Anda di halaman 1dari 7

Original Research

ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA APOTEKER PADA INSTALASI


FARMASI RUMAH SAKIT “X” DI BEKASI TAHUN 2021
ANALYSIS OF THE NEEDS OF PHARMACISTS AT THE "X" HOSPITAL
PHARMACY INSTALLATION IN BEKASI IN 2021
Dini Permata Sari1*, Satya Candra Indra Yanih1, Nuzul Fajriani1, Julaeha1, Rodiah Empon1, Rosmayanti1, Tri
Khoerunnisa1, Mahmudi Ramadani1
1
Fakultas Farmasi, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Jakarta Utara, Indonesia, 14530
*Email : dini.sari@uta45jakarta.ac.id
Diterima : Direvisi : Disetujui :

Abstrak
Kualitas pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit X didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia. Karena itu
perlu dilakukan analisis kebutuhan tenaga Apoteker berdasarkan beban kerja. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X berdasarkan beban
kerjanya. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan data
kuantitatif yang mana data primer didapat melalui wawancara serta data sekunder berupa laporan tahunan. Rasio
Workload Indicator Staffing Need (WISN) dihitung dengan membandingkan kondisi di lapangan dengan hasil
perhitungan WISN yang mana WISN merupakan metode menghitung kebutuhan SDM berdasarkan besarnya
beban kerja nyata . Hasil penelitian diperoleh nilai rasio WISN sebesar 0,803264. Rasio < 1 dapat diartikan bahwa
jumlah tenaga saat ini lebih kecil dibandingkan dengan tenaga yang dibutuhkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Instalasi Farmasi Rumah Sakit X saat ini kekurangan tenaga farmasi.
Kata Kunci : beban kerja; sumber daya manusia; apoteker; IFRS

Abstract
The quality of pharmaceutical services at Hospital X is supported by the availability of human resources.
Therefore, it is necessary to analyze the need for pharmacists based on workload. The purpose of this study was
to determine the need for Human Resources (HR) in the Pharmacy Installation of Hospital X based on its
workload. The type of research used is a qualitative research method using quantitative data where primary data
is obtained through interviews and secondary data in the form of annual reports. The Workload Indicator Staffing
Need (WISN) ratio is calculated by comparing the conditions in the field with the results of the WISN calculation
where WISN is a method of calculating HR needs based on the real workload. The results of the study obtained
the value of the WISN ratio of 0.803264. The ratio < 1 means that the current amount of energy is smaller than
the required power. So it can be said that the Pharmacy Installation of Hospital X currently lacks pharmacists.
Keywords: workload; human resources; pharmacist; IFRS

