Anda di halaman 1dari 6

PERTEMUAN KE 7

Ciri-ciri kematangan intelektual, Dan Pengaruh kematangan terhadap readiness

Dosen : Dr. OPERIANUS MENDROFA, M.Pd


Prodi : PGSD
UNIVERSITAS NIAS

A. KEMATANGAN INTELEKTUAL
Pengertian kematangan menekankan pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu
tindakan atau aktivitas dengan cara-cara tertentu, dan menunjukkan bahwa siswa tersebut
telah mencapai tingkat kecerdasan atau pemahaman yang diperlukan untuk melakukan
tindakan tersebut. Dalam konteks ini, kematangan dapat melibatkan aspek-aspek seperti
kecerdasan, keterampilan, pemahaman, dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk
melakukan suatu tugas atau tindakan dengan efektif dan efisien.

Kematangan intelektual mengacu pada tingkat perkembangan dan kesiapan intelektual


seseorang. Ini melibatkan kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi
informasi dan konsep secara kompleks. Kematangan intelektual mencakup sejumlah
keterampilan kognitif dan intelektual, termasuk:

1. Pemahaman Konsep-berfikir Abstrak: Individu yang intelektualnya matang


mampu memahami konsep-konsep abstrak dan berfikir secara kritis. Mereka dapat
memahami konsep-konsep yang kompleks dan merumuskan ide-ide baru.
2. Kemampuan Memecahkan Masalah: Orang yang intelektualnya matang memiliki
kemampuan untuk mengidentifikasi, merumuskan, dan memecahkan masalah dengan
menggunakan logika dan kreativitas.
3. Kritis Berpikir: Kemampuan untuk menilai informasi secara kritis, mempertanyakan
argumen, dan mengidentifikasi ketidaksesuaian atau inkonsistensi dalam penalaran.
4. Kemampuan Belajar: Orang dengan kematangan intelektual yang baik memiliki
kemampuan untuk belajar dari pengalaman baru dan mengadaptasi pengetahuan dan
keterampilan mereka.
5. Kemampuan Berpikir Analitis: Kemampuan untuk menganalisis informasi, melihat
pola, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ada.
6. Kemampuan Berkomunikasi: Individu yang intelektualnya matang mampu
mengkomunikasikan ide-ide kompleks dengan jelas dan efektif, baik secara lisan
maupun tertulis.

Defenisi kematangan menurut para ahli


No Tokoh Kematangan Readiness
Jean Piaget siswa SD yang matang mencoba menyelesaikan
seorang psikolog perkembangan terkenal, secara kognitif dapat soal-soal yang
menggambarkan kematangan sebagai memahami konsep melibatkan pecahan atau
kemampuan individu untuk mengatasi tugas- bilangan yang kompleks, desimal dengan
tugas kognitif dan sosial yang semakin kompleks seperti pecahan atau ketertarikan yang tinggi.
seiring bertambahnya usia. Menurut Piaget, desimal, dan mampu
kematangan berkaitan dengan perkembangan mengaplikasikannya
kognitif, di mana individu memahami dunia dalam perhitungan
dengan cara yang lebih kompleks dan abstrak matematika yang lebih
rumit.
Erik Erikson Siswa menunjukkan Siswa yang siap belajar
seorang psikolog pengembangan yang dikenal kepercayaan dalam bersifat fleksibel.
dengan teori psikososialnya, memandang kemampuan mereka Mereka tidak terpaku
kematangan sebagai pencapaian tahap-tahap untuk menyelesaikan pada satu cara atau
perkembangan psikososial, di mana individu tugas-tugas sekolah dan metode pembelajaran.
mengatasi konflik dan tugas-tugas perkembangan mengatasi hambatan. Sebaliknya, mereka
yang muncul pada berbagai tahap kehidupan Mereka memiliki dapat dengan mudah
kepercayaan pada guru beradaptasi dengan
dan sistem pendidikan, perubahan cara guru
merasa nyaman untuk mengajar atau
mengajukan pertanyaan pendekatan
dan mencari bantuan pembelajaran yang baru.
ketika diperlukan.
Mereka menghadapi
tugas-tugas akademik
dengan sikap percaya
diri.
Abraham Maslow Individu yang matang Individu yang siap
seorang psikolog humanistik, menekankan menerima diri mereka belajar memiliki
pentingnya pencapaian potensi penuh manusia apa adanya. Mereka pemahaman yang
melalui self-actualization (pengaktualan diri). memiliki pemahaman mendalam tentang
Dalam pandangan Maslow, kematangan tercapai yang dalam tentang kelebihan dan kelemahan
ketika individu mencapai tahap pengaktualan kelebihan dan kelemahan mereka. Mereka tidak
diri, di mana mereka menggali potensi dan tujuan mereka sendiri dan merasa terancam oleh
hidup mereka secara maksimal. mampu merangkul kekurangan yang
aspek-aspek unik dalam dimiliki, melainkan
kepribadian mereka. berusaha mencari solusi
dan cara untuk
mengatasi atau
memperbaiki kelemahan
tersebut.
Lawrence Kohlberg: Individu yang Siswa bersedia
seorang psikolog moral, menggambarkan kematangan moralnya mendengarkan dan
kematangan moral sebagai kemampuan tinggi memahami pandangan
individu untuk memahami dan mengikuti mempertimbangkan orang lain, terutama jika
prinsip-prinsip moral yang lebih kompleks, implikasi etika dalam itu berasal dari latar
seperti keadilan dan hak asasi manusia, setiap keputusan yang belakang budaya atau
melampaui motivasi berdasarkan hukum dan mereka buat. Mereka kepercayaan yang
ketaatan terhadap otoritas. memikirkan bagaimana berbeda. Mereka tidak
keputusan mereka akan cepat menghakimi atau
memengaruhi orang lain menilai orang lain tanpa
dan masyarakat secara memahami konteksnya.
keseluruhan, dan mereka
bertindak sesuai dengan
nilai-nilai moral mereka.
Sigmund Freud: Siswa mampu mengenali Siswa dapat
pendiri psikoanalisis, menggambarkan dan mengelola dorongan mengidentifikasi dan
kematangan sebagai pencapaian tahap seksual mereka dengan memahami batasan-
kedewasaan seksual dan emosional. Bagi Freud, cara yang sehat dan batasan yang sesuai
kematangan melibatkan integrasi keinginan dan sesuai dengan norma dalam hubungan
dorongan-dorongan manusia yang kompleks, sosial. Mereka tidak interpersonal. Mereka
serta kemampuan untuk mengatasi konflik menekan atau tahu kapan dan di mana
psikoseksual dan psikososial mengekspresikan emosi esensi privasi dan
seksual secara tidak batasan-batasan pribadi
pantas. harus dihormati.

B. CIRI-CIRI KEMATANGAN
ciri-ciri merujuk pada sifat atau tanda-tanda khas yang membedakan atau mengidentifikasi
sesuatu atau seseorang. Ciri-ciri adalah atribut atau karakteristik yang melekat pada suatu
objek, individu, atau fenomena tertentu. Dalam berbagai konteks, ciri-ciri digunakan untuk
memahami, menggambarkan, dan mengklasifikasikan entitas atau konsep tertentu (Pusat
Bahasa Kemdikbud, 2016).

1. Kematangan Kognitif:
o Definisi: Kemampuan siswa dalam memahami, mengingat, dan menerapkan
informasi.
o Contoh: Kemampuan memecahkan masalah, berpikir logis, dan memahami
konsep-konsep kompleks.

2. Kematangan Emosional:
o Definisi: Kemampuan siswa untuk mengenali, mengelola, dan merespons emosi
dengan tepat.
o Contoh: Kemampuan mengendalikan kemarahan, memahami empati, dan
mengatasi stres.

3. Kematangan Sosial:
o Definisi: Kemampuan siswa dalam berinteraksi dengan orang lain, memahami
norma sosial, dan membangun hubungan interpersonal yang sehat.
o Contoh: Kemampuan bekerja sama dalam kelompok, memahami adat istiadat
sosial, dan berkomunikasi secara efektif.

4. Kematangan Psikomotor:
o Definisi: Kemampuan siswa dalam mengkoordinasikan gerakan fisik dan motorik.
o Contoh: Keterampilan dalam olahraga, seni, atau aktivitas praktis lainnya.

5. Kematangan Moral:
o Definisi: Kemampuan siswa untuk memahami nilai-nilai moral, etika, dan perilaku
yang benar dan salah.
o Contoh: Kesadaran terhadap integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.

6. Kematangan Seksual:
o Definisi: Kesadaran dan pemahaman siswa tentang perubahan fisik, emosional,
dan sosial yang terkait dengan pubertas dan kesehatan reproduksi.
o Contoh: Pemahaman tentang perkembangan tubuh, seksualitas, dan kesehatan
reproduksi.

7. Kematangan Teknologi

o Definisi: Kematangan teknologi yang tinggi dapat mengembangkan keterampilan


yang dibutuhkan untuk masa depan yang semakin tergantung pada teknologi
(Astuti et al., 2021).
o Contoh: Individu memiliki kemampuan untuk menilai dan membuat keputusan
yang tepat dan kritis mengenai pilihan temuan teknologi yang akan digunakan.
C. PENGARUH KEMATANGAN TERHADAP READINESS

Readiness diartikan sebagai kesiapan siswa baik secara psikologis, emosional, dan fisik
individu yang membuat siswa siap atau bersedia untuk belajar, menghadapi tugas tertentu,
atau melakukan suatu aktivitas (Slameto, 2010, p. 113). Kesiapan melibatkan faktor-faktor
seperti motivasi, minat, pengetahuan sebelumnya, pengalaman, serta keterampilan yang
diperlukan untuk berhasil dalam suatu tugas atau pembelajaran tertentu.

Contoh aplikasi konsep kesiapan dalam konteks pendidikan:

1. Motivasi: Seorang siswa yang sangat tertarik pada dunia biologi mungkin lebih
termotivasi untuk belajar tentang ekosistem daripada siswa yang kurang berminat.
Guru dapat memanfaatkan minat siswa ini untuk memperkenalkan topik-topik yang
lebih kompleks dalam bidang biologi.
2. Minat: Jika seorang siswa memiliki minat dalam seni rupa, guru seni bisa merancang
proyek seni yang menggabungkan teknik-teknik baru yang menantang untuk
meningkatkan keterampilan siswa tersebut, sambil mempertahankan minatnya.
3. Pengetahuan Sebelumnya: Seorang siswa yang sudah memiliki pengetahuan dasar
tentang sains komputer mungkin dapat memahami konsep-konsep pemrograman
dengan lebih cepat daripada siswa yang belum memiliki latar belakang pengetahuan
serupa. Guru bisa memberikan tugas yang lebih kompleks kepada siswa yang
memiliki pengetahuan sebelumnya, sambil memberikan bimbingan tambahan kepada
siswa yang membutuhkannya.
4. Pengalaman: Seorang siswa yang memiliki pengalaman di luar sekolah, misalnya
mengikuti klub sains atau partisipasi dalam proyek lingkungan, bisa membagikan
pengalaman ini dengan kelasnya. Guru dapat mengintegrasikan pengalaman siswa ke
dalam pembelajaran kelas, membuatnya lebih kontekstual dan relevan.
5. Keterampilan: Seorang siswa yang sudah memiliki keterampilan dasar dalam
pemrograman komputer mungkin lebih siap untuk mempelajari bahasa pemrograman
yang lebih kompleks. Guru bisa memberikan tugas proyek yang menantang untuk
mengembangkan keterampilan pemrograman siswa tersebut.
6. Rasa Percaya Diri: Seorang siswa yang merasa percaya diri dalam kemampuannya
untuk berbicara di depan umum bisa diminta untuk memimpin presentasi kelas. Ini
tidak hanya memperkuat rasa percaya dirinya, tetapi juga memotivasi siswa lainnya
untuk meningkatkan keterampilan berbicara di depan umum mereka.
7. Menghadapi Tantangan: Seorang siswa yang memiliki pengalaman dalam
menghadapi tantangan (misalnya, mengikuti kompetisi matematika atau olahraga)
mungkin lebih siap untuk menghadapi ujian atau tugas yang menantang di sekolah.

Hukum kesiapan (law of readiness) yang diusulkan oleh Edward Thorndike, konsep ini
mengacu pada ide bahwa individu belajar dengan lebih efektif ketika mereka siap untuk
belajar (Rahyubi, 2012), artinya mereka dalam keadaan siap dan bersedia menerima
informasi atau tugas pembelajaran. Thorndike menekankan bahwa kesiapan atau kesiapan
belajar harus dipertimbangkan ketika merancang pengalaman pembelajaran.
hukum kesiapan (law of readiness) dalam teori belajar Thorndike:

1. Efektivitas Pembelajaran:
o Kesiapan belajar mengacu pada kesiapan mental, emosional, dan fisik siswa untuk
menghadapi suatu tugas atau pembelajaran tertentu.
o Ketika siswa siap untuk belajar, mereka lebih mampu memahami dan mengingat
informasi baru.

2. Kondisi Fisik dan Mental:


o Faktor-faktor fisik dan mental, seperti kesehatan fisik, suasana hati, dan kesiapan
mental, memengaruhi kesiapan belajar seseorang.
o Siswa yang dalam keadaan fisik dan mental yang baik lebih siap untuk belajar.

3. Relevansi dan Kesiapan:


o Pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan, minat, dan tingkat pemahaman
siswa akan lebih efektif jika siswa merasa siap dan bersedia untuk mengambilnya.
o Guru dapat meningkatkan kesiapan belajar siswa dengan merancang pengalaman
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kesiapan mereka.

4. Motivasi dan Kesiapan:


o Motivasi siswa juga berperan dalam kesiapan belajar. Siswa yang termotivasi lebih
mungkin memiliki kesiapan mental dan emosional yang baik untuk mengambil
pembelajaran.

5. Pengaruh Lingkungan:
o Lingkungan belajar yang mendukung, termasuk dukungan dari guru dan rekan
sebaya, dapat meningkatkan kesiapan belajar siswa.

Prinsip-Prinsip Kesiapan
1. Interaksi Antar Aspek Perkembangan: Prinsip ini menunjukkan bahwa semua
aspek perkembangan individu, baik itu jasmani, rohani, emosional, sosial, atau
kognitif, saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Artinya,
perkembangan dalam satu area dapat mempengaruhi kesiapan individu secara
keseluruhan.
2. Kematangan Jasmani dan Rohani: Prinsip ini menekankan bahwa kematangan
jasmani (tubuh) dan rohani (jiwa) diperlukan agar individu dapat memperoleh
manfaat maksimal dari pengalaman-pengalaman yang mereka hadapi. Kematangan
fisik dan mental membantu individu merespons dan mengatasi situasi dengan lebih
efektif.
3. Pengaruh Pengalaman: Prinsip ini menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman
yang dialami oleh individu memiliki pengaruh positif terhadap kesiapannya. Melalui
pengalaman, individu dapat belajar, berkembang, dan memperoleh kesiapan untuk
menghadapi tugas-tugas mendatang.
4. Kesiapan Dasar dan Periode Pembentukan: Prinsip ini mencerminkan bahwa
kesiapan dasar untuk melakukan kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu
selama masa pembentukan individu dalam proses perkembangan. Artinya, ada
periode-periode kritis di mana individu memiliki potensi besar untuk
mengembangkan kesiapannya dalam bidang tertentu.
PENGARUH KEMATANGAN TERHADAP KESIAPAN
1. Kematangan Kognitif: Kematangan dalam berpikir, pemahaman konsep, serta
kemampuan menyelesaikan masalah mempengaruhi kesiapan akademik siswa.
Seorang siswa yang memiliki kematangan kognitif yang baik mungkin lebih siap
untuk menghadapi tugas-tugas akademik yang kompleks.
2. Kematangan Emosional: Siswa yang memiliki kematangan emosional cenderung
lebih baik dalam mengelola emosi, stres, dan tekanan. Kematangan emosional
memungkinkan siswa merespons situasi belajar dengan tenang dan rasional,
meningkatkan kesiapan mereka dalam menghadapi tantangan sosial dan emosional di
sekolah.
3. Kematangan Sosial: Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain
secara sehat dan efektif mempengaruhi kesiapan sosial siswa. Siswa yang memiliki
kematangan sosial mungkin lebih mudah membentuk hubungan sosial yang positif,
memahami norma-norma sosial, dan bekerja sama dalam situasi tim.
4. Kematangan Fisik: Kematangan fisik, termasuk keterampilan motorik kasar dan
halus, juga memainkan peran dalam kesiapan siswa. Misalnya, siswa yang memiliki
kematangan motorik kasar yang baik dapat lebih mudah mengikuti kegiatan fisik di
sekolah.
5. Kematangan Moral: Kematangan moral melibatkan pemahaman individu tentang
etika, nilai-nilai, dan prinsip moral. Siswa yang memiliki kematangan moral mungkin
lebih cenderung membuat keputusan yang etis dan memahami konsekuensi moral dari
tindakan mereka.
6. Kematangan Lingkungan: Pengaruh lingkungan tempat tinggal, termasuk keluarga
dan komunitas, dapat mempengaruhi kematangan dan kesiapan siswa. Dukungan
keluarga yang baik dan lingkungan belajar yang merangsang dapat memperkuat
kematangan dan kesiapan siswa.
7. Kematangan Bahasa: Siswa yang memiliki kemampuan bahasa yang baik dan
kematangan bahasa yang tinggi mungkin lebih siap untuk mengikuti pelajaran,
berkomunikasi dengan jelas, dan memahami instruksi guru dengan baik.

REFERENCE:
Astuti, M., Arifin, Z., Mutohhari, F., & Nurtanto, M. (2021). Competency of Digital
Technology: The Maturity Levels of Teachers and Students in Vocational Education in
Indonesia. Journal of Education Technology, 5(2), 254–262.
https://doi.org/10.23887/jet.v5i3.35108
Pusat Bahasa Kemdikbud. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ). Kementerian
Pendidikan Dan Budaya.
Rahyubi, H. (2012). Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Mototrik. Bandung: Nusa
Media.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai