Anda di halaman 1dari 20

Laporan Praktikum

Perlindungan dan Pengamanan Hutan

PENGENALAN MEDIA, STERILISASI DAN ISOLASI


PATOGEN

NAMA : REGINA JULYANI


NIM : M031211019
KELAS : PPH A
KELOMPOK : 5 (LIMA)
ASISTEN : 1. SILVAJAYANTI
2. NURHAINI

LABORATORIUM PERLINDUNGAN DAN SERANGGA HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
DAFTAR ISI

SAMPUL…………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

2.1 Pembuatan Media ........................................................................................... 3

2.2 Sterilisasi Alat ................................................................................................ 5

2.3 Isolasi Patogen ............................................................................................... 8

BAB III METODE PRAKTIKUM .................................................................... 10

3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 10

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................. 10

3.3 Prosedur Praktikum ..................................................................................... 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 13

4.1 Hasil ............................................................................................................. 13

4.2 Pembahasan .................................................................................................. 13

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 15

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 15

5.2 Saran ............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

LAMPIRAN ......................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tanaman merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Metode pengendalian yang sering dilakukan oleh para
petani untuk mengatasi masalah tersebut yaitu penggunaan bahan pestisida sintetik
yang melebihi dosis anjuran dan digunakan secara terus menerus sehingga
mengakibatkan akumulasi pestisida di tanah. Akumulasi pestisida yang tinggi
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan bahkan ke tingkat konsumen,
berkurangnya mikroorganisme tanah, dan kerentanan tanaman bahwa penggunaan
pestisida sintetik dapat membahayakan keselamatan hayati termasuk manusia dan
keseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu, saat ini metode pengendalian telah
diarahkan pada pengendalian hayati/biologis. Pengendalian hayati (biological
control) merupakan cara pengendalian penyakit yang melibatkan manipulasi musuh
alami yang menguntungkan untuk memperoleh pengurangan jumlah populasi dan
status hama dan penyakit di lapangan (Novianti, 2018).
Pengendalian hayati (biological control) merupakan cara pengendalian
penyakit yang melibatkan manipulasi musuh alami yang menguntungkan untuk
memperoleh pengurangan jumlah populasi dan status hama dan penyakit di
lapangan. Penggunaan agen hayati untuk pengendalian penyakit dirasakan sangat
lambat perkembangannya karena terbatasnya agen hayati yang diproduksi secara
massal dan dapat digunakan secara komersial, sehingga diperlukan teknologi untuk
produksi massal. Terdapat permasalahan yang timbul bagaimana mendapatkan
jamur dalam jumlah yang besar serta murah. Perbanyakan massal dapat dilakukan
dengan menggunakan media buatan yang berisi nutrisi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan jamur. Dedak, beras, serbuk gergaji dan sekam padi dapat digunakan
sebagai media perbanyakan suatu jamur. Bahan-bahan tersebut mengandung
karbohidrat, serat, nitrogen, posfat, kalium, yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan suatu jamur. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan
pengujian keefektifan perbanyakan jamur pada berbagai media tumbuh sehingga

1
diketahui media yang cocok untuk pertumbuhan dan perbanyakan jamur secara
massal (Novianti, 2018).
Dalam pengendalian penyakit pada tanaman, petani sering menggunakan
pestisida. Namun, dalam penggunaan pestisida memunculkan beberapa dampak
negataif baik itu bagi tanaman maupun lingkungan sekitarnya. Untuk
meminimalisir dampak negatif dari pestisida kimia, diperlukan cara pengendalian
lain yang ramah lingkungan. Salah satu pengendalian penyakit yang ramah
lingkungan adalah dengan menggunakan jamur entomopatogen. Melihat besarnya
potensi dari Aschersonia placenta dalam mengendalikan hama kutu kebul, maka
diperlukan informasi mengenai metode isolasi jamur Aschersonia placenta yang
efektif sehingga jamur Aschersonia placenta ini dapat dikembangbiakkan dan
dimanfaatkan dengan optimal (Rasjman, 2022).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pratikum kali ini antara lain:
1. Dapat menjelaskan sterilisasi alat dan media.
2. Dapat menjelaskan pembuatan media.
3. Dapat menjelaskan cara mengisolasi patogen.

2
`BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembuatan Media


Media merupakan suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang dapat
dipakai untuk menumbuhkan mikroorganisme baik dalam mengkultur bakteri,
jamur, dan mikroorganisme yang lain. Suatu media dapat menumbuhkan
mikroorganisme dengan baik diperlukan persyaratan antara lain: Media
diinkubasikan pada suhu tertentu, kelembapan harus cukup, pH sesuai, dan kadar
oksigen cukup baik, media pembenihan harus steril, media tidak mengandung zat-
zat penghambat, dan media harus mengandung semua nutrisi yang mudah
digunakan mikroorganisme. Media pertumbuhan dapat berupa media cair, media
kental (padat), berdasarkan media itu terbagi atas media yang diperkaya, media
yang kering dan media yang 2 sintetik, sedangkan menurut media pertumbuhan
mikrooorganisme berupa media padat, media cair dan media semi padat (Aini, 2015).
Mikroorganisme sangat membutuhkan suatu media untuk sebagai tempat
pertumbuhannya, media tersebut harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhannya. Nutrisi dapat berupa molekul besar seperti Karbohidrat, Lemak
dan Protein, asam nukleat, vitamin dan beberapa mineral seperti unsur
makronutrien C, H, O, N, P dan S serta unsur mikronutien seperto K, Ca, Mg, Fe,
Cl, Mn, Cu (Suhartati, 2018).
Melimpahnya sumber di alam mendorong untuk menemukan variasi media
pertumbuhan mikroorganisme. Jamur dapat tumbuh baik pada media yang
mengandung nutrisi yang dapat memenuhi syarat sebagai media pertumbuhan salah
satunya dari sumber karbohidrat. Karbohidrat dan derivatnya merupakan substrat
utama untuk metabolime karbon pada jamur. Karbon merupakan unsur yang paling
penting karena 50% berat mikroorganisme adalah karbon. Salah satu sumber
karbohidrat yang bisa ditemui di alam yaitu dari umbi-umbian diantaranya umbi
ganyong, umbi gembili dan umbi garut. Umbi-umbi tersebut memiliki kadar
karbohidrat yang tinggi cukup menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan jamur (Aini,
2015).

3
Menurut Hamriani 2012, Jenis-jenis media yang digunakan dalam analisa sel
bakteri yaitu:
1. Media dasar secara rutin
Media ini selalu tersedia di laboratorium, contohnya nutrient broth, nutrient
agar, infusion broth dan lain – lain.
2. Media enriched
Media enriched adalah media yang mengandung bahan penambah
pertumbuhan guna meningkatkan kualitas, misalnya agar darah, agar coklat, lofler
medium. Media ini digunakan untuk organisme tertentu yang tidak dapat tumbuh
dalam media umum karena mereka membutuhkan penambahan darah, serum,
glukosa, telur, dll.
3. Media enrichment
Media enrichment adalah media cair yang berisi bahan kimia yang dapat
menghambat beberapa flora normal dan memungkinkan pertumbuhan bakteri
pathogen yang mungkin terdapat dalam jumlah kecil dalam sample. Jadi media ini
digunakan untuk memperbanyak mikroba tersebut. Koloni dari mikroba ini dapat
ditumbuhkan pada media selektif. Contoh adalah BHIB, BGLB, SCB.
4. Media selektif
Media ini secara selektif menumbuhkan bakteri patogen yang diinginkan
sesuai komposisi media dan menghambat bakteri komensal. Jenis bakteri ini
dibedakan berdasarkan warna dan kekeruhan media. Contoh madia CETA, VJA
dsb.
5. Transport media
Media ini digunakan untuk mengirim sample dari suatu tempat
kelaboratorium pemeriksaan, contoh Carry and Blair, Amies Transport Medium.
Salah satu media agar yang cocok dan mendukung pertumbuhan jamur adalah
PDA (Potato Dextrose Agar) yang merupakan media terdiri atas dextrose, sari
kentang dan agar. Media PDA mendukung pertumbuhan jamur karena dapat
menghindari kontaminasi bakteri dengan keasaman pada media yang rendah (pH
4,5 sampai 5,6) sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang membutuhkan
lingkungan yang netral dengan pH 7,0, dan suhu optimum untuk pertumbuhan
antara 25-30 °C. Media pertumbuhan mikroorganisme PDA kini telah tersedia

4
dalam bentuk instan yang harganya terhitung mahal yaitu Rp 680.00,- hingga Rp
1.200.000,- setiap 500 g (Aini, 2015).
Menurut Hamriani 2012, beberapa cara untuk menumbuhkan
mikroorganisme pada medium agar kelihatan koloninya dengan jelas antara lain:
1. Dengan menggunakan ose atau sengkelat, diinokulasikan mikroorganisme
pada permukaan medium dengan cara zig-zag, setelah diinkubasi akan
diperoleh pertumbuhan mikroorganisme, maka diperoleh piaraan lempeng
atau ”Streak Culture”.
2. Dengan cara menggoreskan inokulum dengan ose pada agar miring, maka
diperoleh piaraan agar miring atau ”Slank Culture”.
3. Dengan cara menusukkan inokulum dengan ose lurus ke dalam medium agar
setengah padat dalam tabung reaksi, dan permukaan mediumnya tidak miring,
maka diperoleh piraan tusukan atau ”Stab Culture”.
4. Setetes suspensi mikroorganisme dicampur dengan medium yang masih cair,
dengan demikian diperoleh piraan adukan atau ”Shake Culture”.

2.2 Sterilisasi Alat


Makna harafiah kata sterilisasi adalah “menghancurkan semua bentuk
kehidupan”. Sterilisasi diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu secara fisik dan
secara kimia. Bahan sterilian dapat berbentuk cairan, gas atau radiasi
elektromagnetik. Klasifikasi tersebut tidak mutlak karena sterilisasi secara fisik pn
dapat menghasilkan bahan kimia yang letal dan membentuk panas serta tekanan
osmotik. Cara untuk sterilisasi tertua adalah destruksi dengan pemanasan baik
menggunkan api bebas maupun panas yang ditimbulkan oleh uap air sehingga dapat
dikatakan bahwa media sterilisasi klasik adalah panas dan air (basah) yang meliputi
air mendidih dan uap air panas. Air mendidih (boiling water) dianggap kurang baik
karena tidak memiliki tekanan sehingga penetrasi ke dalam material lambat dan
suhunya relative rendah, oleh karena itu, uap air bertekanan tinggi paling banyak
digunakan (Ma’at, 2012).
Sterilisasi adalah pemusnahan atau pengeliminasian semua mikroorganisme,
termasuk spora bakteri, yang sangat resisten. Proses sterilisasi di rumah sakit
membutuhkan alat standar yang dapat membunuh mikroorganisme, bakteri dan

5
endosporanya. Proses sterilisasi yang baik membutuhkan instrumen untuk
mensterilkan alat-alat kedokteran sesuai standar autoclave (Rakhmatullah, 2015).
Sterilisasi adalah suatu proses pemusnahan semua bentuk mikroorganisme,
baik yang berbentuk vegetative maupun yang berbentuk spora. Mikroorganisme
yang dimaksud dapat berupa kuman, virus, rickettsia maupun jamur. Jadi produk
steril telah bebas dari semua jenis mikroorganisme hidup. Istilah “hidup” di sini
perlu diperhatikan karena ada produk steril yang masih mengandung
mikroorganisme tetapi telah mat, misalnya hasil sterilisasi dengan pemanasan,
penynaran ataupun dengan memakai gas (Ma’at, 2012).
Menurut ma’at 2012, Ada beberapa macam cara sterilisasi, yaitu:
1. Sterilisasi dengan pemanasan secara kering.
Cara ini digunakan untuk mensterilkan bahan/alat yang tak dapat disterilkan
dengan cara pemijaran atau karena sifat fisiknya tidak dapat disterilkan dengan uap
air yang diakibatkan oleh sukarnya ditembus oleh uap air. Cara sterilisasi ini
berdasarkan oksidasi. Keuntungan cara ini adalah bahan/alat yang disterilkan tetap
dalam keadaan kering, terhadap bahan dari metal dan instrument yang tajam udara
kering tidak sekorosif uap air dan udara kering tidak mengikis gelas. Adapun
kerugian dari serilisasi kering yaitu, difusi dan pentrasi udara kering lambat
sehingga memerlukan waktu yang relatif lama, dan dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan dari alat yang disterilkan karena melalui proses oksidasi dan memerlukan
suhu yang tinggi
2. Sterilisasi dengan pemanasan secara basah.
Ada beberapa cara sterilisasi dengan pemanasan basah yang sering digunakan
diantaranya nsebagai berikut:
a. Dimasak dengan air: Cara ini pelaksanaanya sangat sederhana yaitu dengan cara
merebus atau atau bahan yang akan disterilkan dalam jangka waktu tertentu,
dihitung sejak air mulai mendidih.
b. Tindilisasi/Pasteurisasi: Cara ini dipakai untuk sterilkan bahan-bahan yang
tidak tahan pemanasan tinggi, atau bahan-bahan yang karena keadaan fisiknya
tidak mungkin disterilkan dengan cara penyaringan bakteri, misalnya dalam
bentuk emulasi dan suspense.

