus dalam waktu 30 menit
tes dulu
5. PP 50.000 UI/kgbb/12 jam/IM selama 7 – 10 hari tes dulu
6. paracetamol 10 – 15 mg/kgbb/x beri/oral
7. mucolitik : OBP/OBH
8. bila sesak traceostomy
9. prednison 1-2 mg/kgbb/3 dos
Shick Test
Untuk menentukan imunitas penderita atau adanya anti toksin di dalam tubuh penderita
Cara
1. 0,1 ml (1/50 mdl) toksin difteri disuntikkan secara intradermal dibagian volar
lengan bawah
2. bila tidak ada anti toksin dalam tubuh penderita maka akan terjadi
pembengkakan dibagian volar lengan bawah
3. eritema dan rasa sakit timbul 3 – 5 hari setelah penyuntikan
4. bila terdapat anti toksin maka akan dinetralisir sehingga tidak terjadi reaksi kulit
di volar lengan bawah
BRONCHOPNEUMONIA
Defenisi
Suatu peradangan akut perenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution)
Etiologi
1. Bakteri : diplococucus pneumonial, pneumococcus, strep. Hemolitycus, strep.
Aureus, H. influenza, bacillus friedlander. M, tbc
2. Virus : respiratory syncytial virus, V. Influenza, adenovirus
3. Mycoplasma pneumonia
4. Jamur
5. Aspirasi
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom loefler
Potagenesa
Kuman masuk secara droplet, ke alveoli, terjadi radang di dinding alveoli dan jar sekitar,
proses radang dibagi 4 stadium :
1. stadium kongesti, kapiler melebar dan kongesti, dalam alveolus terdapat
eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, netrofil dan makrofag
2. stadium hepatisasi merah. Lobus dan lobulus terkena menjadi padat dan tidak
mengandung udara, warna jadi merah, dalam alveolus terdapat fibrin, leukosit
dan netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman
3. stadium hepatitis kelabu, lobus masih padat warna berubah menjadi pucat
kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagosistosis pneumococcus
4. stadium resolusi, eksudat berkurang, mokrofag bertambah dan leukosit
mengalami degenerasi, nekrosis lemak, fibrin direabsorbsi
Gejala Klinis
1. demam dengan suhu tinggi 39 – 400 C
2. dyspneu, RR > 40 x menit
3. ronki basah (+), nyaring, ringan dan sedang
4. pernafasan cuping hidung (+)
5. pernafasan cepat dan dalam
6. batuk kering pada permulaan penyakit kering sampai produktif
7. laboratorium : leukositosis. LED meningkat, shift to the left
Diagnosis
1. Gejala klinis
2. PF
3. Pemeriksaan laboratorium
leukositosis, HB normal atau sedikit menurun, LED meningkat. Usapan
tenggorokan atau sputum ditemui kuman penyebab dengan kultur,
albuminemia ringan para urin.
4. Radiologis
Bercak infiltrat pada salah satu atau beberapa lobus atau lobus berdekatan
dengan batas jelas
Diagnosis Banding
1. Bronchiolitis
2. TB paru
Komplikasi
1. Empyema
2. Atelektasis
3. Perikarditis
4. Pleuritis
Prognosis
Baik degan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Buruk pada anak KEP, dan
keterlambatan penanganan
Penatalaksanaan
1. bed rest
2. O2 1 – 2 lt/menit
3. IVFD sesuai umur, restriksi
4. Antibiotik
PP 50.000 – 100.000 UI/kgbb/2dos/iv
Ampi 100 – 200 mg/kgbb/4 dos/iv
Chloramp 50 – 100 mg/kgbb/4 dos/iv
Genta 5 – 7 mg.kggbb/dos/IM, jika tidak sefalosporin 50 mg/kgbb/x beri
5. Antipiretik : paracetamol 10 – 15 mg/kgbb/x beri.oral
Obat batuk OBH/OBP
Etiologi
Berbagai bentuk klinis peneumonia seringkali diklasifikasikan berdasarkan pembagian
serta penyebaran antominya dan etiologinya.
a) Berdasarkan antominya pneumonia dibagi atas:
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronchopneumonia)
Pneumonia interstisial (bronchiolitis)
Sistem bronkopneumonia jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
Antibiotika yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit sehingga
stadium khas yang diuraikan di atas tidak terlihat lagi.
Manifestasi Klinik
Bronkopneumonia biasanya didahuluai oleh infeksi saluran nafas bagian atas. Secara
umum gejala bronkopneumonia dapat dibagi atas :
1) Manifestasi nonspesifik
o Demam
o Sakit kepala
o Gelisah
o Malaise, anoreksia
o Keluhan gastrointestinal
2) Gejala pada saluran pernafasan bagian bawah
Sesak nafas
Batuk
Takipnu
Pernafasan cuping hidung
Sianosis
3) Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai
Retraksi sela iga, suprasternal dan epigastrium
Perkusi redup
Fremitus mengeras
Suara pernafasan meningkat
Ronchi basah
Pemeriksaan Penunjang
1) Gambaran darah menunjukkan sel meningkat (leukositosis) mencapai 15.000 –
40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit < 5.000/mm 3 (leukopenia)
sering berhubungan dengan prognosis penyakit yang buruk.
2) Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
3) Kuman penyebab dapat dibiarkan dari usapan tenggorokan dan 30 % dari darah
4) Urine biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karena
suhu naik dan sedikit torak hialin
5) Pada pemerikasaan radiologis terdapat bercak-bercak infiltrat pada suhu atau
beberapa lobus
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis banding
Bronkiolitis
Bronkiektasis
Atelektasis
TB paru
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
o Empiema
o Otitis media akut
o Meningitis
Komplikasi ini hampir tidak pernah dijumpai bila penggunaan antibiotika yang tepat
dan adekuat,
Penatalaksanaan
1) Bed rest
2) Oksigen 1 – 2 L/menit
3) IVFD sesuai dengan berat badan dan kenaikan suhu tubuh dan status
dihindrasi
4) Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi
tetapi tidak selalu dapat dikerjakan, maka dalam praktek diberikan
pengobatan polifragmasi.
Antibiotik diberikan 2 kombinasi
Kombinasi I
o Ampicillin 100 – 200 mg/Kgbb/hr/4 dosis i.v (tes dulu)
o Kloramfenikol 50 mg/Kgbb/hr/4 dosis i.v
Kombinasi II
o Ampicillin 100 – 200 mg/Kgbb/hr/4 dosis i.v
o Gentamisin 5 – 7 mg/Kgbb/hr/4 dosis i.v
Prognosis
1) Dengan pemberian antibiotika yang adekuat, tingkat mortalitas dapat diturunkan,
anak dalam keadaan malnutrisi kalori dan protein dan yang datang terlambat
memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi
2) Pada umumnya diagnosis tergantung pada penyebab, perawatan yang intensif,
umur dan beratnya infeksi
No BP Bronkioliti
TBC PARU
Patogenesis
Destruksi makrofag
Pemeriksaan Fisik
Mata : konjungtivitis fliktenularis
Leher : pembesaran KGB supraklavikula
Kaku duduk, bila sensorium terganggu
Thorax I : simetris
P : stem remitus meningkat pada daerah yang terkena
P : sonor memendek
A : SP : bronkial
ST : stridor, ronki basah
Penatalaksanaan
1. Bed rest
2. O2 1 – 2L/minit
3. IVFD
4. Obat spesifik
INH 10 – 20 mg/kgbb/singgel dos/oral selama 12 – 24 bulan
Refampisin 10 – 15 mg/kgbb/singgel dos/oral selama 6 – 12 bulan
Pirazinamid 20 – 40 mg/kgbb/2 dos/oral selama 4 – 6 bulan
Streptomicin 30 – 50 mg/kgbb/singgel dos/IM
5. Kortikisteroid prednison, kalau perlu 1 – 2 mg/kgbb/3 dos, selama 1,5 – 3 bulan.
Tepp off 0,5 – 1 mg/kgbb/hari 1 – 2 minggu
6. simptomatis, antipyretik : paracetamol 10 – 15 mg/kgbb/x beri/oral
7. mukolitik : OBP/OBH
8. vit B6 : 25 - 50 mg/kgbb/x beri
Pemeriksaan Penunjang
1. Tuberkulis tes
MANTOUX TEST
Defenisi
Suatu uji tuberkulin untuk menentukan apakah seseorang sudah (+) terkena infeksi basil
TBC
Isi
Old tuberculin (OT) dan purified dengan dosis 0,1 ml OT 1/2000 atau PDD 5 TU atau
PPD RT 232 TU
Cara
Dengan menyuntikkan 0,1 ml 1/2000 TU secara intrakutan dibagian volar lengan bawah,
pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.
Hasil
1. < 5 mm : (-)
2. 5 – 9 mm : +/- ( diragukan )
3. > 10 mm :(+)
4. > 15 mm : ( + ) kuat/BCG (+)
4. Vaksin virus
5. Morbilli, varicella
ASMA BRONCHIALE
Etiologi
Belum diketahui, faktor pencetus alergen, infeksi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks
gastroesofagus dan psikis
Patogenesis
Alergen masuk tubuh, merangsang sel plasma menghasilkan IgE yang selanjutnya
menempel pada reseptor dengan sel mast (sel master sinsitisasi)
Alergen serupa menempel pada sel mast tersensitisasi yang kemudian mengalami
degranulasi dan mengeluarkan mediator: histamin, leukotrien, bradikinin, dan-lain-lain.
Sehingga peningkatan permeabilitas kapiler, produksii mukus, kontraksi otot polos
langsung atau melalui saraf simpatis.
Gajala Klinis
1. Sesak nafas
2. Batuk dan mengi berulang
3. Stridor inspirasi
4. Ekspirasi memanjang
5. Cyanosis
6. Ronki kering (+)
7. Sela iga melebar
8. Batuk dada membungkuk ke depan
9. Riwayat atopi pada anak dan keluarga
Pemeriksaan Penunjang
1. Uji faal paru, analisa gas darah
Penatalaksanaan
1. Ber rest
2. O2 1 – 2 L/menit
3. IVFD
4. Bronkodilator
Aminophyllin
Belum diberi 4 mg/kgbb + 20cc glukosa, bolus selam 10”, 2cc pelan
Jika sudah diberi, 1 mg/kgbb + 20cc glukosa, bolus selam 10”, 2cc pelan
Ada perubahan, 1 mg/kgbb + 500cc D5%drips, pertetes
5. kortikosteroid : prednison 1 mg/kgbb/3 dos/oral atau dexa 0,3 mg/kgbb/x beri/iv,
6 – 8 jam bila belum ada perubahan naikkan dosis 2 x, ulang setelah 6 jam
6. mucolitik : OBP/OBH
No Bronkiolitis Asma
1 Etiologi Virus >> Hiperaktifitas bronkus
2 Gejala klinik Demam sub febril, (-), riwayat atopi (+)
riwayat atopi (-) (alergi)
3 PD PCH (+) PCH (-), thorak
empisematus, dada
burung, sulkus harison
(+)
4 Laboratorium Normal Eosinofil dalam darah,
sputum, sekret hidung
BRONKITIS
Merupakan penyakit infeksi sal nafas akut bawah yang sering dijumpai dan penyebab
terbanyak virus
Etiologi
Rhinovirus, respiratory sincytial virus, influenza, para influenza, adenovirus
Predisposisi
Alergi, cuaca, populasi udara, infeksi sal nafas atau kronik
Gejala klinis
1. Batuk kering sampai berdahak
2. Ada suara lendir
3. Sulit bernafas
4. Ronchi basah (+)
5. Wheezing (+)
6. Rasa sakit pada retrostenal
Penatalaksanaan
1. bed rest
2. O2 1 – 2 L/mnt
3. IVFD sesuai umur
4. antibiotik
amoxicillin 25 – 50 mg/kgbb/4 dos/oral selama 7 hari
5. antipiretik : Peracetamol 10 – 15 mg/kgbb/x beri/oral
6. banyak minum dan makan buah segar
BRONCHIOLITIS
Penyakit bastruktif akibat inflamasi akut sal nafas kecil, terjadi pada anak kurang dari 2
tahun, tertinggi 6 bulan
Etiologi
Respiratory sincytial virus, para influenza, mikoplasma, adenovirus
Patogenesis
Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat kumulasi mukus, debris dan udem.
