Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS PENENTUAN KADAR AIR

1. Kegiatan Belajar – 1
a. Tujuan Kegiatan Belajar – 1
Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran 1, diharapkan Anda dapat :
 Memahami tentang Sifat – Sifat Air dalam Bahan Makanan.
 Memahami dan Menganalisis prinsip dasar penentuan Kadar air dengan berbagai metode.
 Melakukan penentuan kadar air dengan berbagai metode.
b. Rencana Belajar – 1
1. Materi :
Kegiatan Belajar 1 dalam modul analisa terapan ini berisi materi tentang Analisa Penentuan
Kadar Air.
2. Waktu :
Modul ini diselesaikan dalam waktu 28 jam pelajaran (@45 menit) atau 4 x pertemuan
3. Tempat :
Proses pembelajaran berlangsung di Kelas dan di Laboratorium.
c. Uraian Materi – 1
A. AIR DALAM PANGAN
Air mempunyai peran kristis dalam ilmu pangan sehingga sangat penting bagi seorang ahli
pangan untuk mengerti seluk beluk tentang air dalam proses pangan yang dapat menjamin
keberhasilan suatu produk.
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Buah mentah yang
menjadi matang selalu bertambah kandungan airnya, misalnya calon buah apel hanya mengandung
10% air dapat menghasilkan buah apel yang kadar airnya 80%. Nenas mempunyai kadar air 87% dan
tomat 95%. Buah yang paling banyak mengandung air adalah semangka dengan kadar air 97%.
Banyaknya air dalam suatu bahan tidak dapat ditentukan dari keadaan fisik bahan tersebut. Bahkan
dalam bahan pangan kering sekalipun seperti buah kering, tepung dan biji-bijian terkandung air dalam
jumlah tertentu.
Tabel di bawah ini menunjukan kandungan air dalam beberapa pangan :
Produk Kandungan Air (%)
Tomat 95
Selada (Lactusa sativa) 95
Kubis 92
Jeruk 87
Sari buah apel 87
Susu 87
Kentang 78
Pisang 75
Ayam 70
Daging 65
Keju 37
Roti, putih 35
Madu 20
Produk Kandungan Air (%)
Mentega dan margarine 16
Tepung tepung 14
Tepung gandum 12
Beras 12
Serbuk susu 4
Shortening 0
John M deMan, Kimia Makanan

B. JENIS AIR
Menurut derajat keterikatan air, air terikat dibagi atas :
1. Tipe I
Molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi
besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom
O dan N seperti karbohidrat, protein atau garam. Air tipe I tidak dapat membeku pada proses
pembekuan tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan pengeringan biasa. Air tipe I terikat
kuat sehingga sering disebut air terikat dalam arti sebenarnya.
2. Tipe II
Molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain., terdapat dalam
mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini sukar dihilangkan dan
penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aktivitas air (aw). Bila sebagian air tipe
II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan
pangan seperti browning, hidrolisis atau oksidasi kurang akan dikurangi. Apabila air tipe II
dihilangkan seluruhnya maka kadar air bahan akan berkisar 3 – 7 % dan kestabilan optimum
bahan makanan akan tercapai kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat
adanya kandungan lemak tidak jenuh.
3. Tipe III
Air tipe III merupakan air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat dan lain-lain. Air tipe III inilah yang disebut air bebas. Sifatnya mudah
menguap dan dapat dimanfaatkan pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimia.
Apabila air tipe III diuapkan sleuruhnya maka kandungan air bahan berkisar 12 – 25% dengan
aktivitas air (aw) kira-kira 0,8 tergantung jenis bahan dan suhu.
4. Tipe IV
Air tipe IV tidak terikat jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat air biasa dan keaktifan
penuh.

Jenis air dalam pangan :


1. Air bebas yaitu air pada ruang-ruang antar sel dan inter granular dan pori-pori yang terdapat
pada bahan
2. Air terikat lemah yaitu air yang terserap (teradsorpsi) pada permukaan koloid makromolekuler
seperti protein, pektin, pati, selulosa dan air yang terdispersi diantara koloid dan merupakan
pelarut zat-zat dalam sel. Air ini mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan dalam
pembekuan. Ikatan antar air dan koloid adalah ikatan hidrogen
3. Air terikat kuat yaitu air yang membentuk hidrat. Ikatan bersifat ionik sehingga relatif sukar
dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku pada suhu 0C
Air dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya
proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau aktivitas serangga perusak. Sedangkan air dalam bentuk
lainnya tidak turut dlam proses tersebut.
Dalam pangan dapat dibedakan pula air imbibisi dan air kristal. Air imbibisi merupakan air yang
masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume tetapi air tersebut
bukan merupakan komponen penyususn bahan tersebut. Contohnya air dengan beras saat dipanaskan
membentuk nasi atau pembentukan gel dari bahan pati. Air kristal adalah air terikat dalam semua
bahan baik pangan maupun non pangan yang berbentuk kristal seperti gula, garam CuSO 4 dan lain-
lain.

C. FUNGSI AIR DALAM PANGAN:


1. Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan
2. Air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya tahan pangan. Kerusakan bahan
makanan seperti pembusukan oleh mikroba ditentukan oleh air yang ada dalam makanan. Reaksi
kimia seperti oksidasi lemak dipengaruhi oleh jumlah air dalam bahan
3. Air dalam bahan makanan menentukan komposisi yang menentukan kualitas bahan makanan
tersebut

D. PENENTUAN KADAR AIR DALAM BAHAN MAKANAN


Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain :
1. Metoda pengeringan (Thermogravimetri)
2. Metoda destilasi (Thermovolumetri)
3. Metoda khemis
4. Metoda fisis
5. Metoda khusus misalnya dengan kromatografi : Nuclear Magnetic Resonance

1. Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan (Thermogravitimetri)


Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan pemanasan. Kemudian
menimbang bahan sampai berat konstan berarti semua air sudah diuapkan.
Cara ini relatif mudah, tetapi memiliki kelemahan yaitu:
o Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut bersama dengan uap air misalnya alkohol,
asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
o Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain.
Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan
sebagainya
o Bahan yang mengandung komponen yang dapat mengikat air kuat sulit melepaskan airnya
meskipun sudah dipanaskan.
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan
terbentuknya air ataupun reaksi lain karena kepanasan maka dapat dilakukan dengan suhu rendah
dan tekanan vakum.
Bahan dengan kadar gula tinggi pemanasan suhu 100oC mengakibatkan pengerakan
permukaan bahan.Bahan yang dikeringkan lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh
karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan bahan selalu ditempatkan dalam ruang
tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi bahan penyerap air.
Penyerap air ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silika gel, aluminium oksida,
kalium klorida, kalium hidroksida, kalsium sulfat atau barium oksida

2. Penentuan Kadar Air Cara Destilasi (Thermovolumetri)


Prinsipnya menguapkan air dengan “Pembawa” cairan
kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari air dan tidak
dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih
rendah dari pada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain:
toluen, xylen, benzena, tetrakhloroehilen dan xylol.
Cara penentuannnya adalah dengan memberikan zat
kimia sebanyak 75 – 100ml pada sampel yang diperkirakan
mengandung air sebanyak 2 – 5 ml, kemudian dipanaskan sampai
mendidih.
Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung.
Karena berat jenis air lebih besar dari zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah
pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya air dapat
diketahui langsung.
Cara destilasi ini cocok untuk menentukan kadar air bahan dengan kandungan air relatif
kecil dan sulit ditentukan dengan cara thermogravimetri. Penentuan kadar air cara ini hanya
memerlukan waktu 1 jam.

3. Metoda Kimiawi
a. Cara Kalsium Karbida
Berdasarkan reaksi kalsium karbida dengan air menghasilkan gas asetilen. Cara ini sangat
cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur
dengan berbagai cara:
1. Menimbang campuran bahan dan karbid sebelumnya dan sesudah reaksi ini selesai.
Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilen.
2. Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan mengukur
volumenya. Volume yang diketahui tersebut dapat diketahui banyak air sehingga dapat
dihitung kadar air bahan.
3. Dengan mengukur tekanan gas asetilen yang terbentuk jika reaksi dikerjakan dalam ruang
tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volume asetilin dapat diketahui banyaknya
dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
CaC2 + H2O CaO + C2H2
1 grol gas asetilin berasal dari 1 grol air. Volume1 grol gas asetilin dianggap sama
dengan gas ideal yaitu 22,4 liter. Ketelitiannya bergantung pada pencampuran atau interaksi
karbid dengan bahan tsb.Cara ini telah berhasil untuk menentukan kadar air dalam tepung,
sabun, kulit, biji panili, mentega dan air buah. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan
sangat singkat yaitu 10 menit.
b. Cara titrasi Karl-Fischer
Prinsip titrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol.Reagen lain yang digunakan
adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan melarutkan yodium dan sulfur
dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan metanol akan
mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama
masih ada air dalam bahan , iodin akan bereaksi, tetapi begitu air habis maka iodin akan
bebas. Pada saat itu timbul warna iodin bebas ini, titrasi dihentikan. Iodin bebas berwarna
kuning coklat. Untuk memperjelas warna dapat ditambah metilin biru, akhir titrasi akan
memberikan warna hijau.
I2 + SO2 + 2 C6H5N C6H5NI2 + C6H5N.SO2
C6H5NI2 + C6H5N.SO2 + C6H5N + H2O 2(C6H5N.HI)+C6H5N.SO3
C6H5N.SO3 + CH3OH C6H5N(H)SO4CH3

4. Metoda Fisis
a. Berdasarkan tetapan dielektrikum
Air mempunyai tetapan dielektrikum sebesar 80, protein dan karbohidrat 10, metanol
33, etanol 24.Untuk mengetahui kadar air bahan diperlukan adanya kurva standar yang
melukiskan hubungan antara kadar air dan tetapan dielektriknya.
b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi.
Air merupakan penghantar listrik yang baik. Bahan yang mempunyai kandungan air
yang besar akan mudah menghantarkan listrik atau mempunyai resistensi yang relatif kecil.
Suatu zat dilalui aliran listrik, maka apabila diketahui suatu grafik yang menggambarkan
hubungan antara kadar air dan resistensinya maka bila diketahui resistensi bahan sejenis akan
dapat dihitung kadar air yang dikandungnya.
c. Berdasarkan Resonansi Nuklir Magnetik (NMR)
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan sifat-sifat magnetik dari inti atom yang
mampu menyerap energi. Kondisi yang terkendali absorbsi enegi dapat merupakan index zat
yang dikandungnya. Energi yang diserap oleh inti atom hidrogen dari molekul air merupakan
suatu ukuran dari banyaknya air yang dikandung bahan tersebut.

d. Rangkuman – 1
1. Jenis air dalam bahan pangan menurut derajat keterikatannya ada 4, yaitu air tipe I, tipe II, Tipe
III dan Tipe IV.
2. Jenis air menurut letaknya di dalam bahan pangan ada 3, yaitu air bebas, air terikat lemah dan air
terikat kuat.
3. Fungsi air di dalam bahan pangan diantaranya adalah Air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur serta cita rasa makanan, menentukan kesegaran dan daya tahan pangan serta menentukan
komposisi yang menentukan kualitas bahan makanan tersebut.
4. Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu dengan Metoda pengeringan
(Thermogravimetri), Metoda destilasi (Thermovolumetri), Metoda khemis, Metoda fisis serta
Metoda khusus misalnya dengan kromatografi : Nuclear Magnetic Resonance
e. Lembar Kerja – 1
1. Menurut derajat keterikatannya, air tipe berapakah air yang terikat kuat dan membentuk hidrat …
A. Air Tipe I
B. Air Tipe II
C. Air Tipe III
D. Air Tipe IV
E. Air Tipe V
2. Air yang terserap (teradsorpsi) pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pektin,
pati, selulosa merupakan jenis air…
A. Air Bebas
B. Air terikat kuat
C. Air terikat sedang
D. Air terikat lemah
E. Air Oklusi
3. Berikut ini merupakan prinsip penentuan kadar air dengan metoda destilasi / thermovolumetri
adalah…
A. Menguapkan air yang ada dalam bahan dengan pemanasan
B. Menguapkan air yang ada dalam bahan dengan dengan “Pembawa” cairan kimia yang
mempunyai titik didih lebih tinggi dari air dan berat jenisnya lebih ringan daripada air
C. Mereaksikan air di dalam bahan dengan Calsium Karbida dan menghitung gas asetilen yang
terbentuk
D. Mereaksikan air di dalam bahan dengan Iodin
E. Menghitung tetapan dielektrikum dari air
4. Suhu yang digunakan dalam analisa kadar air thermogravimetri adalah …
A. 1050C – 1100C
B. 1500C – 2000C
C. 5000C – 5500C
D. 5500C – 6000C
E. 6500C – 6600C
5. Pada penentuan kadar air dengan pemanasan, berapakah kadar air suatu bahan jika berat wadah
dengan bahan kering konstan adalah 23,5 gram, sedang berat wadah kosong adalah 22,5 gram
dan berat bahan basah adalah 2,5 gram …
A. 0,6%
B. 0,75%
C. 6%
D. 7,5%
E. 60%
6. Penentuan kadar air metoda “Thermogravitimetri” selain mudah tetapi memiliki kelemahan, berikut
merupakan kelemahan penentuan kadar air metoda “Thermogravitimetri” kecuali…
A. Bahan lain disamping air juga ikut menguap.
B. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain.
C. Dapat mengukur semua jenis air yaitu air bebas, air terikat lemah
D. Bahan yang mengandung komponen yang dapat mengikat air kuat sulit melepaskan airnya
meskipun sudah dipanaskan.
E. Bahan yang mengandung gula akan terdekomposisi.
7. Wadah yang digunakan untuk mengeringkan bahan dalam analisa kadar air metoda
oven/thermogravimetri adalah…
A. Cawan Porselen
B. Cawan Petri
C. Mortar
D. Botol Timbang
E. Cawan Gelas
8. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi, tetapi begitu air habis maka iodin akan
bebas, sehingga TAT (titik akhir titrasi) pada penentuan air metoda “Karl Fischer” ditandai…
A. Terbentuknya endapan putih
B. Terbentuknya warna merah karena menggunakan indicator metil merah
C. Terbentuknya warna hijau ketika menggunakan indicator metilen blue
D. Terbentuknya gas asetilen
E. Bobot bahan menjadi konstan
9. Pada penentuan kadar air berdasarkan reaksi calcium karbida dengan air dan menghasilkan gas
asetilen, maka penentuan asetilen yang terbentuk dapat dilakukan dengan cara …
A. Dengan mengukur tekanan gas asetilen yang terbentuk, jika reaksi dikerjakan dalam ruang
tertutup.
B. Menimbang campuran bahan dan karbid sesudah reaksi selesai, tanpa mempertimbangkan
berat awal.
C. Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan terbuka dan mengukur volumenya.
D. Dengan mengukur tetapan dielektrikum larutan.
E. Dengan menampung uap dalam wadah berskala, kemudian campuran akan terpisah karena
beda berat jenisnya.
10. Perhatikan pernyataan berikut, manakah yang benar tentang aktivitas air…
A. Untuk menyatakan jumlah air bebas dan air terikat yang dapat digunakan oleh mikroorganisme
untuk pertumbuhannya.
B. Sebagai perbandingan tekanan uap air dalam larutan dengan tekanan uap air murni.
C. Pada kadar air yang tinggi akan memberikan Aw yang tinggi pula.
D. Aktivitas bakteri akan tumbuh dengan baik pada Aw yang rendah
E. Dapat dinyatakan dengan hukum Roult, yaitu perbandingan massa air dengan massa air
ditambah massa pelarut.

f. Evaluasi – 1
1. Sebutkan arti penting air dalam bahan pangan 5 saja !
2. Menurut derajat keterikatannya air dalam bahan pangan dibedakan menjadi 4 tipe, sebutkan dan
jelaskan

g. Kunci Jawaban Evaluasi – 1


1. Arti penting air dalam bahan pangan
a. Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan
b. Air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya tahan pangan.
c. Air dalam bahan makanan menentukan komposisi yang menentukan kualitas bahan makanan
tersebut
d. Air dalam bahan makanan menentukan teknik pengolahan makanan
e. Air dalam bahan makanan menentukan teknik pengawetan dan pengemasan makanan.
2. 4 Tipe air menurut derajat keterikatannya adalah :
1. Tipe I

Molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi
besar. Air tipe I tidak dapat membeku pada proses pembekuan tetapi sebagian air ini dapat
dihilangkan dengan pengeringan biasa. Air tipe I terikat kuat sehingga sering disebut air terikat
dalam arti sebenarnya.
2. Tipe II

Molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain., terdapat dalam
mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini sukar dihilangkan dan
penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aktivitas air (aw).
3. Tipe III

Air tipe III merupakan air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat dan lain-lain. Air tipe III inilah yang disebut air bebas. Sifatnya mudah
menguap dan dapat dimanfaatkan pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimia.
4. Tipe IV

Air tipe IV tidak terikat jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat air biasa dan keaktifan
penuh.
h. Jobsheet
PENENTUAN KADAR AIR DALAM BAHAN DENGAN METODA OVEN
I. Tujuan : Menentukan kadar air dalam sebuah bahan
II. Dasar Teori :
Metode : Metode oven. SNI 01 – 3182 – 1992
Prinsip : Kehilangan bobot pada pemanasan 105C dianggap sebagai kadar
air yang terdapat pada sampel
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan pemanasan kemudian menimbang
bahan sampai berat konstan berarti semua air sudahdiuapkan. Cara inirelatif mudah, tetapi
memiliki kelemahan yaitu:
o Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut bersama dengan uap air misalnya
alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
o Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap
lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi
dan sebagainya
o Bahan yang mengandung komponen yang dapat mengikat air kuat sulit melepaskan airnya
meskipun sudah dipanaskan.
III. Alat dan Bahan :
Alat : 1. Neracaanalitik
2. Botol timbang
3. Spatula
4. Oven
5. Desikator
6. Krustang
Bahan : Sampel
IV. Cara Kerja
No Cara Kerja Tujuan
1. Panaskan botol timbang dalam oven 1. Menghilangkan kandungan air di
pada suhu 105C selama 1 jam dalam botol timbang
2. Dinginkan dalam eksikator selama 2. Untuk menurunkan suhu botol
10 menit timbang sebelum ditimbang
3. Timbang dan catat bobotnya, ulangi 3. Untuk mendapatkan berat botol
sampai diperoleh bobot konstan timbang konstan

Timbang bahan/sampel sebanyak 1


– 2 gram pada botol timbang 4. Untuk mendapatkan massa
4.
tertutup yang telah didapat bobot sampel yang diinginkan
konstannya
Panaskan dalam oven pada suhu 5. Untuk menghilangkan kadar
5.
105C selama 3 jam airnya
7. Dinginkan dalam eksikator selama 6. Untuk menurunkan suhu botol
10 menit timbang sebelum ditimbang
8. Timbang botol timbang yang berisi 7. Untuk mendapatkan massa
contoh tersebut. sampel kering dan botol timbang
9. Ulangi pemanasan dan 8. Untuk mendapatkan kadar air
penimbangan hingga diperoleh hingga konstan
bobot konstan
Perhitungan
(𝐖𝐨+𝐖𝐬)−𝐖𝐢
% Air = 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
𝐖𝐬

Wo = berat botol timbang kosong (gram)


Wi = berat botol timbang + sampel setelah pengeringan (gram)
Ws = beratsampel (gram)

V. Tabel Pengamatan
Wo (g) Ws (g) Wi (g) % Kadar Air

VI. Pembahasan
VII. Kesimpulan
ANALISIS PENENTUAN KADAR ABU

2. Kegiatan Belajar – 2
a. Tujuan Kegiatan Belajar – 2
Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran 2, diharapkan Anda dapat :
 Memahami tentang pentingnya penentuan kadar abu sebagai penentu mutu bahan makanan.
 Menerapkan dan Menganalisis prinsip dasar penentuan kadar abu dengan berbagai metode.
 Melaksanakan penentuan kadar abu dengan berbagai metode.
b. Rencana Belajar – 2
1. Materi :
Kegiatan Belajar 2 dalam modul analisa terapan ini berisi materi tentang Analisa Penentuan
Kadar Abu.
2. Waktu :
Modul ini diselesaikan dalam waktu 28 jam pelajaran (@45 menit) atau 4 x pertemuan
3. Tempat :
Proses pembelajaran berlangsung di Kelas dan di Laboratorium.
c. Uraian Materi – 2
A. PENGERTIAN ABU
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan
komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Beberapa sampel kadar abu
dalam beberapa bahan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Kadar abu beberapa bahan pangan
Bahan Abu (%)
Susu 0,5 – 1,0
Susu kering tidak berlemak 1,5
Buah-buahan segar 0,2 – 0,8
Buah-buahan yang dikeringkan 3,5
Biji kacang-kacangan 1,5 – 2,5
Daging segar 1
Daging yang dikeringkan 12
Daging ikan segar 1-2
Sayur-sayuran 1

Kadar abu berhubungan erat dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu
bahan dapat terdiri atas dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk
dalam garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam
anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat.
Selain kedua garam tersebut, terkadang mineral berbentuk sebagai senyawa kompleks yang
bersifat organik. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit,
oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia pembakaran garam mineral tersebut,
yang dikenal dengan pengabuan.
Komponen mineral suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan jumlahnya. Sebagai gambaran
dapat dikemukakan beberapa sampel sebagai berikut :
a. Kalsium (Ca)
Di antara komponen mineral yang ada, kalsium relatif tinggi pada susu dan hasil olahannya, serealia,
kacang-kacangan, ikan, telur dan buah-buahan. Sebaliknya bahan yang kandungan kalsium sedikit
adalah gula, pati dan minyak.
b. Fosfor (P)
Bahan yang mengandung banyak fosfor adalah susu dan olahannya, daging, ikan daging unggas,
telur dan kacang-kacangan.
c. Besi (Fe)
Bahan yang kaya mineral besi adalah tepung gandum, daging, unggas, ikan, seafood, telur.
Sedangkan makanan yang sedikit mengandung besi adalah susu dan olahannya, buah-buahan dan
sayur-sayuran.
d. Natrium (Na)
Bahan yang banyak mengandung natrium adalah garam yang banyak digunakan sebagai ingredient
(bumbu), salted food.
e. Kalium (K)
Bahan yang banyak mengandung mineral kalium ialah susu dan hasil olahannya, buah-buahan,
serealia, daging, ikan, unggas, telur, dan sayur-sayuran.
f. Magnesium (Mg)
Bahan yang banyak mengandung magnesium adalah kacang-kacangan, serealia, sayuran, buah-
buahan dan daging.
g. Belerang (S)
Belerang banyak terdapat dalam bahan yang kaya akan protein seperti susu, daging, kacang-
kacangan, telur.
h. Kobalt (Co)
Bahan yang kaya mineral kobalt adalah sayur-sayuran dan buah-buahan.
i. Seng (Zn)
Bahan makanan hasil laut (seafood) merupakan bahan yang banyak mengandung unsur seng.

B. ANALISIS KADAR ABU


Penentuan konsitituen mineral dalam bahan hasil pertanian dibedakan menjadi dua tahapan yaitu :
1. Penentuan abu (total, larut dan tidak larut)
2. Penentuan individu komponen
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain :
 Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan.
Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm
dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam
endosperm maka tepung gandung yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi.
Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak
daripada dalam endosperm.
 Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan
untuk membuat jelly atau marmelade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau
membedakan fruit vinegar (asli) dan sintetis.
 Sebagai parameter nilai bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang
cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.

Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat
pula secara basah atau cara tidak langsung.
1. Penentuan Kadar Abu Secara Langsung (Cara Kering)
Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) adalah dengan mengoksidasikan semua
zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 600o C dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sampel yang akan
diabukan, ditimbang sejumlah tertentu tergantung macam bahannya. Beberapa sampel bahan dan
jumlah berat yang diperlukan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Berat bahan untuk pengabuan

Bahan Berat Bahan (g)

Ikan dan hasil olahannya, biji-bijian dan makanan 2


ternak
Padi-padian, susu dan keju 3–5
Gula, daging dan sayuran 5 – 10
Jelly, sirup, jam dan buah kering 10
Juice, buah segar, buah kalengan 25
Anggur 50
Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu.
Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak, pengabuan
dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya
sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu
dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive
atau parafin.

Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krus yang dapat
terbuat dari porselin, silika, kuarsa, nikel atau platina dengan berbagai kapasitas (25 – 100 mL).
Pemilihan wadah ini disesuaikan dengan bahan yang akan diabukan.
Bahan yang bersifat asam misalnya buah-buahan disarankan menggunakan krus porselin yang
bagian dalamnya dilapisi silika sebab bila tidak dilapisi akan terjadi pengikisan oleh zat asam
tersebut. Wadah yang terbuat dari nikel tidak dianjurkan karena dapat berekasi dengan bahan
membentuk nikel-karbonil bila produk banyak mengandung karbon.
Penggunaan krus porselin sangat luas, karena dapat mencapai berat konstan yang cepat dan
murah tetapii mempunyai kelemahan sebab mudah pecah pada perubahan suhu yang mendadak.
Penggunaan krus dari besi atau nikel umumnya untuk analisa abu dengan sampel dalam jumlah
besar. Krus dari gelas vycor atau kuarsa juga dapat digunakan dan dapat dipanaskan sampai 900oC
dan tahan terhadap asam dan beberapa bahan kimia umumnya kecuali basa. Sedangkan bahan
yang bersifat basa dapat menggunakan krus yang terbuat dari platina.
Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang
dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsur K, Na, S, Ca, Cl, P. Selain itu suhu
pengabuan juga dapat menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu misalnya K 2CO3, CaCO3,
MgCO3. Menurut Whichman (1940, 1941), K2CO3 terdekomposisi pada suhu 700oC, CaCO3
terdekomposisi pada 600 – 650oC sedangkan CO3 terdekomposisi pada suhu 300 – 400oC. Tetapi
bila ketiga garam tersebut berada bersama-sama akan membentuk senyawa karbonat kompleks
yang lebih stabil.Kehilangan komponen abu selama pengabuan dapat diketahui seperti pada tabel
berikut.

Tabel Persen kehilangan garam selama pengabuan


250oC 450oC 650oC 700oC 780oC
Garam
16 jam 1-3 jam 8 jam 8 jam 8 jam
Kalium klorida - 0,99 0,37 1,36 8,92
Kalium sulfat - 1,11 0,33 0,00 0,00
Kalium karbonat - 1,53 0,07 1,01 2,45
Kalsium klorida - 1,92 0,93 14,31 Mencair
Kalsium sulfat - 1,37 0,40 0,00 0,00
Kalsium karbonat - 0,22 42,82*) - -
Kalsium oksida - 3,03 0,55 0,00 0,00
Magnesium sulfat 31,87 32,61 0,33 - -
Magnesium klorida 74,72 78,28 0,30 - 0,00
*) sebagai kalsium oksida
Sumber : Joslyn, 1970 dalam Slamet Sudarmadji dkk

Suhu pengabuan untuk tiap-tiap bahan dapat berbeda-beda tergantung komponen yang ada
dalam bahan tersebut. Hal ini disebabkan adanya berbagai komponen abu yang mudah mengalami
dekomposisi atau bahkan menguap pada suhu yang tinggi.
Sebagai gambaran dapat diberikan berbagai sampel suhu pengabuan untuk berbagai bahan
sebagai berikut : Buah-buahan dan hasil olahannya, daging dan hasil olahannya, gula dan hasil
olahannya serta sayuran dapat diabukan pada suhu 525oC. Serealia dan hasil olahannya susu dan
hasil olahannya, kecuali keju pengabuan pada suhu 550oC sudah cukup baik. Ikan dan hasil
olahannya serta bahan hasil laut, rempah-rempah, keju, anggur dapat menggunakan suhu
pengabuan 500oC. Sedangkan biji-bijian, makanan ternak dapat diabukan pada suhu 600oC.
Pengabuan diatas 600oC tidak dianjurkan karena menyebabkan hilangnya zat tertentu misalnya
garam klorida ataupun oksida dari logam alkali.
Pengabuan dilakukan dengan muffle atau tanur yang dapat diatur suhunya, tetapi bila tidak
tersedia dapat menggunakan pemanas bunsen. Hanya saja penggunaan Bunsen menyebabkan
akan menyulitkan untuk mengetahui dan mengendalikan suhu. Hal ini dapat diganti dengan
melakukan pengamatan secara visual yaitu bila bara merah sudah terlihat berarti suhu lebih kurang
550oC (bila menggunakan krus porselin).
Kadangkala pada proses pengabuan terlihat bahan hasil pengabuan berwarna putih abu-abu
dengan bagian tengahnya terdapat noda hitam, ini menunjukkan pengabuan belum sempurna
maka perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh abu yang berwarna putih keabu-
abuan. (Warna abu ini tidak selalu abu-abu atau putih tetapi ada juga yang berwarna kehijauan,
kemerah-merahan).
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap
selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya
konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan
dalam keadaan dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu yang diambil dari dalam muffle atau
tanur harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar supaya suhunya turun,
baru kemudian dimasukkan ke dalam eksikator sampai dingin.
Eksikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silika gel atau
kapur aktif atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Agar supaya eksikator dapat mudah digeser
tutupnya maka permukaan gelas diolesi dengan vaselin.
Pengabuan sering memerlukan waktu cukup lama. Pengabuan dapat dipercepat dengan cara
antara lain sebagai berikut :
 Mencampur bahan dengan pasir kuarsa murni sebelum pengabuan. Hal ini dimaksudkan untuk
memperbesar luas permukaan dan mempertinggi porositas sampel sehingga kontak antara
oksigen dengan sampel selama proses pengabuan akan diperbesar. Dengan demikian oksidasi
zat-zat organik akan berjalan dengan lebih baik dan cepat sehingga waktu pengabuan dapat
dipercepat. Yang perlu diingat adalah pasir yang digunakan harus betul-betul bebas dari zat
organik dan bebas abu. Untuk ini dapat dilakukan dengan memijarkan pasir tersebut dan
mencucinya dengan asam kuat misalnya asam sulfat pekat atau asam klorida pekat dan
selanjutnya dibilas dengan alkohol dan dikeringkan atau bila perlu dilakukan pemijaran sekali
lagi. Bila menggunakan pasir maka harus diketahui beratnya pasir yang digunakan. Sisa
pembakaran pengabuan dikurangi dengan berat pasir yang ditambahkan merupakan berat abu
dari sampel yang dianalisa.
 Menambahkan campuran gliserol-alkohol ke dalam sampel sebelum diabukan. Pada waktu
dipanaskan akan terbentuk suatu kerak yang berpori yang disebabkan karena gliserol-alkohol
yang ditambahkan akan dioksidasikan dalam waktu yang sangat cepat pada suhu yang tinggi.
Dengan demikian maka oksidasi bahan menjadi lebih cepat. Gliserol-alkohol tidak
mempengaruhi kadar abu bahan tersebut.
 Menambahkan hidrogen peroksida pada sampel sebelum pengabuan dapat pula mepercepat
proses pengabuan karena dapat membantu proses oksidasi bahan.

2. Penentuan kadar abu secara tidak langsung (cara basah)


Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha penentuan elemen
runut (trace elemen) dan logam-logam beracun. Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki
cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang lama serta adanya kehilangan karena
pemakaian suhu tinggi yaitu antara lain dengan pengabuan cara basah ini. Pengabuan cara basah
ini prinsipnya adalah memberikan pereaksi kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan
pengabuan.
Berbagai bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah ini dapat disebutkan sebagai
berikut :
 Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadinya
reaksi oksidasi. Asam sulfat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat, meskipun demikian
waktu yang diperlukan untuk pengabuan masih cukup lama.
 Campuran asam sulfat dan kalium sulfat dapat dipergunakan untuk mempercepat
dekomposisi sampel. Kalium sulfat akan menaikkan titik didih asam sulfat sehingga suhu
pengabuan dipertinggi dan pengabuan dapat lebih cepat.
 Campuran asam sulfat, asam nitrat yang banyak digunakan untuk mempercepat proses
pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan penambahan oksidator
ini akan menurunkan suhu digesti bahan yaitu pada suhu 350oC, dengan demikian komponen
yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat tetap dipertahankan dalam
abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.
 Asam perklorat dan asam nitrat dapat digunakan untuk bahan yang sangat sulit mengalami
oksidasi. Dengan perklorat yang merupakan oksidator yang sangat baik memungkinkan
pengabuan dapat dipercepat. Kelemahan perklorat ini adalah bersifat explosif atau mudah
meledak sehingga cukup berbahaya. Pengabuan dengan bahan perklorat dan asam nitrat ini
dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam 10 menit sudah dapat diselesaikan.
Sebagaimana cara kering, setelah selesai pengabuan bahan kemudian diambil dari dalam muffle
atau tanur lalu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sekitar 15 – 30 menit selanjutnya
dipindahkan ke dalam eksikator yang telah dilengkapi dengan bahan penyerap uap air. Di dalam
eksikator sampai dingin kemudian dilakukan penimbangan. Pengabuan diulangi lagi sampai
diperoleh berat abu yang konstan.

3. Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah:


 Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan makanan dan hasil
pertanian, sedangkan cara basah untuk elemen runut (trace element).
 Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut
dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan cara basah memerlukan waktu
yang cepat.
 Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedang cara basah dengan suhu relatif
rendah.
 Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara basah sebaiknya
sampel sedikit dan memerlukan pereaksi yang kadangkala agak berbahaya. Karena
menggunakan pereaksi maka penentuan cara basah perlu koreksi terhadap pereaksi yang
digunakan.

Penentuan kadar abu dengan pengabuan merupakan cara yang tidak langsung dan masih
banyak dilakukan orang. Sebenarnya ada cara lain yang lebih tepat yaitu cara konduktometri. Meskipun
cara konduktometri lebih teliti dan cepat dibandingkan cara pengabuan tetapi berhubung memerlukan
persyaratan khusus dan alat yang lebih rumit maka belum banyak dilakukan. Penentuan mineral total
cara terakhir ini banyak digunakan dalam penentuan kadar abu dalam gula.
Konduktometri berdasarkan atas prinsip bahwa larutan gula atau bahan/konstituen mineral
mengalami dissosiasi sedangkan sukrosa yang merupakan bahan non elektrolit tidak mengalami
dissosiasi. Konduktivitas larutan dapat digunakan sebagai indeks dari konsentrasi ion atau mineral atau
kandungan abu dalam bahan. Makin besar konduktivitas larutan maka akan makin besar kadar abu
bahan tersebut.
Penentuan abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam
klorida 10 %. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas whatman no.
42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri dari pasir dan silika. Apabila abu
banyak mengandung abu jenis ini maka dapat diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna
ataupun terjadinya kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.
Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke dalam aquadest
kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang residunya. Abu yang larut dalam air ini
kadang-kadang digunakan sebagai indeks kandungan buah dalam jelly dan buah-buahan yang
diawetkan. Cara yang umum dalam penentuan abu yang larut adalah dengan mengabukan residu yang
terdapat dalam kertas saring bebas abu pada perlakuan di atas. Abu yang larut dalam air adalah selisih
berat abu mula-mula dengan berat abu yang ada dalam residu tersebut.
Alkalinitas abu sering pula dilakukan pengujian untuk mengetahui asal bahan yang dianalisa.
Abu yang berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran adalah bereaksi alkalis, sedangkan yang berasal
dari daging dan hasil olahannya berekasi asam.
Penentuan individu mineral yang ada dalam abu dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain secara kimia dan secara spektrofotometri. Untuk cara yang pertama (cara kimia) merupakan
metode gravimetri dengan cara evolusi tidak langsung yang memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan cara kedua cukup cepat dan mempunyai ketelitian yang besar. Penentuan dengan
spektrofotometer yang dikenal dengan spektrofotometer serapan atom (AAS).

d. Rangkuman – 2
1. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berkaitan erat
dengan kandungan mineral suatu bahan.
2. Penentuan kadar abu bertujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, Untuk
mengetahui jenis bahan yang digunakan, Sebagai parameter nilai bahan makanan.
3. Metode Penentuan Kadar abu ada 2, yaitu cara kering dan cara basah.
4. Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) adalah dengan mengoksidasikan semua zat
organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 600o C dan kemudian melakukan penimbangan
zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
5. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan pereaksi kimia tertentu ke dalam bahan
sebelum dilakukan pengabuan.

e. Lembar Kerja – 2
1. Kadar abu dalam bahan pangan tidak menunjukkan sebagai…
A. Kadar mineral sebuah bahan
B. Kemurnian suatu bahan
C. Kandungan organik suatu bahan
D. Kebersihan suatu bahan
E. Tingkat kontaminasi suatu bahan
2. Suatu produk yang mempunyai kadar air tinggi, sebelum dilakukan pembakaran dalam Tanur
pengabuan harus dilakukan …
A. Pemanasan dengan suhu rendah
B. Dikeringkan terlebih dahulu dengan sinar matahari
C. Dipanaskan terlebih dahulu dengan lampu spiritus
D. Dipanaskan terlebih dahulu dalam oven sampai kering
E. Langsung dilakukan pembakaran dalam Tanur
3. Hasil pengabuan dengan Tanur, tidak boleh langsung didinginkan dalam Eksikator, akan tetapi
perlu diturunkan terlebih dahulu suhunya dalam oven atau diatas meja porselin, karena…
A. Eksikator tidak ada bahan penyerap panas
B. Adanya panas tinggi, tutup eksikator dapat memuai
C. Adanya panas tinggi, tutup eksikator tidak dapat dibuka
D. Adanya panas tinggi dapat merusak bahan penyerap panas
E. Cellica gel dalam eksikator dapat membentuk karamel
4. Langkah atau tahapan dalam penetapan kadar abu total adalah ........
A. Peng-arangan, Pembakaran, Gravimetri, Pendinginan
B. Pendinginan, Pembakaran, Gravimetri, Peng arangan
C. Peng-arangan, Gravimetri Pembakaran , Pendinginan
D. Peng-arangan, Pendinginan Pembaakaran, Gravimetri,
E. Peng-arangan, Pembakaran, Pendinginan, Gravimetri,
5. Alkalinitas abu sering pula dilakukan pengujian untuk mengetahui asal bahan yang dianalisa.
Makanan yang tidak menghasilkan abu yang bereaksi asam adalah …
A. Sosis
B. Nuget
C. Susu
D. Buah
E. Ikan Asin
6. Apabila dalam penetapan kadar abu total Cornet Beef diperoleh data sebagai berikut :
 Bobot Sampel + cawan kosong = 30 gram
 Bobot Cawan kosong = 25 gram
 Bobot Cawan + abu = 25,20gram
Dari data tersebut, maka kadar Abu Total pada Cornet Beef adalah…
A. 0,04%
B. 0,4%
C. 4%
D. 2,5%
E. 25%
7. Penetapan kadar abu metode Wet degestion lebih baik dibandingkan dengan metode Dry Ash
karena…
A. Sampel yang dibutuhkan sedikit
B. Waktu pengabuan lebih lambat
C. Suhu pembakaran lebih tinggi
D. Untuk bahan pangan
E. Pereaksi yang digunakan berbahaya
8. Reagen kimia yang digunakan untuk mendegest komponen organik dalam pengabuan basah, yang
bersifat explosif, mempunyai keuntungan yaitu.....
A. Pengabuan membutuhkan waktu yang lama
B. Pengabuan berjalan relatif cepat
C. Pengabuan berjalan relatif lambat
D. Pengabuan berjalan relatif lebih lama
E. Pengabuan berjalan terlalu lambat
9. Salah satu reagen kimia yang digunakan untuk menaikkan titik didih Asam sulfat dalam proses
degestion adalah…
A. HClO4
B. H2SO4
C. CuSO4
D. (NH4)2SO4
E. K2SO4
10. Penambahan campuran gliserol-alkohol ke dalam sampel sebelum diabukan, tujuannya adalah …
A. Untuk memperluas permukaan panas
B. Mempertinggi porositas sampel
C. Menghasilkan oksigen
D. Menaikkan titik didih sampel
E. Memecah komponen organik

f. Evaluasi – 2
1. Sebutkan manfaat penentuan abu dalam bahan pangan !
2. Sebutkan beberapa perbedaan prinsip pada proses penentuan kadar abu bahan pangan cara
kering dan basah

g. Kunci Jawaban Evaluasi – 2


1. Manfaat Penentuan Abu
 Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan.
Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian
endosperm dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga
terikut dalam endosperm maka tepung gandung yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu
yang relatif tinggi. Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20
kali lebih banyak daripada dalam endosperm.
 Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan
untuk membuat jelly atau marmelade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan
atau membedakan fruit vinegar (asli) dan sintetis.
 Sebagai parameter nilai bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam
yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
2. Perbedaan penentuan kadar abu cara kering dan cara basah
a. Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan makanan dan hasil
pertanian, sedangkan cara basah untuk elemen runut (trace element).
b. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak
larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan cara basah memerlukan
waktu yang cepat.
c. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedang cara basah dengan suhu relatif
rendah.
d. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara basah sebaiknya
sampel sedikit dan memerlukan pereaksi yang kadangkala agak berbahaya. Karena
menggunakan pereaksi maka penentuan cara basah perlu koreksi terhadap pereaksi yang
digunakan.
h. Jobsheet – 2
Analisis Kadar Abu Total
I. Tujuan : Menentukan kadar abu total dalam sebuah bahan
II. Dasar Teori :
Metode : SNI 01 – 2891 – 1992 butir 6.1 Cara uji makanan dan minuman
Prinsip : Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2 tetapi
bahan anorganik tidak
III. Alat dan Bahan
Alat : Bahan:
 Neraca analitik  Sample
 Cawan porselen
 Spatula
 Kawat kasa
 Kaki tiga
 Lampu spirtus
 Krus tang
 Muffle/tanur
 Eksikator
IV. Prosedur :
No Cara Kerja Tujuan
Panaskan botol timbang dalam oven 1. Untuk menghilangkan kandungan
1.
pada suhu 105C selama 1 jam airnya
2. Dinginkan dalam eksikator selama ½ 2. Untuk menurunkan suhu
3. jam 3. Untuk memperoleh bobot konstan
Timbang dan catat bobotnya
Ulangi sampai diperoleh bobot konstan
Timbang dengan seksama 2 – 3 g
sampel ke dalam sebuah cawan
porselen (atau platina) yang telah
4. Untuk mendapatkan massa
4. diketahui bobotnya.
sampel yang diinginkan
Untuk sampel cairan, uapkan terlebih
dahulu di atas penangas air sampai
kering.
5. Untuk mengoksidasi senyawa
5. Arangkan di atas nyala pembakar.
organik dalam sampel
Lalu abukan dalam tanur listrik pada
suhu maksimum 550oC sampai 6. Untuk membakar dan
6.
pengabuan sempurna (warna putih mengabukan sampel
keabu-abuan)
7. Sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit 7. Agar terjadi sirkulasi udara
8. Kemudian ambil dan dinginkan dalam 8. Untuk menurunkan suhu sebelum
oven 1050C selama ½ jam masuk eksikator
9. Dinginkan dalam eksikator selama ½ 9. Untuk menurunkan suhu sebelum
jam penimbangan
10. Timbang cawan porselein yang berisi 10. Untuk mendapatkan massa cawan
contoh tersebut. dan abu
11. Ulangi pemanasan dan penimbangan 11. Untuk mendapatkan massa
hingga diperoleh bobot konstan konstan
V. Perhitungan :
W2 − W 1
% Abu = x 100%
W

w = bobot sampel sebelum diabukan (gram)


w1 = bobot cawan kosong (gram)
w2 = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (gram)

VI. Tabel Pengamatan


W W1 W2 % Abu

Anda mungkin juga menyukai