Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAHAN


KERING SUB OPTIMAL

KELOMPOK 1

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAHAN
KERING SUB OPTIMAL

Oleh

Irvan Indra Resnawan 1910512210004


Muhammad Saifuddin Anshary 1910512210012
Nor Annisa Helmasari 1910512120005
Norwinda 1910512120007
Reca Yuvita 1910512320015
Sitti Waahidaturrahmah 1910512120001
Vina Amelia 1910512220011

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian praktikum mata kuliah
Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering Sub Optimal guna
memperoleh nilai mata kuliah Teknologi Pengelolaan Sumber Daya
Lahan Kering Sub Optimal

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
Judul : Laporan Akhir Praktikum Teknologi Pengelolaan
Sumber Daya Lahan Kering Sub Optimal
Nama dan NIM : 1. Irvan Indra Resnawan (1910512210004)
2. Muhammad Saifuddin Anshary (1910512210012)
3. Nor Annisa Helmasari (1910512120005)
4. Norwinda (1910512120007)
5. Reca Yuvita (1910512320015)
6. Sitti Waahidaturrahmah (1910512120001)
7. Vina Amelia (1910512220011)
Kelompok : 1

Mengetahui Tim Asisten:

Asisten Kelompok 1, Koordinator Asisten Praktikum,

Muhammad Ahdi Muhammad Ahdi


NIM. 1710512210019 NIM. 1710512210019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya jualah kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering Sub Optimal tepat pada
waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu Mata Kuliah
Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering Sub Optimal serta kepada
asisten kelompok 1 yaitu kak Muhammad Ahdi atas bimbingan dan arahan serta
membantu pada saat praktikum berlangsung, maupun pada saat pembuatan
laporan.
Laporan ini diharapkan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagaimana
mestinya. Kami menyadari bahwa laporan ini banyak terdapat kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga laporan ini akan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.

Banjarbaru, Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vii

PENDAHULUAN ............................................................................... 1

Latar Belakang ......................................................................... 1


Tujuan....................................................................................... 7

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 8

BAHAN DAN METODE .................................................................... 22

Bahan dan Alat ......................................................................... 22


Rancangan Percobaan .............................................................. 23
Waktu dan Tempat ................................................................... 23
Pelaksanaan .............................................................................. 24
Analisis Data ............................................................................ 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 26

Hasil ......................................................................................... 26
Pembahasan .............................................................................. 30

KESIMPULAN .................................................................................... 33

Kesimpulan............................................................................... 33
Saran ......................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kondisi fisik lokasi singkapan tanah ............................................ 26

2. Hasil uji pH dan warna setiap lapisan tanah ................................. 27

3. Pengamatan tinggi tanaman jagung .............................................. 28

4. Pengamatan jumlah helai daun tanaman jagung ........................... 29


DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Singkapan tanah di lapangan .......................................................... 27


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis data tinggi tanaman jagung ............................................. 40

2. Analisis data jumlah helai daun tanaman jagung .......................... 42

3. Dokumentasi Kegiatan Praktikum ................................................ 44


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan kering masam adalah hamparan lahan yang tidak pernah


tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan
kering masam tersebar luas di Indonesia sekitar 99.564.000 ha dengan
penggunaan untuk pertanian meliputi pekarangan, tegal/kebun/ladang/huma,
padang rumput, lahan untuk tanaman berkayu, perkebunan, dan lahan sementara
tidak diusahakan (Hidayat dan Mulyani, 2002). Lahan kering masam umumnya
terletak pada wilayah dengan curah hujan relatif tinggi >2000 mm per tahun
(Rochayati dan Dariah 2012), tingkat pencucian hara berlangsung intensif
sehingga tingkat kesuburan lahan kering masam tergolong rendah. Secara
umum, lahan kering masam dicirikan oleh pH masam (<5,5), kandungan C-
organik dan basa-basa dapat ditukar rendah, serta kejenuhan basa dan kapasitas
tukar kation juga rendah, peka terhadap erosi dan pori air tersedia rendah dan
bobot isi relatif tinggi. Intensitas matahari yang tinggi berdampak pada
tingginya tingkat dekomposisi bahan organik baik secara kimia maupun fisik
(Glaser et al. 2002).
Peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam sangat
tinggi, karena teknologi penanggulangan kendala-kendala pembatasnya telah
banyak diketahui dan/atau dihasilkan. Namun, teknologi yang telah dihasilkan
tersebut masih bersifat parsial dan masih terdapat kendala-kendala (fisik, kimia
dan biologi tanah) yang belum terpecahkan. Oleh karena itu, wilayah lahan
kering masam yang potensial, perlu diidentifikasi terlebih dahulu dan teknologi
penanggulangan kendala-kendalanya perlu dicari dan dirumuskan secara
terintegrasi agar diperoleh produktivitas lahan kering yang tinggi dan
berkelanjutan.
Teknologi mengatasi kendala lahan kering masam Pengapuran
merupakan salah satu teknik ameliorasi, dalam rangka untuk meningkatkan
produktivitas lahan kering masam, khususnya mengatasi kendala kandungan Al
dan Fe yang tinggi, disamping itu dapat menetralisasi keracunan Al maupun Fe
2

tersebut. Disamping itu penggunaan bahan organik juga perlu mendapat


perhatian yang lebih besar pula, karena mengingat lahan kering masam
umumnya telah mengalami degradasi bahan organik. Untuk meningkatkan
kandungan P tanah pada lahan kering masam hanya dapat dilakukan dengan
menambahkan pupuk P. Pada tanah mineral masam, ion fosfat dari pupuk P
diambil dari larutan tanah dan diserap oleh oksida besi dan aluminum pada
permukaan liat. Pengapuran penting untuk meningkatkan kesuburan dan
produktivitas tanah kering masam yang mengandung unsur beracun Al dan Fe.
Kapur yang diberikan ke tanah akan mengikat unsur-unsur racun tersebut,
sehingga pH tanah meningkat dan unsur-unsur hara seperti P dan K menjadi
bebas dan tersedia bagi tanaman. Namun demikian, pengapuran yang dilakukan
seyogyanya didasarkan kepada batas kritis toleransi tanaman terhadap unsur
racun tersebut, khususnya untuk Al.
Hasil penelitian pengapuran menunjukkan bahwa pemberian 2,0 ton
CaCO3/ha, 5,0 ton bahan organik/ha dan 40 kg P-alam/ha dapat meningkatkan
hasil tanaman kedelai di Kubang Ujo, Jambi (Santoso 2003) Selain defisiensi
nitrogen (N), defisiensi fosfor (P) juga merupakan pembatas utama pada lahan-
lahan kering masam. Dengan pemberian pupuk dan pengelolaan tanah dan
tanaman yang baik, produktivitas lahan kering masam dapat ditingkatkan
menjadi 5 kali lipat, yaitu dari sekitar 0,5-1,0 menjadi 2,5- 3,5 t ha-1 padi gogo
atau jagung per musim (Santoso 1997; Von Uexkull 1997; Adiningsih et al.
2001).
Optimalisasi lahan suboptimal, khususnya lahan kering masam untuk
pengembangan budidaya tanaman jagung sangat berpotensi diwujudkan yaitu
dengan cara terlebih dahulu menginfentarisasi dan menganalisis kembali
kelayakan teknologi-teknologi yang telah banyak dihasilkan, baik melalui
penelitian skala plot (komponen dan/atau paket teknologi) maupun penelitian
pengembangan. Selanjutnya komponen dan/atau paket teknologi tersebut diuji
dan dianalisis kelayakannya, diantaranya melalui analisis preferensi pengguna,
analisis kelayakan sosek, dan analisis dampak dari teknologi terpilih. Dengan
3

demikian, akan diperoleh teknologi unggulan budidaya jagung di lahan kering


masam yang secara ekonomi layak, sosial diterima dengan baik oleh petani dan
teknologinya tepat. Untuk mencapai produktivitas tanaman jagung yang tinggi
pada lahan kering masam, aplikasi pembenah tanah berupa kapur dan
rekapitalisasi fosfat perlu dilengkapi dengan pemberian bahan organik dan
unsur hara makro lainnya terutama nitrogen dan kalium. Dosis optimum semua
input tersebut diestimasi dengan konsep pemupukan berimbang melalui
pendekatan uji tanah. Hal ini penting karena berdasarkan karakteristik tanah dan
keperluan tanaman akan unsur hara maka dosis optimum yang
direkomendasikan dalam formulasi pemupukan berimbang berbeda (Widjaja
Adhi dan Silva, 1986).
Beberapa varietas jagung yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian antara lain varietas jagung Seri Bima (seperti Bima 3
- 12) dengan potensi hasil sekitar 11,7 – 13,2 t/ha dengan umur tanaman sekitar
88-100 hari, varietas jagung Seri Bisi (seperti Bisi 2-8), dan varietas jagung seri
JH (Jagung Hibrida), seperti JH 27 dan JH 36 dengan umur tanaman sekitar 90-
98 hari dan potensi hasil sekitar12,2 t/ha. Selain itu ada juga varietas jagung
yang dikembangkan oleh Non Badan Litbang Pertanian seperti varietas jagung
seri NT, NK, dan DK (Erawati dan Awaludin, 2009).
Amelioran merupakan bahan-bahan alami yang dimasukkan ke dalam
tanah yang berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Subatra,
2013). Pemberian amelioran dimaksudkan sebagai sumber hara, mengurangi
kemasaman tanah, dan sebagai sumber pengikat atau penyerap kation-kation
yang tercuci akibat aliran air serta meningkatkan kesuburan tanah di lahan
kering (Adimihardja dan Sutono 2005). Mencermati fenomena di atas maka
pengelolaan tanah yang berorientasi pada upaya meningkatkan dan
mempertahankan kandungan bahan organik tanah khususnya pada tanah Ultisol
merupakan solusi untuk memperbaiki kualitas kesuburan tanah dan
produktivitas tanaman. Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan adalah
melalui penambahan bahan amelioran yang mempunyai sifat stabil dan
4

mempunyai pengaruh jangka panjang (longterm effect) khususnya dalam


meningkatkan dan mempertahankan stabilitas bahan organik tanah dan
perbaikan sifat tanah yang menunjang perbaikan tata air dan hara tanah.
Pupuk kandang ayam merupakan pupuk yang berasal dari kandang
ternak baik merupakan kotoran (feses) yang bercampur dengan sisa makanan.
Pupuk kandang mangandung unsur hara lengkap yang di butuhkan bagi
pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen
(N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan sulfur (S).
Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain jenis hewan, umur, keadaan hewan, jenis makanan,
bahkan hamparan yang dipakai, perlakuan serta penyimpanan sebelum
diaplikasikan di lahan (Lingga dan Marsono, 2001).
Pupuk kandang yang diberikan ke lahan pertanian akan memberikan
keuntungan, antara lain: memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara bagi
tanah, menambah kandungan humus atau bahan organik ke dalam tanah,
meningkatkan (efektifitas) jasad renik, meningkatkan kapasitas penahan air,
mengurangi erosi dan pencucian serta peningkatan KTK dalam tanah
(Maimunah et al., 2019). Pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali
lebih besar daripada pupuk kandang yang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan
kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair
(urine) bercampur dengan bagian padat (Sutedjo, 2002).
Pemberian pupuk kandang sapi sebagai amelioran dapat memperbaiki
struktur tanah, dapat meningkatkan pH tanah dan mengandung unsur N, P, K
yang berpotensi untuk mensubstitusi sebagian unsur hara, menyediakan unsur
hara dan pengurai bahan organik oleh mikro organisme tanah. Pupuk kandang
sapi baik untuk dijadikan untuk meningkatkan bahan organik. Kelebihan pupuk
kandang sapi antara lain mudah diperoleh, memiliki kandungan serat yang
tinggi serta dapat memperbaiki struktur tanah. Pupuk kandang sapi juga
berperan dalam pengurai bahan organik oleh bantuan mikroorganisme tanah.
istilah lain untuk pupuk kandang sapi adalah pupuk dingin. Hasil pengukuran
5

C/N pupuk kandang sapi cukup tinggi >40. Pupuk kandang sapi juga
mengandung unsur hara makro dan juga mengandung unsur mikro yang baik
untuk dijadikan untuk memperbaiki tanah akibat kekurangan bahan organik
(Parnata, 2010).
Penggunaan biochar/arang limbah pertanian sebagai bahan pembenah
tanah alternatif. Biochar mampu bertahan lama di dalam tanah atau mempunyai
efek yang relatif lama, atau relatif resisten terhadap serangan mikroorganisme,
sehingga proses dekomposisi berjalan lambat (Tang et al., 2013). Bio-char dapat
berfungsi sebagai pembenah tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman
dengan memasok sejumlah nutrisi yang berguna serta meningkatkan sifat fisik
dan biologi tanah (Steiner et al., 2007). Beberapa tahun silam penduduk asli
Amazon telah memberikan charcoal ke dalam tanah dan hingga saat ini (100-
1000 tahun kemudian) terbukti bahwa kualitas sifat fisik dan kimia tanah
tersebut jauh lebih baik dibandingkan dengan tanah sekitarnya (Steiner et al.,
2007). Oleh karena itu, biochar dapat menjadi pembenah tanah alternatif yang
potensial untuk memperbaiki kualitas lahan yang telah terdegradasi khususnya
di lahan-lahan suboptimal.
Biochar terbukti efektif dalam menurunkan kemasaman tanah pada
lahan kering masam yang banyak ditemui pada lahan pertanian di Indonesia.
Kemasaman tanah pada lahan kering masam umumnya disebabkan tingginya
konsentrasi aluminium yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat dan mengurangi potensi lahan untuk menghasilkan pangan. Biochar
juga mampu mengurangi pencucian pestisida dan unsur hara dan pada akhirnya
berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan. Penambahan biochar juga
dilaporkan mampu meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation (KTK)
tanah. Peningkatan KTK tanah dengan penambahan biochar akan
meminimalkan resiko pencucian kation seperti K+ dan NH4 + (Yamato et al.,
2006; Novak et al., 2009)
Biochar bersifat basa (saat disintesis di bawah kondisi yang tepat) dan
sebagian kaya akan komponen basa (Ca, Mg, dan K) dapat berkontribusi untuk
6

netralisasi kemasaman tanah dan mengurangi kelarutan logam-logam beracun


seperti aluminium dalam tanah (Gruba dan Mulder 2008). Menurut hasil
penelitian Narzari et al, (2015) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu pirolisis
semakin tinggi pH biochar (pH biochar semakin bersifat basa). Kenaikan pH
disebabkan karena pemisahan garam alkali dari senyawa organik akibat
peningkatan suhu pirolisis. Peningkatan suhu ini akan mengakibatkan
kandungan C dalam biochar meningkat dan unsur O dan H dalam biochar
menurun.
Secara morfologis arang memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan
menyimpan hara tanah. Aplikasi arang sekam terutama pada lahan miskin hara
dapat membangun dan meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat
meningkatkan beberapa fungsi antara lain: sirkulasi udara dan air tanah, pH
tanah, merangsang pembentukan spora endo dan ektomikoriza, dan menyerap
kelebihan CO2 tanah. Sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan dan
hutan tanaman (Pari et al., 2002).
Abu sekam padi dapat dijadikan sebagai bahan amelioran untuk
meningkatkan pH tanah, karena memiliki kandungan CaO dan MgO (Nurita dan
Jumberi, 1997). Abu sekam padi dapat berfungsi mengubah struktur tanah
menjadi gembur sehingga perakaran berkembang baik dan menjadi lebih kuat.
Abu sekam padi berpengaruh nyata terhadap sifat biologis dan fisik tanah, selain
itu juga karena abu sekam memiliki kandungan unsur silikat yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit melalui
pengerasan jaringan (Asiah, 2006). Selain memiliki kandungan silikat yang
tinggi, abu sekam padi juga memiliki kandungan unsur K yang relatif tinggi.
Abu sekam padi dapat menurunkan intensitas serangan hama, tetapi sebaiknya
tidak diberikan secara tunggal melainkan dikombinasikan dengan pupuk
organik yang lain (Melati, 2008). Abu sekam padi merupakan salah satu bahan
yang dapat digunakan sebagai pengganti kapur karena mengandung unsur Ca
dan Mg. Kandungan ini menurut Kuswadi (1993), dapat menurunkan
kemasaman tanah karena Ca dan Mg dapat mengeser kedudukan H+ di
7

permukaan koloid tanah dan bergabung dengan asam karbonat dalam tanah.
Menurut Hakim et al., (1986), peningkatan kandungan Ca menyebabkan ion H
yang terserap pada koloid tanah berangsur-angsur dilepaskan sehingga pH tanah
naik sampai menuju keadaan netral.
Penggunaan kapur pertanian baik dalam bentuk CaCO3 maupun dolomit
dan bahan organik untuk meningkatkan produktivitas lahan masam telah lama
dianjurkan dan dikerjakan (Sudaryono et al., 2011). Bahan amelioran yang
sering digunakan dalam budidaya tanaman di lahan kering adalah dolomit
(mengandung unsur Ca sebesar 32,0% dan Mg sebesar 4,03%). Dolomit dapat
memperbaiki sifat fisik tanah, memperbaiki granulasi tanah sehingga aerasi
lebih baik, dan memperbaiki sifat kimia tanah yaitu menurunkan kepekatan ion
H, menurunkan kelarutan FE, Al dan Mn, meningkatkan ketersediaan C, Mg, P
dan Mo serta meningkatkan kejenuhan basa, memperbaiki sifat biologi tanah
yaitu meningkatkan kegiatas jasad renik tanah (Harsono et al., 2011).

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah:


1. Mahasiswa dapat mengetahui cara sidik cepat sifat fisik tanah.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh amelioran terhadap
pertumbuhan tanaman jagung di lahan kering sub optimal.
3. Mahasiswa dapat mengetahui jenis amelioran terbaik dalam
meningkatkan sifat tanah di lahan kering sub optimal.
TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Jagung

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan biji-bijian yang


berasal dari Amerika. Jagung tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan
bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Di Indonesia, Jagung manis (Zea mays
Saccharata), merupakan komoditi yang dapat diusahakan secara intensif karena
banyak digemari sehingga terbuka peluang pasar yang baik. Jagung manis selain
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan juga digunakan untuk bahan baku
industri gula jagung (Bakhri, 2007). Menurut Astawan dan Wresdiyati (2004)
Kedudukan taksonomi jagung adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Class : Angiosperm
Ordo : Graminales
Famili : Gramineae
Genus : Zea L.
Spesies : Zea mays L.

Akar

Tanaman jagung terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar,


batang, daun, bunga dan buah (tongkol). Jagung mempunyai tiga macam akar
serabut, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau
penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan
embrio. Akar adventif adalah akar yang berkembang dari buku di ujung
mesokotil. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada
dua atau lebih buku di atas permukaan tanah (Subekti et al., 2007).
Jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga type
akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh
radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang, akar ini tumbuh
9

dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4 cm dari permukaan tanah. Sementara
akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat
permukaan tanah. (Nurdin et al., 2009) Sistem perakaran tanaman jagung terdiri
atas akar-akar seminal, koronal, dan akar udara. Akar utama muncul dan
berkembang kedalam tanah saat benih ditanam. Pertumbuhan akar melambat
ketika batang mulai muncul keluar tanah dan kemudian berhenti ketika tanaman
jagung telah memiliki 3 daun.

Batang

Batang jagung tegak, tidak bercabang, terdiri atas beberapa ruas dan
buku ruas. Pada buku ruas muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol.
Tinggi tanaman jagung pada umumnya berkisar antara 60 – 300 cm, tergantung
dari varietas.

Daun

Daun jagung memanjang, mempunyai ciri bangun pita (ligulatus), ujung


daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer). Diantara pelepah dan helai daun
terdapat ligula (Subekti et al., 2008). Menurut Purwono dan Hartono (2007),
fungsi ligula adalah mencegah air masuk ke dalam kelopak daun dan batang.

Bunga

Bunga jantan dan bunga betina pada jagung terpisah dalam satu tanaman
(monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman, berupa karangan
bunga (inflorescence). Tongkol sebagai bunga betina, tumbuh dari buku
diantara batang dan pelepah daun (Aris et al., 2016).
10

Biji

Biji tanaman jagung dikenal sebagai kernel terdiri dari 3 bagian utama,
yaitu dinding sel, endosperma, dan embrio. Bagian biji ini merupakan bagian
yang terpenting dari hasil pemaneman. Bagian biji rata-rata terdiri dari 10%
protein, 70% karbohidrat, 2.3% serat. Biji jagung juga merupakan sumber dari
vitamin A dan E. (Fajarany et al., 2016).

Karakteristik Jagung yang Mengalami Defisiensi

Menurut Syafruddin dan Akil (2007) Tanaman jagung membutuhkan


sekitar 13 unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan
dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga disebut hara
primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara
sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut hara makro. Hara Fe, Mn,
Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit, disebut hara
mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan udara.
Gejala kahat hara yang timbul disebabkan karena kebutuhan hara tidak
terpenuhi baik dari tanah maupun dari pemberian pupuk. Tanaman kekurangan
unsur hara tertentu, maka gejala defisiensi yang spesifik akan muncul. Metode
visual ini tidak memerlukan perlengkapan yang mahal dan banyak serta dapat
digunakan sebagai penunjang informasi yang sangat penting untuk perencanaan
pemupukan pada musim berikutnya bagi teknik- teknik diagnostik lainnya.
Kahat hara yang dapat di deteksi dini dapat diatasi dengan penambahan pupuk
Berikut gejala defisiensi unsur hara pada tanaman jagung menurut Balitbangtan
(2010).

Kahat Nitrogen (N)

Pada tanaman masih muda seluruh permukaan daun berwarna hijau


kekuningan. Daun berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju
11

tulang daun. Warna kuning membentuk huruf V. Gejala nampak pada daun
bagian bawah, karena N sifatnya mobil dalam tanaman, gejala kahat N ini
berangsur-angsur akan merambah ke daun-daun di atasnya. Daun tua akan mati
dan tanaman yang kekurangan N akan tumbuh kerdil, pembungaan terlambat,
dan pertumbuhan akar terbatas sehingga produksi rendah.

Kahat Fosfor (P)

Kahat fosfor umunya sudah tampak waktu tanaman masih muda. Gejala
awal dimulai dengan daun yang berwarna ungu-kemerahan. Hasil tongkol
menunjukkan tongkolnya kecil dengan ujung janggel melengkung. Suhu tinggi
dan udara kering dapat menyebabkan kahat P, meskipun P dalam tanah cukup.
Kahat P menyebabkan pemasakan biji menjadi lambat dan produksi rendah.

Kahat Kalium (K)

Kahat kalium dimulai dengan warna kuning atau kecoklatan sepanjang


pinggir daun pada daun tua. Warna tersebut akan berkembang kearah tulang
daun utama dan pada daun-daun di atasnya. Gejala umum kahat K lainnya
adalah warna coklat tua pada buku batang bagian dalam dan dapat diketahui
dengan mengiris batang secara memanjang. Ukuran tongkol kadang-kadang
tidak terlalu dipengaruhi seperti halnya pada kahat N dan P, tetapi biji-biji pada
jagung tidak berkembang dan tongkol jagung memiliki banyak klobot dengan
biji sedikit sebagai akibat kahat K.

Kahat Belerang (S)

Kahat belerang tampak pada daun muda yang bewarna hijau muda
dengan pertumbuhan yang terhambat. Sering dijumpai pada tanah berpasir atau
tanah dengan bahan organik rendah. Berbagai pupuk yang mengandung S dapat
digunakan untuk mengatasi kahat belerang ini.
12

Kahat Magnesium (Mg)

Kahat magnesium menyebabkan timbulnya warna keputihan sepanjang


kanan kiri tulang daun pada daun tua dengan warna merah keunguan sepanjang
pinggir daun. Gejala ini dapat merupakan indikasi bahwa tanah tersebut masam,
terutama timbul pada tanaman muda dengan pengolahan tanah yang kurang
intensif. Pemberian dolomit dapat mengatasi masalah kahat Mg ini pada tahun-
tahun berikutnya.
Salah satu faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman, khususnya tanaman jagung pada lahan kering yang bereaksi masam di
daerah tropis basah adalah keracunan Al. Keracunan Al dapat menyebabkan
kerusakan dan terhambatnya pertumbuhan akar tanaman. Kerusakan akar yang
disebabkan oleh Al mengakibatkan rendahnya kemampuan tanaman menyerap
hara dan air, sehingga tanaman akan kekurangan hara dan mudah kekeringan
yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Pada tanah dengan kejenuhan Al tinggi, tanaman jagung cenderung tumbuh
pendek, tepi daun yang menguning berubah menjadi coklat lalu kering, tanaman
akan mudah rebah, karena batangnya lemah (Dalimunthe et al., 2015).

Amelioran

Menurut Mulyani et al. (2004), lahan kering Indonesia sekitar 148 juta
ha yang dapat dikelompokkan menjadi lahan kering asam 102.8 juta ha dan
lahan kering tidak asam seluas 45.2 juta ha. Secara keseluruhan sebagian besar
lahan daratan Indonesia termasuk pada lahan masam, yang sebagian telah
dimanfaatkan untuk memproduksi berbagai jenis komoditas pertanian, baik
tanaman pangan maupun tanaman perkebunan dan hortikultura.
Pertumbuhan tanaman pada lahan kering masam akan mengakibatkan
tingkat produktivitas lahan yang rendah untuk beberapa jenis tanaman pangan
seperti padi, jagung, dan kedelai. Menurut Badan Pusat Statistik (2015) terjadi
penurunan produksi tanaman pangan. Penurunan tersebut terjadi karena faktor
13

pertambahan penduduk yang pesat disertai dengan kemajuan teknologi dan


industri yang akhirnya menggeser fungsi lahan pertanian menjadi lahan
perumahan dan industri (Wahyuningsih, 2018). Sehingga peningkatan
produktivitas terhadap tanaman pangan dapat ditingkatkan dengan pembenah
tanah atau ameliorasi.
Amelioran merupakan suatu bahan yang digunakan baik dengan cara
pembenaman ataupun penggenangan guna untuk memperbaiki sifat kimia tanah
(Subatra, 2013). Bahan organik yang terdapat pada bahan amelioran kompos
jerami padi, pupuk kandang sapi, pupuk hijau dan biochar mempunyai peranan
yang penting dalam peningkatkan produktivitas tanah (Avifah dkk., 2022).
Bahan pembenah tanah (amelioran) dikenal juga sebagai soil
conditioner. Di kalangan ahli tanah diartikan sebagai bahan-bahan sintetis atau
alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu
memperbaiki struktur tanah, dapat merubah kapasitas tanah menahan dan
melalukan air, serta dapat memperbaiki kemampuan tanah dalam memegang
hara, sehingga air dan hara tidak mudah hilang, namun tanaman masih mampu
memanfaatkan air dan hara tersebut. Pada awalnya konsep utama dari
penggunaan pembenah tanah adalah: (1) pemantapan agregat tanah untuk
mencegah erosi dan pencemaran, (2) merubah sifat hidrophobik dan hidrofilik,
sehingga dapat merubah kapasitas tanah menahan air, dan (3) meningkatkan
kemampuan tanah dalam memegang hara dengan cara meningkatkan kapasitas
tukar kation (KTK) (Arsyad, 2000). Selanjutnya pembenah tanah juga
digunakan untuk memperbaiki sifat kimia tanah lainnya, misalnya untuk
perbaikan reaksi tanah dan menetralisir unsur atau senyawa beracun. Dalam
hubungannya dengan perbaikan sifat kimia tanah, bahan pembenah tanah sering
dikenal sebagai soil ameliorant (Dariah et al., 2015).
Pembenah tanah seringkali juga mengandung unsur hara, namun tidak
digolongkan sebagai pupuk karena kandungannya relatif rendah, sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan tanaman, selain itu seringkali unsur hara yang
dikandungnya dalam bentuk yang belum atau lambat tersedia untuk tanaman.
14

Bahan organik sebenarnya merupakan bahan pembenah tanah yang sudah relatif
memasyarakat, meskipun umumnya petani memberikan bahan organik lebih
ditujukan sebagai pupuk. Berbeda dengan pupuk yang diberikan untuk
menambah atau melengkapi unsur hara dan umumnya diberikan dalam jumlah
relatif kecil, sebagai bahan pembenah tanah, bahan organik harus diberikan
dalam jumlah yang relatif besar (Suwardi 2007), sehingga didapatkan manfaat
yang nyata.
Kebanyakan pembenah tanah ditujukan untuk memperbaiki sifat tanah
tertentu. Misalnya kapur terutama ditujukan untuk peningkatan pH, zeolit untuk
perbaikan KTK, hidrogel untuk meningkatkan kemampuan tanah memegang
air, dan lain sebagainya. Selain untuk tanah mineral, pembenah tanah diperlukan
pula untuk perbaikan kualitas tanah atau penanggulangan faktor pembatas pada
tanah organik. Misalnya pada tanah gambut, bahan pembenah tanah diperlukan
untuk menanggulangi tingginya asam organik terutama yang berbentuk
monomer, yang dapat meracuni tanaman. Ameliorasi pada tanah gambut juga
diperlukan untuk menekan laju emisi karbon dari tanah gambut (Mario dan
Sabiham 2002, Subiksa et al. 2011).
Berbagai bahan alami seperti abu sekam, abu kayu gergajian, garam
dapur, zeolit, trusi, lumpur rawa, limbah kandang ternak, dan abu vulkan dapat
digunakan sebagai bahan amelioran (Noor, 2001). Adapun berbahan
mineral/anorganik seperti kapur, dolomit, dan zeloit. Dengan formulasi tertentu
diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan pertumbuhan dan
oerkembangan tanaman pada lahan.

Abu Sekam

Abu merupakan sisa hasil pembakaran bahan organik seperti kayu,


sampah, gulma dan sisa hasil pertanian seperti sekam dan jerami. Abu
mengandung semua unsur hara secara lengkap baik makro maupun mikro
(kecuali N pembakaran jaringan tanaman secara sempurna menyebabkan N
15

menguap), memiliki pH tinggi (8,5 – 10), tidak mudah tercuci, dan mengandung
kation basa seperti K, Ca, Mg, dan Na relatif tinggi. Namun demikian
dibandingkan dengan kapur kemampuannya menaikkan pH relatif rendah. Abu
sekam padi banyak mengandung silikat (silikon dan oksigen) dalam bentuk
tersedia sehingga berpengaruh positip terhadap produktivitas tanaman di lahan
gambut. (Yusuf et al., 2019)
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang
terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan.
Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan
menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai
biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku
industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar (BPPP, 2000).
Sekam padi bila dibakar akan menghasilkan arang sekam atau abu
sekam. Abu sekam padi dapat berfungsi mengubah struktur tanah menjadi
gembur sehingga perakaran berkembang baik dan menjadi lebih kuat. Abu
sekam padi berpengaruh nyata terhadap sifat biologis dan fisik tanah, selain itu
juga karena abu sekam memiliki kandungan unsur silikat yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan
jaringan (Asiah, 2006). Selain memiliki kandungan silikat yang tinggi, abu
sekam padi juga memiliki kandungan unsur K yang relatif tinggi. Abu sekam
padi dapat menurunkan intensitas serangan hama, tetapi sebaiknya tidak
diberikan secara tunggal melainkan dikombinasikan dengan pupuk organik
yang lain (Melati, 2008).

Pupuk Kandang Ayam

Pupuk kandang ayam merupakan pupuk yang berasal dari kandang


ternak baik merupakan kotoran (feses) yang bercampur dengan sisa makanan.
Pupuk kandang mangandung unsur hara lengkap yang di butuhkan bagi
pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen
(N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan sulfur (S).
16

Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh


beberapa faktor antara lain jenis hewan, umur, keadaan hewan, jenis makanan,
bahkan hamparan yang dipakai, perlakuan serta penyimpanan sebelum
diaplikasikan di lahan (Lingga dan Marsono 2001).
Pupuk kandang yang diberikan ke lahan pertanian akan memberikan
keuntungan, antara lain: memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara bagi
tanah, menambah kandungan humus atau bahan organik ke dalam tanah,
meningkatkan (efektifitas) jasad renik, meningkatkan kapasitas penahan air,
mengurangi erosi dan pencucian serta peningkatan KTK dalam tanah. Pupuk
kandang yang berasal dari kotoran ayam padat mengandung 0.40 % N, 0.10 %
P, dan 0.45 % K, sedangkan kotoran ayam cair mengandung 1.00 % N, 0.80 %
P, dan 0.40 % K. Tidak semua unsur hara tersebut dapat dimanfaatkan oleh
tanaman karena sebagian hilang sewaktu pengolahan. Kehilangan tersebut
terutama karena pencucian serta dekomposisi aerob dan anaerob (Marsono dan
Sigit, 2008). Pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar
daripada pupuk kandang yang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan
unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair (urine)
bercampur dengan bagian padat (Sutedjo, 2002).
Iqbal (2008) mengemukakan bahwa dengan pemberian pupuk kandang
dapat menyebabkan ketersediaan hara N, P, dan K di dalam tanah menjadi
seimbang, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman.
Pupuk kandang dapat berfungsi sebagai energi bagi mikroorganisme, penyedia
sumber hara, penambah kemampuan tanah menahan air dalam tanah, dan untuk
memperbaiki struktur tanah (Setiawan, 2010). Pemberian amelioran pupuk
kandang ayam selain mampu meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah
juga dapat menekan emisi gas rumah kaca dari lahan gambut (Adriany dkk.,
2016).
17

Pupuk Kandang Sapi

Bahan pembenah lain seperti pupuk kandang sapi memiliki kandungan


nitrogen yang tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya. Menurut
Widowati dkk. (2005) kandungan nitrogen pada pupuk kandang sapi sebesar
2,34% sedangkan kandungan nitrogen pada pupuk kandang kambing dan ayam
sebesar 1,5% dan 1,85%. Serta kandungan lain yang terdapat pada pupuk
kandang sapi antara lain P2O5 0,61 %, K2O 1,58 %, Ca 1,04 %, Mg 0,33 %,
Mn 179 ppm dan Zn 70,5 ppm.

Arang Sekam

Arang sekam merupakan bahan pembenah tanah yang mampu


memperbaiki sifat-sifat tanah dalam upaya rehabilitasi lahan dan memperbaiki
pertumbuhan tanaman (Supriyanto dan Fiona, 2010). Penambahan arang sekam
ke dalam media tanam tanah Inceptisols yang memiliki drainase buruk dapat
meningkatkan ruang pori total dan mempercepat drainase air tanah (Kusuma
dkk., 2013). Arang dan abu sekam adalah sumber bahan organik yang sulit
terdekomposisi, karena tingginya kandungan lignin. Berdasarkan penelitian
Kiswando (2011), arang sekam banyak mengandung lignin, selulosa dan
hemiselulosa. Lignin merupakan senyawa organik sebagai sumber C organik,
tetapi lignin mempunyai sifat sulit untuk terdekomposisi.
Dalam berbagai penelitian mengenai penambahan arang sekam ke dalam
media tanam sebagai pembenah tanah dengan perbandingan 1:1 menunjukkan
hasil tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, bobot basah, dan
bobot konsumsi tertinggi pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). Sementara
itu, penelitian penelitian lain menunjukkan terjadi interaksi antara perlakuan
arang sekam dan kompos kotoran kambing terhadap tinggi tanaman, bobot segar
hasil, dan bobot kering tanaman segau (Vernonia cinerea) saat panen (Gustia
(2013) dan Syahid (2014) dalam Onggo (2017)). Arang sekam dapat
18

meningkatkan pH tanah dan suplai unsur hara terutama Ca, Mg, K dalam tanah
(Kusuma, 2013).
Penambahan bahan organik yaitu arang sekam yang dimana memiliki
kemampuan menahan air yang tinggi dan porositas yang baik. Sifat ini
menguntungkan jika digunakan sebagai media tanam karena mendukung
perbaikan struktur tanah karena aerasi dan drainase menjadi lebih baik (Hartati,
dkk, 2019) serta memiliki pH anatara 8-9 yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pH tanah asam dan pupuk padat kotoran sapi. Arang sekam
memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, sehingga mampu mengikat
kation-kation tanah yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman.

Dolomit

Kapur pertanian yang mengandung Mg dikenal sebagai dolomit. Pada


tanah mineral masam, sumber kemasaman tanah yang utama adalah Al3+ yang
akan menyumbangkan H+ ke dalam larutan tanah melalui proses hidrolisis
dengan reaksi: Al3+ + 3H2O  Al(OH)3 + 3H+. Senyawa CaO dan MgO dalam
tanah akan bereaksi dengan air membentuk CaCO3 dan MgCO3 yang berperan
dalam penurunan Aldd dalam tanah. Pemberian Kaptan atau Dolomit ke dalam
tanah dapat mengendapkan Al3+ menjadi Al(OH)3 sehingga Al tidak aktif
dalam meningkatkan kemasaman tanah. Dolomit mengandung 30% CaO dan
18% MgO (Dariah dkk., 2015).
Dolomit digunakan pada tanah-tanah masam dan juga mengalami
kekurangan Mg, sehingga selain menurunkan kemasam juga mampu menambah
hara Mg. Sebagai salah satu contoh untuk tanah-tanah Ultisol yang bersifat
masam, agar memperoleh hasil yang lebih baik sebaiknya ditambahkan dolomit.
Dosis dolomit untuk setiap hektar lahan pertanian berkisar dari 0,5 ton sampai
2,0 ton atau lebih, tergantung peningkatan pH yang diinginkan. Makin tinggi
peningkatan pH makin banyak dolomit yang dibutuhkan. Ameliorasi dengan
dolomit secara umum menunjukkan pengaruh yang lebih baik terhadap sifat
sifat kimia dan biologi tanah (Dariah dkk., 2015).
19

Faktor Pembatas Penggunaan Lahan Kering

Menurut Hairiah et al. (2000), dalam usaha tani di lahan kering salah
satu permasalahan lahan yang dihadapi adalah kemasaman tanah. Kemasaman
tanah berkembang dari bahan induk dengan pH kurang dari 5,5 dan aluminium
yang dapat ditukar (Al-dd) dalam tanah yang tinggi. Tingkat kemasaman tanah
berpengaruh langsung terutama pada pola ketersediaan unsur hara yang dapat
diserap oleh tanaman (Wijanarko & Taufiq, 2004).
Menurut Kasryno & Soeparno (2012), keadaan air di lahan kering di
Indonesia diklasifikasikan sebagai air tanah dangkal (kedalaman 30-60 meter)
dan air tanah dalam (kedalaman > 60 meter). Keadaan kadar air dapat meningkat
jika terdapat ikatan fisika bahan organik dan peningkatan laju infiltrasi. Namun
proses dekomposisi bahan organik juga tidak dapat menjamin terhadap
peningkatan air yang tersimpan dalam tanah.
Menurut Hidayat & Mulyani (2002), di Indonesia lahan kering sebagian
besar terdapat di wilayah bergunung (> 30%) dan berbukit (15-30%). Lahan
kering berlereng curam sangat peka terhadap erosi, terutama bila diusahakan
untuk tanaman pangan semusim dan curah hujannya tinggi. Lahan semacam ini
lebih sesuai untuk tanaman tahunan, namun kenyataannya banyak dimanfaatkan
untuk tanaman pangan, sedangkan perkebunan banyak diusahakan pada lahan
datar-bergelombang dengan lereng < 15% (Abdurachman et al., 2008).
Tingkat kesuburan di lahan kering terutama keadaan unsur hara fosfor
dan kalium rendah yang disebabkan oleh bahan induk yang rendah hara atau
tingkat pelapukan intensif. Pengelolaan lahan yang kurang tepat seperti
pemberian pupuk fosfor dan kalium kurang sesuai dengan status hara dan
kebutuhan tanaman sehingga dapat menguras hara dari dalam tanah. Selain itu,
kandungan alumunium yang tinggi dan kandungan karbon organik yang rendah
dapat menyebabkan mikroorganisme tidak dapat berkembang dengan baik
(Kasno, 2019).
20

Menurut (Abdurachman et al., 2008), pada umumnya lahan kering


memiliki lapisan olah tanah yang tipis dan kadar bahan organik rendah. Bahan
organik memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Meskipun kontribusi unsur hara dari bahan organik tanah relatif
rendah, peranannya cukup penting karena selain unsur NPK, bahan organik juga
merupakan sumber unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg, dan Si
(Suriadikarta et al., 2002).

Pengelolaan Lahan Kering

Dalam pengelolaan lahan kering, penambahan amelioran sering


dilakukan untuk menurunkan kemasaman tanah sehingga dapat digunakan
untuk budidaya tanaman pertanian. Hasil penelitian Subiksa (2018)
menunjukkan perlakuan amelioran berupa kapur dapat meningkatkan pH tanah
untuk pertumbuhan tanaman kacang hijau. Besarnya peningkatan pH tanah
terjadi secara bertahap mengikuti peningkatan dosis amelioran kapur yang
diberikan. Nilai pH tanah tertinggi didapatkan pada perlakuan kapur dengan
dosis 1,5 kali Al-dd yang meningkatkan pH sampai 4,99. Peningkatan pH tanah
terjadi karena pemberian amelioran dapat berpengaruh terhadap meningkatnya
ketersediaan hara dan menekan kelarutan unsur-unsur beracun.
Selain dapat meningkatkan pH, amelioran juga berperan penting dalam
meningkatkan unsur hara tanah di lahan kering. Hasil penelitian Prasetyowati et
al. (2019) menunjukkan pemberian amelioran berupa pupuk kandang ayam
memberikan pengaruh lebih baik terhadap hasil tanaman koro pedang. Hal ini
diduga karena pupuk kandang ayam memiliki kandungan unsur hara yang lebih
baik, sehingga pemberian pupuk kandang ayam mampu meningkatkan
kandungan bahan organik pada tanah dan tingkat kesuburan menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil uji laboratorium, diketahui kandungan unsur P2O5 dan K2O
pada tanah dengan perlakuan pupuk kandang ayam masing-masing sebesar
188,2 mg per 100 g dan 40,2 mg per 100 g. Hal tersebut menunjukkan bahwa
21

pemberian pupuk kandang ayam mampu meningkatkan kandungan unsur hara


fosfor dan kalium.
BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:


Singkapan Tanah. Singkapan tanah yang digunakan pada praktikum ini
adalah tanah kering masam.
Air. Air digunakan untuk analisa tekstur tanah.
Tanah. Tanah yang digunakan pada praktikum ini adalah tanah kering
masam.
Pupuk Kandang. Pupuk kandang yang digunakan sebagai perlakuan
adalah pupuk kandang ayam.
Abu Sekam Padi. Abu sekam padi digunakan sebagai perlakuan.
Arang Sekam Padi. Arang sekam padi digunakan sebagai perlakuan.
Kapur Pertanian. Kapur pertanian digunakan sebagai perlakuan.
Benih Jagung Bonanza F1. Benih jagung Jagung Bonanza F1 digunakan
sebagai tanaman yang diamati.

Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:


Pisau. Pisau digunakan untuk memberi tanda batas antar lapisan tanah.
Plastik klip. Plastik klip digunakan untuk wadah sampel antar lapisan
tanah.
Meteran. Digunakan untuk mengukur jarak antar lapisan tanah.
Smarthphone. Digunakan untuk menjalankan aplikasi serta
dokumentasi.
Aplikasi Klinometer. Digunakan untuk mengukur kelerengan.
Aplikasi Soil Chart. Digunakan untuk menentukan warna tanah.
pH Meter Universal. Digunakan untuk mengukur pH.
23

Alat Tulis. Digunakan untuk mencatat data.


Polybag. Polybag yang digunakan berukuran 10 cm x 20 cm.
Timbangan/Neraca Analitik. Digunakan untuk menimbang bahan
praktikum.
pH meter. Digunakan untuk mengukur perubahan pH tanah.
Cangkul. Digunakan untuk mengambil tanah di lapangan.
Kamera. Digunakan sebagai dokumentasi selama praktikum.

Rancangan Percobaan

Percobaan dalam praktikum ini disusun menggunakan Rancangan Acak


Lengkap (RAL) satu faktor. Faktor yang diteliti adalah Jenis Amelioran (A)
yang terdiri dari 6 taraf perlakuan, yakni:
a0 : Tanpa amelioran (kontrol)
a1 : Kapur pertanian 8,8 g/polybag
a2 : Kapur pertanian 8,8 g/polybag + Abu sekam padi 17,4 g/polybag
a3 : Kapur pertanian 8,8 g/polybag + Arang sekam padi 17,4 g/polybag
a4 : Kapur pertanian 8,8 g/polybag + Pupuk kandang ayam 17,4 g/polybag
a5 : Kapur pertanian 8,8 g/polybag + Pupuk kandang sapi 17,4 g/polybag
diulang sebanyak 4 kali ulangan, sehingga diperoleh 24 satuan percobaan.

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan dari Bulan Maret sampai dengan Bulan April
2022. Mulai dari persiapan lapangan sampai dengan ujian. Praktikum bertempat
di Rumah Kaca Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru dan via Zoom Meeting.
24

Pelaksanaan Praktikum

Persiapan Tanah. Tanah yang digunakan adalah tanah berjenis Ultisol


yang diambil dari Jalan Gunung Kupang Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru.
Kemudian tanah diaduk yang kemudian diayak dengan tujuan memilah antara
tanah dengan campuran ranting, batu, atau lainnya yang terbawa. Selanjutnya
tanah diaduk hingga homogen. Kemudian tanah ditimbang seberat 2 kg dan
dimasukkan ke dalam polybag dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Kompos dengan
dosis 10 ton/ha dimasukkan ke dalam polybag sesuai dengan perlakuan dan
diinkubasi selama satu minggu.
Aplikasi Amelioran. Amelioran ditimbang sesuai dengan dosis pada
perlakuan: a0 = tanpa amelioran (kontrol); a1 = kapur pertanian 8,8 g.polybag-1
; a2 = kapur pertanian 8,8 g.polybag-1 + abu sekam padi 17,4 g.polybag-1; a3 =
kapur pertanian 8,8 g.polybag-1 + arang sekam padi 17,4 g.polybag-1; a4 = kapur
pertanian 8,8 g.polybag-1 + pupuk kandang ayam 17,4 g.polybag-1 a5 = kapur
pertanian 8,8 g.polybag-1 + pupuk kandang sapi 17,4 g.polybag-1 ke dalam
polybag dan diinkubasi selama dua minggu. Selama masa inkubasi, kelembaban
tanah dijaga dengan menambahkan air.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini yaitu pengukuran pH


tanah, tinggi tanaman dan jumlah daun. Pengukuran pH dilakukan pada awal
tanam dan akhir pengamatan (3 minggu setelah awal tanam) sedangkan
pengamatan tinggi dan jumlah daun dilakukan setiap minggu. Setiap minggunya
kegiatan praktikum harus didokumentasikan secara jelas, mulai dari pengolahan
tanah, penanaman, pengamatan, pemeliharaan, sampai panen.
25

Analisis Data

Data yang diperoleh di lapangan akan ditabulasi dan diuji


kehomongenannya menggunakan ragam bartlet yang jika data sudah homogen
akan dianalisis uji F (ANOVA) dengan taraf signifikansi 5%, jika perlakuan
berpengaruh nyata maka akan diuji lanjut dengan DMRT pada taraf signifikansi
5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan keadaan lokasi singkapan tanah dapat dilihat pada tabel
dan gambar berikut.
Tabel 1. Keadaan fisik lokasi singkapan tanah
Keadaan di Lapangan Keterangan
Koordinat -3.51447, 114.86352
Alamat Jalan Sungai Tiung, Cempaka, Kota Banjarbaru,
Kalimantan Selatan, 70734
Tekstur Lapisan Permukaan Geluhan
Bawah Permukaan 1 Geluhan
Bawah Permukaan 2 Geluhan
Permeabilitas Lapisan Permukaan Sedang
Bawah Permukaan 1 Sedang
Bawah Permukaan 2 Sedang
Kelas Drainase Alami Drainase Berlebihan
Batuan Induk <150 cm
Kelerengan 1,26%
Fragmen Batuan Sangat Banyak
Jarak Singkapan Batuan >60 cm
Kepadatan Tanah Padat
Genangan Tidak Ada
Kontur Tanah Berbukit
Vegetasi Rumput dan Perdu
Batuan Permukaan Ada
Penggunaan Lahan Hutan Konservasi
27

Tabel 2. Hasil uji pH dan warna setiap lapisan tanah


Kedalaman
Lapisan pH Kriteria Warna Tanah
(cm)
Ke-1 - 5,6 Masam Brown
Ke-2 - 5,3 Masam Light Brownish
Ke-3 - 4,3 Masam Grey
Ke-4 - 4,5 Masam Reddish Brown
Ke-5 - 5 Masam Light Olive Brown
Ke-6 130 4 Sangat Masam Olive Brown

Gambar 1. Singkapan tanah di lapangan


28

Tabel 3. Pengamatan tinggi tanaman jagung


Tinggi Tanaman (cm)
Perlakuan Ulangan
1 MST 2 MST 3 MST 4 MST
1 14,7 27 0 0
2 7,8 9,2 32,5 28,5
A0
3 14 33,5 34,5 33
4 6,3 9,2 16,4 25,6
1 17,6 24,5 22 25
2 2 0 0 0
A1
3 10 17,3 19 15,8
4 0 0 0 0
1 9 12,2 21 23,8
2 8 0 0 0
A2
3 15 27,6 30,1 28
4 2 22 34 30,1
1 16 35,5 34 21
2 9 10 8 13
A3
3 1,5 13,5 19,7 15
4 10 25 24,5 0
1 8,2 0 0 0
2 6 7 30 28,6
A4
3 8,5 13 11,5 0
4 13,9 26,5 16 24,1
1 20,5 38,5 32,9 32
2 16,5 32 34,5 31
A5
3 20,5 39 39,2 28,3
4 19,5 36 37,6 35,4
Keterangan : 1 MST = 1 minggu setelah tanam; 2 MST = 2 minggu setelah tanam; 3 MST
= 3 minggu setelah tanam; 4 MST = 4 minggu setelah tanam
29

Tabel 4. Pengamatan jumlah helai daun tanaman jagung


Jumlah Daun (helai)
Perlakuan Ulangan
1 MST 2 MST 3 MST 4 MST
1 2 3 0 0
2 1 2 3 6
A0
3 2 3 3 5
4 1 1 3 5
1 2 3 4 3
2 0 0 0 0
A1
3 2 3 2 5
4 0 0 0 0
1 2 3 3 3
2 1 0 0 0
A2
3 2 3 2 3
4 0 2 3 4
1 2 4 2 3
2 1 3 1 3
A3
3 0 2 3 3
4 2 3 3 0
1 2 0 0 0
2 1 2 4 4
A4
3 1 3 1 0
4 2 3 4 5
1 2 4 2 2
2 2 4 3 3
A5
3 2 4 4 2
4 2 4 3 2
Keterangan : 1 MST = 1 minggu setelah tanam; 2 MST = 2 minggu setelah tanam; 3 MST
= 3 minggu setelah tanam; 4 MST = 4 minggu setelah tanam
30

Pembahasan

Dari praktikum yang dilakukan didapat beberapa hasil yaitu berupa data
keadaan fisik singkapan tanah, pH dan warna setiap lapisan tanah serta hasil dari
pengamatan tanaman jagung menggunakan perlakuan penambahan amelioran.
Menurut tabel 1 tentang pengamatan keadaan fisik lokasi singkapan tanah
di Jalan Sungai Tiung, Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70734,
yang berkoordinat di -3.51447, 114.86352 memiliki tekstur lapisan geluhan di
setiap lapisannya yaitu lapisan permukaan, lapisah bawah permukaan pertama dan
kedua yaitu geluhan. Hal ini dikarenakan tekstur tanahnya yang terasa agak kasar,
tidak lekat, dapat dibentuk menjadi bola, dapat dibentuk menjadi pita dengan
panjang sekitar 2,5 cm dan ketika ditekan meninggalkan bekas sidik jari. Lapisan
tanah di tempat ini memiliki permeabilitas yang sedang. Untuk kelas drainasi alami
dilakukan pengamatan berdasarkan jarak kedalaman ke bercak dan warna pada
lapisan tanah. Pada lapisan tanah tersebut memiliki kelas drainase berlebihan
dikarenakan kedalam ke bercak yaitu >150 cm dengan warna lapisan permukaan
yang berwarna coklat gelap, lapisan bawah permukaan berwarna kekuningan dan
lapisan induk berwarna kecoklatan. Untuk kelerengan diuji menggunakan aplikasi
Klinometer pada gawai dan ditentukan kelerengannya yaitu 1,26%. Untuk fragmen
batuan diuji dengan mengambil sebongkah tanah lalu menbaginya menjadi 8 bagian
yang mana fragmen batuan di tempat tersebut sangat banyak. Jarak singkapan
batuan pada lapisan tanah di tempat tersebut adalah >60 cm atau tidak ada
singkapan batuan. Kepadatan tanah pada lapisan di tempat tersebut adalah padat.
Tidak adanya genangan pada lapisan atas tanah, kontur tanahnya yang berbukit,
vegetasi yang terdapat pada tempat tersebut banyak terdapat rumput dan tanaman
perdu, memiliki batuan permukaan yang cukup banyak dan lahan tersebut cocok
digunakan sebagai hutan konservasi karena dilihat dari beberapa aspek, lahan
tersebut cocok digunakan sebagai hutan konservasi yang mana di tempat tersebut
dapat tumbuh tanaman tanaman rumput, perdu dan juga pepohonan yang pastinya
juga menggunakan pengelolaan lahan yang baik.
31

Menurut uji pH yang dilakukan dapat dilihat hasil pH dari setiap lapisan
tanah yang ada pada lahan tersebut. Uji pH ini dilakukan untuk mengetahui pH dari
setiap lapisan tanah yang diteliti. Caranya dengan mencampur lapisan tanah dengan
aquades lalu diaduk dan ditunggu sampai tanah tertinggal di dasar gelas lalu diukur
menggunakan kertas lakmus dan pH meter. Untuk hasil pH tiap lapisan yaitu untuk
lapisan pertama memiliki pH 5,6 yang berarti tanahnya bersifat masam dan
tanahnya berwarna brown. Untuk lapisan kedua memiliki pH 5,3 yang berarti
tanahnya bersifat masam dan tanahnya berwarna light brownish, lapisan ketiga
memiliki pH 4,3 yang berarti tanahnya bersifat masam dan tanahnya berwarna grey,
lapisan keempat memiliki pH 4,5 yang berarti tanahnya masam dan tanahnya
berwarna reddish brown, lapisan kelima memiliki pH 5 yang berarti tanahnya
bersifat masam dan tanahnya berwarna light olive brown, dan lapisan terakhir
memiliki pH 4 yang berarti tanahnya bersifat sangat masam dan tanahnya berwarna
olive brown.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai amelioran
pada tinggi tanaman 2 dan 3 MST (minggu setelah tanam) berpengaruh nyata. Pada
2 minggu setelah tanam, perlakuan A0 (kontrol) menunjukkan hasil yang tertinggi
dari pengamatan tinggi tanaman yaitu 0,56 cm. Perlakuan yang paling rendah
adalah perlakuan A4 (kapur pertanian + pupuk kotoran ayam) dan A5 (kapur
pertanian + pupuk kotoran sapi) yang tinggi tanamannya 0,31 cm. Selisih dari kedua
perlakuan tersebut yaitu 0,25 cm. Pada 3 minggu setelah tanam menunjukkan nilai
perlakuan A5 dengan nilai tertinggi 36,05 cm dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A4 dengan nilai 20,91 cm. Hal ini dikarenakan adanya kandungan hara
pada masing-masing amelioran yang berbeda. Menurut Widowati, dkk (2015)
kandungan nitrogen pada pupuk kotoran sapi lebih tinggi dibandingkan dengan
pupuk kotoran ayam. Berdasarkan penelitian Hartatik et al., (2005) kandungan hara
nitrogen pada pupuk kotoran sapi sebanyak 2,34% sedangkan pada kotoran ayam
hanya 1,70%. Adanya kandungan nitrogen yang tercukupi pertumbuhan akar, daun
dan bunga tidak terhambat sehingga tinggi tanaman yang dihasilkan tidak kerdil.
Selain itu juga adanya penambahan dolomit (kapur pertanian) dapat menghambat
32

terjadinya pertumbuhan akar yang rusak sehingga tanaman akan lebih mudah
menyerap hara dan air. Menurut Dariah, dkk (2015) dolomit dapat digunakan pada
tanah-tanah yang masam, ameliorasi dengan penambahan dolomit juga dapat
menunjukkan pengaruh yang lebih baik terhadap sifat-sifat kimia dan biologi tanah.
Pengaruh pada pemberian berbagai amelioran, hasil analisis ragam pada
jumlah daun 1 dan 3 MST (minggu setelah tanam) berpengaruh nyata. Pada 1
minggu setelah tanam, perlakuan A1 (kapur pertanian) menunjukkan hasil tertinggi
dari pengamatan jumlah daun yaitu 0,95 helai. Perlakuan yang paling rendah
terdapat pada perlakuan A0 dan A4 yang jumlah daunnya 0,87 helai. Selisih dari
kedua perlakuan tersebut yaitu 0,08. Pada 3 minggu setelah tanam menunjukkan
nilai perlakuan A1 dengan nilai tertinggi 3,17 helai dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A3 dengan nilai 2,25 helai. Hal ini diduga karena amelioran arang sekam
yang diaplikasikan memiliki kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa yang
tinggi sehingga unsur hara yang diserap sedikit lambat dan perlu waktu yang lama
untuk mampu mengikat kation-kation tanah yang bermanfaat sebagai pertumbuhan
tanaman salah satunya pada jumlah daun. Menurut Kusuma, dkk (2013) dan
Kiswando (2011) arang sekam banyak mengandung lignin, selulosa dan
hemiselulosa. Lignin merupakan senyawa organik sebagai sumber C organik, tetapi
lignin mempunyai sifat yang sulit untuk terdekomposisi.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum yang dilakukan adalah :


1. Keadaan pH tanah pada lokasi singkapan tanah di Jalan Sungai Tiung,
Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70734, yang berkoordinat di
-3.51447, 114.86352 menunjukkan bahwa tanah bersifat masam dengan pH 4-
5,6.
2. Pemberian amelioran kapur pertanian dan pupuk kotoran sapi berpengaruh
pada pertumbuhan nilai tinggi tanaman 2 dan 3 MST (minggu setelah tanam).
3. Pemberian amelioran kapur pertanian berpengaruh pada pertumbuhan nilai
jumlah daun tanaman 1 dan 3 MST (minggu setelah tanam).

Saran

Saran untuk praktikum ini adalah :


1. Diharapkan untuk praktikum selanjutnya, informasi terkait praktikum dapat
disampaikan dengan terperinci di waktu yang tepat terutama jika terdapat
perubahan informasi pada praktikum yang sedang dilaksanakan.
2. Diharapkan semua praktikan tertib saat melakukan praktikum di lapangan dan
datang dengan tepat waktu agar praktikum bisa berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., Dariah, A., & Mulyani, A. (2008). Strategi dan Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal
Litbang Pertanian, 27(2), 43-49.

Adimihardja A, Sutono S. (2005). Teknologi pengendalian erosi lahan berlerang.


Prosiding Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Petanian Produktif
dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat Bogor, 4-5 Juni 2005.

Aris W., A. P. Sujalu dan H.Syahfari. 2016. Pengaruh jarak tanam dan pupuk NPK
phonska terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis (Zea
mays saccharata Sturt) varietas sweet boy. Jurnal Agrifor, volume 15 (2):
171-178.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Sumberdaya Informasi,


Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.

Asiah, A. (2006). Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan


Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merr) Panen Muda dengan Budidaya
Organik. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Astawan, M dan T. Wresdiyati. (2004). Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri. Solo.

Avifah, N., Zainabun, Z., & Jufri, Y. 2022. Pemberian Beberapa Macam Amelioran
Untuk Memperbaiki Sifat-sifat Kimia Tanah Sawah. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pertanian, 7(1).

Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Provinsi
tahun 2015. Berita Resmi Statistik.

Bakhri, Syamsul. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Jagung dengan Konsep


Pengelolaan Tanaman Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Badan Litbang Kementrian Pertanian. Sulawesi Tengah.

Balitbangtan. (2010). Identifikasi Gejala Kekurangan Unsur Hara Pada Tanaman


Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Barat.

Dalimunthe, S. R., Arif, A. B., & Jamal, I. B. (2015). Uji ketahanan terhadap
aluminium dan pH rendah pada jagung (Zea mays L) varietas pioneer dan
srikandi secara in vitro. Jurnal Pertanian Tropik, 2(3), 292-299.
35

Dariah, A., Sutono, S., Nurida, N. L., Hartatik, W., & Pratiwi, E. 2015. Pembenah
tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Jurnal Sumberdaya
Lahan, 9(2), 67-84.

Erawati, B.T.R. & H. Awaludin. (2009). Daya adaptasi beberapa varietas unggul
baru jagung hibrida di lahan sawah Nusa Tenggara Barat. Prosiding Semnas
Serealia: 31-38. Balitserealia. Malang.

Fajarany, Ratih. Wardani., Titiek Islami dan Husni, Thamrin. Sebayang. 2016.
Pengaruh Pemberian Jenis Pupuk dan Waktu Pengendalian Gulma pada
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays Saccharata).
Jurnal Prduksi Tanaman. Vol 4(6).

Glaser, B., J. Lehmann, & W. Zech. (2002). Ameliorating Physical And Chemical
Properties Of Highly Weathered Soils In The Tropics With Charcoal: A
review. Biol. Fertil. Soils 35:219-230.

Gruba, P. Mulder, J. (2008). Relationship Between Aluminium in Soil and Soil


Water in Mineral Horizons of a Range of Acid Forest Soils. Soil Science
Soc. Amer. J, 72:1150-1157.

Gusmailina, G. Pari, (2002). Pengaruh pemberian arang terhadap pertumbuhan


tanaman cabai merah (Capscium annum). Buletin Penelitian Hasil Hutan.
20(3), 217-229.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.G. Nugroho., M.A. Diha., G.B. Hong.,
dan H.H. Bailey. (1986). Dasa –Dasar Ilmu Tanah. UNILA. Lampung.

Hairiah, K., Widianto, S. R. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, S. M. Sitompul, B.


Lusiana, R. Mulia, M. V. Noordwijk & Cadisch, G. (2000). Pengelolaan
Tanah Masam Secara Biologi ; Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara.
SMT Grafika Desa Putera. Jakarta.

Harsono A, Suryantini, Prihastuti, Sucahyono D, Sudarjo M. (2011). Efektifitas


pupuk hayati Rhizobium toleran masam bentuk pelet pada kedelai di lahan
masam. Dalam Sudaryanto (eds): Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Malang.

Hartati, H., Azmin, N., Andang, A., & Hidayatullah, M. E. (2019). Pengaruh
Kompos Limbah Kulit Kopi (Coffea) Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kacang Panjang (Vigna sinensis L.). Florea: Jurnal Biologi dan
Pembelajarannya, 6(2),71-78.

Hartatik, W., D. Setyorini, L.R. Widowati, dan S. Widati. 2005. Laporan Akhir
Penelitian Teknologi Pengelolaan Hara pada Budidaya Pertanian
36

Organik. Laporan Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Tanah dan


Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif.

Hidayat, A. & Mulyani, A. (2002). Lahan Kering Untuk Pertanian. Dalam


Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Hidayat. A & A. Mulyani. (2002). Lahan Kering untuk Pertanian. Teknologi


Pengelolaan Lahan Kering. A.Adimihardja, Mappaona, A. Saleh (Eds). Pp.
1-34. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Iqbal. A. 2008. Potensi kompos dan pupuk kandang untuk produksi padi organik di
tanah inceptisol. Jurnal. Akta Agrosia 11(1):13-18.

Kasno, A. (2019). Perbaikan Tanah Untuk Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi


Pemupukan Berimbang dan Produktivitas Lahan Kering Masam. Jurnal
Sumberdaya Lahan, 13(1), 27-40.

Kasryno, F. & Soeparno, H. (2012). Pertanian Lahan kering sebagai solusi untuk
mewujudkan kemandirian pangan masa depan. Prospek Pertanian Lahan
kering dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.

Kiswando, S. 2011. Penggunaan Abu Sekam dan Pupuk ZA terhadap Pertumbuhan


dan Hasil Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Embryo 8(1):9-17.

Kusuma, A. H., M. Izzati, dan E. Saptiningsih. 2013. Pengaruh penambahan arang


dan abu sekam dengan proporsi yang berbeda terhadap permeabilitas dan
porositas tanah liat serta pertumbuhan kacang hijau (Vigna radiata L.). Bul.
Anat. & Fisiol. Vol. XXI(1): 1-9

Kuswadi. (1993). Pengapuran Tanah Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.

Lingga dan Marsono. (2001). Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Maimunah, Sari, Intan, Yusuf E. Y. (2019). Pengaruh Kombinasi Amelioran Pupuk


Kandang Dan Abu Sekam Padi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi
Kedelai (Glycine max) Pada Tanah Gambut. Jurnal Agroindragiri. 4(2).

Mario, M.D. dan S. Sabiham. 2002. Penggunaan tanah mineral yang diperkaya oleh
bahan berkadar Fe tinggi sebagai amelioran dalam meningkatkan produksi
dan stabilitas gambut. J. Agroteksos 2(1):35-45.
37

Marsono dan P. Sigit. 2008. Pupuk akar : jenis dan aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta. 152 hal.

Melati, M., A. Asiah, dan D. Rianawati. (2008). Aplikasi pupuk organik dan
residunya untuk produksi kedelai panen muda. Buletin. Agronomi. 36(3):
204-213.

Mulyani, A., Hikmatullah dan Subagyo, H. 2004. Karakteristik dan potensi tanah
masam lahan kering di Indonesia, hlm. 1-32 dalam Prosiding Simposium
Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Murniyanto, E. (2007). Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar Air Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman Jagung di Lahan Kering. Buana Sains, 7(1), 51-60.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Potensi dan Kendala. Kanisius.


Yokyakrta. 174 hal.

Novak, J.M., W.J. Busscher, D.L. Laird, M. Ahmedna, D.W. Watts, and M.A.S.
Niandou. (2009). Impact of biochar amendment on fertility of a southeastern
coastal plain. Soil Science. 174:105-111.

Nurdin, P. Maspeke, Z. Ilahude, dan F. Zakaria. 2009. Pertumbuhan dan Hasil


Jagung yang di pupuk N, P dan K pada Tanah Vertisol Isimu Utara
Kabupaten Gorontalo. Jurnal Tanah Tropika 14: 49-56.

Nurita dan Jumberi, A. (1997). Pemupukan KCl dan Abu Sekam pada Padi Gogo
di Tanah Podsolik Merah Kuning. Prosiding Seminar Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan Menyongsong Era Globalisasi. Banjarbaru: Peragi
Komisariat Kalimantan Selatan.

Onggo, T. M., Kusumiyati, K., & Nurfitriana, A. (2017). Pengaruh penambahan


arang sekam dan ukuran polybag terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
tomat kultivar ‘Valouro’hasil sambung batang. Kultivasi, 16(1).

Parnata A. (2010). Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. Jakarta: PT.
Agromedia Pustaka.

Prasetyowati, S. E., Sunaryo, Y., & Suyanto, I. E. (2019). Pengaruh Macam


Amelioran Lokal dan Biofertilizer Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Koro Pedang di Lahan Marjinal Tanah Grumusol. Jurnal
Pertanian Agros, 21(1), 129-135.

Purwono, M.S, dan R. Hartono, 2007. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya,
Jakarta.
38

Rochayati S. & A. Dariah. (2012). Perkembangan Lahan Kering masam: Peluang,


Tantangan dan Strategi serta Teknologi Pengelolaan dalam Prospek
Pertanian Lahan Kering dalam mendukung Ketahanan Pangan. Hal 187-
206.

Steiner, C., Teixeira, W., Lehmann, J., Nehls, T., Vasconcelos de macedo, S., Blum,
W., dan Zech, W. (2007). Long term effect of manure, charcoal, and mineral
fertilization on crop production and fertility on highly weathered central
amazon upland soil. Plant and Soil, 291.

Subiksa, I. G. M. (2018). Pengaruh Formula Pembenah Tanah Organik Granul


Terhadap Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Pada Lahan
Kering Masam. Jurnal Agroecotania, 1(2), 1-13.

Sudaryono, Andy Wijanarko, dan Suyamto. (2011). Efektivitas Kombinasi


Amelioran dan Pupuk Kandang dalam Meningkatkan Hasil Kedelai pada
Tanah Ultisol. Jurnal Penelitian Pertanian. 30 (01): 49 -57.

Sun, L., Shao, R., Tang, L, Chen, Z. (2013). Synthesis of ZnFe2O4/ZnO


Nanocomposites Immobilized on Graphene with Enhanced Photocatalytic
Activity under Solar Light Irradiation. Journal of Alloys and Compounds,
564: 55–62.

Suriadikarta, D. A., Prihatini, T., Setyorini, D., & Hartatiek, W. (2002). Teknologi
Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Sutedjo, M.M. (2002). Pupuk dan cara pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.

Widjaja-Adhi; IPG; & Silva. (1986). Development Of Soil Testing, Principles,


Concepts, Phylosophy And Methodology. Discussion Paper Presented At
Fertilizer Efficiency Research In The Tropics Training Program.

Wijanarko, A., & Taufiq, A. (2004). Pengelolaan Kesuburan Lahan Kering Masam
untuk Tanaman Kedelai. Buletin Palawija, (7-8), 39-50.

Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I.F., Anshori, S. & Ogawa, M. (2006). Effects
of the application of charred bark of Acacia manginum on the yield of
maize, cowpea and peanut, and soil chemical properties in South Sumatra,
Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition, 52, 489-495.
LAMPIRAN
LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis data tinggi tanaman jagung


Oneway
Descriptives

95% Confidence
Std. Std. Interval for Mean
N Mean Minimum Maximum
Deviation Error Lower Upper
Bound Bound

TT1 a0 4 10.7000 4.26849 2.13424 3.9079 17.4921 6.30 14.70

a1 4 10.1935 6.40282 3.20141 .0052 20.3818 2.00 17.60

a2 4 8.5000 5.32291 2.66145 .0301 16.9699 2.00 15.00

a3 4 9.2500 5.97913 2.98957 -.2641 18.7641 1.50 16.00

a4 4 9.1500 3.35708 1.67854 3.8081 14.4919 6.00 13.90

a5 4 19.2500 1.89297 .94648 16.2379 22.2621 16.50 20.50

Total 24 11.1739 5.67176 1.15774 8.7789 13.5689 1.50 20.50


TT2 a0 4 .5683 .40039 .20019 -.0688 1.2054 .22 .96
a1 4 -.7997 .16681 .08340 -1.0652 -.5343 -1.00 -.59
a2 4 -.1367 .60273 .30136 -1.0957 .8224 -.80 .62
a3 4 -.1704 .70661 .35331 -1.2948 .9540 -.81 .80
a4 4 .3131 .77918 .38959 -.9267 1.5530 -.80 .98
a5 4 .3104 .88446 .44223 -1.0970 1.7177 -.99 .96
Total 24 .0142 .72634 .14826 -.2925 .3209 -1.00 .98
TT3 a0 4 27.3947 8.14270 4.07135 14.4379 40.3516 16.40 34.50
a1 4 23.3395 3.50002 1.75001 17.7702 28.9088 19.00 26.18
a2 4 27.8197 5.55567 2.77783 18.9794 36.6600 21.00 34.00
a3 4 21.5500 10.81249 5.40625 4.3449 38.7551 8.00 34.00
a4 4 20.9197 8.62256 4.31128 7.1993 34.6402 11.50 30.00
a5 4 36.0500 2.86647 1.43324 31.4888 40.6112 32.90 39.20
Total 24 26.1789 8.24018 1.68202 22.6994 29.6585 8.00 39.20
TT4 a0 4 28.2191 3.45263 1.72632 22.7252 33.7130 25.60 33.00

a1 4 23.0882 4.87259 2.43630 15.3349 30.8416 15.80 25.78

a2 4 26.9191 2.72769 1.36384 22.5788 31.2595 23.80 30.10

a3 4 18.6941 5.81797 2.90898 9.4364 27.9518 13.00 25.78

a4 4 26.0632 1.86672 .93336 23.0929 29.0336 24.10 28.60

a5 4 31.6750 2.93414 1.46707 27.0061 36.3439 28.30 35.40


Total 24 25.7765 5.37818 1.09782 23.5055 28.0475 13.00 35.40

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

TT1 .578 5 18 .716


TT2 1.302 5 18 .307
TT3 1.756 5 18 .173
TT4 1.877 5 18 .149

ANOVA

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.

TT1 Between Groups 325.426 5 65.085 2.827 .047

Within Groups 414.458 18 23.025

Total 739.884 23
TT2 Between Groups 4.814 5 .963 2.367 .081
Within Groups 7.320 18 .407
Total 12.134 23
TT3 Between Groups 635.028 5 127.006 2.467 .072
Within Groups 926.683 18 51.482
Total 1561.712 23
TT4 Between Groups 398.134 5 79.627 5.365 .003

Within Groups 267.137 18 14.841

Total 665.271 23
Lampiran 2. Analisis data jumlah helai daun tanaman jagung
Oneway
Descriptives

95% Confidence
Minimum Maximum
Std. Std. Interval for Mean
N Mean
Deviation Error Lower Upper
Bound Bound

JD1 a0 4 .8754 .03916 .01958 .8131 .9377 .84 .91

a1 4 .9505 .04755 .02378 .8748 1.0262 .91 .99

a2 4 .9129 .06146 .03073 .8151 1.0107 .84 .99

a3 4 .9129 .06146 .03073 .8151 1.0107 .84 .99

a4 4 .8754 .03916 .01958 .8131 .9377 .84 .91

a5 4 .9093 .00000 .00000 .9093 .9093 .91 .91

Total 24 .9061 .04867 .00994 .8855 .9266 .84 .99


JD2 a0 4 .5083 .42483 .21242 -.1677 1.1843 .14 .91
a1 4 .1658 .02846 .01423 .1205 .2111 .14 .19
a2 4 .3455 .37659 .18829 -.2537 .9447 .14 .91
a3 4 .1087 .68121 .34061 -.9753 1.1926 -.76 .91
a4 4 .3455 .37659 .18829 -.2537 .9447 .14 .91
a5 4 -.7568 .00000 .00000 -.7568 -.7568 -.76 -.76
Total 24 .1195 .54696 .11165 -.1115 .3504 -.76 .91
JD3 a0 4 2.9605 .07895 .03947 2.8349 3.0861 2.84 3.00
a1 4 3.1711 .55762 .27881 2.2838 4.0584 2.84 4.00
a2 4 2.7105 .47950 .23975 1.9475 3.4735 2.00 3.00
a3 4 2.2500 .95743 .47871 .7265 3.7735 1.00 3.00
a4 4 2.9605 1.41642 .70821 .7067 5.2144 1.00 4.00
a5 4 3.0000 .81650 .40825 1.7008 4.2992 2.00 4.00
Total 24 2.8421 .79472 .16222 2.5065 3.1777 1.00 4.00
JD4 a0 4 3.3088 .47395 .23697 2.5547 4.0630 3.00 4.00

a1 4 3.6176 .92822 .46411 2.1406 5.0947 3.00 5.00

a2 4 3.3088 .47395 .23697 2.5547 4.0630 3.00 4.00

a3 4 3.0588 .11765 .05882 2.8716 3.2460 3.00 3.24

a4 4 3.8676 .83656 .41828 2.5365 5.1988 3.24 5.00

a5 4 2.2500 .50000 .25000 1.4544 3.0456 2.00 3.00

Total 24 3.2353 .75351 .15381 2.9171 3.5535 2.00 5.00


Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

JD1 1.713 5 18 .183


JD2 2.683 5 18 .056
JD3 2.275 5 18 .091
JD4 1.971 5 18 .132

ANOVA

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.

JD1 Between Groups .016 5 .003 1.475 .247

Within Groups .039 18 .002

Total .054 23
JD2 Between Groups 4.094 5 .819 5.288 .004
Within Groups 2.787 18 .155
Total 6.881 23
JD3 Between Groups 2.116 5 .423 .614 .691
Within Groups 12.410 18 .689
Total 14.526 23
JD4 Between Groups 6.235 5 1.247 3.290 .028

Within Groups 6.824 18 .379

Total 13.059 23
Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan praktikum

Persiapan pengambilan sampel tanah

Mengetahui tekstur tanah


Uji pH tanah

Pengambilan sampel tanah

Menimbang media tanah tanaman jagung

Menimbang amelioran
Aplikasi amelioran

Pengamatan tinggi dan jumlah helai daun tanaman jagung

Anda mungkin juga menyukai