Terjadi resistensi aliran udara pernafasan, pada inpirasi maupun ekspirasi sehingga
udara terperangkap. Terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan atelektasis.
Gejala klinis
1. Biasanya demam ringan (sub febris)
2. Retraksi interkostal dan suprasternal
3. Ekspirasi memanjang, perkusi sonor
4. Wheezing (+)
Penatalaksanaan
1. O2 1 – 2 L/mnt
2. IVFD
3. Keraksi gangguan asam basa dan elektrolit
4. Antibiotik
Ampisillin 100 mg/kgbb/4 dos/oral
Kloram 75 mg/kgbb/4 dos
Sefotaksim 100 mg/kgbb/2 dos/iv
Amikasin 10 – 15 mg/kgbb/2 dos/iv
5. Steroid : deksa 0,5 mg/kgbb inisial lanjutkian 0,5 mg/kgbb/3 dos
6. Inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor
mukosilier
EFUSI PLEURA
Definisi
Akumulasi cairan pada rongga pleura yang berlebihan
Etiologi
Peradangan jaringan paru yang meluas ke pleura, seperti bronkopneumoni dan TBC,
kuman tersering : Staphylococcus, TBC, penumoccucus, streptococcus.
Patofisiologi
1. tek koloid osmotik menurun dalam darah, mis hipolabumin
2. peningkatan permeabilitas kapiler,
peningkatan tek hirostatik v pulmonalis (ggl jtg kiri)
peningkatan tek negatif intra pleura (atelektasis)
Gambaran Klinis
1. Batuk-batuk, nampak sakit berat
2. Cynosis, takikardi dan dyspneu
3. Bentuk thoraks asimetris
4. Sela iga melebar
5. Mediastinum terdorong kesisi yang sehat
6. Bising nafas / fremitus melemah s/d hilang, rongki basah
7. Suhu tubuh mendadak naik
Diagnosis
1. Gejala klinis dan pem fisik
2. Radiologis perselubungan homogen,sudut kostofrenicus tertutupi, iga melebar
3. Toraksintesis, membedakan transudat dan eksudat, sitologi dan bakteriologi
4. Biopsi pleura
5. Bronkoskopi
Diagnosis banding
Tumor paru,schwarte, atelektasis lobus bawah
Penatalaksanaan
1. Punksi pleura
2. Antibiotik sesuai hasil resistensi, polifragmasi penisilin/klorampenikol
3. WSD/reseksi iga/pneumoktomi
Definisi
Sindrom klinis akibat infeksi beta-streptococcus hemolyticus grup A
Etiologi
Merupakan interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan, penyakit ini
berhubungan erat dengan infeksi sal nafas bag atas oleh beta-streptococcus hemolyticus
grup A
Patologi
Reksi inflamasi eksudatif dan proleferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap
hanya terjadi pada jantung.
Gejala klinis
Kriteria mayor
1. Carditis peradangan aktif endo, mio dan peri kardium
2. Paliartritis sendi menunjukkan gejala radang
3. Chorea gerakan-gerakan cepat, bilateral, sukar dikendalikan
4. Eritema marginatum bercak merah muda, tengah pucat di kulit
5. Nodul subcutan kulit keras tanda terasa sakit, mudah digerakkan
Kriteria minor
1. Riwayat RHD
2. athralgia
3. demam, malaise, lesu, BB menurun, anoreksia
4. LED dan ASTO meningkat
5. C reaktif protein (+)
6. PR interval memanjang
Penatalaksanaan
1. Bed rest
2. IVFD
3. Digitalisasi dengan digoksin 0,03 – 0,05 mg/kgb, 50% pada 8 jam I, 25% pada
8 jam II, 25% pada jam III , maintenance, 0,01 mg/kgbb/hari
4. beri antibiotik
PP 1 – 2 x 600.000 UI (IM) selama 10 hari
5. anti inflamasi : salisilat 10 mg/kgbb/4 dos + vit C untuk mencegah perdarahan
dalam waktu 1 minggu kurangi dosis 2/3 dosis awal (lama pengobatan minimal
6 minggu)
6. diet cukup kalori
bukti terdapat infeksi beta-streptococcus sebelumnya , ASTO atau antibodi lain
meningkat, biarkan usap tenggorokan terdapat beta-streptococcus hemolyticus atau
scarlet fever yang baru saja terjadi.
CHD
Penyakit Jantung Asinotik
- Atrium septal defek
- Ventrikel septal defek
- Patent duktus arteriosus
Penyakit jantung sianotik
- Tetralogi
- Pulmonologi stenosis
- Single vertrikel
- TGA
Syarat LP
Anak tidak dalam keadaan kejang
Daerah yang akan dipunksi tidak terdapat kelainan seperti bisul, dan lain-lain
Cara LP
1. anak disuruh berbaring miring dan lengkungkan sehingga tulang vertebra jelas
kelihatan
2. tarik garis diantara kedua SIAS
3. bersihkan dengan lariod 2 – 3 % atau alkohol 70%
4. tutup bagian yang akan disuntik dengan kain steril
5. suntik dari tulang punggung ke vertebra dengan jarum menghadap ke atas (V5
– 6)
cara menilai LP
PENANGANAN KEJANG
Diazepam
0,3 – 0,5 mg/kgbb/x beri/iv
Diazepam
0,3 – 0,5 mg/kgbb/x beri/iv
Kejang (+)
Diazepam
0,3 – 0,5 mg/kgbb/x beri/IM
Phenobarbital
Neo
: 30 mg
< 1 thn : 30 mg
> 1 thn : 30 mg
Phenobarbital
8 – 10 mg/kgbb/hr selam 2 hari
Phenobarbital
4 – 5 mg/kgbb/hr selama 2 hari
Kejang
1. Kapan kejang timbul, (harus jelas berapa batas tegas) berapa jam, hari, yang lalu
2. Frekuensi (saat kejang sampai masuk RS)
3. Interval kejang
4. Berapa lama kejang (kurang atau lebih)
5. Bagaimana sifat kejangnya, seluruh tubuh, fokal, berapa bagian ekstremitas
6. Kesadaran sesudah/sebelum kejang? Baik atau tidak
7. Riwayat kejang sebelumnya? Untuk mengetahui apakah kejang lebih dari 4 x dalam
setahun atau tidak
8. Riwayat kejang dalam keluarga (+/-)
Muntah
1. Kapan timbulnya, isi, volume
2. Frekuensi
3. Muntah memancar atau tidak (proyektif)
Mencret
Batuk
1. Kapan timbulnya
2. Sifat batuknya (berdahak atau kering)
3. Apakah batuk berhubungan dengan cuaca?
4. Kapan frekuensi batu yang sering(siang, malam, bertambah hebat atau tidak)
5. Apakah ada yang batuk dalam keluarga?
PENDAHULUAN
Banyak sarjana telah sepakat dalam penelitian bahwa 3% - 5% dari seluruh
anak dibawah umur 5 tahun pernah mengalami kejang dan sebagian besar menderita
kejang demam
Kejang demam merupakan kelainan neurologis paling sering dijumpai pada
anak, terutama golongan umur 6 sampai 6 tahun. Meski hal ini telah banyak diteliti,
masih terdapat berbedaan pendapat mengenai pengertian kejang demam, hubungannya
dengan sindrome epilepsy, manfaat pengobatan meintenance dan prognosis jangka
panjang dari anak yang menderita kelainan ini.
Mengapa anak menderita demam dapat mengalami kejang sedangkan anak
yang lain, masih belum diketahui pasti. Berbagai hipotesis telah diajukan, antara lain
mengatakan bawah secara genetika ambang kejang anak berbeda-beda.
DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 380C), yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
PATOSIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, sel otak memerlukan energi
yang didapat dari hasil metabolisme. Bahan buku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa, yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh membran yang permukaan dalamnya adalah lipoid dan
permukaan luarnya adalah ionik, dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+)
dan elektrolit lain kecuali klorida (Cl+), akibatnya konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan Natrium K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran dapat diubah oleh adanya : perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstravaskuler. Rangsangan yang datang mendadak, misalnya ;
mekanis, kemiawi, atau aliran dari sekitarnya.
Perubahan patologi membran oleh penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 0 C mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 % - 15 % akibatnya kebutuhan aksigen akan meningkat 20%.
Pada anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan orang dewasa yang hanya 15 %.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran, dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi K+ maupun Na+ melakui
membran, akibatnya terjadi pelepasan muatan listrik yang demikian besar sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan yang
disebut neurotransmitter dan tejadilah kejang.
Tiap anak mempunuyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang malai pada suhu 30 0C. sedangkan pada ambang
kejang tinggi, kejang maulai pada suhu 400C atau lebih. Maka dapat disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah,
sehingga dalam penanggulangannnya perlu diperhatikan pada suhu beberapa penderita
kejang.
Kejang demam berlangsung singkat, pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai opnoe, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot-otot skelet, yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapniam asidosis laktat yang
disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensi orteriol disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian
MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badang yang tinggi dan dapat disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat, misalnya : tonsillitis, otitis media akut, bronkpneumonia, bronchitis,
furunkolisis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsungnya singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berupa tonik- klonik, fokal
atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri bagitu kejang terhenti anak tidak
memberikan reaksi sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit akan terbangun
kembali sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Livingstone (1945-1963) membuat kriteria dengan membagi atas 2 golongan,
yaitu :
o Kejang Demam Sederhana ( Simple febrile convulsion)
o Epilepsi yang diprovoksi oleh demam (Etiologi pilepsy trigger of by fever)
Dahulu di Sub Bagian Saraf Anak , Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, RSCM,
Jakarta digunakan modifikasi kriteria Livingstone sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam sederhana sebagai berikut
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit
3. Kejang bersifat sederhana
Kejang demam yang tidak melebihi salah satu lebih dari ke tujuh kriteria di
atas di golongkan pada epilepsi yang di provokasi oleh demam. Dengan menggunakan
kriteria tersebut, ternyata sangat banyak pasien yang termasuk ke dalam golongan
epilepsy yang diprovokasikan demam, dengan konsekuensi bahwa pasien-pasien ini
harus mendapat pengobatan rumat. Banyak pasien yang hanyak menunjukkan kelainan
EEG, dedangkan kriteria lain dapat dipenuhi. Juga sulit sekalai untuk melakukan
anamnesis beberapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami
kejang. Saat ini istilah epilepsy yang diprovokasi demam telah ditinggalkan. Pasien
kejang demam tidak lagi dibagi menjadi kejang demam sederhana dan epilepsy yang
diprovokasi demam, tetapi dibagian menjadi pasien yang tidak perlu pengobatan rumat
dan pasien yang memerlukan pengobatan.
KOMPLIKASI
Terulangnya demam
Epilepsy
Hemiparesis
Kematian
MENINGITIS PURULENTA
Definisi
Radang selaput otak (aracnoid dan piametera) yang menimbulkan eksudasi berupa pus
disebabkan oleh kuman non-spesifik dan non virus
Etiologi
Pneumococcus, H. influenza, staphylococcus, streptococcus, E. coli, Meningococcus,
dan salmonella
Patogenesis
Sebagai akibat komplikasi penyakit lain
Kuman secara hematogen sampai ke selaput otak, misal pada penyakit faringotonsilitis,
pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis.
Secara perkontuinatum dari peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misal
abses otak, otitis media.
Gejala klinis
1. Gejala Infeksi Akut
Anak menjadi lemah, lesu, panas
Anoreksia, mudah terangsang, mutah
Sakit kepala pada anak besar
2. Gejala tekanan intra kranial meningkat
Anak sering muntah, morning crying, tangis dan merintih, sakit kepala
Kesadaran menurun dari apatis sampai koma
Kejang dapat bersifat umum, fokal atau twitching
Ubun-ubun besar menonjol
Gejala kelainan serebral paraesis, paralisis, strabismus.
Komplikasi
Efusi sub dural
Empiema sub dural
Vertikulitis
Hidrocephalus, oleh karena sumbatan pada jalannyua untuk reabsorbsi prod lig
serebrospinal yang berlebihan.
Therapy
Bedrest
IVFD sesuai umur
Bila kejang atas kejang
MENINGITIS SEROSA
Definisi
Radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer menyerang semua umur,
insiden tertinggi 6 bulan – 6 tahun
Patofisiologis
Umumnya merupakan penyebaran tuberkulosis primer, dengan fokus infeksi di tempat
lain. Dari fokus infeksi primer, kuman masuk kesirkulasi darah melalaui duktus foraksikus
dan kelenjar limfe regional dan menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier.
Mula-mula tuberkel diotak, atau medula spenalis akibat penyebaran secara hematogen
selama infeksi primer atau selam perjalanan TB kronik. Timbul meningitis akibat lepasnya
basil dan antigen dari tuberkel yang pecah, lalu kuman masuk ke subarachnoid dan
ventrikel. Hal ini terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten.
Masuknya kuman dalam subarachnoid menimbulkan peradangan sehingga terjadi
perubahan CSS. Peradangan terjadi di selaput otak. Dasar otak dan ependim. Pada
basal akan nenimbulkan peralisis saraf kranial.
Gejala klinis
Stadium prodromal 2 minggu
1. Terdapat kenaikan suhu yang ringan
2. Anak mudah terangsang apatis
3. Sakit kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah
Stadium transisi, 1 –3 minggu
1. Kejang
2. Gejala prodromal makin berat
3. Gejala rangsang meningeal (+) kaku duduk, opistotonus
4. Refleks otot rendah/tendon meningkat
5. UUB menonjol
6. Kelumpuhan syaraf mata strabismus dan nistagmus
7. Suhu meningkat, kesadaran menurun, sopor
Stadium terminal
1. Kelumpuhan
2. Koma menjadi lebih dalam
3. Papul melebar dan tidak bereaksi sama sekali
4. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, kadang cheyne stokes
5. Hiperpireksia
6. Kematian tanpa kesadaran pulih
Diagnosa
1. Gambaran klinis
2. LED meninggi dan pada pemeriksaan liquor serebrospinal berwarna jernih,
kekuning-kuningan, tekanan dan jumlah meningkat tidak lebih 1.500/3 mm 3
terdiri dari limfosit, kadar protein meninggi dan klorida total menurun.
3. Bakteriologik cairan otak ditemukan kuman TBC
4. Uji tuberkulin positif, s ering negatif karena energi, atau pada stadium terminal,
atau pada KEP, TB akut, peaking kortikosteroid, adanya infeksi virus.
5. Foto toraks tampak gambaran TB
6. Infeksi dalam keluarga
1, 2, 3 diagnosa pasti, 4, 5 , 6 penyokong diagnosis
Komplikasi
Gejala sisa neurologis (paresis spastik, kejang, para plegia, ganguan sensoris
ekstremitas), atopik optik, kebutaan, gangguan intelektual, deff ADH, hormon
pertumbuhan, kortikotropin, gonadotropin
Prognosis
Yang tidak diobatai akan meninggal, umur < 3 tahun prognosis lebih jelek dari dewasa.
18% hidup tanpa gangguan neurologis.
Penatalaksanaan
1. tirah baring
2. O2 1 – 2 L/menit
3. IVFD sesuai umur
4. jika kejang atasi kejang seperti diagram
5. obat spesifik
INH 10 – 20 mg/kgbb/ singel dos/oral selama 12 – 24 bulan
Rifampisin 10 – 15 mg/kgbb/single dos/oral/selama 6 – 12 bulan
Pirazinamid 20 – 40 mg/kgbb/2 dos/oral selama 4 – 6 bulan
Etambutol 15 – 20 mg/kgbb/single dos / oral
Steptomicin 30 – 50 mg/kgbb/ single dos/IM
6. cortikosteroid mencegah perlengketan durameter dan subarachnoid
prednison 1 – 2 mg/kgbb/3 dos/oral selama 2 – 4 minggu
tappering off 0,5 – 1 mg/kgbb/hr/3 dos/oral selama 1 – 2 minggu untuk
menghindari rebound phenomen
7. Antipiretik
Peracetamol 10 – 15 mg/kgbb/x beri/oral
ENSEFALITIS
Definisi
Infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, penyebab terpenting dan
tersering adalah virus
Patohenesa
Virus masuk melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan, penyebaran :
Setempat
Penyakit hematogen primer, virus ke dalam darah berkembang di organ
tersebut
peny hematogen sekunder, virus berkembang baik di organ lain
melalui syaraf
Gejala klinis
1. kejang, dapat bersifat umum, fokal dan twitcing saja
2. panas tinggi, mendadak
3. kesadaran menurun dengan cepat
4. mengeluh neyeri kepala
5. muntah (+)
6. gejala neurologis (+)
7. refleks (patologis)
8. rangsang meningeal (-)
Pemeriksaan Penunjang
EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktivasi lambat bilateral), CT scan biopsi
otak bila terdapat tanda klinis fokal pemeriksaan CSS.
Diagnosa banding
Meningitis serosa (TB), sindrom reye , abses otak, tumor otak, ensefalopati.
Komplikasi
Retardasi mental, iritabel, gangguan motorik, epilepsi, emosi labil, sulit tidur.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sama dengan meningitis serosa, penyebabnya tidak memakai obat
spesifikasi dan penggantian prednison dengan dexamethason 0 ,5 – 1 mg/kgbb/hr/iv.
SINDROMA NEFROTIK
Definisi
Penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkoles-terolemia
Etiologi
Belum diketahui, umumnya dibagi :
1. SN bawaan, diturunkan resesif autosom atau reaksi fetomaternal
2. SN sekunder, oleh parasit malaria, peny kalogen, GNA, GNK, dan lain-lain
3. SN idiopatik
Gejala klinis
1. Oedema
2. Hipoalbuminemia
3. Proteinuria massif
4. Hiperkolesterolemia
5. Hiperproteinemia
Pemeriksaan penunjang
Proteinuria massif , sedimen normal, hematuria mikroskopik dicurigai lesii glomerular,
ablumin plasma rendah, lipid meninggi, lgM meningkat, lgG turun.
Komplikasi
Peritonitis, hiperkoagulabilitas menyebabkan tromboemboli, syok,gagal ginjal akut
Prognosis
Baik bila penyakit memberikan respon terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps
Penatalaksanaan
1. Bed rest sampai udem sedikit hilang
2. Makanan tinggi protein 3 – 4 gr/kgbb/hr dengan garam mineral
3. Kortikosteroid (prednison) 1 – 21 mg/kgbb/ 3 dos/hari
4 minggu I 60 mg/kgbb/3 dosis maksimal 80 mg/kgbb/3 dosis/hari
4 minggu II (tapp off) 40 mg/kgbb/hr setiap 3 hari 3 minggu
4. Diuretik : lasix 1 – 2 mg/kgbb/ 3 dos
5. Antibiotik bila ada infeksi, antipiretik bila ada demam
6. Restriksi cairan dan garam
GROMERULONEFRITIS ACUTE
Definisi
Reaksi imunologis pada ginjal bakteri atau virus tertentu tersering akibat infeksi kuman
streptokok, umunya usia 3 – 7 tahun laki-laki
Etiologi
Didahului infeksi ekstrarenal, terutama saluran nafas atas kulit oleh strepto beta
hemolyticus gol A, sifilis, keracunan timah hitam, peny kolagen, dll. Masa laten antara
timbul infeksi dan GNA 10 hr.
Patogenesis
Terbentuk kompleks antigen-antibodi pada membran basalis glomerulus
kemudian merusaknya
Proses autoimun kuman streptokok yang nefrotogen dalam tubuh
menimbulkan kompleks auto imun yang merusak glomerulus
Streptokok nefrogen dan membran basal glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga tbtk antibodi yang merusak
membran basal ginjal.
Gejala klinis
1. hematuria
2. edema pada kelompok mata atau seluruh tubuh
3. panas tidak terlalu tinggi
4. muntah, nafsu makan menurun, konstipasi/diare
5. Produksi urin menurun, urin berwarna merah seperti cucian daging
Lab : LED menurun, HB menurun, proteinuria
Pem Penunjang
LED meninggi, HB menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi air dan garam), jumlah
urin berkurang, BJ meninggi, hematuri, albumin, eritrosit, leukosit, sedimen (+) ureum dan
kreatinin darah meningkat.
Komplikasi
Gagal ginjal akut, ensefalopati, hipertensi, gagal jantung, edem paru, retinopati
hipertensi.
Penatalaksanaan
1. bed rest total 3 – 4 minggu
2. PP 600.000 UI atau ampi 100 – 200 mg/kgbb/4 dos/iv
3. bila ada hipertensi beri lasix 1 mg/kgbb/x beri/iv
4. bila ada kejang atasi kejang dengan diazepam
5. diet rendah protein, redah garam
Progenosis
baik
ANEMIA
TRANSFUSI DARAH
Tranfusi WBC (darah segar) 1 kantong 250 cc
Idikasi transfusi :
Perdarahan akut
Thrombositosis
Peningkatan HB lambat
Penyakit ITP
NaCL 0,9%
Lasix 6 mg/kgbb/ intravena (dosis lazim 1 mg/kgBB
Dexamethason 3 mg intavena darah PRC
NaCl 0,9% 50 CC
Cairan berikutnya 4 : 1
ANEMIA DEFFISIENSI FE
Definisi
Anemia yang disebabkan kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk
pematangan eritrosit
Etiologi
Asupan besi kurang, malnutrisi, kehilangan besi berlebihan seperti perdarahan saluran
cerna kronis, kebutuhan besi meningkat, depo besi kurang seperti BBLR dan kembar
Gejala klinis
1. Gangguan makan, suka makan yang tak wajar (PICA)
2. Atrofi papil pada lidah
3. Respon baik dengan preparat Fe
4. Konsentrasi belajar menurun
5. Pucat
6. Nafsu makan menurun
7. perdarahan (-)
8. Bising sistolik fungsional
Diagnosis
1. Anamesis, ditemukan penyebab deff Fe
2. Klinis didapatkan pucat tanpa organomegali
3. Pemeriksaan penunjang
Hb < 10 g/dl, mikrositik hipokron, poikilositosis, sel target, SI rendah, IBC,
meningkat, sum-sum tulang sistem eritropoesis hiperaktif dengan sel
normoblas poikromatofil yang predominan
Penatalaksanaan
1. pemberian preparat besi
sulfas ferosus 3 x 10 mg/kgbb/hr (sampai 2 bulan anemia teratasi untuk
mengisi cadangan besi)
Profilaksis Therapi
2 – 6 tahun 37,5 mg/hr/oral 150 x 3
mg/kgbb/hr
> 6 tahun 75 mg/hr 3000 x 3 mg/kgbb/hr
2. pemberian vitamin C untuk meningkatkan absorbsi Fe
3. diet yang adekuat cukup protein
4. menghilangkan faktor penyebab (infeksi perasit dan bakteri)
5. transfusi darah, jika Hb < 5 gr%, KU jelek, gagal jantung, BP atau PRC 10 – 20
cc/kgbb
THALLASEMIA
Definisi
Merupakan penyakit hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif
Etiologi
Penyebab anemia pada thallasemia bersifat primer dan sekunder primer berkurangnya
sistem HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertaii penghancuran sel eritrosit
intramedular. Sekunder akibat deff as folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler
yang mengakibatkan hemodilusi, destruksi eritrosit oleh sistem RES dalam limfa dan hati.
Potofisiologi
Adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai ala atau beta dari Hb berkurang.
Terjadi hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusii berulang, peningkatan
absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta
hemolisis.
Gejala klinis
1. Thallasemia minor (alfa thallasemia) tidak ada gejala klinis
2. Thallasemia mayor
Facies cooley
Gangguan pertumbuhan
Pucat, lemah dengan anemia berat
Riwayat keluarga
Hepatosplenomegali
Pemeriksaan Penunjang
Hb 3 – 9 gr/dl. Eritrosit memperhatikan anisositosis, pokilositosis, hiprokrom berat,
ditemuai tear drop sel, sel target, gamabaran sum-sum tulang eritropoesisi yang
hiperaktif
Penatalaksanaan
Belum ada obat untuk menyembuhkan
Transfusi bila Hb < 6 gr%, nila mengeluh mau makan dan lemah PRC 10-20 cc/kgbb.
Splenektoni 2 thn
PENDAHULUAN
Idiopathic Thrombocytophenic Purpura suatu penyakit yang belum i diketahuai
pasti penyebabnya, penyakit ITP itu termasuk ke dalam thormbocytopenia akuisita.
Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan
berbagai nama misalnya morbus makulosus welhofi, syndrome hemogenic, purpura
thrombocytalitic.
Dikatakan idiophatic untuk membedakan kelainan trombosit yang dapat
diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologi lain seperti
amania, kelainan kaukosit. Pada ITP biasanya disertai anemia atau kelainan lainnya,
kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan.
Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri
(sel limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh. Pada penelitian
diketahui bahwa ITP merupakan suatu kelompok keadaan dengan gejala yang sama
tetapi berbeda petogenesisnya.
Definisi
Idiopathic trombocytophenic purpura adalah suatu keadaan perdarahan yang
disifatkan oleh timbulnya ptechie atau ekimosis dikulit atau pun pada selaput lendir dan
ada kalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena
sebab yang tidak diketahui, kelainan pada kulit tersebut tidak disertai eritema,
pembengkakan atau peradangan.
Etiologi
Penyebab ITP yang pasti belum diketahui, ada baberapa kemungkina
diantaranya adalah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela),
intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenulbutozon, diamoc, kina, sedormid)
atau bahan kimiam pengaruh fisis (radiasi, panas) berkurang faktor pematangan
(malnutrisi). DIC (pada DSS, leukimia, RDS pada neonatus) dan terakhir dikemukakan
bahwa ITP terutama yang manahun merupakan suatu penyakit autoimun. Ini diketahui
dengan ditemukannya zat anti (IgG) terhadap trombosit dalam darah penderita. Jenis
antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasusu yang mampunyai dasar
imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2. Kenaikan jumlah IgG telah ditemukan terikat
pada trombosit dan menunjukkan kompleks imun yang treabsorbsi pada permukaan
trombosit.
Penyebab dan kekurangan trombosit tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini
diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang
menyerang trombositnya, meskipun pembentukan trombosit di sum-sum tulang
meningkat. Persediaan trombosit yang ada tetap tidak memenuhi kebutuhan tubuh.
Epidemiologi
Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda, pada naka sering umur 2
– 8 tahun. ITP lebih sering terjadi pada wanita dibanding laki-laki, dengan perbandingan 4
: 3 dan 2 :1 serta akan nyata setelah puberitas.
Patogenesa
Antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan
gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan serta penghancuran
trombosit oleh sistem mokrofag sehingga fungsi trombosit dapat berubah (trombositopati)
melalui berbagai cara yang mengakibatkan perdarahan yang lama.
Manifestasi Klinis
ITP dapat timbul mendadak, terutama pada anak berupa kebiruan atau
epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Gejala ini timbul setelah suatu
peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas akut.
Kelainan paling sering ialah ptechie dan ekimosis yang padat tersebar
diseluruh tubuhm dapat juga ditemui pada selput lendir terutama hidung dan mulut
sehingga terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan dapat timbul tanpa kelainan kulit,
ITP akut dan berat dapat timbul pada selaput lendir yang berisi darah (bula hemoragik).
Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitaurinalisis (menorahiam hematuria), traktus
digestivus (hematesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) yang terberat ialah
perdarahan pada SSP (perdarahan subdural).
Pemeriksaan fisik tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya ptechie dan
ekimosis. Pada seperlima kasus dijumpai soplenomegali ringan (terutama pada
hiperspelenisme). Demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus
gastrointestinal, renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan banyak darah darah.
ITP manahun ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal dengan remisi
spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi umumnya tidak sempurna. Hati-hati
terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai hejala stadium pra leukimia.
Pemeriksaan Laboratorium
Yang khas adalah trombositopenia. Hitung trombosit menurun sampai dibawah
20 x 109/L, ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan
ditemukan pada jumlah < 50.000/mm3, Ptechie ditemukan bila jumlah < 30.000/mm3.
trombositopenia berat yang mengancam kehidupan ditemukan bila jumlah < 10.000/mm 3.
Aspirasi sum-sum tulang (BMP) jika terindikasi menunjukkan seri granulosit
dan eritrosit yang normal dan sering atau meningkat, beberapa dari megakariosit immatur
dengan sitoplasma basofil tua, tunas trombosit jarang, tidak ada morfologi megakoriosit
patognomonis atau diagnostik. Perubahan yang tampak pergantian megakariosit yang
meningkat.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta hasil pemeriksaan darah dan
sum-sum tulang yang menunjukkan rendahnya jumlah trombosit dan adanya peningkatan
penghancuran trombosit.
DIAGNOSA BANDING
1. Leukemia
2. Anemia aplastik
3. Sistemik lupus eritematosus
KOMPLIKASI
Perdarahan Intrakranial
PENATALAKSANAAN
1. ITP akut
Tanpa pengobatan, karena sembuh spontan
Keadaan berat diberikan kortikosteroid (prednison) peroral dengan atau
tanpa transfusi darah. Dosis prednison 2 – 5 mm/kgbb/hari peroral.
Perdarahan otak diberikan transfusi suspensi trombosit. Dosisnya 10 – 15
ml/kgbb/hari
2. ITP menahun
Kortikosteroid (selama 6 bulan, prednison)
Obat imunosupresif, diantaranya
o Merkappurin 2,5 – 5 mg/kgbb/hari/oral
PROGNOSA
Pada ITP bergantung pada penyakit primernya, bila penyakit primernya ringan
90% akan sembuh secara spontan. ITP menahun prognosisnya kurang baik
terutama pada stadium praleukimia. ITP menahun yang bukan stadium
praleukimia bila displenektomi pada waktunya angka remisi sering 90%
SEPSIS NEONATORUM
Definis
Infeksi pada neonatus, terutama pada bayi dengan BBLR
Etiologi
Onset dini (<5 hari)
Streptokokkus Grup B, klebsiella, listeria, enterokokkus, H. Influnza, S.
peneumoni
Onset lambat (>4 hari)
Streptokokkus Grup B, E. coli, listeria, herpes kliebsiella
Pseudomonas, E. coli, herpes simpleks, serrtania
Gejala Klinis
1. letargi, irritable
2. suhu hipotermia atau hipertermia
3. anamnesa, riwayat infeksi intra partus
4. BB menurun tanpa sebab yg jelas
5. tidak mau minum/menyusui
6. anak menangis lemah
7. DIC, ikterus, kejang, diare, sianosis
8. lab : meningkat
PENATALAKSANAAN
1. bed rest (rawat inkubator)
2. O2 1 – 1 L/mm
3. fato anticilin 100 – 200 mg/kgbb/ 8 ajam)
4. IVFd sesuai umur
5. antibiotika
ASFIKSIA NEONATRIUM
Definisi
Suatu keadaan bayi yang baru lahir yang gagal bernafas secara s spontandan teratur
segera setelah lahir.
Etiologi
Penyebab kegagalan bernafas pada bayi
1. faktor ibu
Hipoksia ibu terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetik, anestesi
dalam.
Ganguan aliran darah uterus terjadi pada keadaan
- ganguan kontraksi uterus, hipertonus, hipotoni, tetani uterus.
- Hipotensi mendadak pada ibu kerana pendarahaan.
- Hipotensi penyakit ekalampsia
Patofisiologi
Gejala Klinis
1. Apgar score 10
Asfiksia ringan AS 7 – 10
Asiifksia sedang AS 4 – 6
Asfiksia berat AS 0 – 3
2. Asfiksia di tandai berupa gejala Saturday
Frek jantung tidak ada atau < 100 x/menit
Usaha bernafas tidak ada, lambat, tidak teratur atau menangis lemah
Tonus otot lumpuh atau ekstremitas fleksi sedikit
Refleks tidak ada atau gerakan sedikit
Warna biru/pucat atau tubuh kemerahan ekstremitas tonik
Penatalaksanaan
1. sel nafas bagian atas dibersihkan dari cairan ammion, lendir bekuan darah dan
kotoran dengan suction
2. bila tidak menangis dilakukan rangsangan dengan memukul telapak kaki bayi
atau mengusap punggung bayi
3. bila tidak bernafas spontan lakukan resusitasi aktif
4. ventilasi aktif
5. O2 intra nasal 1 L/menit
6. bila tidak berhasil ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung,
ventilasi dilakukan 20 – 40 X/menit sampai pernafasan spontan
0 – 3 bulan
Belajar mengangkat kepala
Mengikuti objek dengan mata
Melihat muka orang lain dan tersenyum
Bereaksi terhadap suara atau bunyi
Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak
Mengoceh spontan dan bereaksi dengan mengoceh
Menahan barang yang dipegangnya
3 – 6 Bulan
Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan bertopang
tangan.
Dapat duduk dengan dibantu
Berusaha meraih benda
Menaruh benda dimulut
Tertawa dan menjerit bila diajak bermain
Berusaha mencari benda-benda yang hilang
Nerusaha memperluas lapangan pandang
6 – 9 Bulan
Sudah dapat tengkurap dan berbalik sendiri
Dapat duduk tanpa dibantu
Dapat merangkak
Dapat memindahklan benda dari satu tangan ketangan yang lain.
Memegang benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk
Mengeluarkan kata tanpa arti
Takut kepada orang asing / mengenal wajah anggota keluarganya
Berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan sembunyi-sembunyi.
9 – 12 Bulan
Berdiri sendiri tanpa dibantu
Belajar dituntun
Meniru suara, belajar mengatakan 1 kata atau 2 kata
Selalu ingin memasukakkan benda kedalam mulut
Mengulangi bunyi yang didengar
Mengerti perintah sederhana atau larangan
Berpartisipasi dalam permainan
12 – 18 bulan
Berjalan dengan Mengeksplorasi rumah
Menyusun 2-3 kalimat
Dapat mengatakan 5 – 10 kata
Gejalanya berupa:
o Tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala tidak berkembang secar normal
berdasarkan tabel pertumbuhan standar (tinggi badan kurang dari 3 persentil,
berat badan 20% dibawah berat badan ideal terhadap tinggi badan atau kurva
pertumbuhannya menurun dari sebelumnya)
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan. Hasil
pengukuran ini dibandingkan dengan hasil pengukuran pada kunjungan yang lalu dan
dengan grafik standar.
Jika laju pertumbuhannya cukup, maka dikatakan normal meskipun anaknya kecil.
Untuk mengetahui mengapa anak ini kecil, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan
ditanyakan mengenai kebiasaan makan, masalah sosial dan penyakit yang pernah
diderita anak maupun anggota keluarga lainnya.
pendidikan kepada orang tua. Jika melibatkan faktor psikososial, pengobatan sebaiknya
meliputi perbaikan dinamika keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Sikap dan
perilaku orang tua bisa berpengaruh terhadap masalah anak dan perlu dievaluasi. Pada
beberapa kasus, anak perlu dirawat di rumah sakit agar bisa diterapkan suatu rencana
pengobatan yang menyeluruh dari segi medis, perilaku dan psikososial.
Jika keadaan ini belum berlangsung lama dan penyebabnya diketahui serta dapat
diperbaiki, maka anak akan kembali mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
normal.
Jika keadaannya telah berlangsung lama, maka efeknya mungkin juga akan berlangsung
lama dan pertumbuhan serta perkembangan yang normal mungkin tidak dapat dicapai.
