Anda di halaman 1dari 2

“Monokrom”

Oleh Fazrie dan Ghifari

Pada perjumpaan kita yang terakhir. Pada sebuah senja pertengahan sore dan malam kita
duduk bersama di tempat favorit. Kala itu seperti biasa kita terlibat dalam obrolan penuh
tawa, setelahnya kamu memintaku mengabadikan hari itu dengan berswafoto. Katamu agar
suatu waktu kelak kita mengenang kembali perjumpaan ini. Aku mengiyakan saja, lalu
berfoto dengan menyandarkan kepalamu pada bahuku.

Selepas perjumpaan itu, kamu menghilang begitu saja tanpa kabar, katamu pamit sebentar
tapi kama tidak pernah kembali setelahnya hanya kabar tentangmu yang kemudian datang
bahwa kamu telah bersanding dengan yang dia lain.

Hari ini dingin bedesir lembut membawa suasana menenangkan. Diatas sana lagint berhias
goresan sang khalik, pertanda malam yang kian menjelang. Tanpa sengaja saat mencari
sesuatu di lemari, aku menjumpai lagi kita dalam selembar foto hitam putih yang terselip di
buku novel favoritku.

Aku tersenyum. Jumpa kita hari itu terekam jelas dan kita sepakat mengabadikannya agar
kita selalu bisa mengenangnya suatu waktu kelak. Aku menghela nafas panjang. "Apa
kabar?". Tanyaku pada diri sendiri. Hari ini kita bertemu lagi. Ada rasa lain yang berkecamuk
dalam hatiku. Entah rindu yang berjuta rasa lain, aku sama sekali tak tahu. Potret hitam
putih ini memang sederhana. Tak ada istimewa dari sebuah gambar diri seorang pria malang
sepertiku yang disandarkan kepalamu pada bahuku.

Aku sebenarnya telah melupakanmu. Hari ini kita seperti dipertemukan lagi. Aku lalu
mencari pensil warna mewarnai potret hitam putih itu dengan serangkaian warna yang coba
kuingat -ingat lagi. Ingatanku terlalu kuat untuk mengenang kembali kisah lalu yang
sekarang telah terbingkai kenangan dan menjelma kerinduan. Kuwarnai satu persatu segala
didalamnya, semesta dan kita berdua.

Seketika lembaran hitam putih menjadi berwarna, warna bajumu putih kala itu, sedang aku
dengan jaket biru favoritku. Aku tersenyum, nyatanya mewarnai lembaran hitam Itu tidak
akan bisa mengembalikan aku dan kamu dalam sebuah kisah yang sama. Aku
menyimpannya kembali di lemariku. Aku tidak akan mengenang apalagi mengharapkanmu
kembali. Aku tahu sesuatu yang pernah pergi, sekalipun kembali tidak akan pernah sama
lagi. Berbahagialah disana, walau seingatku dulu bahagiamu selalu tentangku.

Hari-hari berlalu begitu cepat, dan aku terus menjalani hidupku tanpa mendengar kabar
darimu. Setahun berlalu, kemudian dua tahun, dan seterusnya. Aku mulai membangun
kembali hidupku, mengejar impian-impian yang dulu pernah kita bicarakan bersama.

Namun, dalam sudut hatiku, selalu ada kerinduan yang terselip. Kerinduan akan senyummu,
tawa kita, dan momen-momen indah yang pernah kita bagikan. Aku sering kali merenung,
bertanya-tanya bagaimana kehidupanmu sekarang, apakah kamu masih bahagia, apakah
kamu juga pernah mengenang kembali perjumpaan kita yang terakhir itu.
Pada suatu hari, ketika aku sedang duduk di taman, matahari perlahan tenggelam, dan
cahayanya membentuk warna-warni yang indah di langit senja. Aku mengeluarkan foto
hitam putih itu lagi dari dalam laci, dan kini aku merasa ingin membagikannya denganmu,
meskipun hanya dalam pikiranku.

Aku mengambil ponselku dan mengambil foto potret warna yang pernah aku warnai. Aku
mengirimkannya padamu, tanpa pesan, hanya sebuah gambar yang berbicara sendiri. Aku
merasa gugup, tidak tahu bagaimana reaksimu. Namun, aku hanya ingin kamu tahu bahwa
aku masih ingat dan menghargai momen-momen indah yang pernah kita miliki.

Malam itu, ponselku bergetar, dan ada notifikasi darimu. Aku membukanya dengan hati
berdebar, dan kata-katamu membuatku tersenyum. Kamu mengatakan bahwa kamu juga
masih menyimpan foto itu dan bahwa kamu sering mengenangnya. Mungkin, seperti aku,
kamu juga merasa kerinduan yang sama.

Kami mulai bertukar cerita, mengisi satu sama lain tentang apa yang telah terjadi dalam
hidup kami selama ini. Ternyata, banyak hal yang telah berubah, tapi ada juga hal-hal yang
tetap sama. Dan di tengah percakapan kami, aku menyadari bahwa meskipun perasaan
kami telah berubah, kita masih memiliki kenangan indah yang mengikat kita bersama.

Mungkin kita tidak akan pernah bisa kembali ke waktu itu, dan itu mungkin baik-baik saja.
Tetapi kami dapat mengenang dan menghargai apa yang pernah kami miliki, dan mungkin,
suatu hari nanti, kami dapat menciptakan kenangan baru yang tak kalah indahnya. Karena
pada akhirnya, momen-momen itu adalah bagian dari kisah hidup kami yang tak terlupakan.

Anda mungkin juga menyukai