Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP DENYUT

JANTUNG DAPHNIA

Oleh:
Nama : Nasron Azizan
NIM : B1A015005
Rombongan : III
Kelompok :3
Asisten : Mohamad Taufik

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2016
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daphnia adalah salah satu spesies dari Crustacea berupa plankton. Hewan
ini hidup di air tawar dan mudah ditemukan di kolam. Tubuhnya transparan dan
tidak berwarna, apabila air sebagai tempat hidupnya teraerasi dengan baik. Alat
gerak utamanya adalah antena yang mengatur gerakan ke atas dan ke bawah.
Daphnia selalu ditemukan di tempat hidupnya dengan posisi kepala di atas.
Hewan ini bisa ditemukan dalam kultur kutu air, yang merupakan salah satu
penyusun zooplankton, hidup di air tawar, misalnya di danau (Barness, 1965).
Jantung Daphnia sp. berupa kantung berbentuk pelana terletak di dalam
thorax sebelah dorsal. Jantung terikat pada dinding sinus pericardii dengan
perantara sejumlah logamenta. Sistem vaskuler dari Daphnia sp. ialah terbuka,
jantung memompa darah keseluruh bagian tubuh dan menghisapnya kembali
melalui lubang-lubang yang dilengkapi valva. Tiga pasang lubang yang
dilengkapi dengan valvadi sebutostia, memungkinkan darah masuk kembali dari
sinus melingkarnya. Daphnia sp. juga memiliki 5 pasang kaki yang menyerupai
lembaran daun. Gerakan kaki menyebabkan timbulnya aliran air yang membawa
partikel-partikel makanan dan oksigen. Jantungnya terdapat pada sisi dorsal,
denyut jantung cepat dan memiliki sepasang ovaria di kanan-kiri, saluran
pencernaan di thorax (Soegiri, 1988).
Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk denyut jantung.
Ketika suhu lingkungan berada dibawah atau di atas suhu normal suatu
organisme dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktivitas organisme
tersebut, sehingga laju denyut jantungnya bisa mencapai 2x pada suhu
normalnya. Sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan
terjadinya shock pada suatu organisme. Umumnya aktivitas kehidupan terjadi
hanya di dalam kisaran suhu yang sempit bervariasi antara 0-40ºC. Faktor inilah
yang membatasi distribusi hewan-hewan di dunia. Namun demikian, ada
beberapa jenis hewan yang mampu hidup normal pada suhu di bawah 0ºC,
sementara yang lain hidup pada suhu lebih dari 40ºC. Hal ini berkaitan dengan
adaptasi dan evolusi pada hewan – hewan yang dapat hidup di kondisi yang
ekstrim tersebut (Soegiri, 1988).
1.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari pengaruh temperatur


lingkungan dan zat kimia terhadap denyut jantung hewan percobaan yaitu
Daphnia sp.
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Daphnia sp., air es, air
panas, dan alkohol 5%.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop
cahaya, cavity slide, termometer (Celcius), pipet tetes, stopwatch, gelas beker,
hand tally counter, dan kertas tissue.

2.2 Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Media temperatur larva diukur, kemudian Daphnia diambil menggunakan pipet
tetes, kemudian diletakkan pada cavity slide. Air dikeringkan dengan tissue bila
berlebih.
2. Detak jantung dihitung selama 15 detik. Jumlah denyut dicatat dan dikalikan 4
agar diperoleh denyut jantung per menit.
3. Daphnia dikembalikan ke gelas beker.
4. Metode 1-3 dilakukan kembali dengan perlakuan air es, air panas, dan alkohol
5%. Masing-masing perlakuan diukur temperaturnya.
5. Hasil dari semua perlakuan dicatat dan dibandingkan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1.1. Hasil Pengamatan Pengaruh Lingkungan Terhadap Denyut Jantung


Daphnia sp.
Perlakuan (denyut/menit)
Normal Panas Dingin Alkohol
Kelompok
Suhu Suhu
o
DJ Suhu DJ o
DJ Konsentrasi DJ
C C
1 28o 288 74o 244 0,5o 256 136
2 28o 128 63o 100 6o 136 96
3 27o 80 65o 156 1o 84 5% 108
4 27o 100 68o 156 0,7o 108 136
5 28o 126 71o 176 9o 76 92
Keterangan:
DJ = Denyut Jantung/ menit
Perhitungan (Kelompok 3) :
Suhu normal (27ºC) : detak jantung 20 denyut x 4 = 80 denyut/menit
Suhu panas (650C) : detak jantung 39 denyut x 4 = 156 denyut/menit
Suhu dingin (10C) : detak jantung 21 denyut x 4 = 84 denyut/menit
Konsentrasi alkohol 5 % : detak jantung 31 denyut k x 4 = 124 denyut/menit

1
2

Gambar 3.1.1 Daphnia sp.


Keterangan :
1. Antena
2. Mata
3. Jantung
4. Kaki dengan bulu
5. Intestine
3.2 Pembahasan

Daphnia sp. merupakan salah satu hewan poikiloterm sehingga naik turunnya
temperatur lingkungan dapat mempengaruhi denyut atau kerja jantung. Metabolisme
hewan poikiloterm dipengaruhi oleh lingkungan, begitu juga dengan denyut
jantungnya. Temperatur rendah akan mengakibatkan aktifitas metabolisme menurun,
oksigen yang dibutuhkan juga mengalami penurunan suhu sehingga denyut jantung
lambat, begitu juga sebaliknya. Frekuensi detak jantung Daphnia sp. akan semakin
menurun apabila ditempatkan pada lingkungan dengan suhu rendah dan akan
semakin meningkat seiring dengan naiknya suhu lingkungan (Barness, 1965). Hal
tersebut karena Daphnia sp. merupakan hewan poikiloterm yang aktivitas
metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan luas. Begitu juga dengan frekuensi
denyut jantung. Suhu rendah akan mengakibatkan aktivitas metabolisme turun dan
mengakibatkan denyut jantung lambat karena menyuplai sedikit kebutuhan oksigen
(Kimball, 1988). Gordon (1982), menyatakan kecepatan konsumsi oksigen pada
hewan poikiloterm akan naik dua kali lipat setiap kali kenaikan 10o C.
Daphnia sp. termasuk dalam golongan udang-udangan, namun dalam proses
perkembangan belum lebih jauh dari jenis udang-udangan lainnya. Organisme ini
dikenal oleh masyarakat pada umumnya disebut sebagai kutu air, namun sebenarnya
organisme ini termasuk dalam zooplankton. Lapisan luar mengalami molting atau
ekdisis sebanyak 17 kali. Mulut Daphnia sp. terdiri dari satu labrum, satu pasang
mandibula, satu buah labium (Radiopoetro, 1977). Menurut Barness (1965), Daphnia
sp. merupakan organisme yang termasuk keluarga besar phyllum Arthropoda, kelas
Crustacea. Ciri khas organisme tersebut adalah bentuknya gepeng ke samping
(memampat ke samping) dan beruas-ruas. Hewan ini hidup di air tawar dan mudah
ditemukan di kolam. Tubuhnya transparan dan tidak berwarna, apabila air sebagai
tempat hidupnya teraerasi dengan baik. Alat gerak utamanya adalah antena yang
mengatur gerakan ke atas dan ke bawah. Daphnia selalu ditemukan di tempat
hidupnya dengan posisi kepala di atas.
Daphnia sp. sering dimanfaatkan sebagai pakan alami untuk benih ikan air
tawar baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Daphnia sp. memakan berbagai macam
bakteri, ragi, alga bersel tunggal, detritus dan bahan organik terlarut (nutrien).
Zooplankton ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain ukurannya sesuai dengan
bukaan mulut benih ikan, mudah dicerna oleh benih ikan sebab mengandung enzim
pencernaan, nilai nutrisinya tinggi (Zahidah et al., 2012).
Spesies Daphnia terdapat di danau dan kolam di setiap benua dimana mereka
secara konsisten memainkan peran ekologi yang signifikan dalam dinamika
makanan. Daphnia adalah filter-feeding zooplankter dengan potensi laju
pertumbuhan individu yang tinggi. Interaksi makanan Daphnia, baik sebagai
konsumen utama fitoplankton dan sebagai sumber makanan utama bagi konsumen
sekunder, mendefinisikannya sebagai interactor ekologis yang kuat (Miner et al.,
2012).
Genus Daphnia telah menjadi model takson yang sering digunakan dalam
berbagai percobaan. Daphnia tidak seperti hewan crustacea yang lain, kromosomnya
sangat kecil dan mempunyai rangka ekseskeletal yang sangat kecil pula. Jantung
Daphnia sp. berupa kantung berbentuk pelana terletak di dalam thorax sebelah
dorsal. Jantung terikat pada dinding sinus pericardial dengan perantara sejumlah
logamenta. Denyut jantung cepat dan memiliki sepasang ovaria di kanan kiri.
Daphnia memiliki lima pasang kaki yang menyerupai lembaran daun (Radiopoetro,
1977).
Menurut Barness (1963), detak jantung Daphnia sp. pada keadaan normal
sekitar 120 denyut/menit. Sedangkan menurut Guyton (1976) menyatakan bahwa
dalam keadaan normal denyut jantung Daphnia sp. permenitnya sekitar 100-120 kali.
Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 3 diketahui bahwa denyut jantung Daphnia
sp. pada suhu normal (27ºC) adalah 80 kali per menit. Banyaknya denyut jantung
Daphnia sp. pada air dingin (1oC) adalah 84 kali per menit, sedangkan pada air panas
(65°C) adalah 156 kali per menit dan pada alkohol 5% denyutnya 108. Hasil urutan
denyut jantung Daphnia sp. ini meningkat bersama peningkatan suhu air tempat
hidupnya. Keadaan ini dimungkinkan bahwa pada saat melakukan pengamatan,
organisme mengalami stress atau kondisi yang kurang optimal. Sedangkan pada saat
diberi perlakuan dengan air panas, denyut jantung Daphnia mengalami kenaikan
yaitu 156 denyut/menit. Hal tersebut sesuai dengan referensi yang dikemukakan
sebelumnya. Hal ini merupakan reaksi fisiologis Daphnia terhadap perubahan suhu
lingkungan. Seiring dengan peningkatan suhu lingkungan, maka Daphnia akan
meningkatkan konsumsi oksigennya guna menyesuaikan diri dengan peningkatan
laju metabolismenya (Schmidt, 1990).
Barness (1965) menyatakan bahwa nilai denyut jantung per menit akan naik
atau turun sesuai dengan lingkungan yang ada. Temperatur lingkungan yang tinggi
menyebabkan kerja jantung lebih keras sehingga denyutannya lebih cepat, hal ini
dikarenakan laju metabolisme tubuh meningkat. Prosser & Brown (1991),
menyatakan bahwa meningkatnya laju metabolisme tubuh harus mensuplai banyak
oksigen untuk mencukupi suplai oksigen tersebut maka jantung harus memompa
darah lebih cepat. Menurunnya temperatur diikuti dengan menurunnya laju
metabolisme karena enzim yang mengkatalisis proses metabolisme dalam tubuh
Daphnia bekerja kurang optimal di luar suhu normal. Soegiri (1988) menyatakan
bahwa frekuensi denyut jantung pada kondisi air panas lebih cepat karena
metabolisme tubuh berjalan cepat untuk mengatur kondisi normal. Meningkatnya
metabolisme tubuh mengakibatkan oksigen yang dibutuhkan di transport dengan
cepat. Tempratur mengakibatkan reaksi kimia dalam tubuh lebih cepat sehingga
metabolisme meningkat. Frekuensi denyut jantung semakin tinggi dengan naiknya
temperatur.
Pemberian alkohol 5% pada larva Daphnia menyebabkan meningkatnya
denyut jantung. Menurut Soetrisno (1987), zat kimia sangat berpengaruh terhadap
frekuensi kerja jantung. Alkohol merupakan zat mudah terbakar sehingga dengan
masuknya alkohol kedalam tubuh mengakibatkan proses pembakaran tubuh menjadi
lebih cepat. Proses pembakaran yang sangat cepat memerlukan suplai oksigen yang
digunakan dalam pembakaran lebih cepat pula sehingga denyut jantung yang terjadi
menjadi lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan, dari denyut jantung
normal 80 denyut/menit dengan tambahnya alkohol 5% menjadi 108 denyut/menit.
Menurut Watterman (1960), penggunaan zat kimia pada awal denyut jantung cepat
tetapi lama kelamaan denyut jantung menurun karena zat kimia bersifat toksik yang
dapat menyebabkan kematian pada Daphnia sedangkan menurut Whaley (1964),
denyut jantung menjadi cepat karena pengaruh aktivitas kerja dan emosi. Setelah
aktivitas, denyut jantung tidak dapat kembali ke keadaan semula walaupun terjadi
penurunan dimana denyut jantung semakin lambat. Hal ini karena pengaruh suatu
aktivitas yang dapat mengurangi kerja tubuh sehingga tubuh memerlukan oksigen
lebih banyak.
Perubahan suhu lingkungan (guncangan suhu dingin) akan menyebabkan stress
yang menginduksi pada tingginya tingkat glukosa darah, selanjutnya mengganggu
pertumbuhan bahkan mematikan. Glukosa darah merupakan sumber pasokan bahan
bakar utama dan substrat essensial untuk metabolisme sel terutama sel otak. Untuk
berfungsinya otak secara kontinyu dibutuhkan glukosa secara terus-menerus. Pada
hewan poikilotermik termasuk Daphnia, perubahan suhu lingkungan akan
berpengaruh langsung terhadap proses metabolisme. Oleh karena itu, perubahan suhu
lingkungan akan mempengaruhi tingginya kebutuhan pasok glukosa darah untuk
termogenesis (Hastuti et al., 2003).
Menurut Watterman (1960), kerja jantung Daphnia sp. dipengaruhi oleh
faktor eksternal (suhu dan zat kimia) dan faktor internal (hewan betina yang sedang
mengerami telurnya denyut jantung cepat). Soetrisno (1987) menambahkan ada
beberapa faktor yang mempengaruhi fisiologi atau denyut jantung, diantaranya
adalah :
a. Faktor kimiawi yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta
pengaruh zat kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik
frekuensi denyut jantungnya.
b. Temperatur dimana akan mempengaruhi denyut jantung, dimana
denyut jantung akan naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh.
c. Hewan kecil mempunyai denyut cepat daripada hewan besar.
d. Hewan muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan hewan tua. Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan muda lebih kecil dan
pengaruh hambatan berkurang.
Barness (1965), mengatakan kecepatan denyut jantung Daphnia sp.
dipengaruhi oleh:
 Siang hari denyut jantung lebih cepat daripada malam hari.
 Kerapatan populasi tinggi akan menyebabkan kecepatan denyut
jantung semakin besar.
 Hewan betina yang membawa telur/anaknya dalam kantong
pengeraman akan menyebabkan kecepatan denyut jantungnya akan bertambah.
 Pada saat pertama masak seksual denyut jantung akan semakin
bertambah cepat.
 Kenaikan kecepatan metabolisme akan menaikkan kecepatan detak
jantung juga.
 Pemberian rangsang dalam beberapa variasi kondisi, semakin besar
rangsangan yang diterima maka semakin tinggi kecepatan denyut jantung.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan


bahwa :
1. Denyut jantung Daphnia sp. akan semakin cepat ketika suhu semakin tinggi
dan akan semakin lambat ketika suhu semakin rendah.
2. Penambahan zat kimia (alkohol) akan mengakibatkan denyut jantung
Daphnia sp. Meningkat namun lama-kelamaan semakin menurun.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi detak jantung Daphnia sp. terdiri dari
faktor internal yang terdiri dari aktivitas, umur, ukuran tubuh dan faktor
eksternal yang terdiri dari obat atau bahan kimia, suhu lingkungan dan
kemampuan adaptasi (waktu gelap dan terang).
DAFTAR REFERENSI

Barness, R. D. 1965. Invetebrata Zoology. London : W. B. Sounders Company.


Gordon. 1982. Animal Physiology Principles and Adaptation. New York : Mac
Munan Publishing. Co. Inc.
Guyton, A. C. 1976. Textbook of Medical Physiology (12th Edition ed.). New York :
Elsevier.
Hastuti, S, E. Supriyono, I. Mokoginta, & Subandiyono. 2003. Respon Glukosa
Darah Ikan Gurami Terhadap Stress Perubahan Suhu Lingkungan. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 2(2), pp. 73-77.
Kimball, J. W. 1988. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Kedokteran.
Miner, B. E., Luc D. M., Michael E. P., Winfried L., & Nelson G. H. 2012. Linking
Genes To Communities and Ecosystems : Daphnia As An Ecogenomic Model.
Proc. R. Soc. B, pp. 3-11.
Prosser & Brown. 1991. General Zoology 3rd Edition. New York : McGraw-Hill
Book Company Inc.
Radiopoetro. 1977. Zoologi Umum. Jakarta : Erlangga.
Schmidt, N. 1990. Animal Physiology and Enviroment. Cambridge : Cambridge
University Press.
Soegiri, N. 1988. Zoologi Umum. Jakarta : Erlangga.
Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Hewan. Purwokerto : Fakultas Peternakan Unsoed.
Watterman, T. H. 1960. The Phsyology of Crustacea Volume I. New York :
Academic Press.
Whaley. 1964. Principle of Biology. New York : Harper and Roropublisher.
Zahidah, W. Gunawan, & U. Subhan. 2012. Pertumbuhan Populasi Daphnia sp.
Yang Diberi Pupuk Limbah Budidaya Karamba Jaring Apung (KJA) Di
Waduk Cirata Yang Telah Difermentasi EM4. Jurnal Akuatika, 3(1), pp. 84-
94.

Anda mungkin juga menyukai