Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

INFRASTRUKTUR DAN PEMILU

Disusun Oleh:

Muhammad Ikmal Farid (12220412861)

Juanda Hendrawan (12220413275)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM DAN SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Infrastruktur Dan Pemilu” ini.
Makalah ini merupakan tugas kelompok penulis selaku Mahasiswa Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Dan makalah yang berjudul “Infrastruktur Dan Pemilu” akan membahas


mengenai bagaimana infrastruktur dan pemilu yang akan kami sajikan dalam
bentuk sebuah rumusan masalah nantinya.

Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi


penulis pribadi dan pada umumnya kepada rekan-rekan mahasiswa. Kritik dan
saran yang konstruktif sangat penulis harapkan khususnya dari Bapak Dosen dan
umumnya pada seluruh rekan mahasiswa.

Pekanbaru, 14 November 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I .................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

C. Tujuan Masalah ........................................................................................ 2

BAB II ................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

A. Pengertian Infrastruktur ............................................................................ 3

B. Pengertian Pemilu..................................................................................... 6

C. Teknologi Informasi Pada Pemilu Serentak 2024 Di Indonesia ................. 8

BAB III ............................................................................................................. 16

PENUTUP ........................................................................................................ 16

A. Kesimpulan ............................................................................................ 16

B. Saran ...................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemilihan umum merupakan sarana perwujudan prinsip-prinsip
demokrasi dalam pemerintahan negara modern. Menurut Kristiadi (dalam
Irawan, 2019: 2) makna pemilihan umum yang paling esensial bagi suatu
kehidupan demokratis adalah sebagai institusi untuk melakukan perubahan
kekuasaan (pengaruh) yang dilakukan secara regulasi, norma dan etika
sehingga sirkulasi elit politik (pergantian kekuasaan) dapat dilaksankan
secara damai dan beradab. Institusi pemilihan umum adalah produk
pengalaman sejarah manusia dalam mengelola dan mewujudkan kedaulatan
di tangan rakyat.
Dalam sebuah negara demokrasi pemilihan umum berfungsi: Pertama,
sebagai prosedur pergantian kekuasaan atau jabatan-jabatan politik yang
bersifat rutin; Kedua, sebagai mekanisme pemilihan pemimpin. Pemilihan
umum merupakan cara yang paling layak untuk mengetahui siapa yang
paling layak untuk menjadi pemimpin dan siapa yang dianggap mampu
mewakili kepentingan mereka; Ketiga, sebagai resolusi konflik secara
damai sehingga pergantian kepemimpinan dan artikulasi kepentingan dapat
dihindarkan dari cara-cara kekerasan, dan; Keempat, sebagai saluran akses
ke kekuasaan dari masyarakat ke dalam lingkaran kekuasaan (Mardimin
dalam Irawan, 2019: 3).
Partai politik adalah infrastruktur politik masyarakat yang penting dalam
sistem demokrasi, melalui partai politik aspirasi dan partisipasi masyarakat
diorganisir dan disalurkan dalam sistem politik atau pemerintahan, salah
satunya melalui mekanisme pemilihan umum. Sigmun Neumann (dalam
Irawan, 2019: 4) mendefinisikan partai politik sebagai organisasi artikulatif
yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu
mereka yang memusatkan perhatiannya kepada kekuasaan pemerintahan

1
dengan bersaing, untuk mendapatkan dukungan rakyat, dengan kelompok-
kelompok lain yang mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda.
Partai politik memainkan peran penting sebagai penghubung antara aspirasi
dan ideologi warga masyarakat dengan pemerintah. Salah satu fungsi partai
politik yang penting adalah fungsi komunikasi politik, disamping fungsi
sosialisasi politik, partisipasi politik, rekrutmen politik, artikulasi
kepentingan dan agregasi kepentingan. Sebagai alat penghubung, maka
dibutuhkan komunikasi politik yang baik, di mana informasi politik yang
relevan diteruskan dari satu bagian ke bagian yang lainnya, dan di antara
sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik.
Komunikasi politik merupakan elemen yang dinamis dalam
mengkomunikasikan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap
yang akan turut menentukan bentuk dan kualitas sosialisasi dan partisipasi
politik di suatu negara. Keterbukaan terhadap partisipasi politik dapat
mempengaruhi orang agar secara aktif dapat terlibat aktif dengan politik
namun juga bisa menekan partisipasi politik.

B. Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud dengan infrakstruktur?
2 Apa yang dimaksud dengan pemilu?
3 Bagaimana teknologi informasi pada pemilu serentak 2024 di
Indonesia?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infrastruktur
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pemilu
3. Untuk mengetahui bagaimana teknologi informasi pada pemilu serentak
2024 di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infrastruktur
1. Pengertian Infrastruktur
Pengertian infrastruktur secara umum, pengertiannya adalah seluruh
struktur dan juga fasilitas dasar, baik itu fisik maupun sosial, misalnya
saja bangunan, pasokan listrik, jalan, dan lainnya yang dibutuhkan untuk
operasional aktivitas masyarakat maupun perusahaan.
Adapun pendapat lain yang mengungkapkan bahwa infrastruktur
merupakan segala jenis fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat umum
guna mendukung berbagai aktivitas masyarakat dalam kehidupan
sehari-harinya. Dengan arti lain, infrastruktur merupakan semua
fasilitas, entah itu fisik ataupun non fisik yang dibangun oleh pihak
pemerintah atau perorangan guna memenuhi keperluan dasar
masyarakat dalam lingkup ekonomi dan sosial.
Umumnya, infrastruktur merujuk pada pembangunan secara fisik
untuk fasilitas umum, misalnya jalan raya, pelabuhan, sekolah, rumah
sakit, pengolahan limbah, air bersih, bandar udara, dan masih banyak
lagi. Selain itu, infrastruktur juga bisa merujuk pada hal-hal yang teknis
seperti mendukung kegiatan ekonomi dengan cara menyediakan moda
transportasi, distribusi barang dan juga jasa, dan lain sebagainya.

2. Jenis-Jenis Infrastruktur
a. Infrastruktur Keras
Jenis infrastruktur keras merupakan infrastruktur yang bisa
kita lihat dari segi fisiknya yang berupa bentuk secara nyata.
Bisanya jenis infrastruktur ini mencakup jalan raya, pelabuhan
bandara, saluran irigasi, dan jenis fasilitas umum lain.

3
b. Infrastruktur Keras Non Fisik
Jika menurut pada jenis infrastruktur keras non fisik, hal itu
mencakup berbagai upaya yang dilakukan untuk mendukung
sarana dan prasarana secara umum yang berguna untuk
mendukung berbagai kegiatan sosial serta ekonomi masyarakat
umum.
Misalnya saja terkait pengadaan air bersih, jaringan
telekomunikasi, dan penyediaan pasokan listrik, serta upaya
yang berhubungan dengan pengadaan sumber pasokan energi.
c. Infrastruktur Lunak
Jenis infrastruktur lunak merupakan semua hal yang berperan
sebagai penunjang kelancaran berbagai kegiatan sosial dan
ekonomi masyarakat luas. Dimana hal itu tidak terlihat bentuk
fisik dan wujudnya secara kasat mata.
Umumnya, hal tersebut bergerak di dalam suatu aturan,
sistem, dan juga norma yang disediakan oleh pihak pemerintah
maupun pihak NGO lain. Contohnya saja, penerapan etika kerja
yang baik dan benar, layanan publik, peraturan yang dibuat oleh
pemerintah mencakup undang-undang yang berisi mengenai
aturan hukum perdagangan dan lainnya.

3. Komponen Infrastruktur
a. Komponen Infrastruktur yang Mempunyai Input
Karakteristik dari komponen jenis ini berfokus pada jenis
infrastruktur yang bisa memberikan hasil atau masukan untuk
kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Misalnya saja, pasokan
sumber air bersih dan sumber listrik dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat secara umum.
b. Komponen Karakteristik Infrastruktur yang Mengambil Output
Karakteristik dari komponen jenis ini berfokus pada
pengambilan output yang diperoleh dari kegiatan masyarakat umum.