PENDAHULUAN
Rumah Sakit “X” merupakan salah satu rumah sakit umum tipe C yang berlokasi di
Bekasi. Pada tahun 1995 rumah sakit ini hanyalah sebuah apotek kemudian pada tahun 1997
berkembang menjadi klinik, berkembang lagi menjadi rumah sakit ibu dan anak pada tahun
2004 yang pada akhirnya di tahun 2006 berkembang menjadi rumah sakit umum hingga
sekarang. Rumah sakit ini memiliki pelayanan dan fasilitas yang cukup banyak diantaranya
seperti farmasi, radiologi, laboratorium, pelayanan poliklinik ( dokter spesialis, dokter umum,
dokter gigi ), pelayanan 24 jam ( ICU, IGD, OK dan lain-lain ), layanan home care dan lain-
lain.
Salah satu pilar utama pelayanan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan obat atau
farmasi. Berdasarkan penelitian hampir 90% pelayanan di rumah sakit menggunakan
perbekalan farmasi, bahkan pemasukan rumah sakit sebesar 50% sebagian besar dari
pengelolaan sediaan farmasi [1].
Pelayanan kefarmasian di RS X dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
IFRS X dipimpin oleh seorang apoteker sebagai kepala IFRS dibantu oleh 3 apoteker
pendamping dan 5 tenaga teknis kefarmasian dengan jumlah pasien yang dilayani oleh instalasi
farmasi di Rumah Sakit X per tahun 2021 sejumlah 51.386 pasien pada rawat jalan dan 4.666
pasien pada rawat inap.. Hal ini belum sesuai dengan standar dalam Permenkes Nomor 56
tahun 2014 bahwa untuk RS tipe C minimal memiliki 8 apoteker [2].
IFRS X terdiri dari dua depo yaitu depo farmasi rawat jalan dan depo farmasi rawat inap.
Pelayanan farmasi yang dilakukan IFRS X masih fokus pada kegiatan manajerial meliputi
proses pemilihan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan administrasi. Kegiatan
pemilihan perbekalan farmasi sesuai dengan formularium RS, namun saat ini formularium RS
masih belum direvisi. Kegiatan perencanaan berdasarkan ketersediaan stok perbekalan farmasi
yang ada di Gudang. Pengadaan, penerimaan, dan penyimpanan dilakukan oleh gudang
farmasi. Setiap depo farmasi menyimpan dalam jumlah yang lebih kecil. Kegiatan
pendistribusian ke depo farmasi dan unit lain di seluruh RS dilakukan oleh gudang farmasi,
sedangkan pendistribusian ke pasien dilakukan oleh masing-masing depo farmasi. Kegiatan
pemusnahan hingga saat ini belum pernah dilakukan, sedangkan kegiatan pengendalian dan
adminitrasi masih berupa pencatatan dan pelaporan rutin. Pelayanan farmasi klinik yang
diberikan masih berupa pelayanan resep. Pelayanan farmasi klinik terkait penelusuran riwayat
penggunaan obat, rekonsiliasi obat dan konseling masih terbatas pada pasien tertentu.
Pelayanan informasi obat masih belum berjalan maksimal. Sedangkan pelayanan farmasi klinik
lainnya seperti dispensing sediaan steril dan pemantauan obat dalam darah masih belum
dilakukan. Menurut Permenkes Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
RS kebijakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus
dilaksanakan secara multi disiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan biaya. IFRS sebagai satu-satunya penyelenggara pelayanan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan dan pendistribusian sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai [4].
Dari penjabaran tersebut sebagian penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di RS X masih
ada yang belum sesuai dengan standar. Keberhasilan penyelenggaraan standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian salah
satunya sumber daya manusia (SDM). Ketersediaan SDM farmasi selain mengikuti regulasi
yang ada juga harus menyesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit. Sehingga perlu perencanaan
SDM yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan SDM tersebut didasarkan pada beban
kerjanya, hal ini untuk mengetahui kapasitas kerja sehingga didapatkan keseimbangan antara
tenaga dan beban kerja. Oleh karena latar belakang tersebut peneliti ingin melakukan analisis
kebutuhan tenaga farmasi di IFRS X.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan
data kuantitatif untuk mengetahui kebutuhan tenaga farmasi guna meningkatkan pelayanan
kefarmasian di Instalasi Rumah Sakit X. Data awal diperoleh melalui studi pendahuluan untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ada di Rumah Sakit X. Dan penelitian ini menggunakan
data kegiatan rumah sakit yang diambil dari laporan tahunan Rumah Sakit X, wawancara
kepada Kepala IFRS X terkait kegiatan di IFRS X. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah perhitungan kebutuhan tenaga dengan metode WISN (Workload Indicator Staffing
Need). WISN bermanfaat untuk menghitung kebutuhan saat ini dan masa mendatang dan dapat
mengidentifikasi seberapa besar beban kerja SDM kesehatan. Langkah-langkah perhitungan
tenaga berdasarkan WISN ini meliputi 5 langkah, yaitu [5] :
1. Menetapkan Waktu Kerja Tersedia (WKT)
WKT = K - ( L + M + P + O) x E
Yang mana K adalah jumlah hari kerja, L adalah jumlah hari libur nasional, M adalah
jumlah hari cuti tahunan, P adalah jumlah hari tidak masuk kerja karena sakit atau izin. O
adalah pelatihan atau lainnya, semua dihitung dalam setahun. Sedangkan E adalah waktu
kerja efektif dalam satu hari.

2. Menetapkan Unit Kerja dan Kategori SDM yang Dihitung


Tujuannya adalah diperolehnya unit kerja dan ketegori SDM yang bertanggung jawab
dalam menyelenggarkan kegiatan pelayanan kesehatan perorangan pada pasien, keluarga,
dan masyarakat di dalam dan di luar rumah sakit.