6
c. Dengan uap air 100⁰ C: Cara ini adalah cara yang paling efektif, tetapi cara ini
belum menjamin sterilitasnya, terutama bagi spora-spora yang berday tahan
besar. Efektivitas membunuh mikroba dengan uap air dikarenakan uap air dapat
dengan mudah menembus dinding.
d. Dengan uap air jenuh bertekanan tinggi (autoklaf): Cara ini memberikan
jaminan strerilitas yang terbaik untuk alat-alat atau bahan-bahan yang
disterilkan. Pada sterilisasi ini diusahakan agar uap air tidak bercampur dengan
udara karena kapasitas kalor udara sangat kecil sehingga apabila tercampur,
kapasitas campuran tersebut akan menjadi kecil pula. Di samping itu, kadar air
(kelembapan) juga akan menurun jika bercampur dengan udara.
3. Sterilisasi dengan penambahan zat tertentu.
Zat yang ditambahkan umumnya berupa senyawa kimia. Sterilisasi dengan
cara ini tidak selalu mematikan seluruh mikroba, terutama mikroba dalam bentuk
spora tidak terbasmi keseluruhan, oleh karenanya cara ini lebih tepat dinamakan
pencuci hamaan. Sterilisasi dengan cara ini biasanya hanya diperuntungkan
sterilisiasi ruangan atau jenis peralatan tertentu saja.
4. Sterilisasi dengan gas.
Sterilisasi gas dilakukan dengan cara pemaparan gas atau uap untuk membunuh
mikroorganisme dan sporanya. Salah satu bentuk dari gas sterilisasi adalah Etilen
Oksida (C2H4O). Etilen Oksida adalah salah satu metode sterilisasi suhu rendah
yang digunakan sebagai metode sterilisasi alternatif pada instrumen yang tidak
tahan terhadap panas maupun tidak tahan terhadap kelembaban yang tidak dapat
disterilkan menggunakan sterilisasi uap dan autoclave.
5. Sterilisasi dengan penyinaran.
Ada beberapa cara sterilisasi dengan penyinaran antara lain, yaitu:
a. Sterilisasi dengan radiasi ion: Ada dua jenis radiasi ion yang digunakan, yaitu
disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas
elektron. Pada kedua jenis radiasi ini, dosis yang menghasilkan derajatjaminan
sterilisasi yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga pada
rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan
dapat diterima.

7
b. Sterilisasi dengan sinar Ultra Violet: Gelombang 200-2600 A dapat membunuh
mikroba patogen, spora, virus, jamur, dan ragi; dapat bekerja efektif jika
langsung menyinari bahan yang disterilkan. Digunakan untuk mensterilkan
ruangan, udara, dan obat suntik.
c. Sterilisasi dengan sinar gamma: Digunakan isotope radioaktif.
d. Sterilisasi dengan sinar X dan sinar katoda: Sinar X dan elektron-elektron yang
memiliki intensitas tinggi dapat mematikan mikroba.
6. Sterilisasi dengan memakai penyaring bakteri.
Sterilisasi dengan cara ini memiliki beberapa keuntungan yaitu, digunakan
untuk bahan obat yang tidak tahan pemanasan tetapi larut dlam air. Dapat dilakukan
dengan cepat, terutama untuk pembuatan skala kecil. Semua mikroba hidup atau
mati dapat disaring dari larutan, jumlah virus dapat dikurangi. Penyaring dapat
bersifat adsorpsi sehingga sebagian besar virus dapat diadsorpsi. Adapun
kelemahan dari sterilisasi ini yaitu, masih diperlukan zat bakterisida. Hanya dapat
digunakan untuk pembawa berair, tidak dapat digunakan untuk pembawa minyak.
Beberapa jenis penyaring dapat mengadsorpsi bahan obat, terutama jika kadarnya
kecil. Beberapa penyaring bersifat alkalis (Seitz Filter) dan penyaring dari asbes
melepaskan asbes ke dalam larutan. Beberapa penyaring sukar dicuci misalnya
porselin dan kieselghur. Filtrat yang diperoleh belum bebas virus.

2.3 Isolasi Patogen


Isolasi adalah proses mengambil suatu mikroorganisme yang terdapat di alam
dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan yang mana untuk mengetahui
suatu penyakit tanaman. Proses pemisahan atau pemurnian dari mikroorganisme
lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis, misalnya telaah dan
identifikasi mikroorganisme, memerlukan suatu populasi yang hanya terdiri dari
satu macam mikroorganisme saja. Proses isolasi ini menjadi penting dalam
mempelajari identifikasi mikrobia, uji morfologi, fisiologi, dan serologi. Sedangkan
pengujian sifat-sifat tersebut di alan terbuka sangat mustahil untuk dilakukan
(Achmad, 2019).

Pengisolasian merupakan suatu cara untuk memisahkan atau memindahkan


mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni. Manfaat
dilakukannya kultur murni adalah untuk menelaah atau mengidentifikasi mikroba,

8
termasuk penelaan ciri-ciri kultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis yang
memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam organisme (Sari, 2015).
Isolasi patogen adalah proses mengambil patogen dari medium atau
lingkungan asalnya dan menumbuhkannya di medium buatan sehingga diperoleh
biakan yang murni. Patogen dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya harus
menggunakan prosedur aseptk. Aseptik berarti bebas dari sepsis, yaitu kondisi
terkontaminasi karena mikroorganisme lain (Achmad, 2019).
Prinsip utama dari isolasi bakteri adalah berusaha menumbuhkan bakteri
patogen yang dicurigai dalam suatu lingkungan buatan (media kultur) di
laboratorium dari bahan pemeriksaan yang diambil dari berbagai lokasi infeksi
(Amelia, 2012).

Menurut Amelia 2012, tujuan utama isolasi bakteri adalah:


1. Menumbuhkan dan mengisolasi semua jenis bakteri yang terlibat dalam proses
infeksi.
2. Menentukan bakteri yang paling mungkin menyebabkan infeksi di antara semua
jenis bakteri yang tumbuh pada isolasi.
3. Mengoptimalkan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi sehingga dapat
Ada bermacam-macam metode isolasi yang dapat digunakan, yaitu (Sari, 2015):
1. Isolasi tunggal merupakan metode isolasi dengan cara meneteskan bahan yang
mengandung mikroorganisme pada suatu kaca penutup dengan menggunakan
mikropipet, yang kemudian diteliti dibawah mikroskop.
2. Isolasi gores merupakan metode isolasi dengan cara menggeser atau
menggoreskan ujung jarum ose yang telah mengandung mikroorganisme
dengan hati-hati di atas permukaan agar secara zig zag yang dimulai dari dasar
tabung menuju ke atas tabung.
3. Isolasi tebar merupakan metode isolasi dengan cara menebarkan bahan yang
mengandung mikroorganisme pada permukaan atas tabung.
4. Isolasi tuang merupakan metode isolasi dengan cara mengambil sedikit sampel.
5. Campuran bakteri yang telah diencerkan dan sampel tersebut kemudian
disebarkan didalam suatu medium dari kaldu dan gelatin encer.

9
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan praktikum Perlindungan dan Pengamanan Hutan tentang
Pengenalam Media, Sterilisasi dan Isolasi Patogen, dilaksanakan pada hari Jumat,
14 Oktober 2022 pukul 07.30-09:00 WITA - selesai, bertempat di Laboratorium
Perlindungan dan Serangga Hutan, Universitas Hasanuddin.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Cawan petri berfungsi sebagai tempat atau media yang sudah dibuat.
2. Bunsen berfungsi untuk membakar cawan petri agar steril.
3. Oven berfungsi sebagai tempat untuk mensterilkan cawan petri.
4. Kompor berfungsi untuk merebus kentang.
5. Autoklaf berfungsi sebagai tempat untuk mensterilkan alat-alat laboratorium.
6. Laminar air flow berfungsi sebagai ruangan untuk pengerjaan secara eseptis
7. Hot plate strirrer berfungsi sebagai alat untuk memanaskan.
8. Erlenmeyer berfungsi untuk meletakkan larutan atau untuk meletakkan bahan
yang akan dicampurkan dalam bentuk cair
9. Pisau digunakan untuk memotong kentang
10. Spatula berfungsi untuk mengaduk suatu larutan
11. Pipet tetes berfungsi untuk memindahkan larutan atau ekstraksi ke dalam cawan
petri

3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu:
1. Potato Dextrose Agar 20 g
2. Agar-agar swallow 20 g
3. Nutrient agar
4. Aquades 1000 ml
5. Gula 10 g

10
6. Plastik wrap
7. Spritus
8. Kertas bekas
9. Kentang

3.3 Prosedur Praktikum


Adapun prosedur praktikum yaitu:
1. Sediakan cawan petri yang sudah disterilkan, lalu bungkus menggunakan kertas
bekas.
2. Masukkan ke dalam oven dengan suhu 120⁰ C selama 15 menit.
3. Buat media PDA (Potato Dextrose Agar)
a. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
b. Kentang yang sudah dicuci dipotong-potong kecil kemudian direbus dalam
air sebanyak 1000 ml sampai mendidih.
c. Kemudian ditambahkan dextrose dan agar, lalu dilarutkan di atas api.
d. Sesudah larutan ekstraknya disaring dengan kain kemudian diisikan ke
dalam tabung reaksi.
e. Sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 120°C atau tekanan 1 atm selama 15-
20 menit.
f. Setelah itu bahan siap dituang ke dalam gelas ukur, kemudian di sterilkan
di dalam laminar air flow.
g. Setelah disterilkan tuang media ke dalam cawan dengan cara buka cawan
yang telah disterilkan.
h. Bakar cawan di atas bunsen agar tetap steril.
i. Setelah itu lakukan pada semua cawan yang berisi media dan ditutup serta
ditumpuk agar mengurangi penguapan.
j. Diamkan selama 15-20 menit.
k. Wrapping menggunakan kertas wrap, kemudian sterilkan pinggirannya
terlebih dahulu.
l. Diamkan selama 3-4 hari.
4. Cara mengisolasi patogen cendawan
a. Lakukan disinfeksi tempat meja kerja praktikum dengan alkohol 70%.

11
b. Lakukan disinfeksi pada permukaan bagian tanaman yang akan diambil,
untuk jaringan tebal dilap dengan alkohol 70%, lakukan pemotongan pada
perbatasan daerah yang sakit dan sehat.
c. Untuk jaringan yang tipis, sediakan tiga cawan petri steril, cawan 1 diisi
dengan air steril, cawan 2 diisi dengan larutan klorok 0,5%, cawan 3 diisi
air steril.
d. Dipotong bagian tanaman pada perbatasan daerah yang sakit dan sehat
(+ 0,5 cm²), kemudian dimasukkan ke dalam cawan 1 selama 30 detik, lalu
dimasukkan kecawan 2 selama 2 menit, lalu dimasukkan kedalam cawan 3
selama 30 detik.
e. Setelah itu dikeringkan dengan cara diletakkan diatas tisu.
f. Untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, dipotong langsung
dimasukkan ke dalam media PDA (cara penanaman jaringan).
g. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan dicatat mulai tumbuhnya jamur
ataupun bakteri yang diisolasi, warna koloni, gambar/foto bentuk koloni.
h. Pada pekan depan praktikum, dilakukan pengamatan secara mikroskopis
untuk melihat morfologi jamur yang tumbuh dalam media cawan.
5. Cara mengisolasi patogen bakteri
a. Untuk penyakit pada bagian daun yang disebabkan oleh bakteri, potong
seperti pada cara isolasi cendawan dimasukkan kedalam air steril 10 ml,
dihomogenkan lalu suspensinya digoreskan pada media PDA dengan
menggunakan jarum ose (cara pengengenceran).
b. Untuk penyakit yang mengalami gejala layu atau menguning dan kelihatan
kebasah-basahan (bukan layu karena mengering) maka potong bagian
batang semai atau ranting pohon.
c. Siapkan air aquades pada gelas baker atau tabung reaksi.
d. Rendam potongan batang/ranting yang bergejala tadi.
e. Bila dalam beberapa menit terlihat eksudat berwarna putih dari ujung
batang/ranting maka kemungkinannya adalah massa bakteri.
f. Keluarkan batang/ranting dari rendaman tadi.
g. Mengambil cairan rendaman dengan pipet dan tumbuhkan pada media NA
atau media TTC.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Gambar 1. Cendawan Gambar 2. Bakteri

4.2 Pembahasan
Patogen Tanaman adalah semua organisme hidup yang mendapatkan makanan
dari tanaman sehingga tanaman sakit dan menimbulkan kerugian secara
ekonomi. Patogen yang dapat menyebabkan penyakit tanaman antara lain adalah
golongan jamur (cendawan), bakteri, molikut (bakteri tanpa dinding sel), nematoda,
protozoa, virus dan viroid (partikel yang menyerupai virus), serta tumbuhan berbiji
tingkat tinggi yang bersifat sebagai parasit (Tjahjono, 2019).
Penyakit tumbuhan sangat berperanan dalam kaitannya dengan ketersediaan
pangan. Diantara agens utama yang menyebabkan terjadinya penyakit pada
tanaman yang mempunyai nilai ekonomis, diketahui bahwa fungsi patogen
merupakan agens penyebab penyakit yang paling penting. Namun demikian,
penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen tumbuhan ternyata juga dapat
menimbulkan kerugian yang tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan
penyakit yang disebabkan oleh cendawan pathogen (Tjahjono, 2019).
Fungi adalah eukariota, sebagian besarnya adalah eukariota multiseluler.
Fungi hidup sebagai pengurai dan simbion. Fungi bersifat heterotroph dimana ia

13
mendapatkan nutriennya dengan cara penyerapan. Cendawan adalah makhluk
hidup heterotroph yang memiliki filament, umumnya bersifat saprofit, dan
beberapa diantaranya ada yang bersifat parasite dan parasite obligat. Ciri-ciri
cendawan saprofit ialah menyerap makannya dari organisme yang telah mati.
Sedangkan cendawan parasite menyerap makanannya dari organisme yang masih
hidup (Tjahjono, 2019).
Bakteri patogen merupakan jenis-jenis bakteri yang menjadi biang penyakit
pada makhluk hidup. Bakteri pathogen beerja dengan cara mengeinfeksi organisme
dan sebagai akibatnya muncul gejala abnormal yang kita kenali sebagai tanda-tanda
penyakit (Tjahjono, 2019).
Pada praktikum ini, kita membuat media PDA, dan mengisolasi Cendawan dan
Bakteri yang sudah ada pada media. Pada isolasi cendawan dilakukan pada tanggal
1 Oktober 2022 dan isolasi pada bekteri dilakukan pada tanggal 1 September 2022.
Jadi, cendawan telah di isolasi selama kurang lebih satu minggu. Sedangkan Bakteri
telah di isolasi selama lebih dari satu bulan (Tjahjono, 2019).
Hasil dari pengisolasian cendawan kita sudah dapat mengidentifikasinya atau
melihat jamur yang sudah tumbuh, artinya kurang lebih dari satu minggu kita sudah
dapat mengidentifikasi cendawan yang ada pada media. Sedangkan hasil
pengisolasian Bakteri kita juga sudah sangat jelas melihat bakteri yang tumbuh
dalam media tersebut (Tjahjono, 2019).

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan praktikum ini yaitu:
1. Sterilisasi alat adalah usaha untuk membebaskan alat atau bahan dari
mikroorganisme, sehinnga alat atau bahan tersebut dalam keadaan steril.
Sterilisasi dilakukan pada bahan dan alat penelitian. Media merupakan suatu
bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang dipakai untuk menumbuhkan
mikroorganisme baik dalam mengkultur bakteri, jamur, dan mikroorganisme
lain.
2. Pembuatan media dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu media buatan yang
umumnya digunakan untuk menumbuhkan jamur adalah media PDA (Potato
Dextrose Agar), Media selektif TTC (Triphenly Tetrazolium Chloride) untuk
menumbuhkan bakteri layu Pseudomonas solanacearum. Media buatan NA
(Nutrient Agar) untuk menumbuhkan bakteri. Dalam pembuatan media PDA
hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan seperti
kentang, dextrose, agar dan aquades. Kentang yang sudah dicuci dipotong-
potong kemudian direbus dalam air sampai mendidih. Ekstrak kentang
dipisahkan dan ditambah aquades sampai volume 1000 ml. Kemudian
ditambahkan dextrose dan agar lalu dilarutkan di atas api. Sesudah larutan
ekstraknya disaring dengan kain kemudian diisikan ke dalam tabung reaksi
steril volume 10 ml untuk agar tegak dan 5 ml untuk agar miring dan
disterilkan di dalam autoclave pada suhu 120°C atau tekanan 1 atm selama
15-20 menit.

3. Cara Mengisolasi Patogen Cendawan. Dilakukan disinfeksi tempat meja kerja


praktikum dengan alkohol 70%. Dilakukan disinfeksi pada permukaan bagian
tanaman yang akan diambil, untuk jaringan tebal dilap dengan alkohol 70%,
lakukan pemotongan pada perbatasan daerah yang sakit dan sehat. Untuk
jaringan yang tipis, sediakan tiga cawan petri steril, cawan 1 diisi dengan air
steril, cawan 2 diisi dengan larutan klorok 0,5%, cawan 3 diisi air steril.
Dipotong bagian tanaman pada perbatasan daerah yang sakit dan sehat

15
(+ 0,5 cm²), kemudian dimasukkan ke dalam cawan 1 selama 30 detik, lalu
dimasukkan kecawan 2 selama 2 menit, lalu dimasukkan kedalam cawan 3
selama 30 detik. Setelah itu dikeringkan dengan cara diletakkan diatas tisu.
Untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, dipotong langsung dimasukkan
ke dalam media PDA (cara penanaman jaringan). Pengamatan dilakukan
setiap hari dengan dicatat mulai tumbuhnya jamur ataupun bakteri yang
diisolasi, warna koloni, gambar/foto bentuk koloni. Pada pekan depan
praktikum, dilakukan pengamatan secara mikroskopis untuk melihat
morfologi jamur yng tumbuh dalam media cawan.

5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Semoga kedepannya alat-alat praktikum yang ada di Laboratorium
Perlindungan dan Serangga Hutan lebih di lengkapi lagi agar dalam melakukan
praktikum praktikan dapat melakukannya dangan baik.
5.2.2 Saran Untuk Asisten
Semoga ke depannya kakak tetap enjoy dan santai dalam memberikan
praktikum dan membimbing praktikannya dan saya harap semoga kedepannya Ka
Neni tidak sering bertengkar dengan Ka Abdillah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A, P. 2019. “Isolasi dan Pemurnian Patogen”. Fakultas Pertanian:


Universitas Lambung Mangkurat.

Aini, N. 2015. “Media Alternatif Untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber


Karbohidrat Yang Berbeda”. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Amelia, S. 2012. “Isolasi Dan Identifikasi Berbagai Bakteri Patogen”. Departemen


Mikrobiologi: Universitas Sumatera Utara.

Hamriani., Umar, J., Dkk. 2012. “Pembuatan Media Dan Inokulasi Bakteri”.
Laboratorium Biologi Farmasi: Politeknik Kesehatan Makassar.

Ma’at, S. 2012. Sterilisasi dan Disinfeksi. Surabaya: Airlangga University Press.

Novianti, D. 2018. “Perbanyakan Jamur Trichoderma sp. Pada Beberapa Media”.


Jurnal Ilmiah Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 15 (1), hal: 35-
41.\

Rakhmatullah, M, Y. 2015. Rancang Bangunan Sterilisasi Alat-alat Kedokteran


Secara Otomatis. Skripsi Teknobiomedik: Universitas Airlangga.

Rasjman, N., dkk. 2022. “Metode Isolasi Jamur Patogen Serangga (Ashersonia
placenta) Menggunakan media Water Agar dan Potato Sucrose Agar.
Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 11 (2), hal: 208-2015.

Suhartati, R., Sulistiani., Nulaini, A. 2018. “ Pemanfaatan Serbuk Kacang Kedelai


(Glycine max) Sebagai Bahn Pembuatan Media Manitol Salt Agar (MSA)
Untuk Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus. Prosiding Seminar Nasional
dan Diseminasi Penelitian Kesehatan STIKes Bakti Tunas Huda
Tasikmalaya.

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai