OLEH :
1. ANDREYANA SEPTIAN
2. NENENG SARIBANON
3. ALYA NURFAJRIYAH
4. AMARA ARDELIA
5. SIFA JILAN MAHDIYAH
6. FARHATAINI NUR HAMDI
7. MAILANI RAU
8. RIAN HILBA SABIL
SEMESTER : 1
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAPERI CIBINONG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT atas anugrah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa
khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun penulis pun
menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Oleh
karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari
isi, maka kami memohon maaf dan kritik.
Serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk dapat
menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan negara yang dilewati oleh garis
katulistiwa yang memiliki kekayaan alam sangat melimpah, beragam kebudayaan, adat
istiadat, suku, ras, bahasa dan lain - lain. Indonesia merdeka pada tahun 1945 setelah melalui
begitu banyak halangan dan rintangan. Setelah merdeka, ada beberapa daerah yang ingin
memisahkan diri dari negara indonesia. Namun indonesia tidak begitu saja melepaskan daerah-
daerah itu dengan mudah untuk mendirikan negara baru.
Keutuhan bangsa dan negara indonesia harus tetap dijaga secara utuh. Dengan adanya
Pancasila, seluruh rakyat indonesia yang berasal dari beragam latar belakang kebudayaan, adat
istiadat, suku, ras, dan bahasa dapat dipersatukan. Dalam makalah ini kami membahas tentang
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) secara luas untuk menambah wawasan dalam
proses pembelajaran mata kuliah Pendidikan Pancasila..
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis menarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut
1. Apa pengertian NKRI dan Hakikat Negara ?
2. Bagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia ?
3. Bagaimana Negara Kebangsaan Pancasila ?
4. Bagaimana Hakikat Negara Integralistik ?
5. Apa Butiran-Butiran NKRI ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini ialah
1. Untuk mengetahui pengertian NKRI dan Hakikat Negara.
2. Untuk mengetahui Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Untuk mengetahui Negara Kebangsaan Pancasila.
4. Untuk mengetahui Negara Integralistik.
5. Untuk mengetahui Butiran-Butiran NKRI.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2. Hakikat Negara
Pengertian Negara. Manusia dalam merealiasisikan dan meningkatkan harkat dan
martabatnya tidaklah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai
makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Dalam pengertian
inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Menurut Harold
J. Laski, bahwa negara adalah suatu masyarakat yang intregasikan karena memiliki
2
wewenang yang bersifat Mamasa yang secara sah lebih tinggi dari pada individu atau
kelompok-kelompok yang ada dalam negara, jikalau cara hidup yang harus ditaati baik
oleh individu maupun oleh kelompok ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat
mengikat dan memaksa. Berdasarkan pengertian tersebut, maka unsur-unsur negara
adalah: wilayah, rakyat (penduduk), pemerintahan, dan kedaulatan (Budiraharjo, 1981:
42-44.
Berdasarkan ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka bangsa Indonesia
mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas tertentu yang karena ditentukan
oleh keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka bangsa ini mendirikan suatu negara
berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu Negara Kebangsaan serta
Negara yang Bersifat Integralistik. Hal itu sebagaimana dirumuskan dalam bukaan Undang-
Undang Dasar 1945 alinea IV. Dasar nilai filosofis negara dalam hubungannya dengan bentuk
negara, sebagaimana terkandung dalam Pasal (1) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Sebagai suatu kajian
hermeneutis, pandangan tentang paham berbentuk negara yang dikemukakan tatkala bangsa
Indonesia mendirikan negara, yaitu dalam Sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945.
3
John Locke, J.J. Rousscau, Herbert Spencer, dan Harold J. Laski (2) Aliran lain adalah teori
‘golongan’ dari negara (class theory) sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engles, dan Lenin.
(3) Aliran negara integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, dan Hegel.
Pendapat Soepomo tersebut nampaknya senada dengan pandangan Soekarno, M. Hatta dan
Yamin, yang menekankan pentingnya integrasi baik individu maupun masyarakat. Para pendiri
Republik ini menyakini dan menyadari bahwa filsafat individualisme-liberalisme tidak sesuai
dengan pandangan hidup bangsa Indonesia. Esensi negara kesatuan adalah terletak pada
pandangan ontologis tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Hakikat
negara persatuan adalah masyarakat itu sendiri.
Dalam hubungan ini negara tidak memandang masyarakat sebagai suatu objek yang berada di
luar negara, melainkan sebagai sumber genetik dirinya, masyarakat sebagai suatu unsur dalam
negara yang tumbuh bersama dari berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk
terselenggaranya kesatuan hidup dalam suatu interaksi saling memberi dan menerima antar
warganya. Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara bagian
(federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara yang bersifat
fundamental.
Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-makhluk sosial sebagai basis ontologi negara
kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan YME. Negara mengatasi
semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara tidak memihak pada salah satu golongan,
negara bekerja bagi kepentingan seluruh rakyat. Masyarakat adalah produk dari interaksi
antara segenap golongan yang ada didalamnya. Dengan demikian negara adalah produk dari
interaksi antara golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk yang demikian maka
‘logic in it self’ bahwa negara mengatasi setiap golongan yang ada dalam setiap golongan
yang ada dalam masyarakat (Besar, 1995: 84).
4
merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu negara Indonesia adalah negara yang
berdasarkan Pancasila sebagi suatu negara kesatuan sebagaimana termuat dalam
Pembukaan UUD 1945, Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat.
Ditegaskan kembali Pokok Pikiran Pertama “….bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.” Hakikat
negara kesatuan dalam pengertian ini adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari
unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis, suku
bangsa, golongan, kebudayaan, serta agama.
Pengertian ‘Persatuan Indonesia’ lebih lanjut dijelaskan secara resmi dalam Pembukaan
UUD 1945 yang termuat dalam berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 , bahwa bangsa
Indonesai mendirikan negara Indonesia dipergunakan aliran ‘Negara Persatuan’ yaitu
negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham perorangan. Jadi ‘Negara
Persatuan’ bukanlah negara berdasarkan indivualisme, sebagaimana diterapkan di negara
liberal di mana negara hanya sebagai suatu iakatan individu saja.
Bhinneka Tunggal Ika: sebagaimana diketahui bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri
atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat-istiadat
yang beraneka ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan
negara dan bangsa Indonesia. Hakikat makna Bhinneka Tunggal Ika yang memberikan
sesuatu pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas bermacam-
macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat, kebudayaan serta karakter berbeda-beda,
memiliki agama yang berbeda-beda dan terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah
nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah merupakan suatu persatuan, yaitu
persatuan bangsa dan negara Indonesia. Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan
kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan YME, namun perbedaan itu untuk dipersatukan
disintesiskan dalam suatu sintesis yang positif dalam suatu negara kebersamaan, negara
persatuan Indonesia (Notonegoro, 1975: 106).
5
2. NKRI adalah Negara Kebangsaan
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia adalah sebagai makhluk
Tuhan YME yang memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu yang memiliki kebebasan
dan juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Sebagaimana
dijelaskan di depan, menurut Yamin, bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu
bangsa dalam panggung politik internasional yaitu suatu bangsa yang modern yang
memiliki kemerdekaan dan kebebasan, berlangsung melalui tiga fase, yaitu zaman
kebangsaan Sriwijaya, negara kebangsaan zaman Majapahit.
Kedua zaman negara kebangsaan tersebut adalah merupakan kebangsaan lama, dan
kemudian pada gilirannya masyarakat Indonesia membentuk suatu Nationals Staat, atau
suatu Etat Nationale, yaitu suatu negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan
kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan (sekarang Negara
Proklamasi 17 Agustus 1945).
a) Hakikat Bangsa
Manusia sebagai makhluk Tuhan YME pada hakikatnya memiliki sifat kodrat sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Suatu bangsa bukanlah suatu manifestasi
kepentingan individu saja yang diikat secara imperatif dengan suatu peraturan
perundangan-undangan sebagaimana dilakukan oleh negara liberal. Demikian juga
suatu bangsa bukanlah suatu totalitas kelompok masyarakat yang menenggelamkan
hak-hak individu sebagaimana terjadi pada bangsa sosialis komunistis.
b) Teori Kebangsaan
Dakam tumbuh berkembangnya suatu bangsa atau juga disebut sebagai
‘Nation’, terdapat berbagai macam teori besar yang merupakan bahan komporasi bagi
proses pendirian negara Indonesia, untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki
sifat dan karakter sendiri.
6
bangsa, berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam suatu
wilayah yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Oleh karena itu, keadaan yang beraneka ragam
tersebut bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan
itu justru merupakan suatu daya penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam
suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud dalam
suatu kerjasama yang luhur.
7
yang merdeka. Bangsa Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan
mempersatukan keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut
negara Indonesia, Soepomo pada sidang pertama BPUPKI tanggal 31 Maret 1945,
mengusulkan tentang paham integralistik yang dalam kenyataan objektivnya berakar pada
budaya bangsa. Pemikiran Soepomo tentang negara integralistiktersebut adalah sebagai
berikut:
“Maka semangat kebatinan, struktur kerokhanian dari bangsa Indonesia bersifat dan cita-cita
persoalan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin, antara makrokosmos dan
mikrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai golongan
manusia itu tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia dianggap mempunyai tempat
dan kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri menurut kodratnya dan segala-segalanya
ditujukan kepada keseimbangan lahir dan bathin. Manusia sebagai seseorang tidak terpisah
dari seseorang yang lain atau dunia luar, dari golongan manusia, maka segala sesuatu
bercampur baur bersangkut paut, segala sesuatu berpengaruh dan kehidupan mereka
bersangkut paut” (Sekretariat Negara, 1995).
Kesatuan integral bangsa bangsa dan negara Indonesia dipertegas dalam pokok pikiran
pertama, “….Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”.
Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan dari sifat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian yang demikian ini maka manusia
pada hakikatnya merupakan makhluk yang saling tergantung, sehingga hakikat manusia itu
bukanlah total individu dan juga bukan total makhluk sosial. Relasi yang saling tergantung
tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah merupakan suatu suatu totalitas makhluk
individu dan makhluk sosial. Adapun penjelmaan dalam wujud persekutuan hidup bersama
adalah terwujud dalam suatu bangsa yang memiliki kesatuan integralistik (Besar, 1995: 77,
78). Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah
suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara mengatasi semua
golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan
betapapun golongan tersebut sebagai golongan terbesar. Negara dan bangsa adalah untuk
semua unsur yang membentuk kesatuan tersebut.
8
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan azas kebersamaan hidup,
mendambakan keselarasan dalam hhubungan antar individu maupun masyarakat. Dalam
pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak pada yang kuat, tidak mengenal
dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung
nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke-“Bhinneka Tunggal Ikaan”,nilai religius, serta keserasian
(Parieta, 1995:274).
Pemikiran negara integralistik yang telah berakar pada budaya bangsa Indonesia sejak zaman
dahulu kala pada hakikatnya terdiri atas bagian-bagian yang secara mutlak membentuk suatu
kesatuan. Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga,
kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, adapun wilayah terdiri
atas pulau-pulau keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan baik lahir maupun bathin.
Relasi yang memacu ke arah terbentuknya kebersamaan yang bersifat totalitas hanyalah relasi
yang ekuivalensi, yaitu di satu sisi mengandung kemiripan atau kesamaan. Kemiripan
membuat subjek saling membutuhkan dengan lain perkataan ‘saling tergantung’. Perpaduan
antara ‘saling relevan’ dengan ‘saling tergantung’ inilah yang menggerakkan terjadinya
interaksi antar subjek serta tanggapan yang memadai terhadap kondisi saling tergantung adalah
‘saling memberi’ antar subjek, bilamana mereka menghendaki terpeliharanya eksistensinya
dalam negara. Hanya dengan perantara interaksi antar subjek dengan saling memberi serta
saling tergantung, maka dapat memelihara eksistensinya dalam kebersamaan. Hal ini telah
9
terekspresi dalam akar budaya Indonesia dalam ungkapan-ungkapan, “bersatu kita teguh
bercerai kita runtuh”, “Persatuan Indonesia”, “Wawasan Nusantara”, serta “Bhinneka
Tunggal Ika”.
Totalitas dalam kehidupan negara itu, secara alami memberikan karakteristik pada manusia (1)
manusia adalah makhluk yang saling tergantung antara satu dan lainnya maupun dengan
lingkungannya, (2) tugas hidup manusia secara kodrat adalah memberi kepada lingkungannya.
(Besar, 1995: 77, 78).
Jati diri integralistik Indonesia memang sebagai suatu paham tersendiri di samping paham-
paham besar dunia yaitu individualisme, liberalisme, dan sosialisme-komunisme.
Negara pada hakikatnya adalah suatu lembaga kemasyarakatan sehingga negara adalah
masyarakat itu sendiri. Masyarakat mewakili diri dalam Negara, dengan kewibawaannya dan
ia angkat untuk menata dan mengatur dirinya dalam mencapai kesejahteraan bersama dalam
hidupnya. Dalam pengertian inilah maka negara memandang masyarakat bukan sebagai objek
yang berada di luar negara, melainkan sebagai sumber genetik dari dirinya. Masyarakat
dipandang sebagai pertumbuhan bersama dari berbagai golongan yang mencapai persatuannya.
10
Maka kesatuan dalam masyarakat bukanlah hanya masalah lahiriah saja melainkan juga
batiniah.
Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat. Negara tidak memihak pada
salah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh rakyat. Hal ini sebagai
konsekuensi bahwa negara pada hakikatnya adalah masyarakat itu sendiri, oleh karena itu
negara untuk semua golongan, semua bagian, dan semua rakyat.
Berdasarkan pengertian paham integralistik tersebut maka rincian pandangan tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
b) Semua golongan, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya.
c) Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang
organis.
d) Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
e) Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
f) Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
g) Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja.
h) Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
i) Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang
tak dapat dipisahkan (Yamin, 1959).
E. Butiran-Butiran NKRI
1. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa. Landasan pokok sebagai pangkal tolak paham tersebut adalah Tuhan adalah
sebagai Sang Pencipta segala sesuatu. Setiap individu yang hidup dalam suatu bangsa
adalah sebagai makhluk Tuhan, maka bangsa dan negara sebagai totalitas yang integral
adalah Berketuhanan, demikian pula setiap warganya juga ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Negara kebangsaan Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara kebangsaan yang
11
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memgang teguh cita-cita
kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan dengan segala hak dan kewajibannya.
Negara tidak memaksakan agama. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah
merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak karena langsung bersumber pada
martabat manusia yang berkedudukan kodrat sebagai pribadi dan sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Setiap umat beragama memiliki kebebasan untuk menggali dan
meningkatkan kehidupan spiritualnya dalam masing-masing agama. Negara wajib
memelihara budi pekerti yang luhur dari setiap warga negara pada umumnya dan para
penyelenggara negara khususnya berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
12
ketaqwaannya terhadap Tuhannya, sedangkan dalam negara manusia memiliki hak-hak
dan kewajiban secara horizontal dalam hubungannya dengan manusia lain.
Negara Pancasila pada hakikatnya megatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama
dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak. Pasal 29 ayat
(2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan
menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing.
Negara adalah urusan hubungan horizontal antara manusia dalam mencapai tujuannya,
adapun agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama. Walaupun dalam negaa
sekuler membedakan antara negara dengan agama, namun lazinya warga negara diberikan
kebebasan dalam memeluk agama masing-masing.
13
d) Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme
Negara liberal hakikatnya mendasarkan pada kebebasan individu. Negara adalah
merupakan alat atau sarana individu, sehingga masalah agama dalam negara sangat
ditentukan oleh kebebasan individu. Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk
memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun
dalam negara liberal juga diberi kebebasan untuk tidak percaya terhadap Tuhan atau atheis.
Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan dan
ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh
kesepakatan individu-individu sebagai warga negaranya. Dalam sistem negara liberal
membedakan dan memisahkan antara negara degan agama atau bersifat sekuler.
➢ Paham Liberal
Manusia menurut paham liberalisme memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi
yang utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu
memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Dalam pengertian inilah
maka dalam hidup masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia akan
menjadi ancaman bagi manusia lainnya. Negara menurut liberalisme harus tetap menjamin
kebebasan individu, dan untuk itu maka manusia secara bersama-sama mengatur negara.
14
2. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Negara pada hakikatnya menurut pandangan filsafat Pancasila adalah merupakan suatu
persekutuan hidup manusia, yang merupakan suatu penjelmaan sita kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk Tuhan YME. Negara adalah
lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi tercapainya harkat dan
martabat manusia serta kesejahteraan lahir maupun batin.
Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara, asas kerokhanian, struktur dan
keadaan negara harus koheren dengan hakikat manusia yang adi dan beradab. Struktur dan
keadaan negara tersebut adalah meliputi (1) bentuk negara, (2) tujuan negara, (3) organisasi
negara, (4) kekuasaan negara, (5) penguasa negara, (6) warga negara, masyarakat, rakyat dan,
bangsa (bandingkan Notonagoro, 1975). Negara Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang
berkemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendasarkan nasionalisme (kebangsaan) berdasarkan
hakikat kodrat manusia yang adil dan beradab. Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang
berkemanusiaan, berkeadilan, berkeadaban, maka bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistic.
15
negara. Di berbagai negara, sistem demokrasi diterapkan misalnya Perdana Menteri dipilih
oleh parlemen. Berdasarkan berbagai teori dan konsep pemikiran demokrasi dan praktis
demokrasi, maka demokrasi seyogyanya dipahami dan perspektif yang komprehensif, yaitu
meliputi aspek filosofis, normatif, dan praktis. Aspek filosofis menyangkut dasar filosofis
demokrasi yang menjadi dasar hakikat sesuai dengan landasan ontologis.
Aspek normatif menyangkut bagaimana norma-norma sebagai asa dan aturan dalam demokrasi
dikembangkan berlandaskan dasar filosofis masyarakat, bangsa, dan negara.
a) Bentuk- bentuk demokrasi
Dalam suatu negara misalnya diterapkan demokrasi dengan sistem presidensial dan sistem
parlementer. Sistem presidensial adalah sistem yang menekankan pentingnya pemilihan
presiden secara langsung, sehingga presiden mendapatkan mandat secara langsung dari
rakyat. Dalam sistem ini presiden merupakan kepala eksekutif sekaligus kepala negara.
Yang menerapkan sitem ini adalah negara Amerika dan negara Indonesia. Sedangkan
sistem parlementer menerapkan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif
dan legislatif. Kepala eksekutif berada ditangan perdana menteri, dan kepala negara
beradaditangan ratu. Yang menerapkan sistem ini seperti Inggris, India, dan lain-lain.
16
c) Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi ini dilaksanakan di negara-negar komunis seperti Rusia, China, Vietnam, dan
lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demookrasi liberal akan menghasilkan
kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, ddan akhirnay kapitalislah yang
menguasai negara. Menurut pandangan kaum Marxis-Leninis, sistem demokrasi delegatif
harus dilengkapi, pada prinsipnya denagn suatu sistem yang terpisah tetapi sama pada
tingkat partai komunis. Transisi menuju sosialisme dan komunisme memerlikan
kepemimpinan yang profesional, dari kader-kader revolusioner dan disiplin (Lenin, 1947,
dalam Held, 1995). Berdasarkan teori tersebut, praktek demokrasi merupakan kekuasaan
berada ditangan rakyat. Yang di maksud dengan demokrasi deliberatif secara istilah berarti
“konsultasi”, “menimibang-nimbang”, atau yang sangat populer dalam politik disebut
dengan istilah musyawarah. Jadi, dalam pelaksanaan demokrasi tidak hanya didasarkan
atas prinsip kuantitas metematis belaka, melainkan dalam berbagai aspek ditentukan
dengan musyawarah, dengan berbagai pertimbangan akan tetapi paradigmanya demi
kesejahteraan rakyat.
17
5. NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berkeadilan Sosial
Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa
negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sifat kodrat
individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan dalam hidu bersama
(Keadilan Sosial).
Dalam hidup bersama baik dalam masyarakat, bangsa, dan negara harus terwujud suatu
keadilan (Keadilan Sosial), yang meliputi tiga hal yaitu: (1)keadilan distributif (keadilan
membagi), yaitu negara terhadap warganya, (2) keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu warga
terhadap negaranya untuk mentaati peraturan perundangan, dan (3) keadilan
komutatif (keadilan antar sesama warga negara), yaitu hubungan keadilan antara warga satu
dengan lainnya secara timbal balik (Notonegoro, 1975).
Sebagai suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
sebagai suatu negara kebangsaan, bertujuan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh
tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan warganya (tujuan
khusus). Adapun tujuan dalam pergaulan antar bangsa di masyarakat internasional
bertujuan: “ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial”. Realisasi dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam
suatu negara kebangsaan, mengharuskan negara untuk menciptakan suatu peraturan
perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan
sosial harus merupakan suatu negara yang berdasarkan atas hukum. Sehingga sebagai suatu
negara hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu: (1) pengakuan dan perlindugan
atas hak-hak asasi manusia, (2) peradilan yang bebas, dan (3) legalitas dalam arti hukum dalam
segala bentuknya.
Dalam realisasinya Pembangunan Nasional adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan negara,
sehingga Pembangunan Nasional harus senantiasa meletakkan asas keadilan sebagai dasar
operasional serta dalam penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam pemerintahan
negara. Dalam realisasinya pemerintah mengembangkan Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Pertimbangan
18
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut
dijelaskan bahwa Pemerintah Pusat memberikan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengatur
dan menjalankan roda pemerintahan daerah masing-masing, dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Berdasarkan asas keadilan
sebagaimana terkandung dalam sila kelima Pancasila, seharusnya tidak meninggalkan hakikat
negara persatuan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, karena praktek otonomi daerah yang tidak
mendasarkan pada prinsip negara persatuan dewasa ini menimbukan disparitas di bidang
ekonomi, sosial, politik bahkan kebudayaan.
Prinsipnya berdasarkan sila kelima Pancasila, prinsip demokrasi melalui otonomi daerah harus
tetap diarahkan pada tujuan pokok negara yaitu kesejahteraan seluruh rakyat dan tetap
meletakkan pada prinsip persatuan.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir bersamaan dengan peristiwa proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan bersamaan dengan pengesahan UUD 1945 tanggal 18 Agustus
1945. Oleh karena itu, Proklamasi dan UUD 1945 sekaligus sebagai landasan NKRI. Sebagai
negara yang berdiri secara berdaulat NKRI memiliki kedaulatan akan wilayah yang jelas serta
pengaturan penyelenggaraan pemerintahan secara berdaulat tanpa pengaruh dari negara lain.
Dinamika NKRI, mengharuskan seluruh potensi bangsa untuk bertekad mempertahankan
keutuhan NKRI, dari berbagai ancaman dan gangguan yang membahayakan eksistensi NKRI
sebagai negara yang berdaulat.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa
dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
21