Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PARTISIPASI PRIA MENJADI AKSEPTOR KB DI RW 08
KELURAHAN CIPULIR, KEBAYORAN LAMA,
JAKARTA SELATAN 2022

OLEH:
SAFIRA NING FAUZIAH
1605015123

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional adalah suatu rangkaian upaya pembangunan yang
dilakukan secara berkesinambungan dalam semua bidang kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional. Pembangunan nasional
dilakukan dalam rangka merealisasikan tujuan nasional seperti yang tertulis dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap tumpah darah
Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi, dan keadilan sosial (UUD, 1945).
United Nation memproyeksikan jumlah penduduk dunia tahun 2020
sebesar 7,6 milliar orang. Indonesia berada diurutan keempat berdasarkan jumlah
penduduk terbanyak di dunia, angka ini terus bertambah setiap tahun. Hasil sensus
penduduk 2020 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan
bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 sebesar 270,20 juta jiwa dan angka
ini tidak jauh berbeda dengan hasil proyeksi BPS pada survei penduduk antar
sensus (SUPAS) 2015 yaitu sebesar 269,6 juta jiwa. Berdasarkan hasil SP 2020,
penduduk indonesia bertambah sekitar 32,56 juta jiwa dibandingkan hasil sensus
penduduk 2010 (237,64 juta jiwa) dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar
1,25% point pertahun. (BPS, 2019; 2021).
Penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia masih rendah dibandingkan
beberapa negara di ASEAN, berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO),
penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia sebesar 61%. Data tersebut sudah
melebihi rata-rata ASEAN (58,1%). Namun masih lebih rendah dibandingkan di
Vietnam (78%), Kamboja (79%), Thailand (80%) (Kemenkes RI, 2013). Salah
satufaktor penyebab tingginya kelahiran di Indonesia adalah rendahnya jumlah
akseptor keluarga berencana di kalangan pria pasangan usia subur.
Rendahnya partisipasi pria dalam pemakaian alat/cara KB juga disebabkan
ketersediaan pilihan alat/cara KB yang terbatas. Cakupan alat atau cara KB pada
kelompok pria usia subur (PUS) masih tergolong rendah dengan kondom yaitu
(1,2%) dan metode operasi pria (MOP) (0,5%). Jika dibandingkan dengan
cakupan alat/cara KB wanita, persentase tersebut masih sangat rendah. Hal ini
terbukti dilihat dari data Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan
Pengendalian Penduduk DKI Jakarta, pada bulan Desember 2019 julmah
pengguna kontrasepsi baru pada pria di Jakarta Selatan yang menggunaka metode
MOP hanya sebanyak 24 pasangan usia subur dan yang menggunakan Kondom
sebanyak 1.995 pasangan usia subur dari total 2.5497 pasangan usia subur.
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program prioritas dalam
Sustainable Development Goals (SDGs), dimana program KB termuat dalam
tujuan ketiga kesehatan yang baik dan tujuan kelima menjamin kesetaraan gender
serta memberdayakan seluruh wanita melalui akses terhadap kesehatan reproduksi
dengan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasioanal (BKKBN) sebagai
lembaga yang melaksanakan program-program keluarga berencana. Program KB
memiliki peran dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan
kehamilan, penundaan usia kehmilan serta menjarangkan kehamilan dengan
sasaran utama adalah pasangan usia subur.
Menurut data dan informasi profil kesehatan Indonesia tahun 2019, jumlah
pasangan usia subur (PUS) di Indonesia pada tahun 2019 yaitu mencapai > 38 juta
PUS. Dari total jumlah PUS di Indonesia, cakupan peserta aktif KB berdasarkan
alat/cara KB sebesar 62,5%. Persentase tersebut masih belum mencapai target
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019 yaitu sebesar
66% (Kemenkes RI, 2020). Selain itu, tujuan lain dalam program KB yaitu
mewujudkan lebih banyak lagi pria PUS untuk ikutserta menjadi akseptor KB dan
Kesehatan Reproduksi (Akbar, 2018).
Dalam beberapa tahun terakhir berbagai upaya telah dilakukan pemerintah.
Upaya. Upaya program KB dan kesehatan reproduksi berwawasan gender untuk
meningkatkan keikutsertaan pria menjadi akseptor KB terdiri dari upaya promosi
dan konseling guna meningkatakan tingkat pengetahuan, sikap, kesadaran, dan
perilaku suami dan istri serta remaja, pengembangan jaringan informasi dan
komunikasi bagi suami di masyarakat dalam bentuk penyuluhan atau kelompok
seminar, pengembangan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi berwawasan
gender sebagai keperluan untuk akses informasi yang sama bagi suami dan istri
dalam mendapatkan pelayanan serta pengembangan pelayanan di tempat kerja,
untuk meningkatkan akses pria terhadap informasi dan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi (Kusmiran, 2014).

Faktor lain yang dapat menyebabkan rendahnya partisipasi pria menjadi


akseptor KB adalah keterbatasan pengetahuan suami tentang kesehatan reproduksi
dan kontrasepsi, serta paradigma yang berkaitan dengan budaya “Patriarki” di
dimana peran pria lebih besar daripada wanita. Selain itu, sudah tercipta pola pikir
masyarakat bahwa penggunaan alat kontrasepsi itu adalah urusan wanita. Untuk
itu penting adanya kesetaraan gender dalam mendukung keberhasilan jalannya
program Kelurga Berencana ( Puspita, 2018).

Permasalahan pengetahuan masyarakat bahwa ada masyarakat yang belum


tau sama sekali adanya kontrasepsi untuk laki-laki mempengaruhi partisipasi pria
ber-KB (BKKBN,2012). Didukung oleh rata-rata jenjang pendidikan penduduk di
Jakarta. Tingkat pendidikan dapat berpengaruh pada sikap dan perilaku partisipan
dalam pelaksaan MOP. Masyarakat masih memiliki anggapan bahwa program
pemerintah adalah program yang baik dan masyarakat cenderung patuh dan lebih
mudah menerima program pemerintah (Ardiana, 2015).

Berdasarkan latar belakang dapat mempengaruhi pria ber-KB, sehingga


peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor partisipasi pria
menjadi akseptor KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan 2022”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertera diatas, maka rumusan masalah
yang dapat diteliti adalah “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
partisipasi pria menjadi akseptor KB di di Rw 08 Kelurahan Cipulir
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Kelurahan Cipulir 2022”.
C. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan
dengan partisipasi pria menjadi akseptor KB di di Rw 08 Kelurahan
Cipulir Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Tahun 2022
2) Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran sikap terhadap pria yang mengikuti KB di
Rw 08 Kelurahan Cipulir , Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,
Tahun 2022
b. Diketahuinya gambaran perilaku terhadap pria yang mengikuti KB
di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,
Tahun 2022
c. Diketahuinya gambaran karakteristik usia pria yang mengikuti KB
di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,
Tahun 2022
d. Diketahuinya gambaran pengetahuan pria mengenai KB responden
di Rw 08 Keluarahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,
Tahun 2022
e. Diketahuinya gambaran Pendidikan pria yang mengikuti program
KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,
Tahun 2022
f. Diketahuinya gambaran dukungan istri pada pria yang mengikuti
program KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan, Tahun 2022
g. Diketahuinya gambaran status sosial ekonomi pria yang mengikuti
KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,
Tahun 2022
h. Diketahuinya hubungan antara sikap terhadap pria yang mengikuti
KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,
Tahun 2022
i. Diketahuinya hubungan antara perilaku terhadap pria yang
mengikuti KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan, Tahun 2022
j. Diketahuinya hubungan antara umur dengan partisipasi pria yang
mengikuti program KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan, Tahun 2022
k. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan partisipasi pria
yang mengikuti program KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Tahun 2022
l. Diketahuinya hubungan antara Pendidikan dengan partisipasi pria
yang mengikuti program KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Tahun 2022
m. Diketahuinya hubungan antara dukungan istri dengan partisipasi
pria yang mengikuti program KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Tahun 2022
n. Diketahuinya faktor yang berhubungan dengan pelayanan
(pengetahuan tentang kontrasepsi, ketersediaan alat kontrasepsi dan
sumber informasi tentang kontrasepsi) dengan partisipasi pria
dalam program KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan, Tahun 2022
o. Diketahuinya status sosial ekonomi pada pria dengan partisipasi
pria dalam ber-KB di Rw 08 Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan, Tahun 2022

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti
Penelitian ini akan menjadi pengalaman berharga bagi peneliti dan menambah
ilmu pengetahuan terkait keikutsertaan pria dalam ber-KB, dan dapat menjadi
pedoman atau acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait
partisipasi pria dalam ber-KB

2. Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi pasangan yang akan
melakukan program KB, untuk pria menambah pengetahuan bahwa KB dapat
dilakukan juga oleh pria, bagi perempuan dapat mendukung program KB
kepada pasangannya.
3. Bagi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.Hamka
Menambahkan informasi dan referensi untuk memperluas wawasan
mahasiswa tentang keikutsertaan pria dalam ber-KB, Selain itu penelitian ini
dapat dijadikan sebagai pustaka tambahan yang dapat berguna untuk studi
pendahuluan penelitian mengenai faktor-faktor keikutsertaan pria dalam ber-
KB.

4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cipulir,


Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada tahun 2022. Penelitian ini
menggunakan pendekatan yang bersifat analitik kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian Cross Sectional. Data pada penelitian ini
menggunakan data primer dengan metode wawancara yang dilakukan
langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner. Populasi dari
penelitian ini adalah pria berstatus kawin/pasangan usia subur (PUS) di
Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dengan jumlah
sebanyak 210 orang. Teknik penarikan sampel pada penelitian ini adalah
random sampling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Partisipasi
Partisisipasi merupakan suatu bentuk keterlibatan atau keikutsertaan seseorang dalam
sebuah kegiatan. Secara formal, partisipasi adalah turut sertanya seseorang, baik secara
mental maupun emosional untuk memberikan sumbangan kepada proses pengambilan
keputusan mengenai persoalan dimana keterlibatan pribadi yang bersangkutan untuk
melaksanakan tanggung jawab untuk melakukannya. Menurut Cohen dan Uphoff partisipasi
adalah keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan program, memperoleh
kemanfaatan dan mengevaluasi program.keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan itu
sendiri akan mendorong tercapainya tujuan suatu program. Adapun keterlibatan seseorang
dalam suatu proses dapat berupa keterlibatan fisik dan keterlibatan non fisik. Keterlibatan
fisik misalnya keterlibatan seseorang dalam melaksanakan atau mengerjakan program yang
sedang berjalan, kemudian keterlibatan nonfisik dimana keikutsertaan seseorang dalam
memberikan sumbangan baik berupa uang maupun barang untuk kelancaran kegiatan.
Bentuk partisipasi menurut Cohen dan Uphoff memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan ruang kepada masyarakat untuk terlibat dalam
2. pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ide atau gagasan yang menyangkut
kepentingan bersama.
3. Melibatkan masyarakat untuk merencanakan suatu program yang sesuai dengan
kebutuhan bersama.
4. Mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam pelaksanaan program yang telah
direncanakan bersama.
5. Memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam penilaian atas tercapainya
pelaksanaan program

2.2 Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana (KB)


2.2.1 Keikutsertaan Suami Dalam Ber KB
Keikutsertaan suami adalah tanggung jawab pria dalam keterlibatan dan
kesertaan ber-KB dan Kesehatan Reproduksi, serta perilaku seksual yang sehat dan aman
bagi dirinya, pasangannya dan keluarganya. Bentuk nyata dari keikutsertaan suami tersebut
adalah :
1. Sebagai peserta KB
2. Mendukung dan memutuskan bersama istri dalam penggunaan kontrasepsi
3. Sebagai motivator KB merencanakan jumlah anak dalam keluarganya.
2.2.3 Bentuk partisipasi pria dalam program KB
BKKBN melalui Direktorat Badan Partisipasi Pria telah menyusun kebijakan peran
pria dalam KB (BKKBN, 2001), yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Sebagai peserta KB
Partisipasi pria dalam program KB dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung adalah dengan menggunakan salah satu metode seperti
kondom, senggama terputus, atau vasektomi (MOP). Salah satu hambatan pria dalam
menggunakan alat kontrasepsi secara langsung adalah karena terbatasnya metode KB
untuk pria. Sedangkan partisipasi pria atau suami secara tidak langsung dalam
program KB yaitu menganjurkan, mendukung atau memberikan kebebasan kepada
pasangannya (istri) untuk menggunakan kontrasepsi.
2. Mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi
Peran pria (suami) dalam menganjurkan, mendukung dan memberikan
kebebasan wanita pasangannya (istri) untuk menggunakan kontrasepsi atau
cara/metode KB. Diawali sejak pria tersebut melakukan akad nikah dengan wanita
pasangannya dalam merencanakanjumlah anak yang akan dimiliki sampai akhir masa
reproduksi (menopause). Dukungan ini antara lain :
- Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan
kondisi istrinya
- Membantu pasangannya dalam menggunakan konttrasepsi secara benar, seperti
mengingatkan saat minum pil KB, mengingatkan istri untuk control
- Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi
- Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istrinya tidak
memungkinkan
3. Sebagai pemberi pelayanan KB
Diharapkan juga pria mampu member pelayanan KB kepada masyarakat, baik
sebagai motivator maupun sebagai mitra.
4. Merencanakan jumlah anak bersama pasangan
Perlu dibicarakan antara suami istri dengan mempertimbangkan berbagai
aspek lain antara lain kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan
kehidupan yang layak. Perencanaan keluarga menuju keluarga berkualitas perlu
memperhatikan usia reproduksi istri, sebagai berikut :
- Masa menunda kehamilan untuk istri yang berusia di bawah 20 tahun
- Masa mengatur jarak kelahiran untuk istri yang berusia 20-30 tahun
- Masa mengakhiri kehamilan untuk usia istri di atas 30 tahun

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keikutsertaan Suami Dalam Ber KB


Menurut BKKBN
faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya keikutsertaan suami dalam program KB
yaitu :
1. Pengetahuan Suami Tentang KB
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang. Dari studi
kualitatif yang dilakukan BKKBN menunjukkan pengetahuan menjadi salah satu faktor
rendahnya keikutsertaan suami dalam program KB. Secara umum pengetahuan tentang
kontrasepsi modern sudah meningkat pada tahun 2003, tingkat pengetahuan wanita pernah
kawin dan berstatus kawin mencapai 98,5%, sedangkan pria sebesar 96,3%, namun demikian
pengetahuan mereka tentang metode kontrasepsi suami masih rendah. Pengetahuan wanita
pernah kawin dan berstatus kawin tentang vasektomi 39%, sedangkan pengetahuan prianya
31,9%. Pengetahuan ada 2 macam yaitu pengetahuan umum dan pengetahuan khusus, dimana
keduanya menjadi milik manusia berdasarkan pengalaman, baik pengalaman sendiri atau
orang lain, yang amat penting adalah pengetahuan ini harus sesuai dengan aspek objek yang
diketahui, persesuaian pengetahuan objek adalah pengetahuan objektif dalam pengetahuan
benar. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers dalam Notoatmodjo, menyatakan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerima
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long
lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka
tidak akan berlangsung lama. Menurut Notoatmodjo, pengetahuan yang diinginkan di dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

a. Tahu (Know)
Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah diartikan mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya untuk mengukur bahwa orang tahu tentang sesuatu dengan
menggunakan kata kerja antara lain menyebutkan, mendefinisikan, menguraikan dan
sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Bila telah paham secara objek,
maka kita harus menjelaskan, menerangkan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan
meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)
Merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
dan kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-
komponen tertentu, tetapi dalam struktur organisasi tersebut dan mempunyai hubungan satu
sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)
Menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluating)
Merupakan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Setelah orang mendapatkan pengetahuan,
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap yang diketahuinya itu.
Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan suatu tindakan. Pengetahuan, sikap
dan perilaku seseorang akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam mengambil
suatu keputusan. Orang yang berpengetahuan baik akan mengupayakan kemampuan
menerapkan pengetahuannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (overt
behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Dengan adanya
pengetahuan dalam diri seseorang, merupakan suatu kemampuan untuk menentukan suatu
tindakan yang dianggap baik bagi dirinya, dimana pengetahuan menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami informasi yang diterima dibidang kesehatan khususnya
tentang KB. Pengertian mengenai pengetahuan suami, adalah seberapa jauh suami
mengetahui tentang peran, fungsi, dan tanggung jawabnya dalam sebuah kehidupan rumah
tangga, apabila dikaitkan dalam penentuan metode kontrasepsi.

2. Sumber Informasi Pelayanan KB Suami


Informasi adalah suatu keterangan, penerangan, atau data yang telah di proses ke dalam suatu
bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai yang nyata, sehingga
dapat dipakai sebagai dasar untuk mengambil keputusan untuk masa yang akan datang.
Kemudahan untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang baru. Informasi akan memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah, tetapi jika ia
mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang. Informasi yang didapat seseorang tergantung pada 3 hal, yaitu keakuratan berarti
informasi harus bebas dari kesalahan- kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan/informasi
harus jelas mencerminkan maksudnya, tepat pada waktunya, berarti informasi yang datang
pada penerima tidak boleh terhambat, dan relevan, berarti informasi tersebut mempunyai
manfaat untuk pemakainya. Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh
keadaan geografis, sosial budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Menurut BKKBN,
keterjangkauan ini dimaksudkan agar suami dapat memperoleh informasi yang memadai dan
pelayanan KB yang memuaskan. Keterjangkauan ini dapat meliputi :

1) keterjangkauan fisik, yaitu dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah


menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya suami
2) keterjangkauan ekonomi, yaitu dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat dijangkau
oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi bagian penting bagi klien.
Biaya klien meliputi : uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku serta nilai
yang akan diperoleh klien. Pengetahuan seseorang tidak secara mutlak dipengaruhi
oleh pendidikan karena pengetahuan dapat juga diperoleh dari pengalaman masa lalu,
namun tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami informasi yang diterima yang kemudian menjadi dipahami.
Partisipasi suami untuk mengikuti program KB masih rendah. Salah satunya
disebabkan minimnya akses suami terhadap perolehan informasi, pelayanan KB, dan
kesehatan reproduksi. Menurut Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
(PSKK) Issac (2012), kurangnya promosi atau sosialiasi tentang KB suami
dikarenakan kebijakan KB di Indonesia yang masih berfokus pada pencapaian target
peserta KB perempuan. Perempuan masih tetap menjadi sasaran utama sosialisasi
program KB dengan harapan istri yang akan mengkomunikasikan dan
menegosiasikan pemakaian alat kontrasepsi (alkon) kepada suaminya, hal ini tentunya
menjadi tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan peran serta
suami dan kesetaraan gender dalam konteks keluarga berencana karena tidak secara
serius menjadikan suami sebagai target sasaran program KB. Informasi akan
memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki
pendidikan yang rendah, tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai
media dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. BKKBN, mengemukakan bahwa
rendahnya pengetahuan PUS tentang metode kontrasepsi pria antara lain disebabkan
oleh :
a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang dilakukan lebih banyak sasaran ke
wanita.
b. Media KIE, konseling yang tersedia, informasi yang diberikan oleh petugas, dan di
tempat pelayanan yang masih ada bias gender.
c. Terbatasnya cakupan promosi/KIE partisipasi suami dalam KB/kesehatan reproduksi
karena dukungan dana yang terbatas.
d. Masih minimnya penggunaan media elektronik (radio/TV) sebagai media promosi KB
suami. BKKBN, juga mengemukakan untuk meningkatkan partisipasi tersebut maka
perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mendorong meningkatnya dukungan penentu kebijakan, Tokoh Agama dan Tokoh
Masyarakat terhadap upaya peningkatan partisipasi pria dalam ber KB dan kesehatan
reproduksi.
b. Meningkatkan pengetahuan semua orang, perempuan dan laki-laki mengenai
kontrasepsi suami dan partisipasinya dalam KB dan kesehatan reproduksi.
c. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi bagi pria.
d. Meningkatkan kesertaan suami dalam ber KB

3. Dukungan Istri Terhadap Suami Untuk Ber KB


Dukungan adalah dorongan moril yang diberikan oleh salah satu anggota keluarga kepada
anggota keluarga yang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Hamillton, juga mengemukakan
bahwa kebutuhan dasar manusia merupakan sumber kekuatan yang mendorong kearah tujuan
tertentu secara disadari maupun tidak disadari. Dorongan itu disebut dengan motivasi,
motivasi bisa timbul dari dalam diri individu itu sendiri maupun yang datang dari lingkungan
sekitarnya khususnya dukungan istri atau keluarga terdekat. Dukungan keluarga menurut
Friedman adalah dukungan- dukungan social yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai
sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga yang berupa memberikan dukungan. Jadi
dukungan keluarga sangatlah penting, sehingga keluarga menyadari bahwa memiliki anak
bukan hanya memberikan kebutuhan anak balita dari segi ekonomi tetapi tanggung jawab
(sharing responsibility) dalam bentuk memberikan dukungan moril (seperti kasih sayang dan
perhatian) akan membantu anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik dalam
lingkungan keluarga. Dukungan keluarga terutama istri memiliki peranan penting dalam
pemilihan alat kontrasepsi. Masih minimnya dukungan keluarga disebabkan oleh aspek sosial
budaya masyarakat Indonesia, yang juga menjadi faktor penyebab rendahnya kesadaran
suami untuk berperan menyukseskan program KB. Peningkatan dukungan baik secara politis,
sosial, budaya dan keluarga akan lebih mengutamakan pendekatan atau kegiatan advokasi,
promosi dan KIE secara intensif kepada para pengambilan keputusan. Fungsi dukungan
menurut Friedman (1998) dalam Herlinda (2013) menjelaskan beberapa fungsi dukungan istri
yaitu :

a. Dukungan informasional, istri berfungsi sebagai sebuah kolektor dan desiminator


(penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti,
informasi, yang dapat diguakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari
dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang
diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek –
aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi. Bentuk dukungan istri yang diberikan dalam keikutsertaan suami dalam ber
KB dapat melalui nasehat yang dapat diaplikasikan melalui memberikan masukan
kepada suami bahwa penggunaan alat kontrasepsi penting.
b. Dukungan Integritas Sosial, istri bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
sebagai sumber dan validator anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, perhatian. Bentuk dukungan istri dalam hal ini melibatkan pemberian
informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi suami. Jenis informasi
seperti ini dapat menolong suami untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan
mudah.
c. Dukungan instrumental, istri merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit, diantaranya; kesehatan reproduksi suami dan istri dijaga kebersihannya.
d. Dukungan emosional, aspek – aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan istri
yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian,
mendengarkan, dan didengarkan. Bentuk dukungan ini membuat suami memiliki
perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh istrinya sehingga suami dapat
menghadapi masalah dengan baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi
keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

2.3 Konsep Perilaku

2.3.1 Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup yang
bersangkutan dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara
lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berfikir, tertawa, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2014).

Menurut Notoatmodjo perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini
disebut teori “S-O-R”atau Stimulus Organisme Respons. Perilaku manusia sebenarnya
merupakan refleksi dari berbagai kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat,
motivasi,persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012)

2.3.2 Prosedur Pembentukan Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2014) prosedur pembentukan perilaku terjadi dalam tingkatan


tahapan, yaitu:

1) Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat yang akan dibentuk.
2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki.
3) Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi Reinforcer atau hadiah–hadiah untuk masing-masing komponen
tersebut.
4) Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah
tersusun.
2.3.3 Bentuk Perilaku

Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam buku Soekidjo Notoadmodjo (2007)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organism, dan kemudian organism tersebut merespon, maka teori skinner disebut
teori “S-O-R” atau Stimulus - Organisme - Respon. Skiner membedakan adanya dua proses,
yaitu :

a. Respondent respon atau reflexsive

Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus


semacam ini disebut electing stimulation karena menimbulkan respon-respon yang
relative tetap. Misalnya : Makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan,
cahaya terang menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Respondent respon ini
juga mencakup perilaku emosional misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih
dan menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraan dengan mengadakan pesta dan
sebagainya.

b. Operant respon atau Instrumental respon

Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang
tertentu. Ransangan ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena
memperkuat respon. Misalnya apabila seseorang petugas kesehatan melaksanakan
tugasnya dengan baik (respon terhadap urain tugasnya atau job skripsi) kemudian
memperoleh penghargaan dari atasanya (stimulus biru), maka petugas kesehatan
tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya. Dilihat dari bentuk
respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Perilaku tertutup aalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk


terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, presepsi,pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi
belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek (practice).

2.3.4 Domain Perilaku Kesehatan

Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2014),


mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut
terjadi proses berurutan yakni :

a. Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus (objek).
b. Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
c. Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal
ini berarti sikap responden sudah lebih baik dari sebelumnya.
d. Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru .
e. Menerima (adoption)
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.

2.3.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku pria dalam ber-KB

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) ada tiga factor yang
berhubungan dengan perilaku seseorang yaitu :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)


Faktor ini melingkupi pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi
dan kepercayaan masyarakat terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dipeluk masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya.
1. Pengetahuan
Pengetahuan terhadap objek memiliki intesnsitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Secara garis besaranya dibagi menjadi 6 bagian yaitu : (Notoatmodjo, 2014)
a. Tahu (know)
Tahu sendiri diartikan hanya sebagai recall (pengingat) sesuatu atau memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati hal-hal tertentu dari semua materi yang
diteliti.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek yaitu dapat diartikan sebagi kemampuan untuk menafsirkan
dengan benar objek yang diketahui. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menginterprestasikan materi dengan benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami objek yang telah
dipelajari dalam situasi atau kondisi yang sebenarnya. Objek yang dimaksud dapat
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain atau Aplikasi
ini juga diartikan sebagai penggunaan hokum atau rumus, metode, prinsip, dll.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk mendeskripsikan materi atau objek
sebagai komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih
saling berkaitan satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk menempatkan atau
menghubungkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk
menyusun rumus baru dari rumus-rumus yang sudah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseoramg untuk melakukan penilaian
terhadap suatu objek tertentu. Evaluasi ini dengan sendirinya didasarkan pada kriteria
yang telah ditentukan atau menggunakan kriteria yang ada. Pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui inderayag
dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan
(mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatyang
berbeda-beda (Notoatmodjo, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian (Raidanti Dina,2018) pengetahuan memiliki
pengetahuan baik dan menjadi akseptor KB pada pria (kasus) sebanyak 12 orang
(36%), sedangkan pria sebagai (kontrol) sebanyak 40 orang (61%).
Menurut (Ernawati,2018) hubungan yang signifikan antara pengetahuan hasil
penelitian menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan pria dengan keikutsertaan
menjadi akseptor KB (p-value 0,037).

2. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik). (Notoatmodjo, 2014) Menurut Notoatmodjo
(2003), Sikap adalah sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup sari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Dapat disimpulkan manifestasi sikap
itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Jadi
bisa dikatakan sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon
stimulus atau obyek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan
gejala kejiwaaan lain.
Berdasarkan hasil penelitian (Ekarini,2018) responden yang tidak yang tidak
menggunakan alat kontrasepsi proporsi sikap negatif (91.2%) lebih besar dari pada
dengan sikap positif (74.8%). Pada responden yang menggunakan alat kontrasepsi
proporsi sikap positif (25.2%) lebih besar dari pada sikap negatif (8.8%). analisis
dengan menggunakan uji Chi-Square test diperoleh nilai p value sebesar 0.005 (p
<0.05) yang benar ada hubungan yang bermakna antara Sikap terhadap KB dengan
Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana.

3.Umur
Bertambahnya umur seseorang pasti mengalami perubahan pada aspek psikis
dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik akan mengalami perubahan baik dari
aspek ukuran maupun dari aspek proporsi yang mana hal ini terjadi akibat
pematangan fungsi organ. Sedangkan pada aspek psikologis (mental) terjadi
perubahan dari segi taraf berfikir seseorang yang semakin matang dan dewasa.
Menurut Noatmodjo 2013, Umur adalah waktu yang sudah dilalui manusia sejak lahir
hingga sekarang. Daya tangkap seseorang dapat dipengaruhi oleh umur. Semakin
bertambahnya usia akan semakin berkembang pola pikir seseorang sehingga
pengetahuannya akan semakin lebih baik.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa (Nurlina,2011) bahwa pria


yang berumur 37 tahun atau lebih yang termasuk katagori tua mempunyai peluang 3
kali untuk berpartisipasi menjadi akseptor KB dibandingkan dengan pria yang
berumur kurang dari 37 tahun (katagori muda) dengan nilai OR 3,040 (95%CI=1,163-
7,742).

4. Pendidikan
Menurut Noatmodjo (2012), pendidikan kesehatan adalah upaya pemanfaatan
pendidikan dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah
semua aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, praktek baik individu,
kelompok maupun masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri.
Hasil penelitian (Afrinaldi Suandi,2021) bahwa kelompok yang memiliki
Pendidikan rendah, proporsi responden yang berpartisipasi tinggi dalam program KB
sebesar 17,7%, sedangkan kelompok yang memiliki Pendidikan tinggi sebesar 24,2%.

6. Dukungan Keluarga
6.1 Definisi
Menurut (Friedman, 2013), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan penerimaan
keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan,informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Adanya dukungan
keluarga, anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan. Orang yang berada
dalam lingkungan sosial yang supportif umumnya memiliki kondisi yang lebih baik
dibandingkan orang yang tanpa memiliki dukungan keluarganya, karena dukungan
keluarga dianggap dapat mengurangi efek kesehatan mental individu.

6.2 Bentuk dan Fungsi Dukungan Keluarga


Friedman (2013) membagi bentuk dan menerangkan bahwa keluarga memiki 4 fungsi
dukungan keluarga, yaitu:
1. Dukungan Emosional
Dukungan Emosional menurut friedman (2013), menganggap keluarga sebagai tempat
yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu menghasilkan
suasana emosional. Dukungan yang diberikan keluarga berupa memberikan perhatian,
kasih sayang, cinta, kehangatan pribadi, mendengarkan dan didengarkan, pemberian
semangat, empati atau bantuan emosional (Friedman, 2013).
2. Dukungan Instrumental
Friedman menjelaskan dukungan instrumental keluarga merupakan sumber
pertolongan praktis dan konkret, diantaranya adalah dalam hal kebutuhan keuangan,
tenaga, makan, minum, istirahat maupun meluangkan waktuuntuk membantu
melayani dan mendengarkan anggota keluarga dalam menyampaikan pesannya
(Friedman, 2013).
3. Dukungan Informasional
Dukungan informasional adalah peran keluarga berfungsi sebagai pemberi informasi,
dimana keluarga diharapkan mengetahui segala informasi terkait dengan anggota
keluarganya seperti pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan dalam
mengungkapkan suatu permasalahan. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah
nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, 2013)
4. Dukungan Penialaian atau Penghargaan
Dukungan penghargaan atau penilaian adalah keluarga bertindak sebagai pembimbing
dan sebagai penengah atas suatu pemecahan masalah, seperti memberikan support,
penghargaan, dan perhatian (Friedman, 2013).

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh (Hervina,2017) Hasil penelitian


menunjukkan bahwa dari (28,7%) pria yang didukung isteri, terdapat (16,1%) yang
menggunakan KB dan yang tidak menggunakan KB (12,6%). Dari (71,3%) pria yang
tidak didukung isteri, terdapat (11,5%) yang menggunakan KB dan tidak
menggunakan KB (59,8%.) Hasi uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 yang
menunjukkan ada hubungan budaya dengan keikutsertaan pria mengikuti KB .

2.Faktor Pendukung (Enabling Factor)


Faktor pendukung mencakup faktor berbagai keterampilan dan sumber daya
yang merupakan poin penting yang diperlukan dalam suatu perubahan perilaku
kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan, personalia klinik atau rumah sakit
keterjangkauan sumber daya, serta biaya, jarak ketersediaan transportasi, waktu dan
sebagainya menjadi sumberdaya yang perlu diperhatikan.

3.Faktor Penguat (Reinforcing Factor)


Factor penguat merupakan faktor yang mengikuti sebuah perilaku yang
memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkontribusi
terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut. Misalnya, dukungan dari
istri kepada suami untuk ber KB, dukungan teman . Segala perilaku dapat dijelaskan
sebagai sebuah fungsi pengaruh kolektif dari ketiga tipe faktor ini. Istilah hubungan
kolektif atau sebab-sebab yang berkontribusi , secara khusus penting karena perilaku
adalah sebuah fenomena multidimensi. Ide ini menyatakan bahwa tidak ada sebuah
perilaku atau aksi tunggal yang disebabkan oleh hanya satu faktor. Semua rencana
untuk mempengaruhi perilaku harus dipertimbangkan ketiga faktor kausal tersebut

2.4 KERANGKA TEORI

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka disusun Kerangk Teori
partisipasi pria menjadi akseptor KB menggunakan teori Lawrence Green seperti
berikut:
Predisposing factors
 Umur
 Tingkat Pendidikan
 Pengetahuan
 sikap

Partisipasi pria dalam


KB

Reinforcing factors
 Dukungan Istri
 Sosial ekonomi

Enabling Factors
 Ketersediaan Sumber
daya kesehatan
 Keterjangkauan Sumber
daya kesehatan
 Akses pelayanan
 Ketersediaan metode

Gambar 1. Kerangka teori perubahan perilaku pada faktor-faktor yang berhubungan


dengan partisipasi pria dalam ber-KB
Sumber: “Health Promotion Planning an Educational and Environmental
Approach 2000”
BAB III
KERANGKA KONSEP,DEFINISI OPERASIONAL,DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori diatas, peneliti akan meneliti tentang hubungan
pengetahuan,sikap suami, dukungan istri dan akses pelayanan di lingkungan Rw 08
Cipulir Kebayoran Lama, Jakarta selatan.Sehingga kerangka konsep dalam penelitian
sebagai berikut :

Variable Bebas
Variable Terikat

Pengetahuan
Sikap Suami Partisipasi Pria Dalam KB
Dukungan Istri

Akses Pelayanan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi
Pria Menjadi Akseptor KB Di Rw 08 Cipulir,Kebayoran Lama Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai