Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI KELAINAN STRUKTUR DAN FUNGSI


PADA SISTEM ENDOKRIN DAN SISTEM IMUN

Nama Anggota :

Putu Arsienda Dahata Ulmafema (P07120219060)

Dewa Ayu Putri Widyani (P07120219071)

Putu Lydia Kusuma Riawan (P07120219078)

Ni Kadek Yuni Anggreni (P07120219088)

Kadek Sari Savitri (P07120219094)

I Wayan Yogik Prayoga (P07120219095)

Komang Nova Sadana Yoga (P07120219102)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


TAHUN AKADEMIK 2020/202

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas Berkat rahmat
dan hidayah-nya makalah yang berjudul “Patologi Dan Patofisiologi Kelainan Struktur
Dan Fungsi Pada Sistem Endokrin Dan Sistem Imun ” ini dapat terselesaikan dengan
baik.

Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan dikarenakan kurangnya pengalaman dan
keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka dari itu, kami menerima kritik
dan saran yang membantu dalam menyempurnakan makalah ini.

Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bimbingan,
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkat dan rahmatnya atas
bantuan yang telah diberikan kepada kami dalam penyusunan makalah ini, akhirnya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 5 Februari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3. Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................6
2.1. Pengertian sistem endokrin.......................................................................................................6
2.2. Kelainan sistem endokrin..........................................................................................................7
2.3. Pengertian Sistem Imun............................................................................................................9
2.4. Kelainan Sistem Imun.............................................................................................................10
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan..............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Makhluk hidup terus mengembangkan struktur dan fungsinya yang kompleks, oleh
karena itu integrasi berbagai komponen dalam diri makhluk hidup menjadi penting
sekali bagi kelangsungan hidupnya. Integrasi ini di pengaruhi oleh dua sistem : sistem
imun dan sistem endokrin. Kedua sistem ini berhubungan secara embriologi, anatomis,
dan fungsional. Contohnya , banyak kelenjar endokrin juga berasal dari neurotodermal,
yaitu lapisan embrional yang juga merupakan asal dari sistem imun. Selain itu, terdapat
hubungan anatomis antara imun dan sistem endokrin, terutama melalui hipotalamus.
Akibatnya, rangsangan yang mengganggu sistem imun sering kali juga mengubah
fungsi sistem endokrin. Sebaliknya, perubahan fungsi sistem endokrin dapat berakibat
pada fungsi imun. Paduan kerja sama antara sistem neuroendokrin

Patologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang berperan penting dalam
mendiagnosa penyakit, terutama kanker. Secara umum, patologi adalah ilmu yang
mempelajari penyakit, analisis, dan pengambilan sampel jaringan, sel, dan cairan
tubuh. Patolog biasanya akan memeriksa sampel darah, air mani, air liur, cairan
pleura yang diambil dari paru-paru, cairan perikard yang diambil dari jantung, cairan
asites yang diambil dari hati, dan cairan serviks. Sampel-sampel ini akan dilihat
melalui mikroskop, lalu patolog akan mencari setiap kelainan seluler. Pertumbuhan
abnormal dalam tubuh juga akan diperiksa untuk memastikan apakah
bersifat kanker atau non-kanker.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah sistem endokrin tersebut?
2. Sebutkan patofisiologi dari sistem endokrin!
3. Apakah sistem imun tersebut?
4. Sebutkan patofisiologi dari sistem imun!

4
1.3. Tujuan
1. Memahami apakah sistem endokrin tersebut
2. Mengetahui patofisiologi apa saja yang terdapat dari sistem endokrin
3. Memahami apakah sistem imun tersebut
4. Mengetahui patofisiologi apa saja yang terdapat dari sistem imun

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian sistem endokrin

Sistem endokrin terdiri dari kelenjar endokrin (dan beberapa jaringan endokrin)
yang tersebar luas diseluruh tubuh. Kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus,
kelenjar hipofisis, glandulae pinealis, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar timus,
pulau Langerhans pankreas, kelenjar adrenal dan ovarium serta testis. Berbeda dengan
kelenjar eksokrin yang mengangkut sekresi kimia non-hormonal melewati duktus dan
akhirnya kebagian luar tubuh, kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak
memiliki duktus dan menyekresikan hormon langsung ke cairan jaringan. Sebagian
hormon di sekresikan kedalam aliran darah dan diangkut ke tempat yang jauh, tempat
hormon tersebut melaksanakan tugasnya. Hormon lain yang tidak di sekresikan kedalam
aliran darah bekerja secara lokal. Setiap hormon berikatan dengan reseptor hormon
khusus pada sel target di seluruh tubuh. Hormon dapat memiliki kerja parakrin atau
autokrin ; dalam sinyal parakrin, hormon bekerja pada sel-sel target yang terdekat
sementara dalam sinyal autokrin, hormon bekerja pada sel sama yang memproduksinya.

Hormon dapat berdasarkan asam amino atau berdasarkan steroid. Sebagaian


besar hormon merupakan hormon jenis asam amino ; hormon jenis asam amino larut
dalam air usia-paruh yang relatif singkat dan di bawa ke sel target dalam zat larut di
dalam plasma. Hormon steroid berasal dari kolestrol; hormon steroid tidak larut didalam
plasma dan dibawa ke sel target dalam keadaan terikat pada protein pembawa sehingga
usia-paruhnya lebih panjang.

Produksi hormon oleh setiap kelenjar endokrin berada dalam keseimbangan


yang baik. Gangguan endokrin biasanya di tandai dengan kelebihan atau kekurangan
produksi hormon tertentu yang mengubah fungsi berbagai sistem tubuh. Hormon
memiliki pengaruh yang banyak dan luas pada berbagai proses tubuh yang meliputi
reproduksi, tumbuh-kembang, respon stress, pemeliharaan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta nutrient di dalam darah, dan pengaturan metabolisme.

6
2.2. Kelainan sistem endokrin
a. Panhipopituitarisme
Gejala panhipopituitarisme meliputi hilangnya rambut ketiak dan rambut
kemaluan, atrofi genital dan payudara, kulit pucat, kulit halus berkeriput, tidak
tahan dingin, proses menua premature, otot-otot kurang berkembang, amenorea
pada wanita pra-menopause, hilangnya libido dan potensi pria.
b. Gangguan sekresi GH
Defisiensi hormon pertumbuhan menimbulkan gejala dwarfisme dan tak
ada perkembangan seksual. Sedangkan gejala hipersekresi hormon pertumbuhan
pada masa sebelum pubertas berupa postur raksasa, pertumbuhan simetris,
osteoporosis, kelemahan otot, hipertrofi jantung. Sedangkan sesudah pubertas
akan terjadi akromegali dimana terjadi pertumbuhan bagian-bagian akral.
Terjadi penebalan jaringan subkutan muka menjadi kasar, tulang rawan, tulang
rahang dan dagu menonjol ke depan, lidah membesar, organ-organ membesar,
hipertensi, banyak pria menjadi impoten, wanita mengalami amenorea.
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah keadaan di mana tubuh tidak menghasilkan atau
memakai insulin sebagaimana mestinya.Insulin adalah hormone yang membawa
glukosa darah ke dalam sel-sel, dan menyimpannya sebagai glikogen. Bila tidak
diobati,DM dapat menimbulkan masalah. Kadar glukosa darah yang tinggi
mengganggu sirkulasi dan dapat merusak saraf. Hal ini berakibat nyeri pada
tungkai , kebutan, gagal ginjal, dan kematian. Luka kecil dapat berakibat
kematian jaringan, dan dapat berakhir dengan amputasi. Diabetes mellitus
meningkatkan risiko timbulnya aterosklerosis atau penyempitan pembuluh
darah.
Diabetes mellitus dibagi dua menjadi primer dan sekunder. Diabetes
mellitus primer mencakup IDDM ( insulin dependent diabetes mellitus ) tipe 1
dan NDDM ( non-insulin dependent diabetes mellitus ) tipe 2. Sedangkan

7
diabetes mellitus sekunder dapat disebabkan oleh penyakit pankreas, kelainan
hormonal,karena obat, kelainan reseptor insulin, sindrom genetik, dan lain-lain.
Pada waktu terjadi IDDM, sebagian besar sel beta dalam pankreas telah
rusak. Penyebabnya hampir selalu autoimun. Gejala dan manifestasi klinis yang
timbul bervariasi, biasanya gejala hiperglikemia dengan gejala yang dirasakan
berupa poliuria, polidipsia, dan polifagia. Kadang-kadang komplikasi
degeneratif berupa neuropati.
d. Grave

Penyakit ini merupakan bentuk hipertiroidi yang paling umum, juga


disebut “eksoftalmilk goiter, ”diffuse toxic goiter’’, atau penyakit Basedow, dan
hipertiroidi primer.penyakit ini umunya mengenai individu berusia 30-50 tahun.
Kasusnya pada wanita lebih besar daripada pria. Juga diketahui mempunyai
faktor keturunan dan autoimum.

Manifestasi klinis dari penyakit ini meliputi goiter difus, eksoftalmos


(unilateral, bilateral), miksedema pre-tibia, tanda-tanda hipermetabolisme,
gelisah, mudah tersinggung, lelah, tidak tahan panas, dan berat badan turun.

Terapi penyakit ini adalah mengusahakan untuk mengurangi jumlah


hormone tiroid yang dihasilkan kelenjar. Pemakian agens anti-tiroid
menghambat sintesis hormone tersebut.cara ini hanya ada hasilnya selama obat
itu diminum. Cara kedua adalah ablation (pembuangan) jaringan tiroid ,sehingga
pembuatan hormone berkurang. Hal ini dapat dilakukan secara bedah atau
dengan yodium radioaktif merusak sebagian jaring siapkan dengan minum
propitiourasil (PTU) ,1-2 tahun lamanya.

e. Kretinisme

Kretinisme merupakan kedaaan hipotiroidi semasa kehidupan embrional


dan neonatal yang berakibat cretin. Manifestasi klinis yang terlihat adalah
pertumbuhan terganggu, retardasi mental, malformasi gigi, lidah terjulur ke luar,
kulit kasar dan kering, abdomen membuncit dengan hernia umbilikalis.

8
f. Pseudohipoparatiroidi
Pseudohipoparatiroidi, juga dikenal sebagai osteodistrofi herediter
Albright, adalah sebentuk hipo-fungsi yang bersifat herediter. Diduga bersifat x-
linked dominan. Yang khas untuk kelainan ini adalah hipokalsemia dan
hipofosfatemia serum. Kelenjar paratiroid besarnya normal dan kadar hormon
paratiroid darah tidak kurang. Wanita dua kali lebih sering terkena daripada pria.
Individu ini mengalami gangguan perkembangan skelet, dan biasanya
ada retardasi mental. Badannya buntek pendek, sering kurang dari 1,5 m, dan
sering gemuk. Mukanya bulat, tulang metakarpalnya pendek-pendek, biasanya
terdapat osifikasi dan klasifikasi jaringan lunak subkutan.
g. Hipertiroidi

Hipertiroidi, juga dikenal sebagai tirotoksikosis, dicirikan peningkatan


produksi T3 dan T4, sering 5 sampai 15 kali normalnya. Hipertiroidi dapat
disebabkan penyakit pada titoid, atau disebabkan penyakit dari luar tiroid

Manifestasi klinik, hipertiroidi meliputi goiter, kulit hangat dan lembab,


rambut halus, mudah patah dan kadang-kadang rontok, kuku mudah patah,
eksoftalmos, takikardia, tekanan darah naik, palpitasi, gelisah, emosi labil, napsu
makan naik, laju metabolisme meningkat, berat badan turun, banyak berkeringat.

2.3. Pengertian Sistem Imun

Sistem imun adalah sistem kekebalan tubuh dimana merupakan suatu sistem
kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh. Biologis yang ada di dalam tubuh manusia,
dimana tujuannya untuk menangkal radikal yang menyerang sehingga seorang bisa
terhindar dari suatu penyakit, dan sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.

Fungsi dari sistem imun adalah :

1. Perannya dalam pertahanan adalah menghasilkan resistensi terhadap agen


penginvasi seperti mikroorganisme.

9
2. Perannya dalam surveilans adalah mengidentivikasi dan menghancurkan sel-sel
tubuh sendiri yang bermutasi dan berpotensi menjadi neoplasma ( tumor ).
3. Perannya dalam homeostatis adalah membersihkan sisa-sisa sel dan zat-zat
buangan sehingga tipe-tipe tetap seragam dan tidak berubah.

2.4. Kelainan Sistem Imun


a. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS )
AIDS disebabkan oleh HIV ( Human Immune Deficiency Virus ) : jadi
untuk menjadi sakit, orang harus dijangkit virus itu. Setelah terjangkit HIV,
masih diperlukan bertahun-tahun agar dapat berkembang menjadi AIDS,
tergantung daya tahan tubuh.
AIDS muncul ,setelah benteng pertahanan tubuh, yaitu sistem kekebalan
alamiah melawan bibit penyakit, runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan
hancurnya sel-sel limfosit T (sel-T). karena kekurangan sel-T, maka penderita
mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun, yang untuk
orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS-nya sendiri yang menyebabkan
kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang
mengidap virus itu, dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk
darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka
atau lecet pada mulut Rahim atau vagina. Begitu pula virus memasuki aliran
darah pria jika pada genetalianya ada luka atau lecet. Hubungan seks melalui
dubur beresiko tinggi untuk terinfeksi, namu juga melalui vagina dan oral. HIV
dapat juga ditularkan melalui kontak langsung darah/dengan darah, seperti jarum
suntik (pecandu obat narkotika suntikan ), tranfusi darah/produk darah, ibu
hamil ke bayi saat melahirkan, pisau cukur, dan sikat gigi. Tidak ada bukti
penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabatan tangan, mencium, gelas
bekas dipakai penderita, handuk, atau melalui closet umum, karena virus ini
sangat rapuh.
Banyak gejala AIDS yang mirip gejala penyakit biasa seperti pilek,
bronchitis, dan influenza. Bedanya, ia berlangsung lebih lama, lebih parah, sukar

10
ilang, dan sering kambuh. Rasa lelah yang berkepanjangan tanpa sebab, demam
berminggu lamanya, diare berkepanjangan, pembengkaan kelenjar getah bening
di leher, ketiak, atau lipat paha, berat badan menurun, batuk-batuk. Gejala-gejala
ini perlu diwaspadai jika kemunculannya tidak dapat dijelaskan, apalagi jika
terdapat pada orang yang termasuk kelompok berisiko tinggi terkena AIDS.
Kelompok berisiko tinggi terhadap HIV-AIDS adalah homoseks, pecandu obat
narkotika suntik, hemophilia, tranfusi darah, anak dari ibu HIV (+), perawat,
karyawan di laboratorium klinik, dan wanita tunasila (WST).
Untuk menilai apakah seseorang telah terkena HIV, dan berpotensi
menularkan virus itu kepada orang lain. Hasil negative biasanya berarti bebas
dari infeksi. Namun harus diingat, bahwa sampai mempunyai antibodi
diperlukan waktu ( sampai beberapa bulan). Jadi jika seseorang diperiksa
terhadap antibody segera setelah terinfeksi, hasilnya negative. Sebaiknya diulang
3 sampai 6 bulan kemudian.
Sampai sekarang belum ada obat maupun vaksin untuk mengobati atau
mencegah infeksi oleh HIV. Walaupun ada obat tertentu yang dapat
memperlambat perjalanan penyakit, tidak satupun yang telah teruji mampu
menyembuhkan AIDS.
b. Hipersensitivitas

Istilah klasik untuk reaksi yang merusak jaringan imunologis adalah


reaksi hipersensitivitas, yang mengacu pada respons sistem imun yang
berlebihan pada antigen. Antigen ini yang menimbulkan respon disebut alergen.
Alergen menimbulkan respons berbeda, bergantung pada predisposisi genetik
seseorang terhadap respons yang berlebihan. :

 Tipe I (Hipersensitivitas) : Anafilaksis


Pada tipe I Imoglobulin yang berperan adalah IgE. Hipersensitivitas tipe I
Reaksinya terjadi sangat cepat. Timbul segera sesudah badan terpajan dengan
allergen. Anafilaksis mengacu pada reaksi akut yang biasanya dihubungkan
dengan reaksi kulit berupa bentol dan merah serta Fase Dilatasi yang dapat
mencetuskan syok sirkulasi. Atopi, yang diakibatkan oleh mekanisme yang

11
sama, terjadi secara menahun pada respon yang bergantung pada antigen,
frekuensi kontak, rute kontak, sesitivitas sistem organ pada antigen.
Atopi adalah reaksi hipersensitivitas paling umum. Reaksi ini, umumnya
disebut alergi, terjadi pada organ yang terpajan pada antigen lingkungan.
Karenanya, saluran pernafasan, kulit, dan sistem gastrointestinal secara
khusus terkena. Banyak tipe antigen atau alergen dapat menimbulkan status
hipersensitivitas pada individu rentan. Yang paling umum dari ini adalah
alergen lingkungan, seperti serbuk sari, rontokan rambut atau bulu, makanan,
gigitan serangga, dan agen pembersih rumah. Reaksi sensitivitas obat dapat
mempengaruhi respon yang sama. Status penyakit lain yang diklasifikasikan
dalam kelompok ini mencakup dengan jerami (Hay Fever), Urtikaria (hivus),
asma, dan ekzema atopik. Kerentanan terhadap alergi ditentukan oleh faktor
genetik dan oleh faktor lain yang memungkinkan pemajanan pada alergi.
 Tipe II : Hipersensitivitas Sitotoksik

Reaksi sitotoksik dibentuk antibodi jenis IgG / IgM terhadap antigen yang
merupakan bagian sel pejamu. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel K
yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor Antibody Dependent Cellular
Cytotoxicity (ADCC). Pada respons hipersensitivitas tipe II, suatu antibodi
sirkulasi biasanya IgG, bereaksi dengan antigen pada permukaan sel. Karena
individu secara normal mempunyai antibodi terhadap antigen dari golongan
darah A,B,O yang tidak ada pada membran mereka sendiri, antigen ini dapat
menjadi komponen normal dari membran. Bisa juga suatu benda asing
seperti agens farmakologis, yang melekat pada permukaan sel hospes itu
sendiri. Antibodi yang diproduksi pada sel darah merah hospes sendiri dapat
menimbulkan anemia hemolitik autoimun. Sel ini dirusak oleh reaksi pada
permukaannya baik oleh fagosit atau lisis. Efeknya pada hospes bergantung
pada jumlah dan tipe sel-sel yang dirusak. Contoh dari respons
hipersensitivitas ini mencakup reaksi hemolitik, seperti anemia hemolitik
autoimun, eritroblastosis fetalis, dan kerusakan sel sasaran spesifik.

12
 Tipe III : Reaksi Kompleks Imun

Reaksi kompleks imun terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan


dalam jaringan atau sirkulasi / dinding pembuluh darah dan mengaktifkan
komplemen. Antibodi di sini biasanya jenis IgM atau IgG. Komplemen yang
diaktifkan kemudian melepas Macrophage Chemotactic Factor Makrofag
yang dikerahkan ke tempat tersebut melepaskan enzim yang dapat merusak
jaringan sekitarnya Akibat akhirnya adalah proses inflamasi intravaskular,
sinovial, endokardial, dan proses inflamasi membran lain yang
mempengaruhi kerentanan organ.

 Tipe IV : Hipersensitivitas Selular


Disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat. Timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpajan dengan antigen. Respons tipe IV adalah akibat dari
limfosit T yang disensitisasi secara khusus tanpa partisipasi antibodi.
Aktivitasi menyebabkan respons tipe-tertunda. Respons Hipersensitivitas
tertunda dihubungkan dengan interaksi khusus sel-T dengan antigen. Sel-T
bereaksi dengan antigen melepaskan limfokin yang menarik makrofag ke
dalam area tersebut. Makrofag melepaskan monokin. Zat ini meningkatkan
respon inflamasi yang menghancurkan benda asing. Respons tuberkulin
adalah contoh paling baik dari respons hipersensitivitas tertunda dan
digunakan untuk menentukan apakah seseorang telah tersensitisasi terhadap
penyakit ini. Respons hipersensitivitas granulomamatosa adalah bentuk
paling penting dari hipersensitivitas tertunda, karena ini adalah dari
pembentukan granuloma dalam area tubuh yang lain. Granuloma dikelilingi
oleh fibrosis, dan bahan nekrosis yang terkandung di dalamnya. Suatu reaksi
kulit alergis umum, dermatitis kontak tampak menjadi respons sel-T dengan
reaksi tertunda. Ini terjadi pada kontak dengan kimia rumah tangga umum,
kosmetik, dan toksin tanaman. Area kontak menjadi merah dan menonjol.

13
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Sistem endokrin terdiri dari kelenjar endokrin (dan beberapa jaringan
endokrin) yang tersebar luas diseluruh tubuh. Kelenjar endokrin yang utama
adalah hipotalamus, kelenjar hipofisis, glandulae pinealis, kelenjar tiroid,
kelenjar paratiroid, kelenjar timus, pulau Langerhans pankreas, kelenjar
adrenal dan ovarium serta testis. Berbeda dengan kelenjar eksokrin yang
mengangkut sekresi kimia non-hormonal melewati duktus dan akhirnya
kebagian luar tubuh, kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak
memiliki duktus dan menyekresikan hormon langsung ke cairan jaringan.
2. Patofisiologi dari sistem endokrin :
 Panhipopituitarisme
 Gangguan sekresi GH
 Diabetes mellitus
 Grave
 Kretinisme
 Pseudohipoparatiroidi
 Hipertiroidi
3. Sistem imun adalah sistem kekebalan tubuh dimana merupakan
suatu sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh. Biologis yang
ada di dalam tubuh manusia , dimana tujuannya untuk menangkal radikal
yang menyerang sehingga seorang bisa terhindar dari suatu penyakit ,dan
sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai
bahan dalam lingkungan hidup.
4. Patofisiologi dari sistem imun :
 AIDS
 Hipersensitifitas

14
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A. Price, Lorraine M.Wilson. 2006. PATOFISIOLOGI KONSEP KLINIS


PROSES PROSES PENYAKIT. ED.6 VOL.1. Jakarta: EGC.

Sylvia A. Price, Lorraine M.Wilson. 2006. PATOFISIOLOGI KONSEP KLINIS


PROSES PROSES PENYAKIT. ED.6 VOL.2. Jakarta: EGC.

John Daly, Doug Elliott. 2010. PATOFISIOLOGI APLIKASI PADA PRAKTIK


KEPERAWATAN. Jakarta: EGC.

ROBBINS. 1999. DASAR PATOLOGI PENYAKIT. ED.5. Jakarta: EGC.

Jan Tambayong. 2000. PATOFISOLOGI UNTUK KEPRAWATAN. Jakarta: EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai