Anda di halaman 1dari 51

dr.

Agustyas Tjiptaningrum, SpPK


DIABETES MELLITUS
DEFINISI DAN KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS

DEFINISI
 Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit
metabolik yang ditandai dengan keadaan
hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya.
KLASIFIKASI DM
1. DM tipe 1
2. DM tipe 2
3. DM tipe lain
4. DM Gestasional

• American Diabetes Association, Diabetes Care, Volume 33 Supplement I, Januari 2010


• Konsensus PERKENI 2011
DEFINISI DAN KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS

• American Diabetes Association, Diabetes Care, Volume 33 Supplement I, Januari 2010


• Konsensus PERKENI 2011
DEFINISI DAN KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS

• American Diabetes Association, Diabetes Care, Volume 33 Supplement I, Januari 2010


• Konsensus PERKENI 2011
DEFINISI DAN KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS

• American Diabetes Association, Diabetes Care, Volume 33 Supplement I, Januari 2010


• Konsensus PERKENI 2011
TUJUAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA DM

1. Penyaring yaitu untuk mereka yang


mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan gejala DM. Biasanya
dilakukan pada general check up
2. Diagnosis yaitu untuk menegakkan
diagnosis DM sesuai dengan kriteria
diagnosis yang telah ditetapkan
3. Terapi dan pemantauan terapi
4. Pengendalian DM
KRITERIA DIAGNOSIS

• American Diabetes Association, Diabetes Care, Volume 33 Supplement I, Januari 2010


KRITERIA DIAGNOSIS

• Konsensus PERKENI 2011


KRITERIA DIAGNOSIS

Bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM


maka dapat digolongkan :
1. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
 Glukosa hasil TTGO 140-199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L)
2. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
 Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9
mmol/L)
Interpretasi hasil pemeriksaan glukosa darah pada pemeriksaan penyaring:

Bukan DM Belum pasti DM DM

Plasma vena <100 100-199 >200


Kadar glukosa darah sewaktu
(mg/dL) Darah kapiler
<90 90-199 >200

Plasma vena <100 100-125 >126


Kadar glukosa darah puasa
(mg/dL) >100
Darah kapiler <90 90-99

• Konsensus PERKENI 2011


PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH

 Bahan pemeriksaan untuk diagnosis DM sebaiknya plasma darah


vena.
 Plasma atau serum segera dipisahkan sebelum 1 jam untuk
menghindari glikolisis
 Glikolisis dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa rata-rata
sebesar 10 mg/dL per-jam.
 Dapat digunakan antikoagulan natrium fluorida untuk mencegah
glikolisis
 Faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan glukosa adalah:
1. Kopi  meningkatkan kadar glukosa darah akibat proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis
2. Merokok  meningkatkan kadar glukosa darah akibat
pengaruh nikotin ynag meningkatkan kadar epinefrin darah
3. Alkohol  menurunkan kadar glukosa darah akibat hambatan
glukoneogenesis hepatik
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH

 Faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan glukosa adalah:


3. Alkohol  menurunkan kadar glukosa darah akibat hambatan
glukoneogenesis hepatik
4. Demam  menyebabkan hiperglikemia dan merangsang
sekeresi insulin, peningkatan sekresi hormon GH, dan
glukagon.
5. Latihan jasmani berat menyebabkan hipoglikemia dan
toleransi glukosa meningkat
6. Stres mental  meningkatkan kadar glukosa darah.
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH

 Cara Pemeriksaan TTGO (WHO 1994)


 Pemberian beban 75 g glukosa anhidrat, 2 jam
kemudian diperiksa kadar glukosa plasma. Bila 
200 mg/dL maka didiagnosis sebagai DM.
 Persiapan pra-analitik TTGO:
 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti
kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang
cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa.
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari)
sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula
tetap diperbolehkan.
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH
.
 Persiapan pra-analitik TTGO:
 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau
1,75 g/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250
mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel
darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum
larutan glukosa selesai.
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah
beban glukosa.
 Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa
tetap istirahat dan tidak merokok.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK PEMANTAUAN
PENYAKIT DM
 Selain untuk diagnosis DM, pemeriksaan laboratorium juga
bertujuan untuk penentuan terapi dan pemantauan hasil
terapi
 Pemeriksaan untuk pemantauan terapi dan pengendalian
DM adalah:
1. Glukosa darah puasa
2. Glukosa darah 2 jam postprandial
3. HbA1C (%)
4. Kolesterol total
5. Kolesterol HDL
6. Kolesterol LDL
7. Trigliserida
PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK PEMANTAUAN
PENYAKIT DM

 Pemeriksaan laboratorium untuk pemantauan terapi


dan pengendalian DM adalah:
8. Pemeriksaan mikroalbuminuria
9. Pemeriksaan urinalisis rutin
10. Pemeriksaan benda keton (urin maupun darah)
11. Pemeriksaan fungsi hati seperti ALT dan AST
12. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK PEMANTAUAN
PENYAKIT DM
 Pemeriksaan kadar glukosa darah bertujuan mengetahui
pencapaian target terapi
 Bila pemeriksaan kadar glukosa darah tidak dapat dilaksanakan
maka dapat dilakukan pemeriksaan glukosa urin  tergantung
fungsi ginjal dan tidak digunakan untuk menilai keberhasilan
terapi
 HbA1C 
 menilai efek perubahan oleh terapi 8-12 minggu sebelum
pemeriksaan dilakukan. Dianjurkan pemeriksaan 4X dalam
setahun
 Merupakan hemoglobin glikat yaitu hemoglobin yang terbentuk
dari reaksi glukosa dengan gugus amino hemoglobin dengan
tingkat pembentukan sebanding dengan kadar glukosa plasma
 Bahan pemeriksaan adalah darah EDTA
 Dipengaruhi oleh kadar Hb misalkan pada anemia dan
hemoglobinopati
PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK PEMANTAUAN
PENYAKIT DM
 PGDM (pemeriksaan glukosa darah mandiri)  menggunakan alat
pengukur dengan reagen kering  untuk pasien dengan terapi
insulin atau pemicu sekresi insulin  perhatikan kalibrasi dan kontrol
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Anjuran ADA adalah
dilakukan di malam hari pada pukul 22.00.
 Pemeriksaan profil lipid digunakan untuk pengendalian penyulit
akibat dislipidemia
 Pemeriksaan mikroalbuminuria untuk melihat adanya nefropati
diabetikum. Bahan pemeriksaan berupa urin tampung 24 jam.
Urin sewaktu
Urin 24 j Urin dlm wkt ttt
Kategori (μg/mg
(mg/24j) (μg/menit)
kreatinin)

Normal < 30 < 20 < 30


Mikroalbuminuria 30-299 20 – 199 30 – 299
Makroalbuminuria  300  200  300
PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK PEMANTAUAN
PENYAKIT DM

 Pemeriksaan mikroalbuminuria untuk melihat adanya


nefropati diabetikum.
○ Bahan pemeriksaan berupa urin tampung 24 jam,
urin sewaktu (dinilai rasio albumin/kreatinin urin),
atau urin dalam waktu tertentu
○ Diagnosis nefropati diabetikum ditegakkan jika:
 Kadar albumin >30mg/24jam pada 2 dari 3 kali
pemeriksaan dalam kurun wakti 3-6 bulan
tanpa penyebab albuminuria yang lain.
 Bila hasil negatif dilakukan evaluasi ulang
setiap tahun
PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK PEMANTAUAN
PENYAKIT DM

 Pemeriksaan benda keton dalam urin maupun darah


dilakukan untuk memantau kemungkinan terjadinya
ketoasidosis pada DM.
a. Pada urin  yang dinilai adalah asetoasetan dan
asetat, sedangkan benda keton terbanyak adalah
beta hidroksi butirat sehingga kemungkinan terjadi
negatif palsu
b. Pada darah  dapat dilihat beta hidroksi butirat
(Norma: <0,6 mmol/L, ketosis: 1 – 3 mmol/L,
indikasi Diabetes ketoasidosis : > 3 mmol/L)
Tabel 7. Kriteria diagnostik DKA dan DKH 39, 43

DKA
NKH
Ringan Sedang Berat

Glukosa plasma (mg/dL) >250 >250 >250 >600


pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00 >7,30
Bikarbonat serum (mEq/L) 15-18 10-<15 <10 <15
Keton urin Positif Positif Positif Sedikit
Keton serum Positif Positif Positif Sedikit
Osmolalitas serum Variasi Variasi Variasi >320
(mOsm/Kg)*
Anion gap** >10 >12 >12 <12
Kesadaran Baik Baik/deliriu Stupor/kom Stupor/kom
m a a
** Anion gap dihitung dengan rumur [Na+] – [Cl- + HCO3-] (mEq/L)
GANGGUAN HORMON TIROID
PENDAHULUAN
 Kelenjar tiroid menghasilkan 2 hormon yaitu triiodothyronin (T3)
dan tetraiodothyronine (T4)
 Fungsi untuk mengatur keseimbangan metabolisme tubuh,
perkembangan, diferensiasi jaringan, dan memelihara suhu tubuh
(thermogenik).
 Proses pembentukan hormon tiroid melalui 7 tahap:
1. Transpor aktif iodida ke dalam sel tiroid (TRAPPING)
2. Oksidasi iodide dan iodinasi residu tirosil pada tiroglobulin
(ORGANIFICATION)
3. Coupling molekul iodotirosin dalam tiroglobulin membentuk
T3 dan T4
4. Proteolisis tiroglobulin sehingga melepaskan free
iodothyronines dan iodothyronines
5. Deiodinasi iodothyronines dalam sel tiroid dengan
penyimpanan dan pemakaian kembali iodide bebas
6. Deiodinasi intratiroid 5’-deiodination dari T4 ke T34.
PEMBENTUKAN HORMON TIROID
REGULASI HORMON TIROID
STATUS TIROID

TSH
fT4
HIPERTIROID

 Adalah suatu keadaan dimana kadar hormon tiroid T3


dan T4 dalam darah meningkat akibat peningkatan
aktifitas kelenjar tiroid
 Penegakkan diagnosis hipertiroid adalah dengan
pemeriksaan laboratorium:
1. TSH
2. fT4
3. fT3

Greenspan FS. The thyroid gland. In: Greenspan FS, Strewler GJ, editors. Basic and clinical endocrinology. 5th ed. London: Appleton & Lange - Prentice Hall
Int.Ltd; 1997. p. 192-262.
HIPOTIROID

 Hipotiroid adalah keadaan penurunan kadar hormon tiroid


sehingga menimbulkan gejala klinis berupa penurunan proses
metabolisme tubuh.

Greenspan FS. The thyroid gland. In: Greenspan FS, Strewler GJ, editors. Basic and clinical endocrinology. 5th ed. London: Appleton & Lange - Prentice Hall
Int.Ltd; 1997. p. 192-262.
ALGORITMA PEMERIKSAAN HIPOTIROID
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA GANGGUAN TIROID

1. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)


 Tujuan pemeriksaan untuk membedakan penyebab disfungsi
tiroid pada pada hipotiroid maupun hipertiroid serta monitor
terapi suplementasi tiroksin atau supresor tiroksin
 Bahan pemeriksaan: serum atau plasma heparin/EDTA
 Bila pemeriksaan ditunda maka disimpan di suhu 2-8ºC
(tahan 7 hari)
 Nilai rujukan : 0,5 mIU/L-5 mIU/L
 Meningkat pada hipotiroid primer dan hipertiroid sekunder
 Menurun pada hipotiroid sekunder dan hipertiroid primer
2. Free T4 (fT4)
○ Tujuan pemeriksaan menegakan diagnosis disfungsi tiroid
○ fT4 meningkat pada hipertiroid dan menurun pada hipotiroid
RENTANG NILAI RUJUKAN TSH
Klasifikasi Rentang Nilai Rujukan TSH (mU/L)

Dewasa:
Pria dan wanita 0,40 – 5,50
Wanita hamil
Trimester I 0,30 – 4,50

Trimester II 0,50 – 4,60

Trimester III 0,80 – 5,20

Anak
Bayi prematur 0,70 – 27,00
Bayi aterm
1-2 hari 3,20 – 34,60
3-4 hari 0,70 – 15,40
5-13 hari (bervariasi)

2-20 minggu 1,70-9,10

21 minggu – 20 thn 0,70 – 6,40


PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA GANGGUAN TIROID

3. Free T3 (fT3)
○ T3 lebih banyak terdapat dalam bentuk fT3 dibanding
dalam bentuk ikatan dengan binding protein
○ Kadar fT3 serum lebih banyak dibandingkan fT4
○ Tujuan untuk menegakkan diagnosis hipertiroid
4. Total T3 (TT3)
○ Tujuan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis
hipertiroid
○ Tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
hipotiroid karena kadarnya relatif normal pada keadaan
tersebut (TSH menstimulasi peningkatan relatif sekresi
T3)
○ Meningkat pada hipertiroid
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA GANGGUAN TIROID

5. Total T4 (TT4)
○ Tujuan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis
hipotiroid, bersama dengan TSH maka TT4 dapat
menentukan apakah hipotiroid primer (akibat kerusakan
kelenjar tiroid) atau sekunder (akibat kerusakan kelenjar
pituitari)
○ Bahan pemeriksaan serum atau plasma EDTA/heparin
○ Bila pemeriksaan ditunda maka sampel disimpan pada
suhu 2-8ºC (tahan 7 hari)
○ Nilai rujukan 71-161 nmol./L (5,0-12,5 µg/dL)
6. FTI (Free thyroxine index/fT4I)
○ Menilai kadar tiroksin tanpa pengaruh TBG (thyroid
binding globulin)
○ FTI = T3uptake (%/100)XTT4
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA GANGGUAN TIROID

7. TPO Ab (Thyroid Peroxidase Antibody)


○ TPO Ab merupakan antibodi mikrosomal
○ Tujuan pemeriksaan adalah untuk diagnosis penyakit tiroid autoimun
dan mengetahui faktor risiko penyakit tiroid autoimun
○ Pada penyakit tiroid autoimun hasilnya positif kuat
○ Tidak dapat menentukan hipotiroid atau hipertiroid
8. TR ab (TSH-Receptor Antibody)
○ Merupakan antibodi terhadap TSH-receptor
○ Ada yang merupakan stimulant atau inhibitor
○ Tujuan pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi terhadap reseptor
TSH (sangat berguna pada kehamilan), menginvestigasi hipertiroid
yang tidak jelas etiologinya, suspek opthalmopati euthyroid Graves’,
wanita hamil dengan riwayat Graves’, dan mengenali neonatus
dengan riwayat hipotiroid transient karena hambatan TSH Ab
○ Bahan pemeriksaan serum
INTERPRETASI PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA GANGGUAN TIROID

Keadaan TSH FT4 FT3 TT4 TT3 FTI TPOAb TgAb TRAb

Eutiroid N N N N N N N/▲ N/▲ N/▲


Hipotiroid ▲ ▼ N/▼ ▼ N/▼ ▼ N/▲ N/▲ N/▲
Hipertiroid ▼ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ N/▲ N/▲ N/▲
Tiroiditis ▲/N/▼ ▲/N/▼ ▲/N/▼ ▲/N/▼ ▲/N/▼ ▲/N/▼ N/▲ N/▲ N/▲
Hipotiroidisme
▲ N N N N N N/▲ N/▲ N/▲
subklinik
Hipertiroidisme
▼ N N N N N N/▲ N/▲ N/▲
subklinik

Penyakit nontiroid ▲/N/▼ ▲/N/▼ ▲/N/▼ ▲/N/▼ ▲/N/▼ ▲/N/▼ - - -

Penyakit psikitrik
▲/N/▼ N/▲ N N/▲ N N/▲ - - -
akut
Kehamilan N N N ▲ N/▲ N N/▲ N/▲ N/▲
TBG rendah N N N ▼ ▼ N/▲ - - -
Familial
dysalbuminemic N N N ▲ N ▲ - - -
hyperthyroxinemia
GANGGUAN FUNGSI HORMON TIROID PADA KEHAMILAN
 Faktor yang mempengaruhi fungsi tiroid pada kehamilan yaitu :
1. Peningkatan hCG secara transien pada trimester pertama
2. Peningkatan Thyroid Binding Globulin pada trimester
pertama akibat induksi estrogen
3. Peningkatan sekresi iodida dalam urin yang dapat
mengganggu produksi hormon tiroid pada daerah dengan
ketersediaan iodida marginal
 Wanita hamil dengan asupan iodium <50 µg/hari memiliki risiko
goiter sehingga diperlukan suplementasi iodium untuk
mencegah hipotiroid maternal dan fetal serta goiter neonatal
 TSH, hCG, dan reseptor keduanya mempunyai kemiripan
kimiawi (homologi), sehingga peningkatan hCG pada
kehamilan akan menimbulkan umpan balik negatif dan
menurunkan konsentrasi TSH
Mekanisme stimulasi tiroid oleh hCG
KELAINAN KORTEX ADRENAL
HORMON PADA KORTEKS ANDRENAL
Hormon korteks adrenal terdiri dari
1. Glukokortikoid (kortisol dan androgen)
2. Mineralokortikoid (aldosteron)
 Sekresi kortisol perhari berkisar 40-80 μmol (15-30 mg, 8-10
mg/m2) dengan irama sirkadian.
 Untuk metabolisme hormon steroid dilakukan di hati dan ginjal
 Ekskresi utama adalah melalui urin dalam bentuk THF
(tetrahidrokortisol) dan tetrahidrokortison (THE)
 Bentuk inaktif adalah kortison
 Kumpulan gejala dan ciri-ciri fisik akibat berlebihnya kadar
glukokortikoid yang berlangsung kronik adalah Cushing’s
syndrome
 Dibedakan menjadi ACTH dependent dan ACTH independent
Sintesis hormon steroid dari kolesterol 5
ETIOLOGI CUSHING’S SYNDROME
PATOGENESIS CUSHING’S SYNDROME

 Pada cushing’s disease  tumor pada kelenjar pituitari


yang mensekresi ACTH sehingga terjadi hipersekresi
ACTH dan menyebabkan kadar kortisol berlebihan,
abnormalitas sekresi GH, TSH, dan gonadotropin.
 Sindroma ACTH ektopik  dihasilkan oleh kelainan di luar
kelenjar pituitari seperti Ca paru tipe small cell, tumor sel
islet pankreas, tumor karsinoid, karsinoma medular tiroid,
dan phaechromocytoma  mensekresi ACTH, atau CRH.
 Tumor pada adrenal  adenoma atau karsinoma adrenal
menghasilkan hormon kortisol sehingga terjadi
peningkatan kadar secara spontan. Mekanisme ini tanpa
pengaturan sistem hipotalamus pituitari
Algoritma Diagnosis Cushing’s Syndrome
DIAGNOSIS LABORATORIUM
 Dilakukan tes untuk diagnosis cushing’s syndrome:
1. Tes untuk membedakan antara kelebihan kortisol patologik dengan
fisiologik atau gangguan produksi kortisol yang lain (tes
penapisan/diagnosis)
2. Tes menentukan etiologi
 TES UNTUK DIAGNOSIS
1. Pengukuran kortisol bebas dalam urin 24 jam
2. Kortisol serum untuk mengetahui irama sirkadian pada jam
08.00 dan 11.00,
3. Tes supresi deksametason
 TES MENENTUKAN ETIOLOGI
1. Tes supresi deksametason high dose
2. Pengukuran plasma ACTH, kadar kalium, dan bikarbonat
3. Tes CRH
4. Tes metirapon
5. Tes DHEA sulfat dalam urin
6. Tumor marker

Anda mungkin juga menyukai