4
Misalnya saja, sistem pembuangan sampah dan limbah, sistem
pendukung drainase atau saluran air, dan lain sebagainya.
c. Komponen Infrastruktur Gabungan dari Keduanya
Karakteristik dari komponen jenis ini biasanya berfokus pada
gabungan dari dua jenis komponen di atas. Dimana komponen yang
satu ini berfokus pada proses pemberian dan juga pengambilan suatu
hal dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Misalnya saja
penggunaan jaringan telekomunikasi dan lainnya.
Disini masyarakat akan memberikan sebuah input untuk bisa
mengakses komponen infrastruktur yang menjadi penopang
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Misalnya saja kegiatan
masyarakat dalam membayar sebuah tagihan telepon. Dengan
begitu, masyarakat akan memperoleh output berupa akses jaringan
telekomunikasi sebagai penunjang kegiatan sosial dan juga ekonomi
mereka.

4. Manfaat Infrastruktur
Infrastruktur ternyata memiliki banyak manfaat bagi kita.
Diantaranya yaitu manfaat di bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
Untuk manfaat di bidang sosial, infrastruktur berperan sebagai sarana
komunikasi. Apabila tidak ada infrastruktur, maka sebuah daerah akan
terisolasi dan tidak bisa berkomunikasi atau bersosialisasi dengan
daerah lainnya. Dimana daerah yang terisolasi, jaringannya akan
terputus dengan daerah luar. Sehingga kehidupan masyarakat di daerah
tersebut akan terganggu.
Kemudian manfaat infrastruktur di bidang ekonomi yaitu sebagai
sarana untuk melakukan berbagai transaksi jual beli. Tak hanya itu,
infrastruktur juga berfungsi sebagai sarana penghubung dalam
melakukan distribusi produksi dan juga jasa. Apabila infrastruktur
berjalan dengan lancar, maka semua kegiatan ekonomi juga akan

5
semakin lancar. Sehingga masyarakat bisa hidup dengan sejahtera dan
perekonomian masyarakat juga akan semakin meningkat.
Terakhir yaitu manfaat infrastruktur di bidang budaya yaitu
bermanfaat menjadi salah satu kebudayaan itu sendiri. Misalnya saja
yaitu rumah-rumah adat. Dalam hal tersebut, infrastruktur yang berupa
rumah-rumah adat dibangun sesuai dengan kebudayaan yang ada di
tempat tersebut.

B. Pengertian Pemilu
Menurut Indria Samego pemeilihan umum adalah pasar politik
tempat individu atau masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak
sosial antara peserta pemilihan umum (partai poltik), dan calon kepala
daerah dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih
dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye,
propaganda, iklan politik melalui media massa cetak,audio (radio) maupun
audio visual (televisi) serta media lainnya seperti, spanduk, selebaran,
bahkan komunikasi antar pribadi yang berbetuk face to face (tatap muka)
atau loby yang berisi penyampaian pesan menegnai program, platfrorm,
asas, idiologi, serta janji –janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih
sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap saah
satu partai poltik yang menjadi pserta pemilihan umum untuk mewakilinya
dalam badan legeslatif maupun eksekutif.
Menurut Huntington (1991:9) dalam (Arifin,2014:85) pemelihan
umum yang bebas merupakan definisi minimal dmokrasi, yang
mengharapkan lahirnya tindakan politik atau prilaku politik pemilih sebagai
bagian dari partisipasi politik warga negara. Keikutsertaan warga negara
memberian suaranya dalam pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi
minimal. Namun selalu saja ada orangorang yang tidak menggunakan hak
politiknya dengan tidak memberikan suaranya dalam pemilu.
Menurut Betham (1994) dalam Anwar Arifin1Pemilihan umum
merupakan persyaratan minimum negara demokrasi. Suatu sitem demokrasi

6
dapat dikatakan sudah berjalan ketika sudah terpenuhi beberapa
karakteristik, seperti pemilihan umum yang fair dan priodik, adanya
akuntabilitas publik (pertanggungjawaban) negara di depan rakyat, dan
adanya jaminan kebebasan berekspresi dan berorganiassi. Diamond (2003)
dalam Anwar Arifin, (2014:78-79), menulis bahwa demokrasi semakin
terkait denagn kebebasan individu dan kelompok untuk bersikap dan
mengekspresikan diri.
Pemilihan umum menurut Cole adalah sarana kompetisi untuk
meraih tampik kekuasaan di pemerintahan. Pemilihan umum kepala daerah
adalah sebuah konrak sosial antara masyarakat dan negara atau pemerintah.
Dalam teorinya Thomas Hobes tentang kontrak sosial, bahwa proses
pembentukan negara di dasarkan pada kontrak sosial antara masaakat dan
negara. Karena manusia adalah makluk sosial secara alamiah cendrung
menciptakan kekacauan sehingga perlu adanya negara atau pemerintah
untuk mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Dalam
pandangan Hobes bahwa masarakat dalam konteks ini individu-individu,
dan kelompok memberikan kekuasaan poltik kepada negara atau
pemerintah untuk mengatur hidup masyarakatnya agar tercipta keadilan,
ketenraman, dan kesejahteraan.
Bagi Hobes , hanya terdapat satu macam kotrak politik yaitu
pemerintahan dengan jalan mana segenap individu menyerahkan semua
hak-hak kodrat mereka yang dimiliki ketika hidup dalam keadaan alamiah,
kepada seorang atau sekelompok orang yang di tunjuk untuk mengatur
kehidupan mereka. Negara atau pemerintah harus di berikan kekuasaan
yang mutlak sehingga kekuasaan negara tidak dapat ditandingi atau di saingi
oleh kekuatan apapun.
Dari pemikiran tentang konrak poltik yang di kemukakan oleh
Thomas Hobe, tentang teori konrak politik, dapat di pahami bahwa kontrak
politik antara masyarakat dengan negara atau pemerintah, dalam rangka
pemebntukan negara dan pelaksanaan kekuasaan politik, berdasarkan pada
suara mayoritas dalam proses yang demokrasi. Bentuk kontrak politik

7
terlihat pada penyelenggaraan pemilihan umum scara deomkrasi. Yaitu
setiap invidu memiliki kebebasan dan keseteraan untuk memberikan
kedaulatannya para kandidat yang mencalonkan diri baik sebagai Presiden
dan Wakil Presiden, Anggota Parlemen maupun sebagi kepala daerah dan
wakil Kepala daerah.

C. Teknologi Informasi Pada Pemilu Serentak 2024 Di Indonesia


1. Peluang dan Tantangan Teknologi Informasi e-Rekap Pemilu
Proses pembangunan demokrasi di berbagai negara telah
memunculkan paradigma baru yakni pentingnya adanya instrumen
teknologi informasi yang mendukung proses Pemilu. Pandangan
tersebut mempunyai empat rumusan argumentasi tentang signifikansi
pemanfaatan teknologi informasi Pemilu, sebagai berikut: (1) Akurasi
hasil penghitungan suara; (2) Mengurangi potensi kerusakan suara; (3)
Kecepatan dalam memberi keyakinan akan rilis hasil; (4) Aksesibilitas
dapat meningkatkan Pemilu yang inklusif (IDEA, 2014: 257).
Kemudian dari sisi konsekuensi, harus dipahami bahwa pemanfaatan
teknologi informasi Pemilu juga menghadapi tantangan yang tidak
sederhana yaitu misalnya mengenai keamanan, biaya, keberlanjutan,
transparansi, dan ketergantungan vendor.
Dalam konteks penelitian mengenai teknologi informasi
rekapitulasi (erekap) yang dipergunakan, KPU senantiasa mengalami
dinamika dalam kerangka pengembangan untuk penyempurnaan.
Penggunaan teknologi dalam rekapitulasi suara Pemilu Tahun 2014 dan
Pemilu Tahun 2019 disebut dengan Situng dan Sirekap pada Pemilihan
tahun 2020. KPU melakukan pengembangan teknologi e-rekap ini
untuk memberi jawaban atas rasa keingintahuan masyarakat terkait
hasil Pemilu secara cepat di tengah banyaknya lembaga survei yang
melakukan hitung cepat.
Sebagaimana pendapat Setiadi (2009) bahwa teknologi juga bukan
sesuatu yang sempurna sehingga terjadinya kendala pada awal

8
penggunaan aplikasi Situng merupakan konsekwensi yang wajar.
Aplikasi Situng menggunakan scanner untuk memindai data dasar
berupa form hasil (C1) salinan dari TPS yang selanjutnya dilakukan
unggah data untuk kepentingan publikasi. Kendala ini sesuai
identifikasi masalah dikarenakan beberapa hal yakni mengingat kendala
teknis atau pun geografis yang mengakibatkan proses cukup lambat.
Sebagai evaluasi, KPU senantiasa melakukan perbaikan akan aplikasi
berbasis online yang digunakan untuk membantu proses rekapitulasi
suara secara real time tersebut.
Dari sisi peluang, penggunaan teknologi informasi khususnya e-
rekap mendapatkan respon positif dari berbagai pihak. Semangat
penyedia layanan teknologi informasi juga memberikan kontribusi yang
baik bagi proses demokratisasi di Indonesia. Kemudian, dari sisi jumlah
pengguna alat telekomunikasi nirkabel di Indonesia mengalami
peningkatan yang signifikan dan masyarakat relatif sangat sadar era
digital. Beberapa hal tersebut menjadi angin segar visi penggunaan
teknologi informasi Pemilu.
Sistem informasi dan rekapitulasi suara atau Sirekap merupakan
suatu sistem informasi teknologi Pemilu yang digunakan oleh KPU
pada pemilihan seretak tahun 2020. Sirekap adalah aplikasi teknologi
Pemilu yang didesain sebagai media untuk menyampaikan informasi
tentang hasil penghitungan suara dan rekapitulasinya secara lebih cepat.
Aplikasi ini membuat proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah pada
tahap rekapitulasi berjalan lebih efektif dan efisien. Sirekap sebagai
sistem informasi teknologi Pemilu memiliki 2 fungsi: Pertama, sebagai
alat bantu dalam proses rekapitulasi hasil perolehan suara secara
berjenjang. Kedua, sebagai media publikasi data hasil penghitungan
suara dari seluruh TPS dan dari setiap jenjang rekapitulasi kepada
publik (Pedoman Penggunaan Sirekap KPU RI).
Sirekap Pilkada Serentak 2020 memiliki dua jenis yakni; Sirekap
Mobile dan Sirekap Web. Sirekap Mobile berfungsi melakukan foto,

9
mengirim, dan memeriksa kesesuaian pembacaan aplikasi dengan
formulir Model C. Hasil TPS dan Sirekap Web berfungsi untuk
mengawal proses rekapitulasi secara berjenjang (Materi Sirekap KPU
RI, 2020). Dalam Pilkada Serentak 2020 teknologi informasi Pemilu e-
rekap (Sirekap) dalam pelaksanaannya telah memberikan gambaran
mengenai signifikansi adanya aplikasi teknologi informasi dalam
penyelenggaraan Pemilu khususnya bagi tahapan rekapitulasi suara
hasil pemilihan. Penyelenggaraan Pemilu Indonesia yang masih
mengadopsi metode konvensional dimana data hasil hitung TPS sebagai
basic data, maka penggunaan e-rekap (Sirekap) pada pemilihan tahun
2020 didesain untuk menyampaikan hasil data dasar dengan transmisi
elektronik, dengan metode menampilkan dan memvisualisasi hasil
secara real time.
Namun demikian, teknologi informasi pada aplikasi Sirekap
memiliki tantangan dan kerumitan tersendiri terutama pada aspek
jaringan telekomunikasi dan badan penyelenggara ad hoc. Teknologi
informasi pada Sirekap menuntut adanya jaringan internet yang
memadai dengan tingkat kecepatan dan kualitas yang baik. Pengiriman
data secara online menjadi catatan khususnya untuk wilayah yang
terkendala.
Hambatan tersebut diantaranya berkaitan dengan belum semua
wilayah mempunyai jaringan internet yang memadai bahkan blank spot.
Jika mengasumsikan wilayah kecamatan di Indonesia telah 63.02%
terjangkau jaringan internet memadai, hal ini harus dipahami bahwa
masih banyak wilayah yang mempunyai geografis tidak mudah dimana
jarak desa ke kota kecamatan harus ditempuh dalam waktu yang tidak
cepat. Pada wilayah yang demikian ini tidak memungkinkan untuk
terjadi pergeseran sebentar hanya untuk mengirimkan data, karena
kondisi geografis kadangkala menuntut moda transportasi jalur darat
yang sulit, sungai, bahkan laut.

10
2. Perkembangan Pembangunan Infrastruktur Teknologi Informasi
Visi digitalisasi nasional menuntut terfasilitasinya infrastruktur
teknologi informasi yang memadai di semua aspek kehidupan, yang
dalam hal ini negara harus menjamin agar fasilitas tersebut dapat
dinikmati seluruh wilayah Indonesia. Sebagai bentuk usaha
menuntaskan pemerataan pembangunan infrastruktur teknologi
informasi, Kemenkominfo memasang target skala prioritas
terfasilitasinya jaringan internet cepat dan berkualitas di desa yang
belum terlayani termasuk lokasi layanan publik sebagai hal yang harus
disegerakan.
Realitas besarnya tuntutan kebutuhan jaringan data dengan kualitas
yang berkecepatan tinggi, penting untuk menyusun strategi pemenuhan
kebutuhan broadband nasionalnya untuk masing-masing konsentrasi
kebutuhan.

3. Dilema Pembangunan Infrastruktur Teknologi Informasi


Kesenjangan akan fasilitas infrastruktur teknologi dan pemahaman
teknologi informasi merupakan kondisi dimana terdapat kesenjangan di
antara warga negara atau penduduk tentang informasi, pemahaman, dan
juga kapabilitas untuk mendapatkan segala bentuk teknologi informasi
dan komunikasi (Hadiyat, 2014: 81-90). Kondisi ini tidak hanya di
wilayah yang masuk kategori 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal),
akan tetapi juga wilayah yang belum terjangkau secara umum.
Persaingan bisnis telekomunikasi mengalami perkembangan pesat
beberapa tahun terakhir. Namun demikian di sisi lain, kontestasi para
penyedia layanan telekomunikasi ini mengalami kendala pembangunan
infrastruktur secara khusus di wilayah-wilayah yang termasuk 3T
ataupun wilayah yang telah terdapat potensi jaringan namun infrstruktur
dasar yang belum memadai. Tingkat kompetisi industri telekomunikasi
pada dasarnya sudah mendekati ideal, dalam arti terjadi persaingan

11
yang sehat, akan tetapi pertimbangan bisnis membuat pemerataan
penyediaan layanan teknologi informasi sulit tercapai. Dalam masalah
ini negara idealnya harus hadir dan mengambil peran sentral sehingga
pemerataan tercapai.
Secara garis besar terdapat beberapa faktor penyebab kesenjangan
sarana dan prasarana teknologi informasi di Indonesia yaitu: 1) Lack of
basic infrastructure; 2) Difficult Terrain; 3) Low levels of Literacy; 4)
Low Population Density; 5) Low Per Capita Income; dan 6) Unfit
Spectrum Policy (Ismail, Dirjend SDPPI Kemenkominfo). Faktor
penyebab terjadinya kesenjangan pembangunan infrastruktur teknologi
informasi khususnya kurangnya infrastruktur dasar (lack of basic
infrastructure) dan sulitnya jangkauan wilayah (difficult terrain)
menjadi fokus penelitian ini.
Membahas mengenai belum tersedianya infrastruktur dasar maka
tentu harus ditelaah akar masalahnya. Akar masalah yang harus di jawab
adalah siapa sebenarnya pihak yang bertanggung jawab untuk
membangun infrastrukur teknologi informasi di semua wilayah
Indonesia? Hal ini secara khusus untuk menjawab kondisi wilayah-
wilayah pedalaman atau terpencil. Idealnya tentu seluruh pembangunan
nasional adalah tanggung jawab negara atau pemerintah dalam hal ini.
Terkait tanggung jawab negara, secara umum sebagaimana telah terurai
sebelumnya keperluan anggaran untuk pembangunan yang sangat besar
menjadi masalah.

