Menitipkan sesuatu di Bank sering menjadi permasalahan yang sering diperbincangkan oleh
Umat Islam, karena terdapat dua system yang terjadi diperbankkan, satu system memberi
kemudahan dan memberikan keuntungan kepada si Penitip, dan keuntungan yang diperoleh
tersebut kadang tidak sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam. Disisi lain si Penitip ingin
menitipkan sesuatu di Bank, tapi berat menerima resiko yang sesuai dengan ketentuan
Syari’at, karena tidak jelas bonus yang harus diterimanya. Untuk itulah Penulis mencoba
untuk mengkaji titipan uang/barang yang sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam.
Bank Aceh Syariah adalah perusahaan yang bergerak di bidang perbankan milik Pemerintah
Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang mana dalam sejarahnya perusahaan ini
didirikan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Aceh. Bank Aceh
Syariah diharapkan dapat membawa dampak positif pada seluruh aspek kehidupan ekonomi
dan sosial masyarakat. Dengan menjadi Bank Syariah, Bank Aceh bisa menjadi salah satu
titik episentrum pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah yang lebih optimal.
Salah satu produk jasa yang diberikan oleh Bank Aceh Syariah adalah Giro Wadiah yaitu
Sarana penyimpanan dana dalam bentuk mata uang rupiah pada Bank Aceh Syariah yang
pengelolaan dananya berdasarkan prinsip syariah dengan akad Wadiah Yad Dhamanah, yaitu
dana titipan murni nasabah kepada Bank yang dapat diambil setiap saat dengan menggunakan
media Cheque dan Bilyet Giro.
Pengertian Wadhi’ah.
Kata Wadhi’ah berasal dari wada asy syai-a yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang
ditinggalkan seseorang pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia
meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat
diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun
badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
Ada 2 definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh yaitu:
Wadi’ah Yad Dhamanah yaitu akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan
(Wadi’i) dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang(Muwaddi), dapat memanfaatkannya dan
bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.
Diriwayatkan dari Abu rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk
meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban(berumur sekitar 2 tahun), setelah
selang beberapa waktu, Rasulullah SAWmemerintahkan Abu rafie untuk mengembalikan
unta tersebut kepadapemiliknya, tetapi Abu rafie kembali kepada Rasulullah SAW seraya
berkata,”YaRasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang
besar berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu karena
sesungguhnya sebaik-baiknya kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR
Muslim). Al-Wadi’ah yad adh-dhamanah adalah pihak yang menerima titipan boleh
menggunakan dan memanfaatkan barang titipan atau uang yang dititipkan. Tentunya pihak
bank dalam hal ini mendapat bagi hasil dari pengguna dana.Bank dapat memberikan intensif
kepada penitip dalam bentuk bonus. Mengacu pada pengertian yad adh-dhamanah, bank
sebagai penerima simpanan dapat memanfatkan al-wadi’ah untuk tujuan :
currunt account (giro)
saving account (tabungan bejangka).
Sebagai konsekuensi dari yad adh-dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana
titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga ia adalah penanggung seluruh
kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan, si pemyimpan mendapat jaminan keamanan
terhadap hartanya, demikian juga fasilitas-fasilitas giro lainnya. Sungguhpun demikian, bank
sebagai penerima titipan, sekaligus juga pihak yang telah memanfaatkan dana tersebut, tidak
dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan
sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentase
secara advance, tetapi betul-betul merupakan kebijaksanaan dari manajemen bank. Hal ini
sejalan dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah
saw. pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Diberinya unta kurban
(berumur sekitar dua tahun). Setelah selang beberapa waktu, Rasulullah saw. memerintahkan
Abu Rafie kembali kepada Rasulullah saw. seraya berkata, “Ya Rasulullah, unta yang
sepadan tidak kami temukan; yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat
tahun.” Rasulullah saw. berkata, “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu
adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).
Giro wadi’ah
Giro wadi’ah adalah “simpanan pihak ketiga pada bank syariah(perorangan atau badan
hukum, dalam mata uang rupiah atau valuta asing)dengan prinsip syariah yang penarikannya
dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek, bilyet giro atau pemindah
bukuan”. Dari pengertian diatas, prinsip wadi’ah yang digunakan adalah prinsip wadi’ah yad
dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip (Wadi’i) yang memberikan hak kepada
bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang titipannya. Sedangkan bank
syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi (Muwaddi) disertai hak untuk mengelola dana
titipan. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana ditanggung bank, sedangkan pemilik
dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Namun demikian, bank
diperkenankan untuk memberikan intensif berupa bonus dengan syarat tidak boleh
diperjanjikan dimuka.
Dana giro wadi’ah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial
Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana wadi’ah menjadi hak yang
harus ditanggung oleh bank.
Pemilik dana wadi’ah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu,
sebagian atau seluruhnya
Penarikan menggunakan cek, bilyet giro, atau dengan pemindah bukuan.
Bank dapat memberikan bonus namun tidak diperjanjikan di muka
Berikut adalah persyaratan,fasilitas,an keuntungan yang diberikan progam jasa Giro Wadiah
pada Bank Aceh Syariah
Persyaratan Perorangan