Anda di halaman 1dari 7

Sastra

Kata "Sastra" berasal dari bahasa Sansekerta "shastra" yang berarti pedoman atau instruksi. Dalam
penggunaannya, kata "sastra" biasanya diawali dengan kata "su" yang berarti baik atau indah, sehingga
menjadi "susastra". Oleh karena itu, dapat disimpulkan "susastra" merujuk pada karya sastra yang
memiliki kualitas baik dan indah.

Menurut Sapardi Djoko Damono, sastra dapat diartikan sebagai sebuah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium penyampaiannya. Sastra juga menampilkan gambaran tentang
kehidupan manusia dan kehidupan tersebut adalah suatu kenyataan sosial.

Sementara Mursal Esten berpendapat bahwa sastra adalah pengungkapan dari fakta artistik dan
imajinatif sebagai bentuk perwujudan atau manifestasi dari kehidupan manusia dan masyarakat. Dalam
sastra, penyampaiannya menggunakan bahasa dan memiliki efek positif bagi kehidupan manusia.

Adapun sastra, menurut Taum, adalah bentuk karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif dan
menggunakan bahasa yang indah dan keberadaannya dapat berguna untuk hal-hal lain.

Dari pemaparan tersebut dapat diambil kesimpulan sastra adalah sebuah karya yang mengisahkan
kehidupan yang dituliskan dengan bahasa yang indah. Karya sastra dibagi menjadi dua yaitu karya sastra
fiksi dan non-fiksi.

Fiksi atau cerkan (cerita rekaan) adalah cerita atau latar yang berasal dari imajinasi— dengan kata lain,
tidak secara ketat berdasarkan sejarah atau fakta.Fiksi bisa diekspresikan dalam beragam format,
termasuk tulisan, pertunjukan langsung, film, acara televisi, animasi, permainan video, dan permainan
peran. Dalam cerita fiksi biasanya berisi kisah tidak sesuai fakta yang terjadi di dunia nyata.Mungkin
terkadang ada pengarang yang mengatakan mereka membuat cerita berdasarkan pengalaman, akan
tetapi cerita yang dikembangkan tetap mengandung unsur imajinasi.Cerita fiksi dibagi dalam beberapa
jenis, yaitu dongeng, cerita pendek, novel, dan roman. Satu di antara contoh cerita fiksi

Menurut Minarni Try Astuti dalam buku Yuk, Ungkap Idemu melalui Teks Persuasi hingga Teks
Tanggapan (2019), berikut pengertian teks nonfiksi:"Teks nonfiksi adalah buah pemikiran atau pendapat
penulis yang dikembangkan berdasarkan fakta, data, kejadian, atau rujukan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya." Teks non-fiksi adalah teks yang berisi fakta atau kenyataan.
Biasanya teks non-fiksi ditemukan dalam surat kabar atau majalah. Contoh jurnal sejarah atau ilmiah
biografi dan karya sastra.

Fungsi Sastra

Sebagaimana sastra dimaknai sebagai seni berbahasa yang mengungkap perasaan dari gambaran
kehidupan, sastra punya sejumlah fungsinya. Yakni sebagai berikut:

1. Fungsi Rekreatif
Sastra berfungsi sebagai rekreatif lantaran sastra memberikan hiburan bagi pembacanya. Pembacanya
terhibur dengan menikmati isi bacaan sastra yang. Terkadang pula, pembaca sastra sampai terbawa
suasana lewat apa yang dibaca.

2. Fungsi Estetis

Sastra mampu memberikan nilai-nilai keindahan bagi penikmatnya melalui penggunaan bahasa yang
dipakai.

3. Fungsi Moralitas

Sastra berisi ungkapan atau gambaran kehidupan. Karenanya seni bahasa ini dapat memberikan
pengetahuan bagi pembacanya mengenai moral yang baik dan buruk.

4. Fungsi Didaktif

Sastra memungkinkan untuk mengarahkan dan mendidik pembacanya dengan nilai-nilai kebenaran
serta kebaikan yang terkandung di dalamnya.

5. Fungsi Religius

Sastra terkadang juga menghadirkan karya seni yang mengandung ajaran beragama. Oleh sebab itu,
sastra bisa diteladani dari sisi religiusnya.

Psikologi Kepribadian

Psikologi kepribadian adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang kepribadian manusia melalui
tingkah laku atau sikap sehari-hari yang menjadi ciri khas seseorang tersebut. Kepribadian merupakan
salah satu bagian atau ciri khas yang istimewa dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena
itu psikologi kepribadian adalah hal yang sangat penting untuk dipelajari. Dalam merepresentasikan
sastra tidak lepas dari konteks psikologi dan sebaliknya, psikologi juga tidak lepas dari sastra.

Dalam kaitannya dengan psikologi, Wellek dan Warren (2014:90) menyatakan bahwa kajian terhadap
sastra dengan menggunakan psikologi dapat dilakukan melalui empat ranah, yakni (1) studi psikologi
pengarang sebagai tipe atau pribadi, (2) studi proses kreatif, (3) studi tipe dan hukum-hukum psikologi
yang diterapkan pada karya sastra, dan (4) mempelajari dampak sastra pada pembaca atau yang disebut
dengan istilah psikologi pembaca. Di antara keempat kajian tersebut, ranah yang ketiga paling dominan
digunakan dalam konteks sastra.

Pembicaraan sastra melalui kajian psikologi memang sudah lama dilakukan di Barat. Namun, di
Indonesia, Endraswara (2008:1) mengungkapkan bahwa kajian sastra melalui psikologi agak terlambat
sebab baru-baru ini saja geliat kajian psikologi sastra merambah dunia kesastraan. Keterlambatan kajian
psikologi sastra di Indonesia sebenarnya disebabkan oleh faktor berikut (1) teori-teori psikologi yang
masuk ke Indonesia masih jarang digunakan sebab perlu interpretasi. Karena itu, kecenderungan peneliti
sastra menggunakan kajian psikologi yang sudah banyak dikenal dan dikaji, misal psikoanalisis, Kajian
psikologi sastra dengan psikoanalisis lebih mudah sebab saat ini sudah banyak yang melakukan kajian
dengan psikologi tersebut; (2) literatur pendukung yang digunakan untuk kajian psikologi sastra hanya
sedikit. Karena itu, peneliti cenderung memilih psikologi yang sudah banyak literaturnya di pasaran
sebab hal tersebut memudahlan untuk penelitian, (3) koordinasi ataupun himpunan sastra yang merujuk
pada psikologi sastra saat ini kelihatannya belum ada. Padahal, himpunan tersebut sangat membantu
dalam proses pengembangan dan penelitian yang menggunakan psikologi untuk membedah karya
sastra; dan (5) jika ditinjau dari segi penerbit, ada kecenderungan bahwa penerbit akan menerbitkan
buku yang banyak dicari/dibutuhkan oleh pasar sedangkan buku psikologi sastra masih jarang yang
mencari. Karena itu, penerbit agak enggan untuk menerbitkan buku-buku yangberkait dengan psikologi
sastra sebab kurang peminat. Jika kurang peminat, logikanya buku tidak akan berjalan/ laku dengan
cepat. Jika tidak laku dengan cepat, penerbit tersebut harus bersiap untuk gulung tikar (Ahmadi,
2010:17).

Psikoanalisis Sigmund Freud

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai
studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan
dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga "psikoanalisis" dan "psikoanalisis Freud" sama artinya. Bila
beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-
sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan
ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama
"psikologi analitis" (bahasa Inggris: analitycal psychology) dan "psikologi individual" (bahasa Inggris:
individual psychology) bagi ajaran masing-masing. Psikoanalisis memiliki tiga penerapan:

1. suatu metode penelitian dari pikiran.

2. suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.

3. suatu metode perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.

Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur, yaitu das Es,
das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego),
yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri.
1. Id (Das Es)

Id merupakan sistem karakter yang asli, dibawa semenjak lahir. Dari id ini setelah itu hendak timbul ego
serta superego. Dikala dilahirkan, id berisi seluruh aspek psikologi yang diturunkan, semacam insting,
impuls serta drives. Id terletak serta beroperasi dalam wilayah tidak sadar, mewakili subjektivitas yang
tidak sempat sisadari selama umur. Id berhubungan erat dengan proses raga buat memperoleh tenaga
psikis yang digunakan buat mengope- rasikan sistem dari struktur karakter yang lain. Id beroperasi
bersumber pada prinsip kenikmatan (pleasure principle), ialah berupaya mendapatkan kenikmatan serta
menjauhi rasa sakit. Plesure principle diproses dengan 2 metode: a) Tindak Refleks (Refleks Actions)
Merupakan respon otomatis yang dibawa semenjak lahir semacam mengejapkan mata dipakai buat
menanggulangi pemuasan rangsang simpel serta umumnya lekas bisa dicoba; b) Proses Primer (Primery
Process) Merupakan respon membayangkan/mengkhayal suatu yang bisa kurangi ataupun melenyapkan
tegangan dipakai buat menanggulangi stimulus lingkungan, semacam balita yang lapar membayangkan
santapan ataupun puting ibunya. Id cuma sanggup membayangkan suatu, tanpa sanggup membedakan
khayalan itu dengan realitas yang betul-betul memuaskan kebutuhan. Id tidak sanggup memperhitung-
kan ataupun membedakan betul-betul salah, tidak ketahui moral. Alibi inilah yang setelah itu membuat
id menimbulkan ego.

2. Ego (Das Ich)

Ego tumbuh dari id supaya orang sanggup menang- gulangi realita sehingga ego beroperasi menjajaki
prinsip realita (reality principle) usaha mendapatkan kepuasan yang dituntut id dengan menghindari
terbentuknya tegangan baru ataupun menunda kenikmatan hingga ditemui objek yang nyata-nyata bisa
memuaskan kebutuhan. Ego merupakan eksekutif ataupun pelaksana dari karakter, yang mempunyai 2
tugas utama; awal, memilah stimuli mana yang hendak direspon serta ataupun insting mana yang
hendak dipuaskan cocok dengan prioritas kebutuhan. Kedua, memastikan kapan serta gimana
kebutuhan itu dipuaskan cocok dengan tersedianya kesempatan yang resikonya minimun. Ego
sebetulnya bekerja buat memuas- kan id, sebab itu ego yang tidak mempunyai tenaga sendiri hendak
mendapatkan tenaga dari id.

3. Superego (Das Ueber Ich)

Superego merupakan kekuatan moral serta etik dari karakter, yang beroperasi mengenakan prinsip
idealistik (edialistic principle) selaku lawan dari prinsip kepuasan id serta prinsip realistik dari ego.
Superego tumbuh dari ego, serta semacam ego, dia tidak memiliki sumber energinya sendiri. Hendak
namun, superego berbeda dari ego dalam satu perihal berarti-superego tidak memiliki kontak dengan
dunia luar sehingga tuntutan superego hendak kesem- purnaan juga jadi tidak realistis.
Prinsip idealistik memiliki 2 sub prinsip ialah suara hati (conscience) serta ego sempurna. Freud tidak
membe- dakan prinsip ini secara jelas namun secara universal, suara hati lahir dari pengalaman-
pengalaman memperoleh hukuman atas sikap yang tidak pantas serta mengajari kita tentang hal-hal
yang hendaknya tidak dicoba, sebaliknya ego sempurna tumbuh dari pengalaman memperoleh imba-
lan atas sikap yang pas serta memusatkan kita pada hal-hal yang hendaknya dicoba. Superego bertabiat
nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang sudah
dicoba ataupun baru dalam fikiran. Terdapat 3 guna superego; (1) mendesak ego mengambil alih tujuan-
tujuan realistik dengan tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id paling utama impuls intim serta kasar
yang berlawanan dengan standar nilai warga, (3) mengejar kesempurnaan.

Dalam teori psikoanalisis, karakter ditatap selaku sesuatu struktur yang terdiri dari 3 faktor ataupun
sistem ialah id, ego serta superego ketiga sistem karakter ini satu sama lain silih berkaitan dan
membentuk sesuatu keseluruhan. 1) Id, merupakan sistem karakter yang sangat bawah, yang
didalamnya ada naluri- naluri bawaan. Untuk 2 sistem yang yang lain, id merupakan sistem yang
berperan selaku penyedia ataupun penyalur tenaga yang diperlukan oleh sistem-sistem terebut buat
operasi-operasi ataupun kegiatan-kegiatan yang dikerjakannya. Dalam melasanakan guna serta
operasinya, id bertujuan buat menjauhi kondisi tidak mengasyikkan serta menggapai kondisi yang
mengasyikkan. 2) Ego, merupakan sistem karakter yang berperan selaku pengarah orang kepada dunia
objek tentang realitas, serta melaksanakan gunanya bersumber pada prinsip realitas. Ego tebentuk pada
struktur karakter orang selaku hasil kontak dengan dunia luar. Ada pula proses yang dipunyai serta
dijalankan ego merupakan upaya memuaskan kebutuhan ataupun kurangi tegangan oleh orang. 3)
Superego, merupakan sistem karakter yang berisikan nilai-nilai serta aturan-aturan yang sifatnya
evaluatif (menyangkut baik-buruk). Ada pula guna utama dari superego merupakan: a) Selaku
pengendali dorongan- dorongan ataupun impuls-impuls naluri id supaya impuls- impuls tersebut
disalurkan dalam metode ataupun wujud yang bisa diterima oleh warga. b) Memusatkan ego pada
tujuan-tujuan yang cocok dengan moral dari pada dengan realitas. c) Mendesak orang kepada
kesempurnaan.
BAB III

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian sering kali berkaitan dengan pendekatan dan metode penelitian. Dalam penelitian ini
mempunyai tujuan untuk menganalisis teori kepribadian menurut Sigmund Freud pada cerpen pacar
seorang seniman karya WS Rendra dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif dapat dipahami sebagai metode penelitian yang menggunakan data deskriptif
berupa bahasa tertulis atau lisan dari orang dan pelaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif ini
dilakukan untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena individu atau kelompok, peristiwa, dinamika
sosial, sikap, keyakinan, dan persepsi.

Menurut McCusker, K., & Gunaydin, S. kualitatif digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang "apa
(what)", "bagaimana (how)", atau "mengapa (why)" atas suatu fenomena, sedangkan metode kuantitatif
menjawab pertanyaan "berapa banyak (how many, how much)". Sementara itu, Tailor
Daftar Pustaka

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi
Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian.

Jakarta: Salemba Humanika.

Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif,

Anda mungkin juga menyukai