Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL JOURNAL REVIEW (CJR)

Tugas Mata Kuliah Pancasila


Dosen Pengampu: Wasiyem S.Pd., M.Si.

Disusun oleh Kelompok ke 12:

Azinatul Asghoriah 0801232190


Syelsa Yustrina Dalimunte 0801232173
Sabrina Febri Azzura 0801232185

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
Jurnal 1 (Nasional)

Judul Penerapan Pidana Mati Terhadap Terpidana Kasus Korupsi

Jurnal Jurnal UNDIP: Masalah-Masalah Hukum


Volume & Halaman Volume 49, Nomor 4, hal.432-442
Tahun 2020
Penulis Warih Anjari
Reviewer 1. Azinatul Asghoriah
2. Syelsa Yustrina Dalimunte
3. Sabrina Febri Azzura

Tanggal 17 November 2023


(Anjarai, 2020)

Abstrak Abstrak dari artikel "Penerapan Pidana Mati Terhadap Terpidana Kasus
Korupsi" mengungkapkan bahwa korupsi, sebagai kejahatan luar biasa,
memberikan peraturan tentang pidana mati bagi pelakunya. Namun,
kenyataannya ketentuan ini belum pernah diterapkan oleh hakim.
Permasalahan utama yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengapa
ancaman pidana mati terhadap terpidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat
(2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUTPK) sulit
diimplementasikan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian yuridis normatif. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa
perumusan Pasal 2 ayat (2) UUTPK yang berkaitan dengan "kondisi darurat"
sulit untuk dipenuhi. Perumusan "dapat dipidana mati" memberikan peluang
bagi hakim untuk menjatuhkan alternatif pidana terberat lainnya yang bukan
berupa pidana penghilangan kesempatan hidup, yaitu pidana penjara dengan
jangka waktu tertentu, maksimum 20 tahun, atau pidana seumur hidup.

Kata kunci dari artikel ini adalah: Pidana Mati, Korupsi, Penerapan
Pengantar Pendahuluan artikel "Penerapan Pidana Mati Terhadap Terpidana Kasus
Korupsi" membahas berbagai aspek terkait korupsi dan penerapan hukuman
pidana mati di Indonesia. Penulis mengawali dengan menyatakan bahwa
korupsi merupakan masalah serius di Indonesia dan telah menimbulkan
berbagai upaya pemberantasan, termasuk pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002. Artikel
ini kemudian menyoroti bahwa meskipun UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UUTPK) mengatur tentang pidana mati bagi pelaku korupsi dalam
kondisi tertentu, praktiknya belum pernah diterapkan. Penulis menguraikan
kondisi tertentu yang dapat memperberat tindak pidana korupsi, seperti
dilakukannya korupsi ketika negara dalam keadaan bahaya, bencana alam
nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau dalam keadaan
krisis ekonomi dan moneter.

Selanjutnya, penulis membahas peningkatan jumlah kasus korupsi yang


ditangani oleh KPK, menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam
penindakan, korupsi masih merupakan masalah yang berkembang. Data
yang disajikan mencakup operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK dan
jumlah perkara korupsi yang melibatkan anggota legislatif dan kepala
daerah. Penulis juga menggarisbawahi ketidakberhasilan negara dalam
menanggulangi korupsi dan menyebar luasnya korupsi hingga ke daerah dan
pedesaan, dengan mengutip data dari Indonesian Corruption Watch (ICW)
dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri.

Pendahuluan ini menekankan perlunya peninjauan ulang tentang penerapan


pidana mati terhadap terpidana kasus korupsi sebagai salah satu upaya dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia. Penulis mengusulkan bahwa
perumusan undang-undang dan kebijakan harus direvisi untuk
mempermudah penerapan pidana mati dalam kasus korupsi, dengan
mempertimbangkan pentingnya menciptakan efek jera bagi pelaku korupsi.
Pembahasan Ringkasan pembahasan artikel "Penerapan Pidana Mati Terhadap Terpidana
Kasus Korupsi" meliputi:

1. Kontroversi Pidana Mati untuk Korupsi: Pembahasan dimulai dengan


menggarisbawahi bahwa pidana mati untuk kasus korupsi merupakan topik
yang kontroversial, terutama dalam konteks Hak Asasi Manusia. Meskipun
hukuman mati masih legal di Indonesia, praktiknya jarang diterapkan,
khususnya dalam kasus korupsi.
2. Analisis Pasal 2 ayat (2) UUTPK: Artikel ini mendalami Pasal 2 ayat (2)
UUTPK yang mengatur tentang kemungkinan pidana mati bagi pelaku
korupsi dalam "kondisi darurat". Pembahasan menunjukkan bahwa syarat-
syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut sulit untuk dipenuhi, yang
menjelaskan mengapa hukuman mati belum pernah diterapkan dalam kasus
korupsi.
3. Penerapan Pidana Mati di Indonesia dan Internasional: Artikel tersebut
juga membahas bagaimana pidana mati diterapkan di Indonesia dan tren
internasional yang cenderung menghapuskan hukuman ini. Pidana mati
diterapkan pada kejahatan yang dianggap sangat serius, namun korupsi
seringkali tidak termasuk dalam kategori ini.
4. Kendala dalam Menerapkan Pidana Mati untuk Korupsi: Penulis
menjelaskan bahwa salah satu kendala utama dalam menerapkan pidana mati
untuk korupsi adalah kebutuhan untuk membuktikan unsur-unsur kejahatan
sesuai dengan ketentuan hukum, yang seringkali sulit dilakukan.
5. Alternatif Sanksi dalam Kasus Korupsi: Pembahasan juga menyentuh
pada kenyataan bahwa hakim memiliki keleluasaan untuk memilih sanksi
lain yang berat tetapi bukan pidana mati, seperti pidana penjara 20 tahun atau
seumur hidup, berdasarkan rumusan hukum yang ada.
6. Kesulitan dalam Memenuhi Unsur "Kondisi Darurat": Penjelasan lebih
lanjut mengenai kesulitan dalam memenuhi unsur "kondisi darurat" yang
diperlukan untuk menerapkan pidana mati. Keempat kondisi darurat yang
disyaratkan dalam UUTPK (keadaan bahaya, bencana nasional,
pengulangan tindak pidana korupsi, dan krisis ekonomi dan moneter) adalah
langka dan spesifik, sehingga membuat penerapan pidana mati menjadi lebih
sulit.
7. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana: Artikel ini juga
membahas tentang bagaimana hakim mengambil keputusan terkait dengan
penerapan pidana mati, termasuk pertimbangan aspek hukum dan sosial.

Secara keseluruhan, artikel ini memberikan analisis mendalam tentang


mengapa pidana mati sulit diterapkan dalam kasus korupsi di Indonesia,
dengan mempertimbangkan aspek hukum, praktik pengadilan, dan konteks
Hak Asasi Manusia.
Simpulan Kesimpulan dari artikel "Penerapan Pidana Mati Terhadap Terpidana Kasus
Korupsi" adalah sebagai berikut:

1. Sulitnya Menerapkan Pidana Mati: Penelitian ini menunjukkan bahwa


penerapan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan
Pasal 2 ayat (2) UUTPK sulit diterapkan, terutama karena ketentuan "kondisi
darurat" yang harus dipenuhi dan sering kali tidak tercapai dalam praktik
hukum.
2. Unsur "Kondisi Darurat": Unsur "kondisi darurat" yang tercantum dalam
rumusan undang-undang sulit untuk dipenuhi secara konkret oleh pelaku,
sehingga jarang terjadi penjatuhan hukuman mati dalam kasus korupsi.
3. Alternatif Pidana Lain: Rumusan "dapat dipidana mati" dalam undang-
undang memberikan peluang kepada hakim untuk menjatuhkan alternatif
pidana lain yang tidak berupa penghilangan kesempatan hidup. Sehingga,
perumusan hukuman mati dalam kasus korupsi sebaiknya bersifat pasti
(definite sentence) untuk menghindari alternatif hukuman lain.
4. Revisi Peraturan: Dalam kaitannya dengan kesimpulan tersebut,
disarankan agar dilakukan revisi pada Pasal 2 ayat (1) UUTPK. Revisi ini
diharapkan dapat mengubah rumusan hukuman mati dari "dapat" menjadi
"harus" atau "wajib", untuk menghindari alternatif sanksi lain dan
mewujudkan efek pencegahan (deterrence effect) yang diharapkan dari
hukuman tersebut.

Artikel ini menggarisbawahi kesulitan dalam menerapkan pidana mati bagi


pelaku korupsi di Indonesia dan merekomendasikan perubahan hukum untuk
mempermudah penerapannya, dengan tujuan menguatkan efek jera terhadap
korupsi.
Kekuatan Penelitian Kekuatan penelitian dalam artikel "Penerapan Pidana Mati Terhadap
Terpidana Kasus Korupsi" meliputi:

1. Kedalaman Analisis Hukum: Artikel ini melakukan analisis mendalam


tentang peraturan dan praktek penerapan pidana mati dalam kasus korupsi di
Indonesia, khususnya berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UUTPK. Penelitian ini
memberikan wawasan terperinci tentang bagaimana hukum pidana
diterapkan, termasuk tantangan dalam implementasinya.
2. Fokus pada Isu Kontroversial: Memilih topik yang kontroversial dan
relevan, yaitu penerapan pidana mati dalam kasus korupsi, memperlihatkan
keberanian dalam mengeksplorasi area hukum yang sering kali dihindari
dalam diskusi akademis.
3. Metode Penelitian Yuridis Normatif: Menggunakan metode penelitian
yuridis normatif, artikel ini mengkaji secara komprehensif regulasi terkait
dan literatur yang ada, memberikan analisis yang kuat berdasarkan norma
dan teori hukum.
4. Kajian Komparatif Internasional: Artikel ini mengeksplorasi bagaimana
pidana mati diterapkan dalam konteks internasional, khususnya dalam kasus
korupsi, memberikan pemahaman yang lebih luas dan kontekstual.
5. Penggunaan Data dan Statistik: Penelitian ini memanfaatkan data statistik
yang relevan, termasuk data dari KPK dan lembaga lain, untuk menunjukkan
bagaimana korupsi dan penanganannya berkembang di Indonesia.
6. Penggabungan Perspektif Hukum dan Sosial: Artikel ini tidak hanya fokus
pada aspek hukum tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dari
penerapan pidana mati, termasuk aspek Hak Asasi Manusia.
7. Relevansi dan Keterkaitan dengan Isu Sosial: Penelitian ini
menghubungkan isu hukum dengan kondisi sosial dan politik di Indonesia,
memberikan wawasan tentang bagaimana hukum berinteraksi dengan
masalah sosial dan politik yang lebih luas.

Secara keseluruhan, artikel ini menonjol dalam pendekatannya yang


komprehensif dan mendalam terhadap isu penerapan pidana mati dalam
kasus korupsi, serta relevansinya dengan konteks hukum dan sosial
Indonesia.
Kelemahan Penelitian Kelemahan penelitian dalam artikel "Penerapan Pidana Mati Terhadap
Terpidana Kasus Korupsi" meliputi:

1. Fokus Terbatas pada Aspek Hukum: Meskipun analisis hukum yang


mendalam adalah kekuatan utama artikel ini, fokusnya yang terbatas pada
aspek hukum mungkin tidak mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, dan
politik yang juga berperan dalam penerapan hukuman mati untuk korupsi.
2. Kurangnya Data Empiris: Artikel ini terutama bergantung pada analisis
yuridis normatif dan kurang menyertakan data empiris atau studi kasus yang
menunjukkan bagaimana hukuman mati diterapkan dalam praktik, baik di
Indonesia maupun secara internasional.
3. Pertimbangan Etis dan Moral: Meskipun artikel ini membahas pidana mati
dari sudut pandang hukum, mungkin kurang memperhitungkan
pertimbangan etis dan moral yang luas terkait dengan hukuman mati, yang
merupakan topik debat yang signifikan.
4. Generalisasi Terhadap Penemuan: Artikel ini berfokus pada kasus korupsi
di Indonesia dan mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan situasi di negara
lain atau dalam konteks hukum internasional yang berbeda.
5. Saran dan Rekomendasi: Meskipun artikel ini menawarkan saran untuk
merevisi undang-undang, mungkin kurang memberikan rekomendasi praktis
tentang bagaimana perubahan tersebut bisa efektif diterapkan dalam sistem
hukum dan penegakan hukum di Indonesia.
6. Keterbatasan dalam Perspektif Hukum: Artikel ini fokus pada UUTPK
dan aspek hukum terkait pidana mati, tetapi kurang mengintegrasikan
perspektif hukum yang lebih luas, termasuk hak asasi manusia dan hukum
internasional.
7. Ketergantungan pada Literatur Tersedia: Penelitian ini terutama
bergantung pada literatur yang tersedia dan tidak melakukan investigasi
lapangan yang mungkin memberikan wawasan tambahan tentang persepsi
dan implementasi pidana mati untuk korupsi.

Secara keseluruhan, meskipun penelitian ini memberikan analisis yang


mendalam tentang hukuman mati dalam konteks korupsi di Indonesia, ada
beberapa area di mana penelitian ini bisa diperluas atau diperdalam untuk
memberikan pemahaman yang lebih holistik tentang subjek.
Jurnal 2 (Internasional)

Judul Measures of Corruption: Needs, Opportunity and Rationalization

Jurnal Journal of Law Politic and Humanities


Volume & Halaman Volume 2, Nomor 1, hal.42-50
Tahun 2021
Penulis 1. Farhan Saputra

2. Ebit Bimas Saputra


Reviewer 1. Azinatul Asghoriah
2. Syelsa Yustrina Dalimunte
3. Sabrina Febri Azzura

Tanggal 17 November 2023


(Saputra & Saputra, 2021)

Abstrak Abstrak dari artikel "Corruption Measurement: Needs, Opportunity, and


Rationalization" adalah artikel tinjauan literatur yang bertujuan membangun
hipotesis penelitian mengenai pengaruh berbagai variabel yang akan
digunakan dalam penelitian lebih lanjut dalam lingkup Manajemen Sumber
Daya Manusia. Metode penulisan artikel ini adalah metode penelitian
perpustakaan yang bersumber dari media online seperti Google Scholar,
Mendeley, dan media akademik online lainnya. Hasil dari tinjauan literatur
ini adalah bahwa 1) Kebutuhan (Needs) berpengaruh terhadap Korupsi; 2)
Kesempatan (Opportunity) mempengaruhi Korupsi; dan 3) Rasionalisasi
(Rationalization) mempengaruhi Korupsi.

Kata kunci dari artikel ini adalah: Kebutuhan, Kesempatan, Rasionalisasi,


Korupsi
Pengantar Pendahuluan artikel "Corruption Measurement: Needs, Opportunity, and
Rationalization" menyoroti korupsi sebagai perilaku tercela yang dilakukan
oleh individu atau kelompok dan sangat merugikan orang lain, institusi, dan
negara. Di Indonesia, kasus korupsi sangat marak dengan pelaku yang
diduga berasal dari lembaga tertentu, pemimpin daerah, dan warga sipil.
Tindakan korupsi ini dapat berupa suap, pencucian uang, jual beli jabatan,
korupsi dalam bantuan sosial, dan lainnya. Penelitian ini dilatarbelakangi
oleh kebutuhan untuk meneliti faktor-faktor yang berkaitan dengan korupsi.
Berdasarkan latar belakang masalah ini, peneliti menentukan perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah Kebutuhan (Needs) berkaitan dengan Korupsi?
2. Apakah Kesempatan (Opportunity) berkaitan dengan Korupsi?
3. Apakah Rasionalisasi (Rationalization) berkaitan dengan Korupsi?
Pendahuluan ini menekankan pentingnya memahami faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap korupsi, yang sangat penting untuk mengembangkan
strategi yang efektif dalam pemberantasan korupsi. Pendekatan ini juga
membantu dalam membangun hipotesis penelitian untuk penelitian lebih
lanjut dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan
dengan korupsi.
Pembahasan Ringkasan pembahasan dari artikel "Corruption Measurement: Needs,
Opportunity, and Rationalization" mencakup:
1. Hubungan Kebutuhan (Needs) dengan Korupsi: Pembahasan menyoroti
bagaimana kebutuhan individu dapat mempengaruhi perilaku koruptif.
Ketika kebutuhan seseorang tidak terpenuhi, tekanan internal dan eksternal
dapat mendorong mereka untuk terlibat dalam tindakan korupsi.
2. Pengaruh Kesempatan (Opportunity) pada Korupsi: Artikel ini
mengungkapkan bahwa kesempatan untuk korupsi sering kali timbul dari
kelemahan dalam sistem pengawasan, terutama di dalam organisasi. Faktor-
faktor seperti kepercayaan berlebihan pada orang lain dan adanya motivasi
pribadi juga berkontribusi pada terciptanya peluang korupsi.
3. Peran Rasionalisasi (Rationalization) dalam Korupsi: Pembahasan juga
menekankan bahwa rasionalisasi memainkan peran penting dalam korupsi.
Individu atau kelompok cenderung merasionalisasi perilaku koruptif mereka
dengan mengabaikan fakta dan logika, menyalahkan orang lain, dan
menolak kritik konstruktif.
4. Kajian Literatur: Penelitian ini didasarkan pada kajian literatur yang
bersumber dari berbagai media online seperti Google Scholar dan Mendeley.
Dalam tinjauan literatur ini, penulis mengkaji berbagai studi sebelumnya
yang telah meneliti hubungan antara needs, opportunity, dan rationalization
dengan korupsi.
5. Pembangunan Hipotesis Penelitian: Tujuan utama artikel ini adalah untuk
membangun hipotesis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian
lebih lanjut di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia terkait dengan
korupsi.
Kesimpulannya, artikel ini memberikan wawasan tentang bagaimana
kebutuhan, kesempatan, dan rasionalisasi dapat mempengaruhi perilaku
korupsi dan menawarkan dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang
terkait.
Simpulan Kesimpulan dari artikel "Corruption Measurement: Needs, Opportunity, and
Rationalization" berdasarkan tinjauan literatur, penelitian yang relevan, dan
diskusi adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan (Needs) Berkaitan dengan Korupsi: Ditemukan bahwa
kebutuhan individu atau kelompok berhubungan langsung dengan tindakan
korupsi. Ketika kebutuhan tidak terpenuhi, ada kemungkinan lebih besar
bagi seseorang untuk terlibat dalam korupsi.
2. Kesempatan (Opportunity) Berkaitan dengan Korupsi: Kesempatan atau
situasi yang memungkinkan seseorang untuk melakukan korupsi juga
berpengaruh terhadap perilaku korupsi. Situasi ini sering kali timbul dari
kelemahan dalam sistem pengawasan atau kontrol.
3. Rasionalisasi (Rationalization) Berkaitan dengan Korupsi: Rasionalisasi
perilaku korupsi oleh pelaku juga memainkan peran penting. Hal ini
melibatkan pembenaran internal untuk melakukan tindakan korupsi,
seringkali dengan mengabaikan norma-norma etis atau hukum.

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan bahwa variabel Kebutuhan,


Kesempatan, dan Rasionalisasi yang berkaitan dengan Korupsi dapat
digunakan sebagai titik awal untuk penelitian lebih lanjut. Selain itu,
disarankan untuk mempertimbangkan variabel tambahan seperti Tekanan
(Pressure), Gaya Hidup (Lifestyle), dan Keserakahan (Greed) dalam
penelitian masa depan yang berkaitan dengan korupsi.
Kekuatan Penelitian Kekuatan penelitian dalam artikel "Corruption Measurement: Needs,
Opportunity, and Rationalization" meliputi:
1. Pendekatan Literatur yang Mendalam: Artikel ini menggunakan metode
penelitian perpustakaan dengan sumber dari media online seperti Google
Scholar dan Mendeley, memberikan tinjauan literatur yang komprehensif
dan mendalam mengenai hubungan antara kebutuhan, kesempatan, dan
rasionalisasi dengan korupsi.
2. Pembangunan Hipotesis yang Terstruktur: Artikel ini berhasil
membangun hipotesis penelitian yang terstruktur mengenai pengaruh
variabel kebutuhan, kesempatan, dan rasionalisasi terhadap korupsi, yang
penting untuk penelitian lebih lanjut dalam Manajemen Sumber Daya
Manusia.
3. Fokus pada Variabel Kunci dalam Korupsi: Penelitian ini fokus pada tiga
variabel utama yang berkontribusi pada korupsi, memberikan wawasan
penting tentang faktor-faktor yang dapat mendorong perilaku korupsi.
4. Relevansi dengan Isu Kontemporer: Topik yang dibahas sangat relevan
dengan masalah korupsi yang sedang berlangsung di berbagai sektor, baik
pemerintahan maupun swasta.
5. Analisis Teoritis yang Kuat: Artikel ini memberikan analisis teoritis yang
kuat berdasarkan literatur yang ada, yang membantu dalam pemahaman
konseptual tentang korupsi.
6. Rekomendasi untuk Penelitian Masa Depan: Penelitian ini memberikan
rekomendasi yang jelas untuk penelitian masa depan, termasuk penggunaan
variabel tambahan seperti tekanan, gaya hidup, dan keserakahan.

Secara keseluruhan, kekuatan dari penelitian ini terletak pada pendekatannya


yang komprehensif terhadap literatur yang ada, pembangunan hipotesis yang
terstruktur, dan analisis teoritis yang kuat mengenai faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap korupsi.
Kelemahan Penelitian Meskipun artikel "Corruption Measurement: Needs, Opportunity, and
Rationalization" memberikan wawasan yang berharga tentang faktor-faktor
yang dapat memengaruhi perilaku koruptif, terdapat beberapa kelemahan
yang perlu diperhatikan. Pertama, pembahasan mengenai hubungan antara
kebutuhan dan korupsi tampaknya bersifat umum dan kurang mendalam.
Lebih banyak contoh konkret atau studi kasus dapat memperkuat
argumentasi dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika
ini.
Kedua, artikel kurang memberikan analisis mendalam mengenai pengaruh
kesempatan terhadap korupsi. Sementara dinyatakan bahwa kelemahan
dalam sistem pengawasan adalah faktor utama, tidak ada rincian khusus
mengenai bagaimana faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dan diatasi.
Analisis lebih lanjut tentang studi kasus organisasi yang mengalami korupsi
karena kekurangan pengawasan dapat memperkaya pemahaman pembaca.

Selanjutnya, pembahasan mengenai rasionalisasi dalam konteks korupsi


mungkin perlu diperluas untuk mencakup aspek psikologis yang lebih
mendalam. Artikel ini menyebutkan bahwa rasionalisasi adalah bagian dari
perilaku koruptif, tetapi tidak memberikan wawasan mendalam mengenai
mekanisme psikologis di baliknya. Integrasi teori psikologi atau studi kasus
yang mencakup dimensi ini dapat meningkatkan pemahaman pembaca.

Ketidakjelasan juga terdapat dalam sumber data yang digunakan dalam


kajian literatur. Artikel menyebutkan bahwa penelitian ini didasarkan pada
kajian literatur dari berbagai media online, tetapi tidak memberikan detail
spesifik tentang sumber data atau kriteria pemilihan studi-studi yang
diambil. Ini dapat menimbulkan ketidakpastian terkait validitas dan
reliabilitas informasi yang digunakan dalam artikel.
Terakhir, meskipun artikel menyatakan tujuan untuk membangun hipotesis
penelitian, tidak ada gambaran mengenai bagaimana hipotesis ini akan
dirancang atau diuji dalam penelitian lebih lanjut. Keterangan lebih lanjut
tentang metodologi penelitian yang diusulkan akan memberikan kejelasan
mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk menguji dan
mengembangkan pemahaman terhadap isu korupsi yang diangkat.
DAFTAR PUSTAKA

Anjarai, W. (2020). Penerapan Pidana Mati Terhadap Terpidana Kasus Korupsi. Jurnal UNDIP:
Masalah-Masalah Hukum, 49(4), 432-442.
Saputra, F., & Saputra, E. B. (2021). Measures of Corruption: Needs, Opportunity and Rationalization.
Journal of Law Politic and Humanities, 2(1), 42-50.

Anda mungkin juga menyukai