Ardhiyan Nugrahanto
2300103922157040
Bahasa Inggris
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuia-Nya sehingga
tugas laporan ini dapat tersusun dengan baik. Saya mengucapkan terima kasih atas
bimbingan dan panduan dari panitia PPG LPTK Universitas Negeri Surabaya
(UNESA) selaku penyelenggara dan rekan-rekan Angkatan II Kategori Guru
Penggerak PPG Dalam Jabatan Universitas Negeri Surabaya tahun 2023 yang
telah banyak memberikan dukungan semangat dan motivasi.
Saya berharap semoga tugas Laporan 1 ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca tentang mekanisme pelaksanaan PPG Dalam
Jabatan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Akhir kata, sebagai penyusun tugas laporan ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Henny Riandari selaku Fasilitator dan juga kepada Bapak Milwahyudi
Rosid sebagai Pengajar Praktik, yang senantiasa selalu sabar mendampingi dalam
Program Guru Penggerak, serta kepada rekan kelas 06.039 yang selalu
berkolaborasi dan berdinamika bersama dalam menyelesaikan portofolio ini.
Tidak lupa juga kepada Pengawas, Kepala Sekolah, Komite Sekolah dan rekan
Guru serta seluruh warga di Sekolah Nasional Tiga Bahasa SD Bhakti Tunas
Harapan Kota Magelang yang tiada henti selalu mendukung saya dalam
melaksanakan PPG Dalam Jabatan ini.
Semoga tugas laporan ini membawa keberkahan dan memberikan informasi yang
bermanfaat kepada seluruh insan pendidikan khususnya dan masyarakkat luas
pada umumnya. Sekali mengikuti Program Guru Penggerak dan PPG selamanya
menginspirasi.
Salam dan bahagia.
Ardhiyan Nugrahanto
DAFTAR ISI
2.4 BudayaPositif
Seorang guru memiliki peran untuk membangun atau mewujudkan budaya
positif di sekolah. Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau
keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Budaya positif diawali dengan
perubahan paradigma tentang teori kontrol. Selama ini barangkali kita sebagai
guru merasa berkewajiban mengontrol perilaku siswa agar memiliki perilaku
sesuai yang guru harapkan.
Budaya positif adalah suatu pembiasaan yang bernilai positif, Di dalamnya
mengandung sejumlah kegiatan yang mampu menumbuhkan karakter murid.
Budaya positif perlu dibangun dalam suatu kelas. Untuk mewujudkan budaya
positif harus dilakukan sejak dini mengingat dalam prosesnya membutuhkan
waktu yang lama dan konsisten dari setiap stakeholder yang ada. Sebagai calon
guru penggerak, tentu memiliki peran yang besar dalam mewujudkan disiplin
positif, baik di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah. Di lingkungan
sekolah, guru dapat menerapkan budaya positif seperti bekerja sama dengan rekan
sejawat, berinteraksi secara akrab dengan peserta didik, menerapkan sikap disiplin
dan bertanggung jawab serta menjadi teladan bagi peserta didik. Sedangkan di
lingkungan kelas, salah satu langkah yang guru dapat lakukan adalah membangun
budaya positif melalui komunikasi serta adanya keyakinan yang diyakini baik dan
positif.
Pembentukan keyakinan kelas memiliki dampak yang besar terhadap
keberhasilan pembelajaran. Apabila guru dan murid membuat keyakinan kelas
dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran, maka akan berpengaruh pada
perubahan tingkah laku peserta didik. Perubahan tingkah laku ini juga akan
berujung pada terbentuknya budaya positif di kelas. Untuk itu, keyakinan yang
baik tidak hanya digunakan dalam pembelajaran saja, namun perlu juga
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah
bagaimana menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah
yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta
kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi
karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari
kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif. Sebuah cara
menanamkan disiplin positif pada murid yaitu dengan Restitusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok
mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga adalah
proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah,
dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan,
dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan
memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada
bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari
ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-
nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya di modul 1.2, kita telah belajar
tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik. Ada
peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh karakternya, ketika mereka
melakukan kesalahan, karena pada hakikatnya begitulah cara kita belajar.
Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun
mereka juga dapat belajar dari pengalaman untuk membuat pilihan yang lebih
baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku
mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang
berharga untuk hidup mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1 Refleksi
Setelah mempelajari modul 1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4, tentunya saat ini saya
sudah memahami bahwa sebagai pendidik, kita diibaratkan sebagai seorang petani
yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur. kita
akan memastikan bahwa tanah tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang
cocok untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,
“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan
seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik)
yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat
memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air,
membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan
lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I
No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)
Dari uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan
sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah
jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari halhal
yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai
contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid
akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di
sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-
tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.
Pada Modul 1.1 saya mendapatkan beberapa pemahaman. Pertama, bahwa
murid adalah tujuan utama dari Pendidikan, seperti yang disampaikan oleh Bapak
Ditjen Irwan Syahril bahwa tujuan Pendidikan ada tiga yaitu murid, murid dan
murid. Hal tersebut menunjukkan murid adalah segalanya dalam proses
Pendidikan. Input output Pendidikan juga terlihat nyata pada diri murid. Kedua,
murid telah memiliki kodrat yang ada pada diri masing-masing, guru layaknya
petani yang menyiapkan lahan penyemaian terbaik baik benih (baca:murid), tugas
guru hanya menuntun agar kodrat yang ada pada murid dapat diarahkan menuju
kebaikan. Ketiga, kebijaksanaan sebagai titik utama dari tujuan Pendidikan, budi
pekerti yang diharapkan dapat membuahkan kebijaksanaan diri murid. Sedangkan,
modul 1.4 tentang budaya positif mengajarkan pada guru untuk memainkan posisi
sebagai manager dalam menghadapi murid, melaksanakan segitiga restitusi,
menelisik kebutuhan dasar yang berusaha dipenuhi siswa dalam perilakunya di
sekolah. Kesepakatan kelas menjadi hal yang menarik yang saya lakukan saat
mempelajari modul 1.4, murid di kelas berusaha ditanamkan kesepakatan-
kesepakatan kelas yang diyakini.
Aksinyata yang saya lakukan dengan mengemas pembelajaran semanarik
mungkin menggunakan media belajar, media alam, dan membuat bahan ajar yang
menarik. Selain itu dalam pembelajaran juga saya menciptakan project yang
dihasilkan siswa berupa hasta karya yang berhubungan dengan materi pelajaran.
Refleksi saya terhadap pembelajaran pada modul 1 ini adalah ada banyak
hal (kekuatan) yang bisa digali, baik dari diri, murid, rekan sejawat maupun
lingkungan sekolah. Selain itu, guru juga harus pandai dalam merancang
pembelajaran agar murid dapat mengembangkan kodratnya menuju kebaikan.
Dharma, A. (2022). Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga kependidikan.
Dharma, A. (2022). Modul 1.3 Visi Guru Penggerak. Jakarta: Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga kependidikan.
Gossen, D. (2004). It's All About We: Rethinking Discipline Using Restitution.
Diakses dari https://www.summiteducation.ca/five-positions-of-control/