KELOMPOK 1
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAHAN
KERING SUB OPTIMAL
Oleh
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian praktikum mata kuliah
Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering Sub Optimal guna
memperoleh nilai mata kuliah Teknologi Pengelolaan Sumber Daya
Lahan Kering Sub Optimal
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
Judul : Laporan Akhir Praktikum Teknologi Pengelolaan
Sumber Daya Lahan Kering Sub Optimal
Nama dan NIM : 1. Irvan Indra Resnawan (1910512210004)
2. Muhammad Saifuddin Anshary (1910512210012)
3. Nor Annisa Helmasari (1910512120005)
4. Norwinda (1910512120007)
5. Reca Yuvita (1910512320015)
6. Sitti Waahidaturrahmah (1910512120001)
7. Vina Amelia (1910512220011)
Kelompok : 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya jualah kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering Sub Optimal tepat pada
waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu Mata Kuliah
Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering Sub Optimal serta kepada
asisten kelompok 1 yaitu kak Muhammad Ahdi atas bimbingan dan arahan serta
membantu pada saat praktikum berlangsung, maupun pada saat pembuatan
laporan.
Laporan ini diharapkan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagaimana
mestinya. Kami menyadari bahwa laporan ini banyak terdapat kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga laporan ini akan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ............................................................................... 1
Hasil ......................................................................................... 26
Pembahasan .............................................................................. 30
KESIMPULAN .................................................................................... 33
Kesimpulan............................................................................... 33
Saran ......................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Nomor Halaman
Nomor Halaman
Latar Belakang
C/N pupuk kandang sapi cukup tinggi >40. Pupuk kandang sapi juga
mengandung unsur hara makro dan juga mengandung unsur mikro yang baik
untuk dijadikan untuk memperbaiki tanah akibat kekurangan bahan organik
(Parnata, 2010).
Penggunaan biochar/arang limbah pertanian sebagai bahan pembenah
tanah alternatif. Biochar mampu bertahan lama di dalam tanah atau mempunyai
efek yang relatif lama, atau relatif resisten terhadap serangan mikroorganisme,
sehingga proses dekomposisi berjalan lambat (Tang et al., 2013). Bio-char dapat
berfungsi sebagai pembenah tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman
dengan memasok sejumlah nutrisi yang berguna serta meningkatkan sifat fisik
dan biologi tanah (Steiner et al., 2007). Beberapa tahun silam penduduk asli
Amazon telah memberikan charcoal ke dalam tanah dan hingga saat ini (100-
1000 tahun kemudian) terbukti bahwa kualitas sifat fisik dan kimia tanah
tersebut jauh lebih baik dibandingkan dengan tanah sekitarnya (Steiner et al.,
2007). Oleh karena itu, biochar dapat menjadi pembenah tanah alternatif yang
potensial untuk memperbaiki kualitas lahan yang telah terdegradasi khususnya
di lahan-lahan suboptimal.
Biochar terbukti efektif dalam menurunkan kemasaman tanah pada
lahan kering masam yang banyak ditemui pada lahan pertanian di Indonesia.
Kemasaman tanah pada lahan kering masam umumnya disebabkan tingginya
konsentrasi aluminium yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat dan mengurangi potensi lahan untuk menghasilkan pangan. Biochar
juga mampu mengurangi pencucian pestisida dan unsur hara dan pada akhirnya
berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan. Penambahan biochar juga
dilaporkan mampu meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation (KTK)
tanah. Peningkatan KTK tanah dengan penambahan biochar akan
meminimalkan resiko pencucian kation seperti K+ dan NH4 + (Yamato et al.,
2006; Novak et al., 2009)
Biochar bersifat basa (saat disintesis di bawah kondisi yang tepat) dan
sebagian kaya akan komponen basa (Ca, Mg, dan K) dapat berkontribusi untuk
6
permukaan koloid tanah dan bergabung dengan asam karbonat dalam tanah.
Menurut Hakim et al., (1986), peningkatan kandungan Ca menyebabkan ion H
yang terserap pada koloid tanah berangsur-angsur dilepaskan sehingga pH tanah
naik sampai menuju keadaan netral.
Penggunaan kapur pertanian baik dalam bentuk CaCO3 maupun dolomit
dan bahan organik untuk meningkatkan produktivitas lahan masam telah lama
dianjurkan dan dikerjakan (Sudaryono et al., 2011). Bahan amelioran yang
sering digunakan dalam budidaya tanaman di lahan kering adalah dolomit
(mengandung unsur Ca sebesar 32,0% dan Mg sebesar 4,03%). Dolomit dapat
memperbaiki sifat fisik tanah, memperbaiki granulasi tanah sehingga aerasi
lebih baik, dan memperbaiki sifat kimia tanah yaitu menurunkan kepekatan ion
H, menurunkan kelarutan FE, Al dan Mn, meningkatkan ketersediaan C, Mg, P
dan Mo serta meningkatkan kejenuhan basa, memperbaiki sifat biologi tanah
yaitu meningkatkan kegiatas jasad renik tanah (Harsono et al., 2011).
Tujuan
Morfologi Jagung
Akar
dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4 cm dari permukaan tanah. Sementara
akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat
permukaan tanah. (Nurdin et al., 2009) Sistem perakaran tanaman jagung terdiri
atas akar-akar seminal, koronal, dan akar udara. Akar utama muncul dan
berkembang kedalam tanah saat benih ditanam. Pertumbuhan akar melambat
ketika batang mulai muncul keluar tanah dan kemudian berhenti ketika tanaman
jagung telah memiliki 3 daun.
Batang
Batang jagung tegak, tidak bercabang, terdiri atas beberapa ruas dan
buku ruas. Pada buku ruas muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol.
Tinggi tanaman jagung pada umumnya berkisar antara 60 – 300 cm, tergantung
dari varietas.
Daun
Bunga
Bunga jantan dan bunga betina pada jagung terpisah dalam satu tanaman
(monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman, berupa karangan
bunga (inflorescence). Tongkol sebagai bunga betina, tumbuh dari buku
diantara batang dan pelepah daun (Aris et al., 2016).
10
Biji
Biji tanaman jagung dikenal sebagai kernel terdiri dari 3 bagian utama,
yaitu dinding sel, endosperma, dan embrio. Bagian biji ini merupakan bagian
yang terpenting dari hasil pemaneman. Bagian biji rata-rata terdiri dari 10%
protein, 70% karbohidrat, 2.3% serat. Biji jagung juga merupakan sumber dari
vitamin A dan E. (Fajarany et al., 2016).
tulang daun. Warna kuning membentuk huruf V. Gejala nampak pada daun
bagian bawah, karena N sifatnya mobil dalam tanaman, gejala kahat N ini
berangsur-angsur akan merambah ke daun-daun di atasnya. Daun tua akan mati
dan tanaman yang kekurangan N akan tumbuh kerdil, pembungaan terlambat,
dan pertumbuhan akar terbatas sehingga produksi rendah.
Kahat fosfor umunya sudah tampak waktu tanaman masih muda. Gejala
awal dimulai dengan daun yang berwarna ungu-kemerahan. Hasil tongkol
menunjukkan tongkolnya kecil dengan ujung janggel melengkung. Suhu tinggi
dan udara kering dapat menyebabkan kahat P, meskipun P dalam tanah cukup.
Kahat P menyebabkan pemasakan biji menjadi lambat dan produksi rendah.
Kahat belerang tampak pada daun muda yang bewarna hijau muda
dengan pertumbuhan yang terhambat. Sering dijumpai pada tanah berpasir atau
tanah dengan bahan organik rendah. Berbagai pupuk yang mengandung S dapat
digunakan untuk mengatasi kahat belerang ini.
12
Amelioran
Menurut Mulyani et al. (2004), lahan kering Indonesia sekitar 148 juta
ha yang dapat dikelompokkan menjadi lahan kering asam 102.8 juta ha dan
lahan kering tidak asam seluas 45.2 juta ha. Secara keseluruhan sebagian besar
lahan daratan Indonesia termasuk pada lahan masam, yang sebagian telah
dimanfaatkan untuk memproduksi berbagai jenis komoditas pertanian, baik
tanaman pangan maupun tanaman perkebunan dan hortikultura.
Pertumbuhan tanaman pada lahan kering masam akan mengakibatkan
tingkat produktivitas lahan yang rendah untuk beberapa jenis tanaman pangan
seperti padi, jagung, dan kedelai. Menurut Badan Pusat Statistik (2015) terjadi
penurunan produksi tanaman pangan. Penurunan tersebut terjadi karena faktor
13
Bahan organik sebenarnya merupakan bahan pembenah tanah yang sudah relatif
memasyarakat, meskipun umumnya petani memberikan bahan organik lebih
ditujukan sebagai pupuk. Berbeda dengan pupuk yang diberikan untuk
menambah atau melengkapi unsur hara dan umumnya diberikan dalam jumlah
relatif kecil, sebagai bahan pembenah tanah, bahan organik harus diberikan
dalam jumlah yang relatif besar (Suwardi 2007), sehingga didapatkan manfaat
yang nyata.
Kebanyakan pembenah tanah ditujukan untuk memperbaiki sifat tanah
tertentu. Misalnya kapur terutama ditujukan untuk peningkatan pH, zeolit untuk
perbaikan KTK, hidrogel untuk meningkatkan kemampuan tanah memegang
air, dan lain sebagainya. Selain untuk tanah mineral, pembenah tanah diperlukan
pula untuk perbaikan kualitas tanah atau penanggulangan faktor pembatas pada
tanah organik. Misalnya pada tanah gambut, bahan pembenah tanah diperlukan
untuk menanggulangi tingginya asam organik terutama yang berbentuk
monomer, yang dapat meracuni tanaman. Ameliorasi pada tanah gambut juga
diperlukan untuk menekan laju emisi karbon dari tanah gambut (Mario dan
Sabiham 2002, Subiksa et al. 2011).
Berbagai bahan alami seperti abu sekam, abu kayu gergajian, garam
dapur, zeolit, trusi, lumpur rawa, limbah kandang ternak, dan abu vulkan dapat
digunakan sebagai bahan amelioran (Noor, 2001). Adapun berbahan
mineral/anorganik seperti kapur, dolomit, dan zeloit. Dengan formulasi tertentu
diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan pertumbuhan dan
oerkembangan tanaman pada lahan.
Abu Sekam
menguap), memiliki pH tinggi (8,5 – 10), tidak mudah tercuci, dan mengandung
kation basa seperti K, Ca, Mg, dan Na relatif tinggi. Namun demikian
dibandingkan dengan kapur kemampuannya menaikkan pH relatif rendah. Abu
sekam padi banyak mengandung silikat (silikon dan oksigen) dalam bentuk
tersedia sehingga berpengaruh positip terhadap produktivitas tanaman di lahan
gambut. (Yusuf et al., 2019)
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang
terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan.
Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan
menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai
biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku
industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar (BPPP, 2000).
Sekam padi bila dibakar akan menghasilkan arang sekam atau abu
sekam. Abu sekam padi dapat berfungsi mengubah struktur tanah menjadi
gembur sehingga perakaran berkembang baik dan menjadi lebih kuat. Abu
sekam padi berpengaruh nyata terhadap sifat biologis dan fisik tanah, selain itu
juga karena abu sekam memiliki kandungan unsur silikat yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan
jaringan (Asiah, 2006). Selain memiliki kandungan silikat yang tinggi, abu
sekam padi juga memiliki kandungan unsur K yang relatif tinggi. Abu sekam
padi dapat menurunkan intensitas serangan hama, tetapi sebaiknya tidak
diberikan secara tunggal melainkan dikombinasikan dengan pupuk organik
yang lain (Melati, 2008).
Arang Sekam
meningkatkan pH tanah dan suplai unsur hara terutama Ca, Mg, K dalam tanah
(Kusuma, 2013).
Penambahan bahan organik yaitu arang sekam yang dimana memiliki
kemampuan menahan air yang tinggi dan porositas yang baik. Sifat ini
menguntungkan jika digunakan sebagai media tanam karena mendukung
perbaikan struktur tanah karena aerasi dan drainase menjadi lebih baik (Hartati,
dkk, 2019) serta memiliki pH anatara 8-9 yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pH tanah asam dan pupuk padat kotoran sapi. Arang sekam
memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, sehingga mampu mengikat
kation-kation tanah yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman.
Dolomit
Menurut Hairiah et al. (2000), dalam usaha tani di lahan kering salah
satu permasalahan lahan yang dihadapi adalah kemasaman tanah. Kemasaman
tanah berkembang dari bahan induk dengan pH kurang dari 5,5 dan aluminium
yang dapat ditukar (Al-dd) dalam tanah yang tinggi. Tingkat kemasaman tanah
berpengaruh langsung terutama pada pola ketersediaan unsur hara yang dapat
diserap oleh tanaman (Wijanarko & Taufiq, 2004).
Menurut Kasryno & Soeparno (2012), keadaan air di lahan kering di
Indonesia diklasifikasikan sebagai air tanah dangkal (kedalaman 30-60 meter)
dan air tanah dalam (kedalaman > 60 meter). Keadaan kadar air dapat meningkat
jika terdapat ikatan fisika bahan organik dan peningkatan laju infiltrasi. Namun
proses dekomposisi bahan organik juga tidak dapat menjamin terhadap
peningkatan air yang tersimpan dalam tanah.
Menurut Hidayat & Mulyani (2002), di Indonesia lahan kering sebagian
besar terdapat di wilayah bergunung (> 30%) dan berbukit (15-30%). Lahan
kering berlereng curam sangat peka terhadap erosi, terutama bila diusahakan
untuk tanaman pangan semusim dan curah hujannya tinggi. Lahan semacam ini
lebih sesuai untuk tanaman tahunan, namun kenyataannya banyak dimanfaatkan
untuk tanaman pangan, sedangkan perkebunan banyak diusahakan pada lahan
datar-bergelombang dengan lereng < 15% (Abdurachman et al., 2008).
Tingkat kesuburan di lahan kering terutama keadaan unsur hara fosfor
dan kalium rendah yang disebabkan oleh bahan induk yang rendah hara atau
tingkat pelapukan intensif. Pengelolaan lahan yang kurang tepat seperti
pemberian pupuk fosfor dan kalium kurang sesuai dengan status hara dan
kebutuhan tanaman sehingga dapat menguras hara dari dalam tanah. Selain itu,
kandungan alumunium yang tinggi dan kandungan karbon organik yang rendah
dapat menyebabkan mikroorganisme tidak dapat berkembang dengan baik
(Kasno, 2019).
20
Bahan
Alat
Rancangan Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan dari Bulan Maret sampai dengan Bulan April
2022. Mulai dari persiapan lapangan sampai dengan ujian. Praktikum bertempat
di Rumah Kaca Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru dan via Zoom Meeting.
24
Pelaksanaan Praktikum
Pengamatan
Analisis Data
Hasil
Hasil pengamatan keadaan lokasi singkapan tanah dapat dilihat pada tabel
dan gambar berikut.
Tabel 1. Keadaan fisik lokasi singkapan tanah
Keadaan di Lapangan Keterangan
Koordinat -3.51447, 114.86352
Alamat Jalan Sungai Tiung, Cempaka, Kota Banjarbaru,
Kalimantan Selatan, 70734
Tekstur Lapisan Permukaan Geluhan
Bawah Permukaan 1 Geluhan
Bawah Permukaan 2 Geluhan
Permeabilitas Lapisan Permukaan Sedang
Bawah Permukaan 1 Sedang
Bawah Permukaan 2 Sedang
Kelas Drainase Alami Drainase Berlebihan
Batuan Induk <150 cm
Kelerengan 1,26%
Fragmen Batuan Sangat Banyak
Jarak Singkapan Batuan >60 cm
Kepadatan Tanah Padat
Genangan Tidak Ada
Kontur Tanah Berbukit
Vegetasi Rumput dan Perdu
Batuan Permukaan Ada
Penggunaan Lahan Hutan Konservasi
27
Pembahasan
Dari praktikum yang dilakukan didapat beberapa hasil yaitu berupa data
keadaan fisik singkapan tanah, pH dan warna setiap lapisan tanah serta hasil dari
pengamatan tanaman jagung menggunakan perlakuan penambahan amelioran.
Menurut tabel 1 tentang pengamatan keadaan fisik lokasi singkapan tanah
di Jalan Sungai Tiung, Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70734,
yang berkoordinat di -3.51447, 114.86352 memiliki tekstur lapisan geluhan di
setiap lapisannya yaitu lapisan permukaan, lapisah bawah permukaan pertama dan
kedua yaitu geluhan. Hal ini dikarenakan tekstur tanahnya yang terasa agak kasar,
tidak lekat, dapat dibentuk menjadi bola, dapat dibentuk menjadi pita dengan
panjang sekitar 2,5 cm dan ketika ditekan meninggalkan bekas sidik jari. Lapisan
tanah di tempat ini memiliki permeabilitas yang sedang. Untuk kelas drainasi alami
dilakukan pengamatan berdasarkan jarak kedalaman ke bercak dan warna pada
lapisan tanah. Pada lapisan tanah tersebut memiliki kelas drainase berlebihan
dikarenakan kedalam ke bercak yaitu >150 cm dengan warna lapisan permukaan
yang berwarna coklat gelap, lapisan bawah permukaan berwarna kekuningan dan
lapisan induk berwarna kecoklatan. Untuk kelerengan diuji menggunakan aplikasi
Klinometer pada gawai dan ditentukan kelerengannya yaitu 1,26%. Untuk fragmen
batuan diuji dengan mengambil sebongkah tanah lalu menbaginya menjadi 8 bagian
yang mana fragmen batuan di tempat tersebut sangat banyak. Jarak singkapan
batuan pada lapisan tanah di tempat tersebut adalah >60 cm atau tidak ada
singkapan batuan. Kepadatan tanah pada lapisan di tempat tersebut adalah padat.
Tidak adanya genangan pada lapisan atas tanah, kontur tanahnya yang berbukit,
vegetasi yang terdapat pada tempat tersebut banyak terdapat rumput dan tanaman
perdu, memiliki batuan permukaan yang cukup banyak dan lahan tersebut cocok
digunakan sebagai hutan konservasi karena dilihat dari beberapa aspek, lahan
tersebut cocok digunakan sebagai hutan konservasi yang mana di tempat tersebut
dapat tumbuh tanaman tanaman rumput, perdu dan juga pepohonan yang pastinya
juga menggunakan pengelolaan lahan yang baik.
31
Menurut uji pH yang dilakukan dapat dilihat hasil pH dari setiap lapisan
tanah yang ada pada lahan tersebut. Uji pH ini dilakukan untuk mengetahui pH dari
setiap lapisan tanah yang diteliti. Caranya dengan mencampur lapisan tanah dengan
aquades lalu diaduk dan ditunggu sampai tanah tertinggal di dasar gelas lalu diukur
menggunakan kertas lakmus dan pH meter. Untuk hasil pH tiap lapisan yaitu untuk
lapisan pertama memiliki pH 5,6 yang berarti tanahnya bersifat masam dan
tanahnya berwarna brown. Untuk lapisan kedua memiliki pH 5,3 yang berarti
tanahnya bersifat masam dan tanahnya berwarna light brownish, lapisan ketiga
memiliki pH 4,3 yang berarti tanahnya bersifat masam dan tanahnya berwarna grey,
lapisan keempat memiliki pH 4,5 yang berarti tanahnya masam dan tanahnya
berwarna reddish brown, lapisan kelima memiliki pH 5 yang berarti tanahnya
bersifat masam dan tanahnya berwarna light olive brown, dan lapisan terakhir
memiliki pH 4 yang berarti tanahnya bersifat sangat masam dan tanahnya berwarna
olive brown.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai amelioran
pada tinggi tanaman 2 dan 3 MST (minggu setelah tanam) berpengaruh nyata. Pada
2 minggu setelah tanam, perlakuan A0 (kontrol) menunjukkan hasil yang tertinggi
dari pengamatan tinggi tanaman yaitu 0,56 cm. Perlakuan yang paling rendah
adalah perlakuan A4 (kapur pertanian + pupuk kotoran ayam) dan A5 (kapur
pertanian + pupuk kotoran sapi) yang tinggi tanamannya 0,31 cm. Selisih dari kedua
perlakuan tersebut yaitu 0,25 cm. Pada 3 minggu setelah tanam menunjukkan nilai
perlakuan A5 dengan nilai tertinggi 36,05 cm dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A4 dengan nilai 20,91 cm. Hal ini dikarenakan adanya kandungan hara
pada masing-masing amelioran yang berbeda. Menurut Widowati, dkk (2015)
kandungan nitrogen pada pupuk kotoran sapi lebih tinggi dibandingkan dengan
pupuk kotoran ayam. Berdasarkan penelitian Hartatik et al., (2005) kandungan hara
nitrogen pada pupuk kotoran sapi sebanyak 2,34% sedangkan pada kotoran ayam
hanya 1,70%. Adanya kandungan nitrogen yang tercukupi pertumbuhan akar, daun
dan bunga tidak terhambat sehingga tinggi tanaman yang dihasilkan tidak kerdil.
Selain itu juga adanya penambahan dolomit (kapur pertanian) dapat menghambat
32
terjadinya pertumbuhan akar yang rusak sehingga tanaman akan lebih mudah
menyerap hara dan air. Menurut Dariah, dkk (2015) dolomit dapat digunakan pada
tanah-tanah yang masam, ameliorasi dengan penambahan dolomit juga dapat
menunjukkan pengaruh yang lebih baik terhadap sifat-sifat kimia dan biologi tanah.
Pengaruh pada pemberian berbagai amelioran, hasil analisis ragam pada
jumlah daun 1 dan 3 MST (minggu setelah tanam) berpengaruh nyata. Pada 1
minggu setelah tanam, perlakuan A1 (kapur pertanian) menunjukkan hasil tertinggi
dari pengamatan jumlah daun yaitu 0,95 helai. Perlakuan yang paling rendah
terdapat pada perlakuan A0 dan A4 yang jumlah daunnya 0,87 helai. Selisih dari
kedua perlakuan tersebut yaitu 0,08. Pada 3 minggu setelah tanam menunjukkan
nilai perlakuan A1 dengan nilai tertinggi 3,17 helai dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A3 dengan nilai 2,25 helai. Hal ini diduga karena amelioran arang sekam
yang diaplikasikan memiliki kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa yang
tinggi sehingga unsur hara yang diserap sedikit lambat dan perlu waktu yang lama
untuk mampu mengikat kation-kation tanah yang bermanfaat sebagai pertumbuhan
tanaman salah satunya pada jumlah daun. Menurut Kusuma, dkk (2013) dan
Kiswando (2011) arang sekam banyak mengandung lignin, selulosa dan
hemiselulosa. Lignin merupakan senyawa organik sebagai sumber C organik, tetapi
lignin mempunyai sifat yang sulit untuk terdekomposisi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
Abdurachman, A., Dariah, A., & Mulyani, A. (2008). Strategi dan Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal
Litbang Pertanian, 27(2), 43-49.
Aris W., A. P. Sujalu dan H.Syahfari. 2016. Pengaruh jarak tanam dan pupuk NPK
phonska terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis (Zea
mays saccharata Sturt) varietas sweet boy. Jurnal Agrifor, volume 15 (2):
171-178.
Astawan, M dan T. Wresdiyati. (2004). Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri. Solo.
Avifah, N., Zainabun, Z., & Jufri, Y. 2022. Pemberian Beberapa Macam Amelioran
Untuk Memperbaiki Sifat-sifat Kimia Tanah Sawah. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pertanian, 7(1).
Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Provinsi
tahun 2015. Berita Resmi Statistik.
Dalimunthe, S. R., Arif, A. B., & Jamal, I. B. (2015). Uji ketahanan terhadap
aluminium dan pH rendah pada jagung (Zea mays L) varietas pioneer dan
srikandi secara in vitro. Jurnal Pertanian Tropik, 2(3), 292-299.
35
Dariah, A., Sutono, S., Nurida, N. L., Hartatik, W., & Pratiwi, E. 2015. Pembenah
tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Jurnal Sumberdaya
Lahan, 9(2), 67-84.
Erawati, B.T.R. & H. Awaludin. (2009). Daya adaptasi beberapa varietas unggul
baru jagung hibrida di lahan sawah Nusa Tenggara Barat. Prosiding Semnas
Serealia: 31-38. Balitserealia. Malang.
Fajarany, Ratih. Wardani., Titiek Islami dan Husni, Thamrin. Sebayang. 2016.
Pengaruh Pemberian Jenis Pupuk dan Waktu Pengendalian Gulma pada
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays Saccharata).
Jurnal Prduksi Tanaman. Vol 4(6).
Glaser, B., J. Lehmann, & W. Zech. (2002). Ameliorating Physical And Chemical
Properties Of Highly Weathered Soils In The Tropics With Charcoal: A
review. Biol. Fertil. Soils 35:219-230.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.G. Nugroho., M.A. Diha., G.B. Hong.,
dan H.H. Bailey. (1986). Dasa –Dasar Ilmu Tanah. UNILA. Lampung.
Hartati, H., Azmin, N., Andang, A., & Hidayatullah, M. E. (2019). Pengaruh
Kompos Limbah Kulit Kopi (Coffea) Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kacang Panjang (Vigna sinensis L.). Florea: Jurnal Biologi dan
Pembelajarannya, 6(2),71-78.
Hartatik, W., D. Setyorini, L.R. Widowati, dan S. Widati. 2005. Laporan Akhir
Penelitian Teknologi Pengelolaan Hara pada Budidaya Pertanian
36
Iqbal. A. 2008. Potensi kompos dan pupuk kandang untuk produksi padi organik di
tanah inceptisol. Jurnal. Akta Agrosia 11(1):13-18.
Kasryno, F. & Soeparno, H. (2012). Pertanian Lahan kering sebagai solusi untuk
mewujudkan kemandirian pangan masa depan. Prospek Pertanian Lahan
kering dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Mario, M.D. dan S. Sabiham. 2002. Penggunaan tanah mineral yang diperkaya oleh
bahan berkadar Fe tinggi sebagai amelioran dalam meningkatkan produksi
dan stabilitas gambut. J. Agroteksos 2(1):35-45.
37
Marsono dan P. Sigit. 2008. Pupuk akar : jenis dan aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta. 152 hal.
Melati, M., A. Asiah, dan D. Rianawati. (2008). Aplikasi pupuk organik dan
residunya untuk produksi kedelai panen muda. Buletin. Agronomi. 36(3):
204-213.
Mulyani, A., Hikmatullah dan Subagyo, H. 2004. Karakteristik dan potensi tanah
masam lahan kering di Indonesia, hlm. 1-32 dalam Prosiding Simposium
Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Murniyanto, E. (2007). Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar Air Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman Jagung di Lahan Kering. Buana Sains, 7(1), 51-60.
Novak, J.M., W.J. Busscher, D.L. Laird, M. Ahmedna, D.W. Watts, and M.A.S.
Niandou. (2009). Impact of biochar amendment on fertility of a southeastern
coastal plain. Soil Science. 174:105-111.
Nurita dan Jumberi, A. (1997). Pemupukan KCl dan Abu Sekam pada Padi Gogo
di Tanah Podsolik Merah Kuning. Prosiding Seminar Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan Menyongsong Era Globalisasi. Banjarbaru: Peragi
Komisariat Kalimantan Selatan.
Parnata A. (2010). Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. Jakarta: PT.
Agromedia Pustaka.
Purwono, M.S, dan R. Hartono, 2007. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya,
Jakarta.
38
Steiner, C., Teixeira, W., Lehmann, J., Nehls, T., Vasconcelos de macedo, S., Blum,
W., dan Zech, W. (2007). Long term effect of manure, charcoal, and mineral
fertilization on crop production and fertility on highly weathered central
amazon upland soil. Plant and Soil, 291.
Suriadikarta, D. A., Prihatini, T., Setyorini, D., & Hartatiek, W. (2002). Teknologi
Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Sutedjo, M.M. (2002). Pupuk dan cara pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wijanarko, A., & Taufiq, A. (2004). Pengelolaan Kesuburan Lahan Kering Masam
untuk Tanaman Kedelai. Buletin Palawija, (7-8), 39-50.
Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I.F., Anshori, S. & Ogawa, M. (2006). Effects
of the application of charred bark of Acacia manginum on the yield of
maize, cowpea and peanut, and soil chemical properties in South Sumatra,
Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition, 52, 489-495.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
95% Confidence
Std. Std. Interval for Mean
N Mean Minimum Maximum
Deviation Error Lower Upper
Bound Bound
ANOVA
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Total 739.884 23
TT2 Between Groups 4.814 5 .963 2.367 .081
Within Groups 7.320 18 .407
Total 12.134 23
TT3 Between Groups 635.028 5 127.006 2.467 .072
Within Groups 926.683 18 51.482
Total 1561.712 23
TT4 Between Groups 398.134 5 79.627 5.365 .003
Total 665.271 23
Lampiran 2. Analisis data jumlah helai daun tanaman jagung
Oneway
Descriptives
95% Confidence
Minimum Maximum
Std. Std. Interval for Mean
N Mean
Deviation Error Lower Upper
Bound Bound
ANOVA
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Total .054 23
JD2 Between Groups 4.094 5 .819 5.288 .004
Within Groups 2.787 18 .155
Total 6.881 23
JD3 Between Groups 2.116 5 .423 .614 .691
Within Groups 12.410 18 .689
Total 14.526 23
JD4 Between Groups 6.235 5 1.247 3.290 .028
Total 13.059 23
Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan praktikum
Menimbang amelioran
Aplikasi amelioran