MASALAH PERILAKU
Masalah Perilaku adalah pola perilaku yang sulit, yang dapat mengancam hubungan
yang normal antara anak dengan orang lain di sekelilingnya.
Masalah perilaku bisa merupakan akibat dari lingkungan, kesehatan, tabiat atau
perkembangan anak.
Masalah perilaku juga bisa timbul akibat hubungan yang tidak harmonis dengan orang
tua, guru maupun pengasuhnya.
Untuk mendiagnosis suatu masalah perilaku, biasanya ditanyakan menganai kegiatan
anak sehari-hari secara kronologis dan menyeluruh. Pembahasan dipusatkan pada
lingkungan yang menyebabkan timbulnya gangguan perilaku dan perilaku itu sendiri
secara terperinci.
Juga dilakukan pengamatan terhadap interaksi antara anak dan orang tua.
Masalah perilaku semakin lama cenderung semakin memburuk karena itu untuk
mencegah progresivitasnya perlu dilakukan pengobatan dini .
Kontak yang lebih positif dan lebih menyenangkan antara orang tua dan anak dapat
meningkatkan harga diri anak dan orang tua. Interaksi yang lebih baik dapat membantu
memecahkan lingkaran setan dari perilaku negatif yang menyebabkan timbulnya respon
negatif.
Masalah Interaksi Anak-Orang tua
Masalah Interaksi Anak-Orang Tua adalah kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam
hubungan antara anak dan orang tuanya.
Masalah interaksi bisa mulai timbul pada beberapa bulan pertama kehidupan anak.
Hubungan antara ibu dan anak mungkin menjadi tegang akibat:
kesulitan yang dialami ibu selama kehamilan maupun persalinan
depresi pasca persalinan
kurangnya dukungan dari suami, keluarga maupun teman
waktu menyusu dan waktu tidur bayi yang tidak teratur (sampai umur 2-3
bulan, kebanyakan bayi tidak tidur pada malam hari; pada saat-saat ini
mereka sering menangis).
Kelelahan, kebencian dan rasa bersalah orang tua bercampur dengan rasa putus asa
sehingga mempengaruhi hubungan orang tua dengan bayinya. Hubungan yang buruk
antara anak dan orang tua bisa memperlambat perkembangan mental dan kemampuan
sosial anak dan bisa menyebabkan terjadinya kegagalan berkembang.
Kepada orang tua sebaiknya diberikan informasi yang lengkap mengenai perkembangan
bayi disertai nasihat atau kiat untuk menghadapinya.
Tabiat bayi bisa dievaluasi dan didiskusikan.Hal ini bisa membantu orang tua untuk
lebih realistis dan menyadari bahwa rasa bersalah dan konflik merupakan emosi yang
normal dalam pengasuhan anak. Dengan demikian orang tua akan belajar menerima
perasaannya dan mencoba membangun hubungan yang sehat.
Beberapa orang tua (terutama yang baru pertama kali memiliki anak) menduga bahwa
kecemasan karena berpisah ini merupakan suatu gangguan emosional dan mereka
menghadapinya dengan bersikap protektif (melindungi) serta menghindari perpisahan
maupun lingkungan yang baru. Respon seperti ini bisa menyebabkan terjadinya
gangguan pada pematangan/pendewasaan dan perkembangan anak.
Sang ayah mengartikan kecemasan karena berpisah sebagai pertanda bahwa anak terlalu
dimanja dan menyalahkan ibunya atau mencoba untuk merubah perilaku anak dengan
cara memarahi dan memberi hukuman.
Sebaiknya orang tua diyakinkan bahwa perilaku anak adalah normal.
Orang tua didorong untuk tidak terlalu protektif dan mengekang anak serta dianjurkan
untuk membiarkan anaknya berkembang secara normal.
Penyelesaian terhadap masalah kecemasan ini tergantung kepada rasa aman dan rasa
percaya yang mereka miliki terhadap orang selain orang tuanya, lingkungannya dan
keyakinan akan kembalinya orang tua mereka.
Meskipun anak telah berhasil melewati masa perkembangan ini, kecemasan karena
berpisah mungkin akan kembali pada saat anak mengalami stres. Kebanyakan anak
akan mengalami kecemasan jika berada dalam situasi yang tidak dikenalnya dengan
baik, terutama jika terpisah dari orang tuanya.
MASALAH MAKAN
Penurunan nafsu makan normal yang disebabkan oleh laju pertumbuhan yang lambat
sering ditemukan pada anak usia 1-8 bulan.
Masalah makan bisa terjadi jika orang tua atau pengasuh memaksa anak untuk makan
atau terlalu mengkhawatirkan nafsu makan maupun kebiasaan makan anak. Anak tidak
GANGGUAN TIDUR
Mimpi buruk adalah mimpi menakutkan yang terjadi selama tidur REM) (rapid eye
movement. Seorang anak yang mengalami mimpi buruk biasanya akan benar-benar
terbangun dan dapat mengingat kembali mimpinya secara terperinci.
Mimpi buruk yang terjadi sewaktu-waktu adalah hal yang normal, dan satu-satunya
tindakan yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah menenangkan anak.
Tetapi mimpi buruk yang sering terjadi adalah abnormal dan bisa menunjukkan adanya
masalah psikis. Pengalaman yang menakutkan (termasuk cerita seram atau film tentang
kekerasan di televisi) bisa menyebabkan terjadinya mimpi buruk. Hal ini terutama
sering ditemukan pada anak-anak yang berumur 3-4 tahun, karena mereka belum bisa
membedakan antara khayalan dan kenyataan.
Teror di malam hari adalah suatu keadaan dimana sesaat setelah tertidur, anak separuh
terbangun dengan kecemasan yang luar biasa. Anak tidak dapat mengingat kembali apa
yang telah dialaminya. Tidur sambil berjalan adalah suatu keadaan dimana dalam
keadaan tertidur, anak bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan-jalan.
Teror di malam hari dan tidur sambil berjalan biasanya berlangsung selama tidur dalam
(non-REM) dan terjadi dalam 3 jam pertama setelah anak tertidur.
Setiap episode bisa berlangsung dari beberapa detik sampai beberapa menit.
Teror di malam hari sifatnya dramatis karena anak menjerit-jerit dan panik; keadaan ini
paling sering ditemukan pada anak yang berumur 3-8 tahun.
Seorang yang tidur sambil berjalan memiliki cara berjalan yang janggal/kaku, tetapi
biasanya dapat menghindari benda-benda sehingga tidak terbentur. Mereka tampak
linglung tetapi tidak menunjukkan rasa takut.
Mereka akan terbangun secara tiba-tiba dengan pandangan mata yang kosong atau
bingung. Pada awalnya mereka belum sepenuhnya terbangun atau belum sepenuhnya
tanggap terhadap orang di sekelilingnya.
Ketika terbangun di pagi hari, mereka tidak dapat mengingat kembali apa yang telah
terjadi. Sekitar 15% anak yang berumur 5-12 tahun minimal pernah mengalami sekali
berjalan dalam keadaan tidur. 1-6% anak laki-laki usia sekolah mengalami tidur sambil
berjalan secara terus menerus, yang biasanya dipicu oleh peristiwa yang menegangkan
(stres).
Tidak mau tidur merupakan masalah yang sering ditemukan, terutama pada anak-anak
yang berumur 1-2 tahun. Mereka menangis jika ditinggalkan sendiri di tempat tidurnya
atau meninggalkan tempat tidurnya dan mencari orang tuanya.
Hal ini berhubungan dengan kecemasan karena berpisah dan dengan upaya anak untuk
mengendalikan lebih banyak lagi aspek dari lingkungannya.
Terbangun di malam hari adalah gangguan tidur yang sering ditemukan pada anak-anak
yang masih kecil. Sekitar 50% dari anak-anak yang berumur 6-12 bulan sering
terbangun di malam hari. Anak--anak yang mengalami kecemasan karena berpisah juga
sering terbangun di malam hari. Anak-anak yang lebih besar sering terbangun di malam
hari karena sakit, suatu gerakan atau peristiwa menegangkan lainnya. Terbangun di
malam hari bisa semakin sering terjadi jika anak terlalu lama tidur siang dan terlalu
bersemangat bermain sebelum tidur malam.
Teror malam dan tidur sambil berjalan hampir selalu hilang dengan sendirinya,
meskipun sekali-kali terjadi selama beberapa tahun. Jika keadaan tersebut terus
berlangsung sampai masa remaja dan dewasa, mungkin anak memiliki kelainan psikis.
Untuk anak yang susah tidur bisa dilakukan beberapa tindakan berikut:
ajak anak kembali ke tempat tidurnya
bacakan cerita yang pendek
tawari untuk ditemani oleh boneka ataupun selimut kesayangannya
gunakan lampu redup.
Untuk menjaga keamanan bagi anak yang berjalan sambil tidur, sebaiknya pintu
kamarnya dikunci dari luar tetapi hal ini harus dipertimbangkan secara seksama agar
anak tidak merasa dikurung.
MASALAH PELATIHAN BUANG AIR
Pelatihan buang air besar biasanya mulai dilakukan pada saat anak berumur 2-3 tahun,
sedangkan pelatihan buang air kecil dilakukan pada umur 3-4 tahun.
Pada umur 5 tahun, kebanyakan anak sudah dapat melakukan buang air besar sendiri;
melepas pakaian dalamnya sendiri, membersihkan dan mengeringkan penis, vulva
maupun anusnya sendiri serta kembali memakai pakaian dalamnya sendiri.
Tetapi sekitar 30% anak berusia 4 tahun dan 10% anak berusia 6 tahun masih
mengompol pada malam hari. Cara terbaik untuk menghindari timbulnya masalah
pelatihan buang air (toilet training) adalah dengan mengenali kesiapan anak.
Selanjutnya, anak menirukan apa yang telah dilakukan oleh bonekanya dan ibu
memberikan pujian kepada anak.
Jika anak tetap bertahan duduk di toilet, sebaiknya diangkat dan toilet training dicoba
kembali setelah anak makan. Jika hal ini berlangsung selama beberapa hari, sebaiknya
toilet training ditunda selama beberapa minggu.
Sangat penting untuk memberikan pujian kepada anak yang telah berhasil melakukan
toilet training. Setelah pola buang air besar/kecil stabil, secara perlahan pujian tersebut
dikurangi.
Memaksa anak untuk buang air besar/kecil di toilet dengan kekerasan tidak efektif dan
bisa menyebabkan ketegangan pada hubungan ibu-anak.
Enuresis Nokturnal
Enuresis nokturnal (bed-wetting) adalah buang air kecil secara tidak sengaja dan terjadi
secara berulang ketika sedang tidur, pada seorang anak yang sudah cukup besar dan
semestinya sudah tidak mengompol lagi di tempat tidur.
Sekitar 30% anak berumur 4 tahun, 10% anak berumur 6 tahun, 3% anak berumur 12
tahun dan 1% anak berumur 18 tahun masih mengompol di tempat tidur.
Bed-wetting lebih sering ditemukan pada anak laki-laki.
Penyebabnya biasanya adalah terlambatnya proses pendewasaan, yang kadang disertai
dengan gangguan tidur (misanya tidur sambil berjalan atau teror malam).
1-2% kasus disebabkan oleh kelainan fisik (biasanya berupa infeksi saluran kemih).
Bed-wetting juga kadang disebabkan oleh masalah psikis.
Kadang bed-wetting berhenti kemudian timbul lagi. Kekambuhan ini biasanya terjadi
karena anak mengalami peristiwa yang menegangkan atau karena anak menderita
kelainan fisik (misalnya infeksi saluran kemih).
Untuk anak yang berumur kurang dari 6 tahun, biasanya tidak perlu dilakukan
pengobatan, hanya menunggu sampai gejalanya hilang dengan sendirinya.
Setiap tahunnya, pada 15% anak yang berumur lebih dari 6 tahun, bed-wetting akan
berhenti dengan sendirinya. Jika hal ini tidak terjadi, bisa dicoba salah satu dari 3 jenis
pengobatan berikut:
Konsultasi dan terapi perilaku.
Konsultasi melibatkan anak dan orang tua; diberikan penjelasan bahwa bed-wetting
memang agak sering terjadi, dapat diperbaiki dan tidak perlu menimbulkan rasa
bersalah pada siapapun.
Terapi perilaku untuk anak:
Menandai pada penanggalan/kalender malam-malam dimana dia mengompol
maupun tidak.
Menahan diri untuk tidak minum 2-3 jam sebelum tidur
Melakukan buang air kecil sebelum tidur
Mengganti pakaian dan seprenya sendiri jika mengompol.
Alarm ngompol.
Merupakan metode pengobatan yang paling efektif, mampu menyembuhkan 70% anak
yang mengompol dan hanya 10-15% yang mengompol kembali setelah metode ini
dihentikan. Metode ini tidak mahal dan mudah diterapkan meskipun cara kerjanya
lambat. Alarm akan berbunyi jika telah keluar beberapa tetes air kemih. Pada beberapa
minggu pertama, anak akan terbangun setelah ngompol. Beberapa minggu berikutnya
anak terbangun setelah sedikit mengeluarkan air kemihnya dan tempat tidurnya belum
terlalu basah. Lama-lama anak akan terbangun karena ingin buang air kecil dan tempat
tidurnya masih kering.
Alam ini boleh dilepas setelah 3 minggu anak tidak mengompol.
Terapi obat.
Pemberian obat pada saat ini lebih jarang dilakukan karena alarm ngompol lebih efektif
dan obat-obatan mungkin akan menimbulkan efek samping.
Jika pengobatan lainnya gagal dan orang tua sangat menginginkan pemberian obat,
biasanya diberikan imipramin.
Imipramin adalah obat anti-depresi yang mengendurkan kandung kemih dan
memperkuat sfingter yang menghambat aliran air kemih. Keuntungan dari pemberian
obat adalah cara kerjanya yang cepat. Setelah selama 1 bulan anak tidak mengompol,
dosisnya diturunkan dan diberikan selama 2-4 minggu, kemudian pemberian obat
dihentikan.
Sekitar 75% anak akan ngompol kembali setelah obat dihentikan. Jika hal ini terjadi,
bisa dicoba diberikan obat selama 3 bulan. Contoh darah diperiksa setiap 2-4 minggu
untuk memastikan bahwa jumlah sel darah putih tidak berkurang (karena salah satu efek
samping dari obat ini adalah penurunan jumlah sel darah putih).
Pilihan lainnya dalah obat semprot hidung desmopressin, yang mengurangi pengeluaran
air kemih. Efek sampingnya sedikit tetapi harganya mahal.
Enkopresis
Enkopresis adalah secara tidak sengaja buang air besar, tetapi bukan disebabkan oleh
penyakit maupuan kelainan fisik.
Sekitar 17% anak berumur 3 tahun dan 1% anak berumur 4 tahun mengalami
enkopresis.
Kebanyakan hal ini terjadi karena anak tidak mau menjalani toilet training. Tetapi
kadang enkopresis disebabkan oleh sembelit, yang menyebabkan teregangnya dinding
usus dan berkurangnya kesiagaan/kesadaran anak akan ususnya yang telah penuh serta
terganggunya pengendalian otot.
Jika penyebabnya adalah sembelit, maka diberikan obat pencahar dan tindakan lainnya
agar jadwal buang air besar anak menjadi teratur. Jika penyebabnya adalah karena tidak
mau menjalani toilet trainng, mungkin perlu dilakukan konsultasi dengan psikolog.
FOBIA
Suatu fobia asalah rasa takut yang irasional (tidak masuk akal) dan berlebihan terhadap
suatu benda, keadaan atau fungsi tubuh yang sesungguhnya tidak berbahaya.
Fobia berbeda dari rasa takut yang merupakan bagian normal dari perkembangan anak
atau rasa takut akibat konfilk di dalam keluarga. Fobia sekolah merupakan merupakan
salah satu contoh dari rasa takut yang berlebihan. Fobia sekolah bisa menyebabkan
anak berumur 6 atau 7 tahun tidak mau pergi ke sekolah. Anak secara langsung
menolak pergi ke sekolah atau mengeluh sakit perut, mual maupun gejala lainnya yang
memungkinkan dia bisa tinggal di rumah. Kemungkinan anak tersebut menunjukkan
reaksi yang berlebihan terhadap guru yang galak, yang bisa menimbulkan rasa takut
pada anak yang perasaanya peka/halus.
Pada anak yang lebih besar (umur 10-14 tahun), fobia sekolah bisa menunjukkan
adanya masalah psikis yang lebih serius.
Anak yang mengalami fobia sekolah sebaiknya segera kembali sekolah sehingga
pelajarannya tidak tertinggal. Jika fobianya sangat berat sampai mengganggu aktivitas
anak dan anak tidak memberikan respon terhadap dorongan orang tua maupun gurunya,
mungkin perlu dilakukan konsultasi dengan psikolog atau ahli jiwa.
Pada anak yang lebih besar mungkin tidak perlu segera memintanya kembali sekolah,
pengobatannya tergantung kepada hasil penilaian status mentalnya.
Ketakutan yang normal, yang biasa ditemukan pada masa kanak-kanak:
Takut gelap, monster, serangga dan laba-laba (umur 3-4 tahun)
Takut terluka dan takut mati (lebih sering ditemukan pada anak yang lebih
besar)
Cerita, film atau acara televisi yang menakutkan bisa memperburuk rasa takut
anak
Pernyataan orang tua ketika marah atau bergurau bisa dianggap serius oleh
anak balita dan bisa menimbulkan rasa takut pada mereka
Reaksi anak yang pemalu terhadap situasi yang baru, pada awalnya berupa
rasa takut atau menarik dirnya. Orang tua sebaiknya menenangkan anaknya
dengan mengatakan bahwa monster itu sesungguhnya tidak ada, laba-laba itu
tidak berbahaya atau apa yang dilihatnya di televisi itu tidak benar-benar
terjadi. Jika pernyataan orang tua ketika marah atau bercanda menyebabkan
anak menjadi takut, sebaiknya orang tua menjelaskan maksud yang
sesungguhnya agar anak tidak terus menerus takut.
Anak yang pemalu sebaiknya dibantu untuk beradaptasi dengan situasi yang
baru dengan cara lebih sering mengajaknya ke berbagai lingkungan yang
baru.
HIPERAKTIVITAS
Hiperaktivitas adalah tingkat aktivitas dan kegembiraan anak yang sangat tinggi, yang
menimbulkan rasa khawatir pada orang tua maupun pengasuhnya.
Anak yang berumur 2 tahun biasanya aktif dan jarang bisa duduk dengan tenang.
Tingkat aktivitas yang tinggi juga biasanya ditemukan pada anak berumur 4 tahun. Pada
kedua kelompok umur tersebut, perilaku demikian merupakan bagian yang normal dari
tahap perkembangan anak. Tetapi perilaku aktif seringkali menyebabkan konflik antara
orang tua dan anak dan bisa menimbulkan rasa khawatir pada orang tua. Apakah
aktivitas anak diartikan sebagai hiperaktivitas atau bukan, tergantung kepada toleransi
orang-orang di sekelilingnya yang merasa terganggu oleh aktivitas anak tersebut.
Beberapa anak yang hiperaktif tampak jelas-jelas lebih aktif dan pemusatan
perhatiannya lebih pendek dibandingkan dengan rata-rata.
Penyebab hiperaktivitas ini berbeda-beda, diantaranya adalah kelainan emosional atau
kelainan fungsi otak. Selain itu, hiperaktivitas juga bisa hanya merupakan tabiat anak
yang normal yang terlalu dibesar-besarkan.
Orang dewasa biasanya menanggapi hiperaktivitas anak dengan mengomel atau
menghukumnya. Respon ini biasanya dibalas dengan semakin meningkatnya aktivitas
anak. Keadaan ini bisa dibantu dengan menghindari situasi dimana anak harus duduk
tenang dalam waktu yang lama atau dengan mencari guru yang ahli dalam menangani
anak-anak yang hiperaktif.
ADD diperkirakan terjadi pada 5-10% anak usia sekolah dan 10 kali lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki. Tanda-tanda dari ADD banyak yang sudah tampak
sebelum anak berumur 4 tahun tetapi baru menimbulkan gangguan yang berarti pada
usia sekolah.
Penyakit ini biasanya diturunkan. Penelitian terakhir menujukkan bahwa penyakit ini
terjadi akibat adanya kelainan pada neurotransmiter (zat yang menghantarkan
gelombang saraf di dalam otak). ADD seringkali diperburuk oleh lingkungan di rumah
maupun sekolah.
ADD terutama merupakan suatu masalah dalam pemusatan perhatian, konsentrasi dan
ketekunan menjalankan tugas. Anak juga mungkin bersifat impulsif dan overaktif.
Diagnosis ADD biasanya ditegakkan jika anak memiliki 8 dari 14 gejala berikut:
1. Gelisah (seringkali meremas-remas tangannya atau menggeliatkan kakinya)
2. Tidak dapat diminta duduk tenang
3. Perhatiannya mudah terganggu oleh rangsangan yang asing
4. Tidak dapat menunggu gilirannya jika sedang bermain dalam kelompok
5. Seringkali melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai diberikan
6. Mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk dari orang lain, meskipun dia
memahaminya dan tidak berusaha untuk melawan
7. Mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatiannya ketika sedang
melakukan aktivitas belajar ataupun bermain
8. Seringkali meninggalkan kegiatan yang belum tuntas dan beralih kepada
kegiatan yang baru
9. Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang
10. Seringkali terlalu banyak berbicara
11. Seringkali menyela percakapan atau mengganggu orang lain
KETIDAKMAMPUAN BELAJAR
Ketidakmampuan Belajar adalah ketidakmampuan untuk menerima, menyimpan dan
menggunakan secara luas kemampuan ataupun informasi khusus, yang terjadi akibat
kurangnya pemusatan perhatian, memori atau pemikiran dan hal ini mempengaruhi
prestasi akademik.
Terdapat berbagai jenis ketidakmampuan belajar dan masing-masing tidak memiliki
penyebab yang pasti. Tetapi dasar dari semua jenis ketidakmampuan belajar ini diyakini
merupakan suatu kelainan pada fungsi otak.
Ketidakmampuan belajar 5 kali lebih sering ditemukan pada anak laki-laki.
Seorang anak yang mengalami ketidakmampuan belajar seringkali mengalami kesulitan
dalam mengkoordinasikan penglihatan dan gerakannya serta menunjukkan
kecanggungan ketika melaksanakan kegiatan fisik, seperti memotong, mewarnai,
mengancingkan baju, mengikat tali sepatu dan berlari.
Anak juga mungkin mengalami masalah dengan persepsi penglihatan atau pengolahan
fonologis (misalnya dalam mengenali bagian-bagian atau pola dan membedakan
berbagai jenis suara) atau masalah dengan ingatan, percakapan, pemikiran serta
pendengaran.
Beberapa anak mengalami masalah dalam membaca, menulis maupun berhitung.
Tetapi kebanyakan ketidakmampuan belajar ini sifatnya kompleks dan kelainannya
terjadi di lebih satu daerah.
Anak sangat terlambat berbicara, mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata serta
dalam mengingat nama huruf, angka dan warna. Mereka mengalami kesulitan dalam
mencampur bunyi, mengiramakan kata, mengenali posisi bunyi dalam kata,
memisahkan kata ke dalam bunyi dan mengenali jumlah bunyi dalam kata. Anak ragu
dalam memilih kata, menemukan pengganti kata dan memberi nama huruf serta
gambar.
Mereka keliru/bingung dalam mengenali kata atau huruf yang serupa; huruf d sering
disebutnya sebagai huruf b. Tes untuk disleksia sebaiknya dilakukan pada anak-anak
yang:
Tidak mencapai kemajuan dalam kemampuan mempelajari kata-kata pada
pertengahan atau akhir kelas pertama
Belum bisa membaca padahal berdasarkan kemampuan verbal maupun
intelektualnya seharusnya sudah bisa membaca
Lambat dalam belajar membaca
Belum fasih berbicara.
IMUNISASI
DEFENISI
Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga
bila terkena, terpapar pada antigen seruap tidak tejadi penyakit.
Tujuan
1. mencegah kesakitan
2. mencegah kecacatan
3. mencegah kematian
Cara penyimpangan
Jenis vaksin
Cara pemberian vaksin
Imunisasi
Definisi
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu
Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit.
Vaksin membatu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi
terhadap penyakit.vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga
membatu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh
lebih besar dari pada efek samping yang mungkin timbul
Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang
sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Imunisasi BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkuloisis (TBC)
BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan
karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan secar intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1
tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan
sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette-gurrin hidup yang dilemahkan, sebanyak
50.000 – 1.000.000 petikel/dosis
Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1yang melindungi terhadap daftri, pertusis dan
tetanus.
Deferi adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan kompliksi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejang) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan
batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis
berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat
sehingga anak tidak dapat bernafas, makan dan minum. Pertusis juga dapat
menimbulkan komplikasi serius, seperti peneumonia, kejang dan kerusakan otak, tetanus
adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang
dari 7 tahun
Biasanya vaksin DTP terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikan pada otot lengan
atau paha
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 buan (DPT I ),
3 bulan (DPT II) dan 4bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu.
Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun s etelah DPT III dan pada usia prasekolah (5 - 6
tahun).
Jika anak mengalami reaksi elergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan
DT , bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangakaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin
Td pada usia 14 – 16 tahun kemudian se tiap 10 tahun (karena vaksin hanya
memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin
difterik, akan memperoleh perlindungan terhadap def teri selama 10 tahun.
DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan, se perti demam ringan atau nyeri
di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samp ing tersebut terjadi karena
adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
kejang damam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami
kejang atau terapat wiwayat kejang dalam keluarganya)
syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih ser ius dari pada flu ringan, imunisasi DTP
bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau
perkembangannya abnormal, penyuntikan Diagnosis PT sering ditunda sampai
kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
1 – 2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri
, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Uintuk mengatasi nyeri dan
menurunkan demam, bisa diberikan setominofen (atau ibuprofen).
Untuk mengurangi nyeri di tampat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau
lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
Imunisasi DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman
penyebab difteri dan tatanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada
anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi perusis, tetapi masih perl u
menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan denga imunisasi DPT.
Vaksin disuntikan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL.
Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita
demam tinggi.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam rigan dan pembengkakan lokal di
tempat penyuntikan, yang biasannya berlangsung selama 1-2 hari.
Imunisasi TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terdapat penyakit
tetanus, ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan ( imunisasi
pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.
Kepala ibu hamil, imunisasi diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan
berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan
sebanyak 0,5 mL.
Efek samping dari tetanus tokoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu
berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.
IMUNISASI POLIO
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa
menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupu kedua lengan/tungkai.
Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot bernafaskan dan otot untuk
menelan. Polio bisa meyebabkan kematian.
Di Indonesia umumnya diberikan Vaksin Sabin . vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes
(0,1mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio :
Diare berat
Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresa, kemoterapi, kortikosteroid)
Kehamilan
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer,
sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan anti bodi
sam pai pada tingkat yang tertinjau.
Setelah mendapatkan serngkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu
dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak pergi kedarah
dimana polio masih banyak ditemukan.
Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu
menjalami imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang dewasa yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah
pemberian IPV, streptomisin, polimiskin B atau neomesin, tidak boleh diberikan IPV.
Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, lemfma), dianjutkan untuk diberikan IPV.
IPV juga diberikan kepada orang yang sedang mejalani terapi penyinaran, terapi, kanker,
kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita
penyakit ringan atau berat, seba iknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka
banar- benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat
penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.
Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadapa penyakit campak (tempek) .
imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau
lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan
kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5mL.
Imunisasi MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak,gondongan dan campak
jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali .
Campak menyebabkan demam,aram kulit,batuk,hidung meler dan mata berair.
Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia.campak juga bisa
menyebabkan masalah yang lebih serius,seperti pembengkakan otak dan bahkan
kematian. Gondongan menyebabkan demam,sakit kepala dan pembengkakan pada
salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa
menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis ) dan
pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah
zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak jerman(rubella)menyebabkan demam ringan,ruam kulit dan pembengkakan
kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebabkan pembengkakan otak atau
gangguan pendarahaan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan
bawaan pada bayi yang dilahirkannya ( buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin
MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada
hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR .
Vaksin MMR adalah caksin 3-in1 yang melindungi anak terhadap campak,gondongan
dan campak jerman.
Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan
tertentu,misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur
9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan.Suntikan pertama
mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat,karena itu diberikan
suntukan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD )
atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP).
Iimunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih
atau lahir sesudah tahun1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru
menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956,diduga telah memiliki
kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa
kanak kanak.
Pada 90 –98% orang yang menerimany,suntikan MMR akan memberikan perlindungan
seumur hidup terhadap campak ,campak jerman dan gondong.
Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuatyang tidak dapat
dipenuhi oleh suntikan pertama.
Erek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing- masing komponen vaksin:
Komponen campak
1-2 minggu setelah menjalani imunisasi,mungkin akan timbul ruamkulit. Hal ini terjadi
pada sekitar 5 % anak-anak yang menerima suntika
MMR.
Demam 39,5 derajad celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15%
anak yang meneima suntikan MMR.demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu
serelah disuntikan dan berlangsung hanya selama 1-2 hari.
Erek samping tersebut jarang terjadi pada suntukan MMR kedua.
Komponen gondongan
Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dibawah rahang,berlangsungselama 1-2
minggu setelah menerima suntikan MMR.
Komponen campak jerman
Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3
hari , timbul dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi
pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR.
Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3
minggu setelah menerima suntikan MMR . hal ini hanya ditemukan pada 1 % anak –anak
yang menerima suntikan MMR, tetapi ternadi pada 25% orang dewasa yang menerima
suntikan MMR.kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama berberapa
bulan (hilang –timbul).
Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri ) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi
pada kurang dari 1 % anak-anak tetapi ditemukan pada 10 % orang dewasa yang
menerima suntikan MMR.Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini.
Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan
pada orang dewasa.
Meskipun jarang , setelah menerima suntikan MMR , anak anak yang berumur dibawah 6
tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan).Hal ini biasanya terjadi dalam
waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam
tinggi.
Keutungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang
ditimbulkannya.Campak,gondongan dan campak jerman merupakan penyakit yang bisa
menimbulkan kompikasi yang sangat serius.
Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus inflenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat
yang bisa menyebabkan anak tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan,biasanya pada saat anak berumur 2,4 dan
6 bulan.
Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap caca air. Cacar air ditandai
dengan ruam kulit yang membentukn puluhan, kemudian secara perlahan mengering dan
membentuk keropeng yang ankan mengelupas.
Setiap anak yang berumur 12 – 18 bulan dan belum pernah menderita cacar air
dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak yang mendapat suntikan varisella
sebelum berumur 13 tahun hanya memelukan 1 dosis vaksin.
Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan
vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis
vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.
Cacar iar disebabkan oleh virus verivella-zaster dan sangat menular. Biasanya infeksi
bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang
sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa
diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan
kompikasi yang lebih serius
Vaksin ini 90 – 100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang
yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi
kasusnya bisasnya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplik
bisanya menimbulkan 250 – 500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya
bisanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selam 10 – 20
tahun, mungkin juga seumur hidup.
Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. hepatitis B adalah suatu
infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan secara setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAG
negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan.
Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan
HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III.
Imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan
imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAG. Vaksin disuntikan pada
otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lehir dari ibu dengan HBsAG positif, diberikan vaksin HBV pada lengan
kiri dan 0,5mL HBIG (Hepatitis B immuneglobin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam
setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumu 1 – 2 bulan, dosis ketiga
diberikan pada saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAGnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah diambil untuk
menentukan status HBsAGnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi
berumur dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sulit berat sebaiknya ditunda sampai anak
benar-banar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri ditempat suntikan) dan sistemis
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang
dalam beberapa hari.
Imunisasi Pnumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering
menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat dmenyebabkan penyakit yang lebih
serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).
Kepada bayi balita diberi 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digu nakan pada anak-
anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi p Pnumokokus.
