Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

ERYTHROPOIETIN

DOSEN PENGAMPU : Kurniati, M. Farm, Apt

Disusun Oleh :

ANNIDA RAHMAN (21482011050)

UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA

PRORAM STUDI FARMASI

2023
ABSTRAK
Erythropoietin (EPO) adalah hormon yang diproduksi oleh ginjal manusia dan berperan
dalam regulasi produksi sel darah merah. Hormon ini bertanggung jawab untuk merangsang
sumsum tulang dalam memproduksi lebih banyak sel darah merah ketika tingkat oksigen dalam
tubuh rendah. EPO telah menjadi fokus penelitian dalam konteks medis.

Dalam pengobatan medis, EPO digunakan untuk mengatasi anemia yang terkait dengan
gagal ginjal atau penyakit yang mengganggu produksi EPO alami. Melalui suntikan, EPO dapat
meningkatkan produksi sel darah merah dan memperbaiki gejala anemia.

Sejarah EPO dimulai pada awal abad ke-20 dengan penemuan awal tentang adanya zat
yang merangsang produksi sel darah merah. Kemudian, melalui penelitian dan teknologi
rekombinan DNA, EPO rekombinan berhasil dihasilkan dan digunakan dalam pengobatan
medis.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan karunianya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini
adalah "ERYTHROPOIETIN".

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
mata kuliah Bioteknologi Ibu Kurniati, M. Farm, Apt yang telah memberikan tugas terhadap
penulis. penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam pembuatan makalah ini.

makalah ini jauh dari sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, maka kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya
pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Cirebon, Juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................................. 2

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 3

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 4

BAB 1 ........................................................................................................................................ 6

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 6

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 6

1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................................................. 6

1.3 Metodologi Penelitian ...................................................................................................... 6

BAB 2 ........................................................................................................................................ 7

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 7

2.1 Teori Umum Erythropoietin ............................................................................................ 7

2.1.1 Pengertian Erythropoietin ......................................................................................... 7

2.1.2 Sejarah Erythropoietin ............................................................................................. 8

2.2 Formulasi Erythropoietin ................................................................................................. 9

2.2.1 Erythropoietin Alfa ................................................................................................... 9

2.2.2 Erythropoietin Beta ................................................................................................... 9

2.2.3 Darbepoetin Alfa ..................................................................................................... 10

2.2.4 Biosimilar EPO ....................................................................................................... 10

2.3 Rute Penggunaan Sediaan Erythropoietin ..................................................................... 10

2.3.1 Injeksi Subkutan...................................................................................................... 10

2.3.1 Injeksi Intravena...................................................................................................... 10

2.4 Tahap Produksi Erythropoietin ...................................................................................... 11

2.4.1 Stimulus hipoksia .................................................................................................... 11

2.4.2 Perangsangan ginjal ................................................................................................ 11

2.4.3 Produksi dan pelepasan EPO .................................................................................. 11


2.4.4 Transport EPO ........................................................................................................ 11

2.4.5 Interaksi dengan sumsum tulang............................................................................. 12

2.5 Persyaratan Farmakope Dan Evaluasi Mutu Sediaan Erythropoietin ............................ 12

BAB 3 ...................................................................................................................................... 14

PENUTUP................................................................................................................................ 14

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15


BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hormon eritropoietin atau EPO adalah hormon yang berfungsi
untuk mengatur produksi sel darah merah di sumsum tulang. Hormon ini
diproduksi di dalam hati namun dalam jumlah sedikit. Kekurangan atau
kelebihan hormon ini dapat menyebabkan beberapa penyakit yang
berbahaya.

Produksi erythropoietin bisa berkurang atau bahkan tidak dihasilkan


sama sekali ketika ginjal mengalami gangguan, misalnya akibat gagal ginjal
kronik. Akibatnya, jumlah sel darah merah akan berkurang hingga
menyebabkan anemia. Kadar erythtopoietin dapat ditingkatkan melalui
pemberian suntikan eriythropoietin buatan (Adrian,2020)

EPO adalah erythropoiesis stimulating agent yang merangsang pabrik


darah di sumsum tulang. Ketika ginjal rusak, EPO berkurang sehingga dapat
dipastikan setiap penderita gangguan fungsi ginjal akan mengalami kekurangan
darah, Hb turun dan timbul anemia (Kendra, 2018)

1.2 Tujuan Penelitian


1) Memahami peran EPO dalam regulasi produksi sel darah merah
2) Menjelaskan formulasi erythropoietin
3) Menjelaskan rute penggunaan sediaan erythropoietin
4) Menggambarkan tahap produksi erythropoietin
5) Menjelaskan persyaratan farmakope dan evaluasi mutu sediaan erythropoietin

1.3 Metodologi Penelitian


1) Penelaahan Pustaka: Melakukan studi literatur yang komprehensif tentang
erythropoietin.
2) Identifikasi Tujuan: Menentukan tujuan spesifik dari makalah untuk setiap
materi yang dibahas.
3) Pengumpulan Data: Mengumpulkan data dan informasi yang relevan mengenai
erythropoietin dari sumber-sumber yang terpercaya, seperti jurnal ilmiah,
artikel penelitian, dan sumber-sumber akademik lainnya.
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Teori Umum Erythropoietin
2.1.1 Pengertian Erythropoietin
Erythropoietin adalah hormon yang diproduksi oleh ginjal manusia dan
berfungsi dalam regulasi produksi sel darah merah dalam tubuh. Hormon ini
bertanggung jawab untuk merangsang sumsum tulang dalam memproduksi
lebih banyak sel darah merah, yang membawa oksigen ke seluruh tubuh.

Erythropoietin diproduksi oleh sel-sel ginjal yang disebut sel-sel tubulus


ginjal. Produksi hormon ini dipengaruhi oleh kadar oksigen dalam darah. Ketika
kadar oksigen dalam darah rendah, seperti dalam kondisi hipoksia (kurangnya
oksigen), ginjal merespons dengan meningkatkan produksi erythropoietin.

Erythropoietin bekerja dengan cara merangsang sel-sel induk dalam


sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi sel darah merah. Proses ini
disebut eritropoiesis. Sel darah merah yang matang kemudian dilepaskan ke
dalam aliran darah untuk menggantikan sel darah merah yang mati atau rusak.

Penggunaan erythropoietin sintetik (rekombinan) telah dikembangkan


sebagai obat untuk mengatasi anemia yang terkait dengan berbagai kondisi
medis, seperti gagal ginjal kronis, kanker, dan pengobatan kimiawi.
Erythropoietin juga dapat disalahgunakan sebagai doping dalam olahraga
karena dapat meningkatkan produksi sel darah merah dan meningkatkan kinerja
atlet.

Pada stimulasi produksi sel darah merah, EPO bertanggung jawab untuk
merangsang produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Saat tingkat oksigen
dalam jaringan turun, seperti pada kondisi hipoksia (kurangnya oksigen), ginjal
akan merespons dengan meningkatkan produksi EPO. EPO kemudian memicu
proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor eritrosit dalam sumsum tulang,
sehingga meningkatkan jumlah eritrosit yang diproduksi.

Pada pengaruh EPO pada eritropoiesis, EPO berinteraksi dengan


reseptor spesifik pada permukaan sel progenitor eritrosit. Setelah berikatan
dengan reseptor, EPO memicu serangkaian sinyal intraseluler yang mengarah
pada proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor eritrosit menjadi eritrosit
matang. Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis.

Pada pengaruh hipoksia pada produksi EPO, Hipoksia, atau kekurangan


oksigen dalam jaringan, merupakan stimulus utama untuk meningkatkan
produksi EPO. Selain itu, faktor-faktor lain seperti penurunan konsentrasi
oksigen di udara yang dihirup, peningkatan kebutuhan oksigen dalam tubuh
(misalnya selama olahraga intens), atau kondisi penyakit tertentu seperti
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga dapat merangsang produksi EPO.

Pengaruh EPO pada transport oksigen, Eritrosit yang diproduksi oleh


eritropoiesis yang dipicu oleh EPO membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan tubuh yang membutuhkan. Jumlah eritrosit yang adekuat dan tingkat
hemoglobin yang tepat (protein yang membawa oksigen dalam eritrosit) yang
diatur oleh EPO, memastikan bahwa oksigen disalurkan secara efisien ke sel-
sel tubuh.

Peran EPO dalam kondisi medis, EPO sintetik atau rekombinan telah
digunakan dalam bidang medis untuk mengobati anemia yang disebabkan oleh
berbagai kondisi, seperti gagal ginjal kronik, kanker, dan pengobatan kanker
yang melibatkan kemoterapi. EPO juga telah digunakan dalam kontroversi
olahraga terkait doping darah, di mana atlet mencoba meningkatkan performa
mereka dengan meningkatkan jumlah eritrosit dalam tubuh.

2.1.2 Sejarah Erythropoietin


Eritropoietin (EPO) dimulai pada tahun 1906 ketika ahli fisiologi
Austria, Paul Carnot, dan ahli patologi Prancis, Camille Barrault, pertama kali
mengajukan hipotesis tentang adanya suatu zat yang merangsang produksi sel
darah merah. Namun, upaya untuk mengisolasi dan mengidentifikasi EPO
secara eksperimental masih memerlukan waktu yang lama.

Pada tahun 1950-an, penelitian terkait dengan produksi sel darah


merah dan regulasi hormon di dalam tubuh menjadi lebih maju. Pada tahun
1957, ahli hematologi Amerika Serikat, Eugene Goldwasser, bersama dengan
tim peneliti di University of Chicago, berhasil mengisolasi dan
mengkarakterisasi EPO dari ginjal manusia. Ini adalah langkah besar dalam
pemahaman tentang EPO.
Pada tahun 1977, peneliti Jepang, Takaji Miyake, mengisolasi gen
yang bertanggung jawab untuk produksi EPO. Gen ini kemudian diidentifikasi
dan disebut gen EPO. Penemuan ini membuka pintu bagi produksi EPO
rekombinan, yaitu produksi EPO dalam laboratorium menggunakan teknik
rekombinan DNA.

Pada tahun 1985, perusahaan bioteknologi Amerika Serikat, Amgen,


berhasil menghasilkan EPO rekombinan pertama menggunakan teknologi
rekombinan DNA. EPO rekombinan ini kemudian disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat pada tahun 1989 untuk penggunaan
dalam pengobatan anemia yang terkait dengan gagal ginjal.

Penggunaan EPO dalam dunia olahraga mulai menjadi perhatian pada


tahun 1990-an. EPO sintetis mulai digunakan sebagai agen doping oleh atlet
untuk meningkatkan daya tahan dan kinerja mereka dalam olahraga aerobik.
Namun, upaya dilakukan untuk mendeteksi penggunaan EPO doping dan aturan
anti-doping diterapkan oleh berbagai badan olahraga untuk mencegah
penggunaan ilegal EPO.

Seiring waktu, penelitian dan pemahaman tentang EPO terus


berkembang. Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian telah dilakukan untuk
mempelajari efek EPO pada kondisi medis lainnya, seperti kanker, stroke, dan
penyakit autoimun.

2.2 Formulasi Erythropoietin


2.2.1 Erythropoietin Alfa
EPO alfa adalah bentuk EPO yang dihasilkan melalui teknologi
rekombinan DNA. Ini adalah bentuk sintetis dari hormon EPO yang memiliki
struktur dan fungsi yang serupa dengan EPO alami yang diproduksi oleh tubuh.
EPO alfa sering digunakan dalam pengobatan anemia yang disebabkan oleh
gagal ginjal, kanker, dan pengobatan kanker yang melibatkan kemoterapi.

2.2.2 Erythropoietin Beta


EPO beta juga merupakan bentuk rekombinan EPO yang digunakan
dalam pengobatan anemia. Seperti EPO alfa, EPO beta juga memiliki struktur
dan fungsi yang mirip dengan EPO alami. EPO beta sering digunakan untuk
mengobati anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau anemia terkait
dengan kemoterapi.

2.2.3 Darbepoetin Alfa


Darbepoetin alfa adalah bentuk modifikasi dari EPO alfa yang memiliki
masa paruh yang lebih lama. Ini diperoleh melalui rekombinasi DNA dan
memungkinkan dosing yang lebih jarang. Darbepoetin alfa sering digunakan
dalam pengobatan anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau kanker.

2.2.4 Biosimilar EPO


Selain bentuk EPO rekombinan, juga tersedia biosimilar EPO.
Biosimilar adalah produk yang serupa secara biologis dengan obat biologis yang
sudah ada (dalam hal ini EPO alfa atau beta). Biosimilar EPO telah melewati
uji kesetaraan dengan EPO referensi dan dianggap memiliki efek terapeutik
yang serupa.

2.3 Rute Penggunaan Sediaan Erythropoietin


2.3.1 Injeksi Subkutan
Rute pemberian EPO yang paling umum adalah melalui injeksi subkutan
(di bawah kulit). Ini melibatkan penyuntikan EPO menggunakan jarum kecil
pada lapisan lemak di bawah kulit, seperti pada area perut, lengan atas, atau
paha. Injeksi subkutan biasanya dilakukan oleh pasien sendiri atau orang lain
yang telah dilatih dengan benar. Ini adalah metode yang nyaman dan relatif
mudah dilakukan.

2.3.1 Injeksi Intravena


Dalam beberapa kasus, EPO juga dapat diberikan melalui injeksi
intravena (IV) langsung ke dalam pembuluh darah. Ini sering dilakukan di
lingkungan medis seperti rumah sakit atau klinik. Penggunaan injeksi intravena
EPO dapat memberikan efek yang lebih cepat dan langsung karena obat
langsung masuk ke dalam sirkulasi darah.

Rute penggunaan EPO yang dipilih akan tergantung pada tujuan terapi,
preferensi pasien, dan rekomendasi dokter. Dalam kedua rute penggunaan ini,
dosis EPO dan jadwal pemberian akan ditentukan oleh dokter berdasarkan
kondisi medis pasien, tingkat anemia, dan respons terhadap terapi.
Penting untuk diingat bahwa penggunaan EPO harus selalu dilakukan di
bawah pengawasan dan petunjuk dokter yang berkompeten. Pasien harus
mengikuti instruksi penggunaan yang diberikan oleh tenaga medis dan
melaporkan setiap efek samping atau perubahan dalam kondisi mereka.

2.4 Tahap Produksi Erythropoietin


2.4.1 Stimulus hipoksia
Produksi EPO di dalam tubuh dipicu oleh kondisi hipoksia, yaitu
kekurangan oksigen dalam jaringan. Ketika terjadi penurunan kadar oksigen
dalam darah atau jaringan, ginjal akan merespons dengan meningkatkan
produksi EPO. Kondisi hipoksia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
tingginya ketinggian, penyakit paru-paru, penyakit jantung, atau penurunan
pasokan oksigen.

2.4.2 Perangsangan ginjal


Ginjal merupakan organ utama yang bertanggung jawab dalam produksi
EPO. Ketika ginjal mendeteksi tingkat oksigen yang rendah, terutama dalam
sel-sel tubulus ginjal, mereka merespons dengan merangsang produksi EPO.
Sel-sel tubulus ginjal memiliki reseptor khusus yang mendeteksi hipoksia dan
mengaktifkan jalur sinyal yang memicu produksi EPO.

2.4.3 Produksi dan pelepasan EPO


Setelah ginjal merespons stimulus hipoksia, mereka mulai memproduksi
EPO. EPO diproduksi oleh sel-sel tubulus ginjal melalui proses sintesis protein
yang kompleks. Setelah diproduksi, EPO dilepaskan ke dalam sirkulasi darah.
Selain ginjal, hati juga dapat memproduksi EPO dalam jumlah yang lebih
sedikit.

2.4.4 Transport EPO


Setelah diproduksi, EPO diangkut melalui aliran darah ke berbagai
jaringan dalam tubuh. EPO memiliki waktu paruh yang relatif pendek dalam
sirkulasi darah, biasanya sekitar 4-13 menit. Oleh karena itu, EPO perlu
diproduksi secara terus-menerus untuk mempertahankan tingkat yang memadai
dalam darah.

2.4.5 Interaksi dengan sumsum tulang


Setelah mencapai sumsum tulang, EPO berinteraksi dengan sel-sel
progenitor eritrosit, yang merupakan sel-sel pendahulu eritrosit. EPO berikatan
dengan reseptor yang ada pada permukaan sel-sel progenitor eritrosit, memicu
kaskade sinyal yang mengaktifkan jalur transkripsi gen yang memengaruhi
proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor eritrosit menjadi eritrosit matang.

2.5 Persyaratan Farmakope Dan Evaluasi Mutu Sediaan Erythropoietin


Beberapa persyaratan dan evaluasi mutu umum yang dapat diterapkan
pada sediaan erythropoietin meliputi:

1. Identifikasi: Identifikasi bahan aktif, yaitu erythropoietin, harus


dilakukan dengan menggunakan metode analisis yang valid untuk
memastikan keaslian dan kemurnian bahan tersebut.
2. Kemurnian: Evaluasi kemurnian sediaan erythropoietin harus mencakup
pengujian terhadap kontaminan, seperti residu pengolah (misalnya,
residu protein dari mikroorganisme rekombinan), residu pelarut, dan
kontaminan terkait lainnya. Pengujian kemurnian juga melibatkan
penentuan kadar bahan aktif dan penentuan jumlah dan identifikasi
impuritas yang mungkin ada.
3. Keasaman: Erythropoietin dapat dievaluasi terkait tingkat keasaman
atau pH. pH yang sesuai penting untuk memastikan stabilitas dan
aktivitas biologis EPO.
4. Kadar protein: Kadar protein dalam sediaan erythropoietin perlu
ditentukan dengan metode analisis yang valid dan sensitif. Ini penting
untuk memastikan bahwa konsentrasi bahan aktif dalam sediaan sesuai
dengan yang dinyatakan.
5. Aktivitas biologis: Evaluasi aktivitas biologis erythropoietin dapat
melibatkan uji in vitro atau in vivo untuk memastikan bahwa sediaan
memiliki kemampuan untuk merangsang eritropoiesis atau
meningkatkan produksi sel darah merah.
6. Stabilitas: Sediaan erythropoietin harus dievaluasi dalam hal stabilitas
fisik, kimia, dan mikrobiologi. Pengujian stabilitas meliputi evaluasi
perubahan fisik, potensi degradasi kimia, dan keberadaan
mikroorganisme dalam produk.
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam regulasi produksi sel darah merah, EPO berperan penting dalam
mengatur produksi sel darah merah dalam tubuh. Ketika tingkat oksigen dalam darah
menurun, ginjal merespons dengan meningkatkan produksi EPO. EPO kemudian
merangsang sumsum tulang untuk meningkatkan produksi sel darah merah, yang
membantu meningkatkan kadar oksigen dalam darah.

Penggunaan dalam pengobatan, EPO juga digunakan dalam pengobatan untuk


mengatasi kondisi yang terkait dengan rendahnya jumlah sel darah merah, seperti
anemia. Pemberian EPO sintetis kepada pasien dengan anemia dapat merangsang
produksi sel darah merah dan meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh.

Efek samping: Pemberian EPO dapat menyebabkan beberapa efek samping,


terutama jika dosisnya tidak diatur dengan baik atau jika digunakan secara tidak sah.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi termasuk peningkatan risiko pembekuan
darah, tekanan darah tinggi, sakit kepala, mual, dan muntah.

Secara keseluruhan, erythropoietin adalah hormon yang penting dalam


mengatur produksi sel darah merah dalam tubuh. Penggunaan EPO dalam pengobatan
anemia dapat membantu meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Amudi, T., & Palar, S. (2021). Gagal Ginjal Kronik Hemodialisis dengan Kadar
Eritropoietin dan Hemoglobin Normal: Laporan Kasus. Medical Scope
Journal, 2(2).

Setiawan, H., & Fitriani, D. (2021). PENGARUH PEMBERIAN


ERITROPOIETIN TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
HEMODIALISA DI RSUD BALARAJA. JOURNAL OF Medical Surgical
Concerns, 1(1), 14-29.

Azzahra, M. F. (2021). Gambaran Tekanan Darah Pada Pasien Ckd V Yang


Mendapat Terapi Eritropoietin Yang Menjalani Hemodialisis (Doctoral
dissertation, UII).

Ayunda, A. (2011). Eritropoietin sebagai doping pada atlet ditinjau dari Ked
dan Islam (Doctoral dissertation, Universitas YARSI).

HAIKAL, R. (2013). PENGARUH ERITROPOIETIN TERHADAP KADAR T4


DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta).

Soedjatmiko, P. A., & Pramono, B. (2013). Eritropoietin: Dari Molekuler


hingga Klinis. Jakarta.

Suryadi, H., & Mulia, H. (2016). Terapi Eritropoietin pada Anemia. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, 7(2), 107-111.

Anda mungkin juga menyukai