4. Strategi Menuju Penggunaan Teknologi Informasi e-Rekap Pemilu


Penggunaan teknologi informasi dalam Pemilu mendatang adalah
sebuah keniscayaan, sehingga harus dilakukan fasilitasi teknologi
informasi secara merata di wilayah Indonesia mengingat basis TPS
berada di seluruh wilayah desa di Indonesia. Dengan fakta bahwa
jaringan internet sebagai sarana teknologi informasi baru mencapai
36,03% (gambar 1. dan tabel 1.) dari seluruh desa di Indonesia maka

12
harus terjadi sinergitas semua pemangku kepentingan terkait untuk
memberikan solusi terbaik. Selanjutnya, dalam hal memahami regulasi
sebagaimana UU 36 tahun 1999 pasal 16 di atas, maka negara harus
hadir untuk pemerataan pembangunan infrastruktur teknologi informasi.
Hal ini mengingat faktor infrastruktur dasar yang belum terpenuhi
di wilayah pedalaman atau terpencil khususnya seperti listrik dan lain
sebagainya, sehingga praktis menghambat pihak penyedia layanan
mengalami kesulitan melakukan pemasangan sarana prasarana
teknologi informasi. Penelitian ini menjawab tantangan mengenai
pembangunan infrastruktur teknologi informasi di Indonesia yang mana
hal ini merupakan suatu support system yang utama untuk Pemilu
berbasis teknologi informasi. Selanjutnya bagaimana strategi
permasalahan pemerataan pembangunan infrastruktur teknologi
informasi untuk Pemilu Tahun 2024. Jika mencermati rencana straegis
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) maka arah
kebijakannya salah satunya adalah segera menyelesaikan pembangunan
fasilitas jaringan internet cepat dan berkualitas pada titik-titik wilayah
yang belum terlayani (Renstra Kemenkominfo 2020-2024, 2021: 44).
Sejalan dengan arah kebijakan Kemenkominfo tersebut KPU dapat
bersinergi merencanakan penggunaan teknologi informasi Pemilu
khususnya e-rekap. Untuk mencapai fasilitasi teknologi informasi untuk
Pemilu Tahun 2024 maka menyelesaikan permasalahan jaringan
telekomunikasi dan internet di seluruh wilayah Indonesia harus
mendapatkan perhatian khusus.
Mencermati kompleksitas masalah pemerataan pembangunan
jaringan infrastruktur teknologi informasi ini baik dari sisi regulasi
maupun teknis, maka penting bagi KPU menyusun strategi. Berdasarkan
realitas tersebut, strategi yang dapat ditempuh KPU adalah KPU harus
bersinergi dengan Kementerian Kominfo dan Kementerian lainnya yang
terkait, dan juga pemerintah tingkat provinsi dan/atau pemerintah
tingkat kabupaten/kota untuk mendorong adanya nota kesepahaman

13
tentang prioritas pembangunan fasilitasi jaringan telekomunikasi pada
Pemilu 2024.
Adapun strategi tersebut di atas dapat ditempuh KPU dan
Pemerintah dengan arah kebijakan sebagai berikut: Pertama, KPU
bersama Kemenkominfo bersinergi melakukan identifikasi wilayah
yang tidak terdapat jaringan teknologi informasi memadai atau
blankspot berbasis desa dengan pertimbangan lokasi TPS-TPS. Langkah
ini penting untuk melakukan identifikasi kategori desa yang belum
mempunyai fasilitasi jaringan telekomunikasi tersebut termasuk 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) atau bukan. Kedua, mengingat
Indonesia adalah negara kepulauan maka wilayah 3T dapat
menggunakan solusi teknologi VSAT.
Selanjutnya untuk wilayah yang sebenarnya telah mempunyai
potensi fasilitas jaringan internet (terlewati jaringan kabel serat optik)
akan tetapi terkendala infrastruktur dasar maka KPU dapat melakukan
koordinasi dengan Kementerian baik Kemenkominfo, Kemendagri,
pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah untuk mendorong lahirnya
komitmen bersama melalui nota kesepahaman tentang prioritas
percepatan pemerataan pembangunan infrastruktur dasar, misalnya
listrik, tower, dan lain sebagainya.
Kemudian ketiga, mengatasi kendala regulasi, nota kesepahaman
antara KPU dan Pemerintah dalam hal ini Kementerian atau lembaga
terkait, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah mendorong
terjadinya revisi Undang-undang 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, sehingga kendala regulasi dalam proses pemerataan
pembangunan infrastruktur teknologi informasi dapat terselesaikan.
Keempat, dalam hal revisi undangundang telekomunikasi belum dapat
dilaksanakan maka KPU bersinergi dengan Pemerintah (Kementerian
terkait) mengupayakan regulasi yang dapat menyederhanakan pola
koordinasi dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi sebagai pihak yang mendapatkan amanah undang-

14
undang berdasarkan UU nomor 36 tahun 1999 khususnya pasal 16
tentang telekomunikasi tersebut.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian infrastruktur secara umum, pengertiannya adalah seluruh
struktur dan juga fasilitas dasar, baik itu fisik maupun sosial, misalnya saja
bangunan, pasokan listrik, jalan, dan lainnya yang dibutuhkan untuk operasional
aktivitas masyarakat maupun perusahaan.
Menurut Huntington (1991:9) dalam (Arifin,2014:85) pemelihan umum
yang bebas merupakan definisi minimal dmokrasi, yang mengharapkan lahirnya
tindakan politik atau prilaku politik pemilih sebagai bagian dari partisipasi
politik warga negara. Keikutsertaan warga negara memberian suaranya dalam
pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi minimal. Namun selalu saja ada
orangorang yang tidak menggunakan hak politiknya dengan tidak memberikan
suaranya dalam pemilu.
Proses pembangunan demokrasi di berbagai negara telah memunculkan
paradigma baru yakni pentingnya adanya instrumen teknologi informasi yang
mendukung proses Pemilu. Pandangan tersebut mempunyai empat rumusan
argumentasi tentang signifikansi pemanfaatan teknologi informasi Pemilu,
sebagai berikut: (1) Akurasi hasil penghitungan suara; (2) Mengurangi potensi
kerusakan suara; (3) Kecepatan dalam memberi keyakinan akan rilis hasil; (4)
Aksesibilitas dapat meningkatkan Pemilu yang inklusif (IDEA, 2014: 257).

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat untuk menambah wawasan para pembaca
danjuga pemakalah, semoga dapat bermanfaat. Saran yang membangun sangat
kamibutuh kan untuk memperbaiki makalah ini agar lebih baik lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J. W. (2017). Research Dessign, Pendekatan Metode Kualitatif,


Kuantitatif, dan Campuran (A. Fawaid & R. K. Pancasari (ed.);
Saduran). Pustaka Pelajar.
Catt, H., Ellis, A., Maley, M., Wall, A., Wolf, P. (2014). Electoral Management
Design. Sweden: IDEA, dapat diakses pada:
https://www.idea.int/publications/catalogue/electoralmanagement-
design-revised-edition.
Andrews. Clinton J. ND. (2007). “Rationality In Policy Decision Making”,
dalam Fischer. Frank (et.al). Handbook of Public Policy Analysis Theory,
Politics, and Methods. United States Of America: CRC Press Taylor and
Francis Group, 161.

17

Anda mungkin juga menyukai