Anda di halaman 1dari 4

KETUBAN PECAH DINI (PPROM)

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/--

Ditetapkan Direktur Utama


Standar
Pelayanan Tanggal Terbit
Prof. dr. Budi Mulyono,SpPK,MM.
Medik NIP. 195212261979031003
Filosofi Menurunkan serendah mungkin angka morbiditas dan mortalitas pada ibu
dan bayi.
Tujuan Untuk memberikan pedoman tatalaksana ibu hamil dengan ketuban pecah
dini serta penanganan komplikasinya.
Prinsip Memberikan pelayanan dan manajemen bagi ibu dan bayi secara tepat untuk
menurunkan morbiditas ibu dan bayinya

Pernyataan standar 1. SPM ini dikembangkan untuk memastikan ibu hamil dengan ketuban
pecah dini mendapatkan pilihan penatalaksanaan yang terbaik berbasis
bukti terbaik yang ada dan terintegrasi dengan saran dari pasien beserta
keluarga serta pandangan ahli.
2. SPM ini juga untuk menjaga konsistensi dalam penatalaksanaan ketuban
pecah dini pada hamil preterm (PPROM/Preterm Prelabour Rupture of
Membranes)n dan memberikan rekomendasi serta dasar informasi pada
proses penatalaksanaan.
3. Rekomendasi dari SPM ini berbasis bukti terbaik yang bisa didapatkan
saat penelusuran bukti, dan seharusnya pembaca tetap terbuka untuk
kemungkinan didapatkannya bukti terbaru.
Isi Standar

Strategi penelusuran Menggunakan database Cochrane, DARE, EMBASE, TRIP, Medline dan
bukti Pubmed (1966 -2005) dan mencari Guideline yang ada menggunakan kata
kunci preterm prelabour rupture of membranes, amnioinfusion, sealing
amniotic membranes, intra-amniotic infection, Nitrazine, fetal fibronectin,
amniocentesis, antenatal corticosteroids, and tocolytics.
Bagaimana Diagnosis ketuban pecah spontan dinilai dengan anamnesis
mendiagnosis pasien dan pemeriksaan dengan speculum steril. B
PPROM?
Pemeriksaan USG berguna untuk beberapa kasus untuk C
membantu mengkonfirmasi diagnosis
Pemeriksaan digital harus dihindari dimana dicurigai adanya C
PPROM
Diagnosis dibuat dengan anamnesis riwayat yang mendukung Level
ketuban pecah spontan (SROM/ spontaneous rupture of evidence
membrane) dilanjutkan dengan pemeriksaan dengan speculum IIb
steril yang menunjukkan adanya kumpulan cairan ddi forniks
posterior vagina, sehingga nitrazin test tidak diperlukan. USG
menunjukkan adanya oligohidramnion yang juga berguna untuk
membantu mengkonfirmasi diagnosis SROM. Pemeriksaan
digital harus dihindari keuali ada kecurigaan kuat terjadi
persalinan. Ini karena mikroorganisme dapat berpindah dari
vagina ke dalam serviks, yang dapat menyebabkan infeksi
intrauterine, pelepasan prostaglandin dan persalinan preterm.
Studi retrospektif melaporkan bahwa interval periode laten
antara ketuban pecah spontan (SROM) dan persalinan pada yang
dilakukan pemeriksaan digital secara signifikan lebih pendek
daripada yang hanya dilakukan pemeriksaan menggunakan
speculum.
Test antenatal apa Wanita dengan PPROM seharusnya diobservasi untuk tanda-
yang harus dilakukan? tanda klinis korioamnionitis sedikitnya dalam 12 jam.
Vaginal swab mingguan dan pemeriksaan darah lengkap
maternal sedikitnya seminggu sekali harus dipetimbangkan.
Monitoring fetal dengan CTG harus dipertimbangkan dimana C
dibutuhkan survey fetal secara regular.
BPS (Biophysical score) atau Doppler velosimetri tidak B
dipertimbangkan sebagai garis pertama untuk survey atau test
diagnostic pada infeksi fetal.
Pireksia pada maternal (diatas 37,8ºC), discharge/cairan vagina Level
yang berbau, dan fetal takikardi(rata-rata diatas 160x/menit) evidence
mengindikasikan adanya korioamnionitis. Ada beberapa variasi IIa
literature mengenai akurasi test laboratorium mengenai
leukositosis dan peningkatan C-reaktif protein dalam
memprediksi korioamnionitis. Sensitivitas dan angka positif
palsu leukositosis dalam mendeteksi korioamnionitis secara
klinis berkisar antara 29-487% dan 5-18%. Spesifisitas dar C-
reaktif protein adalah 38-55%. Meskipun kultur swab mingguan
dari vagina diambil sebagai bagian dari manajeman wanita
dengan PPROM, evaluasi data pada praktik ini didak
menunjukkan kesimpulan bahwa hal tersebut menguntungkan.
Ini telah ditunjukkan bahwa kultur traktus genitalis yang positif
memprediksi 53% kultur cairan amnion positif dengan angka
positif palsu 25%. Tetapi bagaimanapun adanya leukositosis
berguna secara klinis jika ada keraguan tentang diagnosis
korioamnionitis. Lebih jauh, swab vaginal tinggi yang
mengindikasikan adanya streptokokus grup B, membutuhkan
terapi antibiotic intrapartum.
BPS abnormal dan peningkatan rasio sistol/diastole pada arteri Level
umbilical menunjukkan infeksi intrauterine. Angka positif dan evidence
negative palsu untuk BPS yang abnormal dalm prediksi IIa
korioamnionitis secara klinis berkisar antara 25-80% dan 2-9%.
Data lain menggunakan cairan amnion positif dan kultur darah
fetal positif sebagai titik akhir untuk infeksi menemukan bahwa
BPS atau studi Doppler velosimetri dari plasenta atau sirkulasi
fetal tidak akurat membedakan antara kasus infeksi dan non
infeksi. Takikardi fetal memprediksi 20-40% kasus infeksi
intrauterine dengan angka positif palsu kira-kira 3%. CTG
berguna karena dengan adanya takikardi fetal merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi lebih lambat dan sering digunakan
dalam definisi klinis korioamnionitis.
Apa peran Infeksi intrauterine, yang didefinisikan sebagai kultur cairan Level
amniosentesis? amnion positif, ditemukan pada 36% wanita dengan PPROM,. evidence
Sebagian besar infeksi adalah subklinis tanpa tanda-tanda yang IIa
nyata pada korioamnionitis. Kultur positif pada cairan amnion
meningkatkan risiko perslinan preterm, sepsis neonatal, sindrom
distress respirasi, penyakit paru kronis, leukomalasia
paraventrikular, perdarahan intraventrikular, dan cerebral palsy.
Bukti saat ini mendukung bahwabinfeksi sebagai penyebab Level
daripada sebagai konsekuensi amniorheksis. Amniosentesis evidence
mempunyai potensi untuk mendeteksi infeksi subklinis sebelum IIa
onset tansa-tanda korioamnionitis dan sebelum onset terjadinya
sepsis pada fetal, dimana diperlukan intervensi yang tepat seperti
pemberian antibiotic pada kasus infeksi dan saat persalinan,
tergantung pada umur kehamilan dan mamajemen ekspektatif
pada wanita dengan kultur cairan amnion negative. Rapid test
pada cairaan amnion seperti strain Gram dan assay seperti
sitokoi yaitu adanya interleukin 6 dan 18, dimana
mengindikasikan adanya infeksi intrauterine, bisa dilakukan.
Manajemen Eritromisin (250 mg secara oral tiap 6 jam) harus diberikan A
Apakah antibiotic untuk 10 hari jika terdiagnosis PPROM.
profilaksis
direkomendasikan?
Co- amoksiclav tidak direkomendasikan untuk wanita dengan A
PPROM karena berhubungan dengan enterokolitis nekrotikan.
Variasi pemilihan antibiotic dan durasi terapi antibiotic pada Level
studi pemeriksaan dengan meta-analisis.10 penelitian tentang evidence
broad spectrum penisilin, baik itu digunakan secara tunggal Ia
maupun kombinasi, 5 test terhadap antibiotic
makrolid(eritromisin) baik digunakan secara tunggal ataupun
secara kombinasi dan 1 penelitian tentang klindamisin dan
gentamisin. Durasi terapi bervariasi antara 2 dosis dan 10 hari.
Beberapa penisilin (kecuali co-amoksiklav) atau eritromisin
dibandingkan placebo berhubungan dengan penurunan jumlah
bayi yang dilahirkan dalam 48 jam dan yang mempunyai kultur
darah positif. Co-amoksiklav dibandingkan placebo
meningkatkan jumlah bayi yang dilahirkan dengan enterokolitis
nekrotikan.
Apa peran Kortikosteroid antenatal seharusnya diberikan pada wanita A
kortikosteroid dengan PPROM.
antenatal?
Meta-analisis dari b15 RCT meliputi lebih dari 1400 wanita Level
PPROM menunjukkan bahwa kortikosteroid antenatal evidence
menurunkan risiko sindrom distress respirasi (RR 0.56; 95% CI Ia
0.46–0.70), perdarahan intraventrikuler (RR, 0.47;95% CI 0.31–
0.70) and enterokolitis nekrotikan (RR 0.21; 95% CI 0.05–0.82).
Mereka tidak menunjukkan peningkatan risiko infeksi baik pada ibu
(RR 0.86; 95% CI 0.61–1.20) atau bayi (RR 1.05; 95% CI 0.66-
1.68).

Apakah agen tokolitik Tokolitik profilaksis pada wanita dengan PPROM tanpa A
harus diberikan? kontraksi uterus tidak direkomendasikan.
Wanita dengan PPROM dan kontraksi uterus yang memerlukan
transfer atau kortikosteroid antenatal seharusnya
dipertimbangkan pemberian tokolitik.
3 studi randomized dari total 235 wanita dengan PPROM Level
melaporkan proporsi sisa wanita yang tidak melahirkan dalam 10 evidence
hari setelah rupture membrane tidak signifikan lebih tinggi pada Ib
mereka yang mendapatkan tokolitik daripada mereka yang tidak
mendapatkan tokolitik.
Studi case-control retrospektif menunjukkan bahwa tokolitik Level
setelah PPROM tidak meningkatkan interval antara rupture evidence
membrane dan persalinan atau penurunan morbiditas neonatal. IIa
Amnioinfusion Amnioinfusion transvaginal pada saat persalinan tidak A
Haruskah direkomendasikan untuk wanita dengan PPROM.
amnoinfusion
diberikan pada waktu
persalinan?
Amnioinfusion transabdominal tidak direkomendasikan sebagai B
metode untuk mencegah hipoplasia paru pada PPROM yang
sangat preterm.
Amnioinfusion transvaginal selama persalinan ada dalam review Level
Cochrane dimana studi RCT yang meliputi 66 wanita dengan evidence
SROM antara umur kehamilan 26-33 minggu dan yang Ib
menerima amnioinfusion selama persalinan diperiksa. Hasil
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara yang
diberikan amnioinfusion dan tidak diberikan amnioinfusion
pada seksio sesarea, skor Apgar yang rendah dan ketian
neonatal. Implikasi praktis ini masih kurang cukup bukti yang
menunjukkan hubungan pemakaian amnioinfusion.
Studi Case-control yang lain meliputi 24 wanita dilaporkan tidak Level
ada perbedaan insidensi hipoplasia paru diantara kontrol dan evidence
yang diberikan amnioinfusion. IIb
Pemakaian glue fibrin Penutup fibrin tidak direkomendasikan sebagai terapi yang rutin B
Apa peran fibrin glue pada oligohidramnion semester kedua yang disebabkan PPROM
dalam membrane
korioamniotik untuk
mencegah hipoplasia
paru?

Anda mungkin juga menyukai