Cara kerja :
Masukkan 5 tetes HCl 0,1 N ke tabung hemometer
Baca hasil
Nilai normal : ♂ = 13 – 16 gr %
♀ = 12 – 14 gr %
- Hipoksia jaringan
- Eritemia
- Hemokonsentrasi
- Stress plerotik
Kedinginan
Hemokonsentrasi
Newborn infant
Leukosistosis yang patologis:
Penyakit infeksi
Hipersensitivity
Anoksia akibat obat-obatan
Diabetic asidosis
Gout
Penyakit dehenerasi
Eclampsia
Uremia
Tumor
o Sumsum tulang
o Liver
Leukopeni leukosit di bawah norma
Aplastik amenia
Cirosis
Dengue fever
Measles
Paratypoid fever
Rubella
Typus addominalis
Malaria
Hepatitis infeksiosa
TBC milier
Radiasi
Zat kimia/obat-obatan :
o Chlorampenicol
o Sulfonamid
Lar. Turk berfungsi sebagai reagen untuk menghancurkan sel-sel darah yang
lain kecuali leukosit dimaksudkan agar leukosit saja yang tampak pada saat
pemeriksaan
Cara mengitung :
1/25 x 25 x 20 x 10
ket
25 : 16 ktk + 9 ktk
20 : pengenceran
10 : tinggi kaca penutup
Cara cepat : jumlah perhitungan x 200
DIFFTEL
penilaian
1. Non inti
Eritrosit
warna :N : Normokron
: Hipokrom
: Hiperkrom
Ukuran : Normositer
<N : Mikrosister
>N : Makrositer
2. Berinti
Basofil
Ciri : granul halus, tidak sama
Lobus 1 – 3
Nilai normal : 0 – 1 %
Meningkatkan pada keadaan :
o LGK
o Polisitemia vera
Eosinofil
Ciri : Diameter 14 , Labus 2 – 3
Inti seperi kaca mata
Nilai Normal : 1 – 3 %
Meningkatkan kepada keadaan
o Alergi (asma bronchial)
o Penyakit kulit (Psoriasis)
o Parasit (ankilostoma, askariasis dan filariasis)
o Penyakit darah (LGK, palisitemia vera, amenia pernisosa)
o Poliartritis nodosa
o Penyakit hodgkin
Netrofil batang
Ciri : Seperti ladam kuda
Granul halus, warna ungu pucat
Ukuran granul kecil
Nilai normal : 2 – 6 %
Netrofil segmen
Ciri : Granul halus (<)
Lobus 2 – 6
Nilai normal : 50 – 70 %
Netrofilia (meningkat)
Fisiologis : Kedinginan Neonatus
Netropenia (menurun)
Penurunan produksi di STT : - Keracunan obat seperti kloramphenicol
- Anemia aplastik
Penghancuran di perifer : - Hipersplenismus
- Infeksi DHF
- Infeksi Thypoid
- Infeksi Malaria
Limfosit
Ciri : inti hampir menutupi sitoplama
Inti padat
Ukuran = eritrosit muda
Nilai Normal : 20 - 40 %
Limfositosis
o Infeksi virus : Hepatitis
DHF
Varicella
Limfopenia
Imunodefisiensi
Destruksi limfosit oleh kortikosteroid dan radiasi
GGK
TBC milier
SLE
Penyakit Hodkin
Monosit
Ciri : Besar 3 – 4 x eritrosit
Bentuk inti seperti ginjal
Inti >, kromatin longgar
Diameter ½ cm
Nilai Normal : 2 – 8 %
Monosit meningkat pada keadaan :
TBC
Hepatitis
Leukemia monositik
Malaria
Basofil 0–1 %
Eosinofil 1–3 % PMN akut
Westergen
1. Isaplah darah dengan semprit stril 0,4 ml lar Na sitrat 3,8 %
2. Fungsi vena dengan semprit tersebit dan isap 1,6 ml darah sehigga menjadi 2
ml campuran
3. Masukkan campuran tersebut kedalam pipet westergen sampai garis bertanda
0 mm, kemudian biarkan pipet tegak lurus dalam rak westegen selama 60
menit
4. Bacalah tinggi lapisan plasma dengan millimeter
Nilai normal : Westergen ♂ = 0 – 10 mm/jam
♀ = 0 – 15 mm/jam
Wintrobe ♂ = 0 – 10 mm/jam
♀ = 0 – 20 mm/jam
1. Fisika
Volume
Warna
Kekeruhan
PH
Berat jenis
Bau
2. Kimia
Protein
Reduksi
Bilirubin
Urobilin
3. Sedimen
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Epitel
Protein
1. Masukkan urin jernih kedalam tabung reaksi sampai 2/3 penuh
2. Pegang ujung bawah tab reaksi
Keadaan potensial penyebab Gagal jantung Paru = Frek. Nafas > 60 x / menit
Nilai tekanan darah normal pada keadaan istirahat menurut golongan umur
Umur Tekanan darah sistolik (mmhg) Tekanan diastolik (mmhg)
New born 60 (50-75) 35 (35-45)
Neonatus 75 (60-90) 45 (40-60)
1 – 12 bulan 90 (75-100) 60 (50-70)
1 – 3 tahun 90 (75-110) 60 (50-75)
4 – 8 tahun 95 (80-115) 65 (50-75)
9 – 15 tahun 105 (85-125) 65 (50-80)
Cairan cerebrospinal
Jenis Batas normal
Sifat Steril
Volume 2 ml/kgbb/24 jam
Warna Jernih (tak berwarna)
Tekanan 12 cm H2O
Reaksi Nonne Negatif sampai positif
Reaksi pandi Negatif sampai positif
Sel 0 – 10/mm3
Sel bayi baru lahir 0 – 20/mm3
Mikroorganisme Negatif
Ph 7,35 – 7,40
Berat Jenis 1.005 sampai 1.009
Protein 10 – 35 mg/100 ml
Protein bayi baru lahir 10 – 20 mg/100 ml
Glukosa puasa 50 – 80 mg/10 ml
NaCl 630 – 740 mg/100 ml
Urea 10- 15 mg/100 ml
Sodium 115 mEq/L
Potasium 3 mEq/ L
Kalsium 2,5 mEq/L
Magnesium 3,5 mEq/L
Klorida 115-130 mEq/L
HCO3- 28 mEq/L
Fosfatase 1 mEq/L
Sulfate 1 mEq/L
Organic acid 6 mEq/L
KIMIA DARAH I
KIMIA DARAH II
Jenis Batas Normal
Urea Nitrogen (NPN) 20 – 40 mg/100 ml
Kolesterol ( person method) 180 -250 mg/ 100 ml
T.T.T 1 – 6 unit Maccalagan
Uric Acid 2,5 – 3,5 mg/100 ml
CO2 Combine Power 40 – 60 vol %
Potasium 4,1 – 5,6 mEq/L
Sodium 133 – 143 mEq/L
Phosporus 4,5 – 5,5 mg/100 mg
G6PD serum 0 mU/ml
Eritrosit 120-140 mU/10 g % Eritrosit
Serum Iron 80 – 110ug %
Iron Binding Cap 250 – 300 ug %
Total Iron Binding Cap 300 – 400 ug %
Iron Saturation Index 15 – 30 %
Glukosa puasa (darah vena) 80 – 120 mg/100 ml
Urin
Jenis Nilai normal
Kejernihan Jernih
Warna Kuning muda
Berat jenis 1,015 – 1,025
PH 5,0 – 7,3
Protein dan bilirubun negatif
Urobilin +/+
Gula -/+
Endapan (pembesaran 400x)
Lekosit o-5
Eritrosit 0-3
Torak 0-1
Hitung Addis (12 Jam Spesimen)
Berat Jenis > o,21
pH <6
Protein < 50 mg
Eritrosit 0 – 500.000/12 jam
Leukosit 0 – 1.000.000/12 j1m
Torak 0-10.000/12 jam
IMUNISASI II
Definisi :
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila terkena, terpapar pada antigen serupa tak terkena penyakit.
Tujuan:
Mencegah kesakitan
Mencegah kematian
Mencegah cacat
Keterangan :
1. BCG (Coklat)
Dosis : 0,05 CC , <1 tahun Intrakutan.
> 1 tahun 1 cc
Ulangan : 5-7 tahun 0,1 ml
12-15 ttahun 0,1 ml
Reaksi : Lokal : Indurasi, Eritema pecah Ulcus Sembuh
Regional : Bengkak kelenjar limfe regional ( 3-6 bulan hilang)
Komplikasi : Abses, limpadenopati
2. DPT ( Hijau )
Dosis : O,5 cc Intramuscular
Booster : 6 Bulan setelah imunisasi dasar
Ulangan : 3-6 tahun, lalu setiap 3 tahun sampai dengan 15 tahun.0,5 cc IM
Isi : 40 Toxoid difteri
15 Toxoid tetanus
32 milyard bakteri pertusis.
Reaksi : Demam, bengkak, nyeri.
Kontraindikasi : Demam, kejang, kelainan saraf herediter.
3. POLIO ( Orange )
Dosis : 2 tetes peroral
4. Campak ( Biru )
Dosis : 0,5 cc IM / SC
Boster : Setelah 15 bulan
5. HEPATITIS B
Dosis : > 10 Tahun: 1cc,deltoid, IM.
< 10 Tahun: 0,5 cc paha IM
Booster : Setelah 5 tahun
Pemberian : Sedini mungkin setelah lahir ( as soon as possible )
Sebaiknya diberikan bersama imunisasi BCG
Diberikan berdasarkan status Hbs Ag Ibu.
Jika Hbs Ag ibu (-) : 2,5 microgram (lahir) umur 1-2 bulan,
Umur 6 Bulan.
Jika Hbs Ag ibu (+) : 5 microgram 2 jam setelah lahir, umur 1-2 bulan,
Umur 6 bulan.
Tidak diketahui : 5 microgram 2 jam setelah lahir, Hbs Ag nya
Umur 6 bulan.
Jadwal Imunisasi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004* (* Revisi September 2003)
Umur pemberian Imunisasi
Bulan Tahun
Vaksin
Lhr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
BCG
Hepatitis B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
DTP 1 2 3 4 5 6 dT
atau
TT
Campak
1 2
Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (Non PPI, dianjurkan)
Hib 1 2 3 4
MMR 1 2
Tifoid Ulangan, tiap 3 tahun
Diberikan 2x, interval
Hepatitis A
6 - 12bl
Varisela
Saat lahir Hepatitis B-1 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6
bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan
HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif
Polio-0 maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi
lain).
1 bulan Hepatitis B-2 Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
2 bulan DTP-1 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwp atau DTap.
Hib-1 DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)
Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 dapat diberikan
Polio-1 secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.
4 bulan DTP-2
Hib-2
DTP-2 (DTwP atau DTaP) dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2
Polio-2 (PRP-T)
Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
6 bulan DTP-3
Hib-3
DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T)
Polio-3 Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan.
6 bulan Hepatitis B-3 HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal interval HB-2 dan
HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD
kl 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapat MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak
perlu diberikan
15-18
bulan
MMR
Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapat imunisasi campak, MMR dapat
Hib-4
18 bulan DTP-4
Polio-4
DTP-4 (DTwP atau DTaP) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
2 tahun Hepatitis A
Vaksin HepA direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan dua kali dengan
interval 6-12 bulan.
5 tahun DTP-5
Polio-5
DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
6 tahun MMR
Diberikan untuk catch-up imunization pada anak yang belum mendapat MMR-1
10 tahun dT/TT Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk mendapat
Varisela imunitas selama 25 tahun.
PENATALAKSANAAN TB-PARU
1. Tirah Baring
2. O2 1 – 2 lt/i
3. IVFD Disesuaikan umur.
4. Terapi spesifik :
INH 20 – 20 mg/kgbb/hari/1 dosis selama 18-24 bulan.
Rifampisin 10 – 15 mg/kgbb/hari/1 dosis selama 6-9 bulan.
Pirazinamid 30 – 35 mg/kgbb/hari/2 dosis selama 4 – 6 bulan.
Etambutol 15 – 20 mg/kgbb/hari/1 dosis selama 1 tahun.
Streptomisin 30 – 50 mg/kgbb/hari/1 dosis selama 1 – 3 bulan,kmd dapat
dilanjutkan 2 – 3x/minggu selama 1-3 bulan.
5. Simtomatik : Paracetamol 10 -15 mg/kgbb/x beri (K/P)
6. Mukolitik : OBH / OBP
7. Vitamin B6 : 25 – 50 mg/kgbb/x beri
1. Bed rest
2. Kejang
Diazepam
10 mg/x beri /IV atau Stesolid rectal < 10 kg : 5 mg
> 10 kg : 10 mg
Observasi 3 jam
Kejang (+)
Diazepam 10 mg/x beri/IV
Observasi 3 jam
Kejang (+)
Diazepam 10 mg/x beri/IM
Kejang (+)
Kejang Kejang (-)
Setelah 3 hari
Dosis dinaikkan : 10-15 %, bila ada kejang
By. dr. Cahyo H 177
sebelum 1-3 jam Kejang
berantas tuntas
(+)
Dosis dinaikkan,interval diperpendek/2 jam. Kejang (-)
Dosis diturunkan 10-15 %
Ilmu Kesehatan Anak
1. Bed rest
2. Kejang
Diazepam
10 mg/x beri /IV atau Stesolid rectal < 10 kg : 5 mg
> 10 kg : 10 mg
Observasi 3 jam
Kejang (+)
Diazepam 10 mg/x beri/IV
Observasi 3 jam
Kejang (+)
Diazepam 10 mg/x beri/IM
Dosis maintenance
Diazepam 20 mg/kgbb/8 dosis/ IV
Kejang (+) Dosis max : 40 mg/kgbb/8 dosis/IV
Kejang waktu 3 jam Kejang (-)
Interval
Setelah 3 hari
ICU
1. Bed rest
2. Kejang
Diazepam
0,3-0,5 mg/KgBB/x beri /IV atau Stesolid rectal < 10 kg : 5 mg
> 10 kg : 10 mg
Observasi 15 menit
Kejang (+)
Diazepam 0,3-0,5 mg/KgBB/x beri /IV
Observasi 15 menit
Kejang (+)
Diazepam 0,3-0,5 mg/KgBB/x beri /IM
-)
Kejang Kejang
Beri(-)
phenobarbital
Neonatus : 30 mg/IV
Phentolin 10-20 mg/kgbb Long acting terapi > 1 tahun : 70 mg/IV
1. Bed rest
2. Kejang
Diazepam
0,3-0,5 mg/KgBB/x beri /IV atau Stesolid rectal < 10 kg : 5 mg
> 10 kg : 10 mg
Observasi 15 menit
Kejang (+)
Diazepam 0,3-0,5 mg/KgBB/x beri /IV
Observasi 15 menit
Kejang (+)
Diazepam 0,3-0,5 mg/KgBB/x beri /IM
-)
Kejang Kejang
Beri(-)
phenobarbital
Neonatus : 30 mg/IV
Phentolin 10-20 mg/kgbb Long acting terapi > 1 tahun : 75 mg/IV
ICU
Dosis rumatan:
- Dosis Initial : 8-10 mg/kgbb/ hari/ 2 dosis
hari I & II 2 dosis selama 2-3 hari
- Dosis Maintenance : 4-5 mg/kgbb/ 2 dosis.
By. dr. Cahyo H 183
Ilmu Kesehatan Anak
Selamat Belajar, Jawabannya Cari Sendiri ya, ada kok dalam catatan ini, moga
sukses ya…..!!!!!!!!!!!!