Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Cyber Konseling

Cyber counseling adalah sebuah proses konseling yang dilakukan dengan


memanfaatkan jaringan internet sebagai penghubung antara konseli dan konselor. American
Counseling Association (1999) mengemukakan bahwa konseling online adalah Penggunaan
alat komunikasi elektronik ataupun teknologi komputer dalam melakukan proses konseling
secara umum dengan bantuan internet. Menurut Bloom (1997) cyber couseling adalah sebuah
sistem konseling profesional yang dilakukan ketika klien dan konselor berada di tempat yang
berbeda dan menggunakan teknologi sebagai alat untuk berkomunikasi. Dengan kata lain
konseling online adalah kegiatan konseling yang dilakukan ketika terdapat kendala antara
konseli dan konselor untuk melakukan konseling dengan tatap muka secara langsung. Cyber
counseling ini sangat membantu ketika kita ingin melakukan konseling namun terkendala
oleh jarak yang cukup jauh, waktu yang tidak cukup untuk melakukan konseling secara
langsung, takut akan tersebarnya virus berbahaya, dll. Dengan adanya konseling online ini
banyak orang yang cukup terbantu untuk melakukan konseling secara efisien dan efektif,
terutama bagi orang yang memiliki kesulitan untuk berinteraksi dengan orang asing secara
langsung. Konseling online ini mulai meningkat pada terjadinya pandemi wabah Covid-19,
yaitu ketika semua orang kesulitan untuk berinteraksi secara langsung karena dikhawatirkan
akan menularkan virus.
Konseling online pertama kali dilakukan pada sebuah program perangkat lunak yaitu
Chatterbot yang bernama ELIZA pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1972 muncul
program lain bernama PARRY, program ini merupakan update terbaru dari ELIZA.
1. ELIZA
Sebuah Chatterbot bernama ELIZA diciptakan oleh Dr. Joseph Weinzenbaum pada
tahun 1960. Weinzenbaum adalah seorang ilmuwan komputer Amerika, yang bekerja
sebagai profesor di Massachussetts Institute of Technology (MIT).
ELIZA ini merupakan sebuah program yang digunakan untuk melakukan konseling
online pertama di dunia. Program ini di publikasikan untuk pertama kali pada tahun
1966, dimana program ini dirancang untuk menirukan pembicaraan antara seorang
psikolog bernama Rogerian dan pasiennya, sehingga penggunanya dapat terkelabui
dan mengira bahwa mereka sedang berdialog dengan manusia asli. Jadi ELIZA ini
memiliki peran sebagai psikoterapis yang akan memberikan saran dan nasihat kepada
penggunanya. Sistem program ini dirancang dengan melibatkan rekognisi dari kata-
kata atau kalimat input dan output dalam bentuk tanggapan yang telah dipersiapkan,
sehingga program tersebut dapat memeruskan percakapan sehingga terlihat alami
layaknya manusia.
2. PARRY
PARRY adalah sebuah program perangkat lunak yang buat oleh seorang Psikiater
bernama Kenneth Colby pada tahun 1972. PARRY yang dibuat oleh Colby adalah
sebagai sebuah program lanjutan dari sebuah chatterbot bernama ELIZA. PARRY
dibuat dengan tujuan membantu pasien penderita mental paranoid untuk
merefleksikan pikirannya. Program parry ini dibuat dengan meniru model dari
perilaku schizophern paranoid, yang berlandaskan pada sistem konseptualisasi dan
kepercayaan, yaitu penilaian tentang konseptualisasi baik berupa penerimaan,
penolakan dan netral.
Karakteristik Konseling Online
A. Fitur dan perilaku Cyber Counseling
Konseling online ini memiliki ciri fitur dan perilaku unik, yaitu; anonimitas, rasa
malu, jarak yang jauh, perbedaan waktu/ penundaan waktu, kenyamanan, dan
hilangnya kemampuan bersosial. Menurut (Childress, 1998) fitur dan perilaku cyber
yang menjadi ciri khas dari koseling online ini memiliki banyak manfaat dan tantang-
tantangan terkait. Untuk sebagian besar, fitur dan perilaku konseling online ini telah
ditangani secara memadai untuk menjalani praktik secara etis dan profesional,
konseling online ini melalui penyediaan pedoman etika dan praktik yang baik.
B. Anonimitas dan Disinhibisi
Secara sederhananya, orang yang melakukan konseling secara online ini menikmati
anonimitas yang disediakan oleh lingkungan online tersebut. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman, fitur anonimitas ini semakin jarang terjadi. Hal ini terjadi
dikarenakan adanya pedoman profesional dan standar etika yang membentuk konselor
dalam merekrut, mengidentifikasi, serta menilai klien. Namun hal tersebut tidak serta
merta menghilangkan keanonimitasi para klien, dimana para konselor diwajibkan
untuk memfasilitasi keamanan psikologis klien. Cook & Doyle (2002)
mengungkapkan bahwa disinhibisi ini dapat membantu klien untuk mengekspresikan
diri mereka secara lebih terbuka dan jujur. Disinhibisi ini adalah fitur yang kuat dan
berbeda dari konseling online dan fitur ini diyakini dapat berpotensi untuk
mengurangi stigma-stigma sosial dan kecemasan, dan meyakinkan klien bahwa
mereka memiliki pengalaman dalam mencari dukungan profesional (Suler, 2004).
C. Kenyamanan
Kenyamanan merupakan alasan utama seseorang melakukan konseling online.
Menurut (Rochlen, Zack et al., 2004) Aksesibilitasi konseling online ini dapat
mengatasi banytaknya hambatan dalam mengakses pengobatan, termasuk mobilitas
yang terbatas karena adanya isolasi geografis atau memiliki cacat fisik, hambatan
bahasa, stigma pribadi dalam mencari bantuan, atau ketersediaan waktu. Young
(2005) berpendapat bahwasannya konseling online memiliki potensi untuk
memperluas akses ke layanan khusus yang berada di luar jangkauan klien. Contohnya
adalah dalam penggunaan konferensi video untuk memberikan perawatan dan
pengobatan khusus kepada klien yang secara geografis terisolasi dari pusat layanan
kesehatan (Simpson et al., 2005).
D. Waktu Tunda
Pada konseling online terjadi sebuah komunikasi asingkron, sehingga
penundaan waktu dalam konseling online berpotensi menimbulkan kecemasan kepada
terapis dan klien ketika bertanya-tanya perihal keterlambatan dalam merspon.
Sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya ambiguitas pada konselor dan klien,
sehingga mereka dengan mudah dapat memproyeksikan harapan, emosi, dan
kecemasannya sendiri, hal ini disebut sebagai fenomena lubang hitam. Namun, pada
saat yang sama komunikasi asinkron dapat membantu dalam mengembangkan zona
refleksi, di mana terapis dan klien dapat meluangkan waktunya masing-masing untuk
merenungkan dan menanggapi pesan dari orang lain (Suer, 2000). Pada proses
tersebut dapat memberikan keuntungan pada klien, terutama adanya rasa lega atas
segala tekanan urgensi, dan pada sesaat kemudian dapat memberikan waktu untuk
klien dalam memproses pengalaman dan emosinya; hal itu dapat memberikan
pengamatan diri, meningkatkan kesadaran, mengurangi impulsif dan memungkinkan
klien untuk terlibat dalam refleksi yang lebih dalam dan fokus pada ekspresi dirinya
(Hanley, 2009). Penundaan waktu juga dapat menjadi keuntungan potensial bagi
terapis karena dapat membantu terpis dalam mengamati dan mengelola reaksi
kontratransferensi yang lebih baik.
Prinsip Dasar Konseling Online
Dalam APA Guidelines (dalam HIMPSI Jaya, 2021) ada 4 Prinsip dasar dalam melakukan
konseling online yaitu:
a. Konselor online hanya bekerja dalam lingkup praktik mereka dan memberikan layanan
konseling.
b. Konselor online harus mematuhi hukum dan pedoman yang ditentukan oleh lokasi
geografis mereka. Di Indonesia, hanya profesional kesehatan mental dan individu yang telah
menerima pelatihan khusus dan telah melewati proses perizinan yang diwajibkan secara
hukum untuk menyebut diri mereka konselor.
c. Konselor memperoleh pengetahuan, pelatihandan pengawasan dalam praktik dan teknik
konseling online. Ini termasuk pelatihan formal dan pelatihan informaldan supervisi klinis
(tatap muka atauonline).
d. Konselor online harus menguasai tentang teknologi, termasuk cara menggunakan
perangkat yang diperlukan untuk memberikan koseling online dan bagaimana memastikan
bahwa informasi klien tetap bersifat pribadi dan aman.

Anda mungkin juga menyukai