3. Menyusun Standar Beban Kerja


Standar beban kerja disusun berdasarkan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk satu
kegiatan dan waktu kerja tersedia dalam setahun.

𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐤𝐞𝐫𝐣𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚 (𝐖𝐊𝐓)


𝐒𝐭𝐚𝐧𝐝𝐚𝐫 𝐛𝐞𝐛𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐫𝐣𝐚 =
𝐫𝐚𝐭𝐚 − 𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮

4. Menyusun Standar Kelonggaran


Menghitung faktor-faktor kelonggaran bertujuan mengetahui waktu untuk menyelesaikan
kegiatan diluar kegiatan pokok. Adapun rumusnya sebagai berikut:

𝐫𝐚𝐭𝐚 − 𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐩𝐞𝐫 𝐟𝐚𝐤𝐭𝐨𝐫 𝐤𝐞𝐥𝐨𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧


𝐒𝐭𝐚𝐧𝐝𝐚𝐫 𝐤𝐞𝐥𝐨𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧 =
𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐤𝐞𝐫𝐣𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚(𝐖𝐊𝐓)

5. Menghitung Kebutuhan Tenaga per Unit Kerja


Tahap terakhir adalah menghitung kebutuhan tenaga dengan rumus :

𝐤𝐮𝐚𝐧𝐭𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐤𝐞𝐠𝐢𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐩𝐨𝐤𝐨𝐤


𝐊𝐞𝐛𝐮𝐭𝐮𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐧𝐚𝐠𝐚 = + 𝐬𝐭𝐚𝐧𝐝𝐚𝐫 𝐤𝐞𝐥𝐨𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧
𝐬𝐭𝐚𝐧𝐝𝐚𝐫 𝐛𝐞𝐛𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐫𝐣𝐚
Kuantitas kegiatan pokok adalah jumlah suatu kegiatan pokok yang dilakukan dalam
setahun dikali waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Hasil
perhitungan kebutuhan tenaga dengan metode WISN akan dibandingkan dengan tenaga
yang ada sehingga diperoleh rasio WISN.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diambil dari laporan tahunan Rumah Sakit X melalui wawancara
kepada Kepala IFRS X didapatkan bahwa :
Tabel 1. Hasil Perhitungan Waktu Kerja Tersedia (WKT) Tenaga Apoteker di IFRS X
Kategori
Kode Faktor tenaga Keterangan
Pekerjaan x
K Hari kerja 258 Hari/tahun
M Cuti tahunan 12 Hari/tahun
O Pendidikan dan pelatihan 5 Hari/tahun
L Hari libur nasional 14 Hari/tahun
P Ketidakhadiran kerja 1 Hari/tahun
E Waktu kerja 12 Jam/hari
Hari kerja tersedia 226 Hari
Waktu kerja tersedia 2712 Jam/tahun

Pada tabel 1 hasil perhitungan tenaga apoteker dengan metode WISN di IFRS X
disesuaikan dengan pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Perhitungan WKT di IFRS X dalam
setahun dengan 12 jam sehari selama 5 hari dalam seminggu dikurangi libur nasional, cuti
bersama, pelatihan dan ketidakhadiran diperoleh WKT sebesar 2712 jam atau 162.720 menit
dalam setahun.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Standar Beban Kerja Tenaga Apoteker pada Pelayanan Rawat
Jalan dan Rawat Inap di IFRS X dengan metode WISN tahun 2021

