Anda di halaman 1dari 11

SHALAT TARAWIH

Makalah

Donsen pengampu:
Dahniar, M. A

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Muhammad Saifuri
Dini Kamilah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH
AL-HILAL SIGLI
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Shalat Tarawih merupakan salah satu ibadah sunnah yang khusus dilaksanakan
selama bulan Ramadan. Ibadah ini memiliki keistimewaan tersendiri karena
dilakukan pada malam-malam bulan suci, setelah pelaksanaan shalat Isya. Shalat
Tarawih merupakan bentuk ekspresi rasa syukur umat Islam atas nikmat Ramadan,
bulan penuh berkah dan ampunan. Selain itu, shalat Tarawih juga memperkuat
ikatan spiritual dengan Allah SWT dan meningkatkan ketaqwaan melalui
pengkhususan waktu malam untuk beribadah.
Dalam pelaksanaannya, umat Islam mengenang dan merenungi ayat-ayat suci
Al-Qur'an yang dibacakan selama shalat, menciptakan momen introspeksi diri dan
mendalamkan hubungan batin dengan Tuhan. Shalat Tarawih bukan hanya sekadar
rutinitas ibadah, tetapi juga sebuah kesempatan untuk memperkokoh keimanan,
mendekatkan diri kepada Allah, serta meraih keberkahan dan keampunan di bulan
Ramadan yang penuh berkah ini.
Dalam pelaksanaan Shalat Tarawih, umat Islam biasanya berkumpul di masjid
atau mushalla untuk melibatkan diri dalam suasana kebersamaan dan kekhusukan.
Dengan jumlah rakaat yang bervariasi, shalat ini memberikan fleksibilitas kepada
para jamaah untuk memilih berbagai bentuk penyelenggaraan, sesuai dengan tradisi
dan tuntunan yang diterapkan di berbagai komunitas Muslim. Keutamaan Shalat
Tarawih tidak hanya terletak pada jumlah rakaat yang dilakukan, tetapi juga pada
kesungguhan hati dan khusyuk dalam menjalankannya.
Shalat Tarawih, selain menjadi bentuk ibadah yang meraih pahala besar, juga
menjadi momentum untuk mendekatkan diri kepada sesama. Kehadiran jamaah
yang bermacam-macam latar belakang dan kehidupan sehari-hari menciptakan
atmosfer kebersamaan yang memperkuat rasa solidaritas dan persaudaraan di antara
umat Islam. Selain itu, pelaksanaan Shalat Tarawih juga mencerminkan semangat
pengorbanan, disiplin, dan ketekunan dalam meniti jalan ibadah, sebagai wujud
cinta dan taat kepada Allah SWT.

1
Dengan demikian, Shalat Tarawih bukan hanya sekadar serangkaian gerakan
fisik, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual yang melibatkan hati, pikiran, dan jiwa.
Ibadah ini menjadi kesempatan emas untuk meningkatkan kualitas spiritual dan
moral, serta memperoleh keberkahan yang melimpah di bulan Ramadan. Dengan
penuh keikhlasan dan kekhusukan, umat Islam dapat menghadapi malam-malam
Ramadan dengan harapan, rasa syukur, dan keyakinan bahwa setiap langkah ibadah
yang diambil membawa mereka lebih dekat kepada rahmat dan ridha Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi Dari Shalat Tarawih?
2. Bagaimana Sejarah Shalat Tarawih?
3. Jelaskan Hukum Dan Waktu Shalat Tarawih?
4. Sebutkan Jumlah Raka’at Shalat Tarawih?

C. Tujuan
1. Supaya dapat memahami Definisi Dari Shalat Tarawih.
2. Supaya dapat memahami Sejarah Shalat Tarawih.
3. Supaya dapat memahami Hukum Dan Waktu Shalat Tarawih.
4. Supaya dapat memahami Jumlah Raka’at Shalat Tarawih.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definis Shalat Tarawih


Shalat (‫( الصالة‬secara bahasa bermakna doa (‫)الدعاء‬, sebagaimana firman Allah
ta’ala:

‫وصل عليهم‬
Artinya: “…dan berdoalah untuk mereka.”

Dan Juga sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ وإن كان مفطرا فليطعم‬،‫إذا دعي أحدكم فليجب فإن كان صائما فليصل‬
Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian diundang, maka penuhilah. Jika ia
dalam sedang berpuasa, maka berdoalah untuk pengundang, dan jika ia tidak
berpuasa, maka makanlah.”

Sedangkan secara istilah, menurut jumhur fuqaha, shalat berarti ‘sejumlah


perkataan dan perbuatan, yang dibuka dengan takbir, dan ditutup dengan salam,
dengan disertai niat, dan dengan syarat-syarat khusus’. Sedangkan menurut
Hanafiyah, shalat berarti ‘nama bagi perbuatan-perbuatan yang diketahui, yang
terdiri dari berdiri, ruku’, dan sujud’.
Tarawih (‫ )التراویح‬merupakan bentuk jamak dari tarwihah (‫)ترویحة‬, yang berarti
istirahat. Kata tarwihah asalnya digunakan untuk menyebut aktivitas duduk-duduk
(‫ )الجلسة‬secara mutlak. Dan aktivitas duduk-duduk untuk istirahat setiap empat
rakaat shalat malam di bulan Ramadhan dinamakan tarwihah. Sehingga shalat
malam dibulan Ramadhan dinamakan dengan shalat tarawih, karena shalat tersebut
dilaksanakan dalam waktu yang panjang, dan diselingi dengan duduk-duduk untuk
istirahat setiap selesai empat rakaat.
Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani rahimahullah, di kitab Fathul Bari
menyatakan, ‘Shalat jamaah yang dilaksanakan di malam bulan Ramadhan
dinamakan tarawih karena orang-orang (para shahabat) pertama kali
melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali salam. Secara istilah, fuqaha
mendefinisikan shalat tarawih dengan ‘qiyam (shalat) Ramadhan di awal malam,

3
atau ‘qiyam (shalat) di bulan Ramadhan, dua rakaat-dua rakaat, yang fuqaha
berbeda pendapat tentang jumlah rakaatnya dan beberapa masalah lainnya.1
Shalat Tarawih merupakan salah satu ibadah sunnah yang khusus dilaksanakan
selama bulan Ramadan. Ibadah ini memiliki keistimewaan tersendiri karena
dilakukan pada malam-malam bulan suci, setelah pelaksanaan shalat Isya. Shalat
Tarawih merupakan bentuk ekspresi rasa syukur umat Islam atas nikmat Ramadan,
bulan penuh berkah dan ampunan.

B. Sejarah shalat tarawih


Suatu malam di bulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pergi ke masjid untuk shalat malam. Kemudian beberapa teman datang dan berdiri
di belakangnya. Ketika pagi tiba, mereka membicarakannya. Malam berikutnya,
jumlah jamaah meningkat dibandingkan sebelumnya. Begitu seterusnya selama tiga
malam berturut-turut.
Pada malam keempat, masjid penuh dan seluruh jemaah tidak bisa muat di
dalamnya. Namun Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak keluar dari
kamarnya. Menjelang subuh, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam keluar untuk
melaksanakan shalat subuh. Setelah itu dia menyatakan, “Saya telah mengetahui
kejadian semalam. Akan tetapi saya khawatir shalat itu akan diwajibkan atas kalian
sehingga kalian tidak mampu melakukannya.”
Terakhir, salat malam bulan Ramadhan dilaksanakan secara individu. Kondisi
seperti itu terus berlanjut hingga Rasulullah SAW wafat. Begitu pula pada masa
Kekhalifahan Abu Bakar dan awal Kekhalifahan Umar bin Khattab. Baru
kemudian, pada tahun keempat Hijriah, Khalifah Umar berinisiatif mengubah salat
menjadi berjamaah dengan satu imam di masjid. Dia menunjuk Ubay bin Kaab dan
Tamim Ad-Dariy sebagai imam. Khalifah Umar kemudian berkata, “Sebaik-baik
bid’ah adalah ini.”
Imam Abu Yusuf pernah bertanya kepada Imam Abu Hanifah tentang shalat
tarawih dan apa yang dilakukan Khalifah Umar. Imam Abu Hanifah menjawab.,

1
Abu Furqan Muhammad Abduh Al-Banjary. 2014. Hukum-Hukum Seputar Shalat Tarawih,
Tsaqafah.Com Publishing. Hlm 2.

4
“Tarawih itu sunnah muakkadah (ditekankan). Umar tidak pernah membuat-buat
perkara baru dari dirinya sendiri dan beliau bukan seorang pembuat bid’ah. Beliau
tak pernah memerintahkan sesuatu kecuali berdasarkan dalil dari dirinya dan sesuai
dengan masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Umar telah menghidupkan
sunnah ini lalu mengumpulkan orang-orang pada Ubay bin Kaab lalu menunaikan
shalat itu secara berjamaah, sementara jumlah para sahabat sangat melimpah, baik
dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, dan tak satu pun yang mengingkari hal
itu. Bahkan mereka semua sepakat dan memerintahkan hal yang sama.”2

C. Hukum Dan Waktu Shalat Tarawih


Ulama sepakat disunnahkannya shalat tarawih di bulan Ramadhan. Dan
menurut Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, ia merupakan sunnah muakkadah.
Kesunnahannya berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Kesepakatan ulama atas
sunnahnya shalat tarawih juga disebutkan oleh Imam an-Nawawi rahimahullah di
kitab beliau, al-Majmu’. Hal ini berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه‬


Artinya: “Barang siapa yang melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa di suatu malam
dibulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di masjid, dan
beberapa orang kemudian mengikuti beliau, orang-orang yang mengikuti beliau
bertambah banyak pada malam-malam berikutnya, sampai pada malam ketiga atau
keempat, Rasulullah tidak keluar untuk melaksanakan shalat bersama orang-orang,
kemudian pada shubuhnya, beliau bersabda:

‫قد رأيت الذي صنعتم ولم يمنعني من الخروج إليكم إال أني خشيت أن تفرض‬
‫عليكم‬

2
Nurma Ali Ridlwan. 2012. Pendekatan Sejarah Kajian Hadits-Hadits Tarawih, Jurnal
Dakwah Dakwah & Komunikasi. Vol.6 No.2, Hlm. 1-8.

5
Artinya: “Sungguh aku mengetahui apa yang telah kalian lakukan, dan tidak ada
yang mencegahku keluar (untuk shalat) bersama kalian, kecuali aku takut ia
difardhukan bagi kalian.”
Berdasarkan atsar dari ‘Umar ibn al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang
mentradisikan shalat tarawih secara berjamaah dipimpin oleh satu imam. Dan disaat
itu masih banyak para shahabat, dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dan tidak ada
seorangpun yang mengingkari perbuatan ‘Umar tersebut, bahkan mereka
mendukung beliau.
Mayoritas ahli fiqih menyatakan bahwa waktu shalat tarawih adalah setelah
shalat ‘isya hingga terbit fajar, dan dikerjakan sebelum shalat witir. Hal ini
berdasarkan perbuatan para shahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’in. Ulama
berbeda pendapat tentang hukum shalat tarawih yang dikerjakan setelah shalat
maghrib dan sebelum shalat ‘isya.
Jumhur fuqaha dan pendapat yang paling shahih dari kalangan Hanafiyah
menyatakan shalat tarawih sebelum shalat ‘isya tidak dianggap sebagai shalat
tarawih. Sedangkan sebagian kalangan Hanafiyah menyatakan shalat tersebut tetap
sah dianggap sebagai shalat tarawih, karena menurut mereka seluruh malam,
sebelum terbit fajar, merupakan waktu shalat tarawih, baik sebelum ‘isya maupun
sesudahnya.
Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah menyatakan mustahab mengakhirkan waktu
tarawih hingga sepertiga atau setengah malam terakhir. Sedangkan Hanabilah
mengatakan shalat di awal malam lebih utama, karena itu yang dipraktikkan oleh
para shahabat di masa ‘Umar. Kalangan Hanafiyah, menurut pendapat yang paling
shahih, menyatakan sah shalat tarawih yang dilaksanakan setelah shalat witir.3

D. Jumlah rakaat shalat tarawih


Ada beberapa pendapat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan kaum
muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:

3
Ibid. Abu Furqan Muhammad Abduh Al-Banjary. Hlm 3-4.

6
1. Madzhab Hanafi
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa
Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’,
lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat
dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian
mereka witir (ganjil). Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir
jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat
= 2 x 2 x 5 = 20 rakaat.
2. Madzhab Maliki
Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir
Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam
Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi
madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat
tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya
mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati
orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan umat.
Dari kitab Almuwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin
Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay
bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. Dia
berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa
berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai menjelang
fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang
melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23
rakaat”. Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-
Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan
dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.
3. Madzhab Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam
bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat
umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat,

7
karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula umat
melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat.
Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan
pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih
dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam
Ramadhan.
4. Madzhab Hanbali
Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni suatu masalah, ia berkata,
“shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”, sampai
mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin
Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”. Menurut Imam Hanbali bahwa
Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama
Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita
bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia
shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama
mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu
shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh
Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.

Para ulama’ dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat.
Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46
rakaat. Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk
Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.
Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa khalifah
Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas perintah beliau. Juga
diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan lain-lainnya, dan
disetujui oleh para shahabat serta terdengar diantara mereka ada yang menolak.
Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat itu menjadi hujjah (alasan)
yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.4

4
Ibid. Nurma Ali Ridlwan. Hlm. 1-8.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Shalat Tarawih merupakan ibadah sunnah yang dijalankan khusus selama bulan
Ramadan, memperlihatkan kesungguhan dan kekhusukan umat Islam dalam
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keutamaan Shalat Tarawih terletak pada
kemampuan untuk meningkatkan kualitas spiritual, mendalamkan hubungan
dengan Allah, dan meraih keberkahan di bulan Ramadan yang penuh berkah.
Dengan menjalankan Shalat Tarawih dengan penuh keikhlasan, umat Islam
dapat merasakan manfaatnya tidak hanya secara rohaniah, tetapi juga dalam
memperkukuh nilai-nilai sosial dan moral dalam kehidupan sehari-hari. Semoga
Shalat Tarawih menjadi ladang amal kebaikan yang membawa barakah dan menjadi
wahana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abu Furqan Muhammad Abduh Al-Banjary. 2014. Hukum-Hukum Seputar Shalat


Tarawih, Tsaqafah.Com Publishing.

Nurma Ali Ridlwan. 2012. Pendekatan Sejarah Kajian Hadits-Hadits Tarawih,


Jurnal Dakwah Dakwah & Komunikasi. Vol. 6, No. 2.

10

Anda mungkin juga menyukai