Standar waktu
Volume Total beban
yang
No Kegiatan pekerjaan kerja per
dibutuhkan
(kasus/tahun) tahun (menit)
(menit)
1 Telaah resep farmasi rawat jalan 51386 2 102772
2 Menyiapkan obat non racikan 45885 2 91770
(ambil obat, memberi etiket)
Rawat jalan
3 Menyiapkan obat racikan (ambil 5501 5 27505
obat, etiket, racik) Rawat Jalan
4 Telaah resep farmasi rawat inap 4666 2 9332
5 Menyiapkan obat non racikan 4166 10 41660
(ambil obat, memberi etiket)
rawat inap
6 Menyiapkan obat racikan (ambil 500 5 2500
obat, etiket, racik) rawat inap
Menghubungi dokter bila ada 5606 4 22424
7
yang harus dikonfirmasi
8 Memberi informasi harga 14013 3 42039
resep/billing untuk pasien umum
asuransi PT
9 Menghitung dosis racikan 6000 1 6000
Verifikasi obat sebelum 56052 1 56052
10
diserahkan kepada pasien
11 Penyerahan obat dan edukasi 56052 3 168156
pasien
12 Input waktu tunggu 258 10 2580
13 Hitung jumlah resep akhir 258 10 2580
14 Rekap resep dan dokumentasi 516 15 7740
serah terima narkotika
psikotropika
15 Menerima telepon dari luar RS 258 3 774
16 Input resep FFS pada pasien 3096 3 9288
kronis
17 Input rujukan pasien kronis rujuk 130 5 650
balik
18 Checking internal transfer 3096 5 15480
19 Stocking internal transfer 3096 20 61920
20 Menyusun barang 3096 2 6192
21 Melayani permintaan CR 90 2 180
22 Kontrol manual ED obat 258 5 1290
23 Serah terima obat pasien rawat 258 10 2580
inap antara petugas farmasi
dengan perawat dan/atau petugas
farmasi dengan pasien atau
keluarga pasien
24 Konseling farmasi 720 7 5040
25 PIO 180 10 1800
26 Cek emergency trolly 108 5 540
27 Stock opname 12 2880 34560
28 Klaim FFS 12 360 4320
29 Monitoring efek sampingoObat 24 5 120
30 Menerima permintaan paket 2160 5 10800
tindakan
31 Retur obat ruang tindakan 56 30 1680
Jumlah beban kerja pertahun (menit) 740324
Jumlah beban kerja pertahun (jam) 12338.73333
Rata-rata waktu kerja produktif 398.0236559
Standar beban kerja 6.813665368

Dari tabel 2 diketahui aktivitas atau kegiatan pelayanan farmasi rawat jalan dan rawat inap
didapatkan bahwa nilai standar beban kerja yang dihasilkan dari 31 kegiatan yang
membutuhkan waktu 12338.73333 jam/tahun yaitu 6.813665368.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Standar Kelonggaran Tenaga Apoteker pada Pelayanan Rawat
Jalan dan Rawat Inap di IFRS X dengan metode WISN tahun 2021

Standar waktu
Volume Total beban
yang
No Kegiatan Pekerjaan kerja per
dibutuhkan
(kasus/tahun) tahun (menit)
(menit)
1 Waktu tunggu konfirmasi ke
5606 3 16818
dokter
2 Melakukan revisi input obat 28026 1 28026
3 Membeli obat keluar 2 5 10
Briefing shift 258 15 3870
5 Isoma 258 60 15480
6 Rapat akreditasi 30 240 7200
Jumlah beban kerja pertahun (menit) 71404
Jumlah beban kerja pertahun (jam) 1190.066667
Standar kelonggaran 0.438815143
Berdasarkan tabel 3 diketahui aktivitas atau kegiatan pelayanan farmasi rawat jalan dan
rawat inap. Nilai standar kelonggaran yang dihasilkan dari 6 kegiatan yang membutuhkan
waktu 1190.066667 jam/tahun yaitu 0.438815143.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Kebutuhan Tenaga Apoteker pada Pelayanan Rawat Jalan dan
Rawat Inap di IFRS X dengan metode WISN tahun 2021

Kebutuhan Tenaga Apoteker Pada Pelayanan Rawat Jalan dan Rawat Inap 4.97968
Rasio WISN 0.803264

Berdasarkan tabel 4 diatas perhitungan kebutuhan tenaga apoteker dengan metode WISN
didapatkan total kebutuhan tenaga apoteker untuk melakukan pelayanan farmasi rawat jalan
dan rawat inap sebanyak 4.97968 atau ≈5 tenaga apoteker sedangkan kenyataannya pada IFRS
X hanya terdapat 4 apoteker. Kemudian berdasarkan rasio WISN tenaga apoteker yang di
butuhkan untuk IFRS X sebesar 0.803264.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81 tahun 2004 tentang Pedoman
Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit menyatakan bahwa metode perhitungan kebutuhan SDM
berdasarkan beban kerja (WISN/ Workload Indicator Staffing Need) adalah suatu metode
perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang
dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas kesehatan dan
metode tersebut saat ini telah diadaptasi dan digunakan oleh Departemen Kesehatan RI [3].
Kelebihan metode WISN adalah mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis
mudah diterapkan, komprehensif dan realistis. Berdasarkan perhitungan kebutuhan tenaga
farmasi di IFRS X dengan metode WISN, didapatkan kebutuhan tenaga apoteker sebanyak 5
orang sedangkan saat ini tenaga apoteker yang ada masih berjumlah 4 orang. Hal ini
menunjukkan IFRS X masih membutuhkan tenaga apoteker sebanyak 1 orang. Jika dilihat dari
hasil perhitungan maka jumlah tenaga yang tersedia baru memenuhi 80 % dari total kebutuhan
tenaga, kondisi ini dapat mengakibatkan pengaruh buruk bagi pelayanan kefarmasian karena
beban kerja yang berlebih dapat mengakibatkan stress kerja yang berakibat buruk terhadap
keselamatan pasien [6].
Berdasarkan perhitungan rasio WISN, didapatkan rasio WISN tenaga farmasi di IFRS X
tahun 2021 sebesar 0.803264 atau ≤ 1.00 yang artinya kebutuhan tenaga pada saat ini tidak
memenuhi beban kerja sesuai dengan standar profesional yang telah ditetapkan. Untuk itu
diperlukan suatu perencanaan sumber daya manusia yang lebih baik. Semakin kecil rasio
WISN, semakin besar tekanan beban kerja. Rasio WISN yang kecil menunjukkan bahwa
jumlah tenaga farmasi saat ini lebih kecil daripada yang dibutuhkan. Sebaliknya rasio WISN
yang besar (lebih dari 1) menunjukkan adanya kelebihan tenaga apabila dibandingkan dengan
beban kerja. Rasio WISN yang semakin kecil menunjukkan beban kerja dari tenaga apoteker
semakin besar. Hal ini dapat mengakibatkan stres kerja yang bisa menyebabkan kelelahan
tenaga farmasi dan memungkinkan memicu timbulnya konflik. Berdasarkan penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dan tingkat kelelahan
kerja, adanya hubungan yang signifikan antara stres kerja dan kelelahan kerja serta adanya
hubungan yang signifikan antara konflik dan tingkat kelelahan kerja [7].
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa ada pengaruh antara beban kerja dan lingkungan
terhadap kinerja [8]. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya penambahan tenaga farmasi
untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di IFRS X.
KESIMPULAN
Hasil perhitungan kebutuhan tenaga farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X dengan
metode WISN membutuhkan tenaga farmasi sebanyak 5 orang sedangkan saat ini tenaga
apoteker yang ada masih berjumlah 4 orang. Artinya IFRS X masih membutuhkan tenaga
apoteker sebanyak 1 orang, sehingga penulis menyarankan perlu adanya penambahan tenaga
apoteker untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing Lahan Rumah Sakit dan Dosen
Pembimbing Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta serta rekan-rekan yang
terlibat dalam pembuatan jurnal ini.
DAFTAR RUJUKAN
1. Suciati S, Adisasmito WB. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis Di
Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayananan Kesehatan. 2006;09(01):19–26.
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta; 2014.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit. Jakarta; 2004.
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta; 2016.
5. Cania L. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Berdasarkan Beban Kerja Dengan Metode Workload
Indicator Staffing Need (WISN) Unit Rekam Medis Rumah Sakit Budi Agung Juwana.
Universitas Negeri Semarang. Universitas Negeri Semarang; 2019.
6. Annisa Susanto N, Mansur M, Djauhari T. Analisis Kebutuhan Tenaga di Instalasi Farmasi RS
Universitas Muhammadiyah Malang Tahun 2016. J Medicoeticolegal dan Manaj Rumah Sakit.
2017;6(2):82–90.
7. Hariyono W, Suryani D, Wulandari Y. Hubungan Antara Beban Kerja, Stres Kerja Dan Tingkat
Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota
Yogyakarta. J Kesehat Masy (Journal Public Heal. 2009;3(3):186–97.
8. Santoso MR, Widodo S. Pengaruh Beban Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. J Ilm M-PROGRESS V. 2022;12(1):84–
94.

Anda mungkin juga menyukai