Anda di halaman 1dari 139

MATERI LECTURE

HEMATOPOIESIS DAN PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG


1. ERITROPOESIS
2. GRANULOPOESIS
3. LIMFOPOESIS
4. TROMBOPOESIS
5. MONOPOESIS

ERITROSIT
1. GANGGUAN SEL DARAH MERAH
2. LED, MCV, MCH, MCHC
3. METABOLISME BESI,
4. ANEMIA DEFISIENSI BESI
5. ANEMIA PERDARAHAN AKUT DAN KRONIK
6. ANEMIA HEMOLITIK
7. ANEMIA APLASTIK
8. ANEMIA MEGALOBALSTK DAN ANEMIA PERNISIOSA
9. ANEMIA PENYAKIT KRONIK
10. POLICITEMIA

dr. Muhammad Nur., MSc. SpPK


METABOLISME BESI
METABOLISME BESI

Pendahuluan
 Besi memiliki kapasitas untuk mendonorkan dan
menerima elektron mll interkonversi Fe2+  Fe3+ 
bermanfaat sbg komponen sitokrom, molekul
pengikat oksigen.

 Besi dpt menyebabkan kerusakan jaringan 


mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida 
radikal bebas  merusak membran sel protein dan
DNA.
 Ion besi yg bersirkulasi harus berikatan dengan
transferin plasma dan besi yg terakumulasi di dalam
sel berikatan dg ferritin.

 Besi protoporfirin (heme) dan besi sulfur dpt


bertindak sbg kofaktor enzim.
Fisiologi Transport Besi
DISTRIBUSI BESI
 Pria dewasa  30 – 35 mg besi per kg BB.

 Wanita pre menopouse  cadangan besi yg lbh


rendah.

 Lbh 2/3 besi terikat Hb dan terkait dg pembentukan


prekusor eritroid dan RBC yg mature.

 Up take besi eritroid sangat tergantung oleh


endositosis yg tergantung reseptor.
DISTRIBUSI BESI
 Sebagian sisa besi didapatkan di hepatosit dan
makrofag retikuloendotelial  simpanan besi.

 Hepar sbg tempat yg menjadi tempat lintasan


pertama kali nutrisi diatur dpt mengambill
sejumlah besi yg lepas dari ikatan transferin
plasma.

 Makrofag SRE akan memakan RBC yg mati &


mengkatabolisme Hb untuk mendapatkan besi 
menggabungkan besi dg transferin.
REGULASI ABSORBSI BESI
 Pengaturan absorbsi besi  kritis  meskipun
absorbsi besi dr GIT sedikit namun scr fisiologis
tbh tdk memiliki mekanisme eksresi.
 Enterosit yang melapisis villi usus bertanggung
jawab thd absorbsi besi.
 Besi di lumen usus harus melalui membran apikal
dan basolateral dari enterosit sblm msk ke dlm
plasma.
 Besi dari makanan tdk akan berikatan dg
transferin Transferin tdk bertanggung jawab dlm
absorbsi besi di lumen usus.
Absorbsi besi di GIT
 Absorbsi besi di GIT dibantu oleh:
a. Ph yg rendah dari asam lambung  membantu
pemecahan besi dr mkn & menyediakan
lingkungan yg kaya proton.
b. Brush border feri reduktase: mereduksi feri 
fero.
c. DMTI (Divalent Metal Trasporter-1) protein
plasma yg membantu transport besi dr lumen,
melintasi membran apikal  sel. DMTI tdk
spesifik utk transport besi (mangan, kobalt, zinc,
cadmium, tembaga).
 Besi yg tlh diabsorbsi:
a. Disimpan  feritin
b. Ditransfer mll membran basolateral  plasma.
Pengaturan tsb diperantarai adanya set point
yg mulai dibentuk saat perubahan sel kripte 
enterosit.
Besi yg telah dlm bentuk feritin dan ada dlm
enterosit, stlh melampaui seluruh siklus
hidupnya akan mengalami proses
pengelupasan bersama sel-sel yang sudah
mati dibuang mll GIT  ‘iron loss’.
 Transport besi mll membran basolateral 
protein HEPHAESTIN yg bertindak sbg
feroksidase (// ceruloplasmin).
ABSORBSI BESI DI GIT
REGULASI ABSORBSI BESI
Faktor mempengaruhi absorbsi besi di
GIT.
 Dietary regulator: jmlh besi yg diabsorbsi
dipengaruhi jumlah besi dlm makanan. Beberapa
hari stlh bolus besi, terjadi pengurangan absorbsi
besi di GIT. Hal ini disebabkan adanya tumpukan
cadangan besi di enterosit.
 Stores regulator: jmlh besi yg diabsorbsi
dipengaruhi oleh cadangan besi. Cadangan besi
turun  absorbsi besi ditingkatkan. Diduga terkait
dengan pengaturan yg dipengaruhi oleh kejenuhan
saturasi transferin plasma oleh besi.
Faktor mempengaruhi absorbsi besi di
GIT.

 Erythropoietic regulator: jmlh besi yg diabsorbsi


dipengaruhi oleh proses eritropoesis, dimana jika
terjadi peningkatan eritropoesis  absorbsi besi
meningkat. Ada sinyal khusus dari ss tlg yg
menginformasikan peningkatan eritropoesis dan
kebutuhan besi ke GIT. Berperan paling besar sbg
regulator absorbsi besi di GIT.
Distribusi besi
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin (Hb) Marker Tambahan
White blood cell (WBC) Laju Endap Darah (LED)/ESR
Differential counting : Retikulosit
basofil Indek retikulosiit
eosinofil
stab
segmen
limfosit
monosit
Platelet (Plt)/ trombosit
Hematokrit (Hct)
Eritrocyte
Indek eritrocyte:
MCV
MCH
MCHC
RDW CV
LAJU ENDAP DARAH (LED)
&
INDEK ERITROSIT (MCV, MCH, MCHC, RDW CV)
ERYTHROCYTE
SEDIMENTATION RATE
(Laju Enap Darah)

 mengukur kecepatan sedimentasi eritrosit


plasma
 dipengaruhi o/ 3 tahap:
Tahap 1, formasi eritrosit
(formasi rouleaux ), kec. sedimentasi lambat
.
Tahap 2, lebih cepat & konstan
Tahap 3, kecepatan menurun
Erythrocyte Sedimentation rate
(ESR)

• Kecepatan (dlm mm) dimana eritrosit


jatuh (mengendap) dlm waktu 1 jam
• Untuk memantau perjalanan penyakit

• Normal range: 0-20 mm/jam wanita


0-15 mm/jam laki-laki

• Infeksi bakteral: meningkat


WESTERGREN Method :
Normal : wanita 0 – 20 mm/j,
laki 0 – 15 mm/j

Spesimen :
Drh utuh + Na-sitrat 4 : 1
(1,6 ml drh + 0,4 ml Na-sitrat)
atau darah EDTA dilarutkan dgn Na-sitrat (4 : 1),
atau darah EDTA dilarutkan dgn Na-klorid 0,85% (4 : 1),

WINTROBE Method :
Normal : women 0 – 20 mm/hr and
man 0 – 9 mm/hr

Spesimen :
Darah EDTA atau
• Darah + ammonium-potassium-oxalic
INDEKS ERITROSIT

MCV (Mean Corpuscular Volume)

- Menggambarkan volume rata-rata sebuah eritrosit.


- MCV = Hct (%) x 10 fL N = 76 – 96 fL
RBC
- Cutoff < 76 fL  mikrositik
- MCV terjadi saat def.besi mulai memberat, ± saat anemia
mulai berkembang.
- Cukup spesifik untuk def.besi jika talasemia & peny.kronis sdh
bisa disingkirkan.
MCV (Mean Corpuscular Volume)

Increased Decreased
 Vitamin B12 Deficiency  Iron Deficiency
 Folic Acid deficiency Anemia
 Alcohol Abuse  Thalassemia
 Liver disease  Hemoglobinopathy
 Marrow aplasia  Anemia of Chronic
 Myelofibrosis Disease
 Reticulocytosis  Sideroblastic Anemia
 Hypothyroidism  Chronic Renal Failure
 Lead Poisoning
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)

-Menggambarkan berat rata-rata Hb per eritrosit.


-MCH = Hb (g/dL) x 10 N = 27 – 32 pg
RBC
- MCH < 27 pg  hipokromik

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

-Menggambarkan kadar rata-rata Hb didalam eritrosit.


-MCHC = Hb (g/dL) x 100 N = 30 -35%
Hct (%)
- MCHC < 30  hipokromik
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)

Normal : >27 pg/cell


Abnormal: <27 pg/cell - suggests abnormal Hb synthesis

MCHC (Mean Corpuscular Hb Concentration)

Low (<30%) : Iron deficiency anemia


High (>35%) : Spherocytosis or unstable Hemoglobin
RDW (Red cell Distribution Width)

- Merupakan penilaian heterogenitas populasi eritrosit yang


ditunjukkan dg KV ukuran (anisositosis)  rasio SD thd MCV.
- RDW menilai homogenitas (RDW normal) atau heterogenitas
(RDW tinggi) populasi eritrosit.
- RDW diukur secara langsung dari histogram RBC oleh impedansi
dan analisis flow cytometri.

- RDW (CV)% = 1SD/MCV x 100% N = 11,6 – 14,8 %

- RDW-SD diukur dengan menghitung lebar (dalam fL) pada


kurva RBC.
RDW
Normal Red Cell Distribution Width (RDW)

Mean Corpuscular Volume (MCV) Increased


Aplastic anemia
Pre-Leukemia
Mean Corpuscular Volume (MCV) Normal
Anemia of Chronic Disease
Acute blood loss
Hemolysis
Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL)
Chronic Myelogenous Leukemia (CML)
Hemoglobinopathy
Normal variant
Mean Corpuscular Volume (MCV) Decreased
Anemia of Chronic Disease
Thalassemia (heterozygous)
Increased Red Cell Distribution Width (RDW)

Mean Corpuscular Volume (MCV) Increased


Vitamin B12 Deficiency
Folate Deficiency
Immune Hemolytic Anemia
Liver disease
Mean Corpuscular Volume (MCV) Normal
RDW increases before MCV becomes abnormal
Early Iron Deficiency Anemia
Early Vitamin B12 Deficiency
Early Folate Deficiency
Anemic globinopathy
Mean Corpuscular Volume (MCV) Decreased
Iron Deficiency Anemia
RBC fragmentation
HbH
Thalassemia intermedia
JENIS JENIS ANEMIA
ANEMIA DEFISIENSI BESI
DEFENISI :
Anemia yang timbul akibat berkurangnya persediaan besi untuk
eritropiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)
yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang.
Menurut WHO dikatakan anemia bila :
 . Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl
 . Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl
 . Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl
 . Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12g/dl
 . Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl
Penyebab ADB
Tahapan Defisiensi Besi
Tahap 1
a. Dikarakterisasi oleh kehilangan cadangan besi
yg progresif.
b. Cadangan besi masih mampu memelihara
kompartemen transport dan fungsional 
eritropoiesis tdk terganggu.
c. Bisa diketahui dr pemeriksaan kadar feritin yg
rendah atau pengecatan besi di sumsum
tulang.
Tahap 2
A. Didefinisikan sbg ‘exhaustion of the storage pool
of iron’.
B. Selama beberapa waktu eritropoeisis mungkin
belum terganggu, terutama bila besi yg di
sirkulasi masih cukup.
C. Anemia sering kali belum muncul, namun pd
beberapa kasus dpt terjadi penurunan kadar Hb.
D. Kadar feritin rendah, besi serum rendah, TIBC
meningkat.
E. Reseptor transferin di permukaan sel meningkat
 usaha meningkatkan uptake besi ke dalam
sel.
Tahap 3
a. Merupakan anemia yang nyata.
b. Hemoglobin dan hematokrit di bawah normal.
c. Pembentukan SDM tdk dpr berjalan lancar
karena adanya deplesi simpanan besi dan besi
di sirkulasi.
d. Jumlah SDM yg dihasilkan akan meningkat 
memenuhi kebutuhan besi akan oksigen 
jumlah besi kurang  terbentuk sel yang lebih
kecil ukurannya dan konsentrasi hemoglobin yg
rendah  Mikrositik hipokromik.
e. Muncul gejala klinis: pucat, lethargi, dll.
Anemia Penyakit Kronik
 APK (Anemia Penyakit Kronik) merupakan jenis
anemia kedua tersering setelah ADB.

 Anemia jenis ini sering terjadi pada pasien yg


mengalami aktivasi sistem imun baik yg akut
maupun kronis anemia karena inflamasi.
PENYEBAB ANEMIA PEYAKIT KRONIK
Anemia Penyakit Kronik
 APK  anemia yg proses terjadinya dipicu oleh
sistem imun. Beberapa hal yg terkait dg
patofisiologinya diantaranya adalah: sitokin dan sel
sistem retikuloendotelial yg menginduksi
perubahan homeostasis besi, proliferasi produksi
progenitor eritroid, produksi eritropoetin, lama
hidup eritrosit.

 APK mrp anemia normositik normokromik dg kadar


Hb berkisar 8 g/dl – 9,5 g/dl.
PATOFISIOLOGI
1. DISREGULASI HOMEOSTASIS BESI
 Gangguan homeostasis besi mrp penanda utama
APK.

 Pd kondisi tersebut terjadi peningkatan uptake


dan retensi besi di dalam sel sistem
retikuloendotelial  pergeseran besi yg
bersirkulasi ke sistem retikuloendotelial 
pengurangan persediaan besi untuk progenitor
sel eritroid  eritropoesis dg besi yg terbatas.
PATOFISIOLOGI
 Penelitian pd mencit yg diberi sitokin proinflamasi
IL-1 dan TNF-alfa  hipoferremia & anemia 
terkait dg induksi sintesis feritin (protein utama yg
terkait penyimpanan besi) oleh sitokin. Feritin
disintesis oleh makrofag & hepatosit.

 Pd peny. Inflamasi kronis, penangkapan besi oleh


makrofag t.u. diperantarai oleh eritrofagositosis dan
pemasukan besi ferro melalui transport
transmembran oleh protein DMT1 (Divalent
Membrane Transporter 1).

 IFN- γ, lipopolisakarida, TNF-α meningkatkan


ekspresi DMT-1 dan meningkatkan uptake besi ke
dlm makrofag yg teraktivasi.
PATOFISIOLOGI
 Sitokin proinflamasi ini juga menginduksi penyimpanan
besi mll pengurangan ekspresi ferroportin shg memblok
pelepasan besi dr sel retikuloendotelial.

 Sitokin antiinflamasi IL-10 menginduksi anemia mll


stimulasi pengambilan besi oleh makrofag yg
diperantarai transferin. IL-10  meningkatkan ekspresi
reseptor transferin di permukaan makrofag.

 Identifikasi hepsidin (protein fase akut yg diinduksi oleh


lipopolisakarida, IL-6) membantu menunjukkan
keterkaitan antara sistem imun dg APK, dimana pd
mencit yg mengalami inflamasi namun memiliki
defisiensi hepsidin tdk terjadi hypoferremia & anemia.
Hepsidin  menghambat absorbsi besi di duodenum &
berperan dalam penghambatan pengeluaran cadangan
besi oleh makrofag.
PATOFISIOLOGI
2. GANGGUAN PROLIFERASI PROGENITOR SEL
ERITROID

 Pd APK tejadi gangguan proliferasi dan diferensiasi


prekusor eritroid.

 Hal ini terkait dg efek inhibisi dari sitokin inflamasi


seperti: Interferon α, β,γ, TNF α, IL-1 yg akan
mempengaruhi perkembangan erithroid burst-
forming units dan erythroid colony-forming units.

 IFN- γ dianggap inhibitor yg paling poten, yg


dicerminkan dari korelasi terbalik IFN- γ dg kadar
Hb dan level retikulosit
PATOFISIOLOGI
 Mekanisme lain yg diduga terkait adalah adanya
induksi apoptosis oleh mediator inflamasi, down
regulasi ekspresi reseptor eritropoetin pd sel
progenitor, gangguan aktivitas eritropoetin,
pengurangan produksi faktor hematopoetic ex:
stem cell factor.

 Sitokin juga memiliki efek langsung terhadap sel


progenitor eritrosit melalui sintesis radikal bebas yg
labil ex: nitric oxide, anion superoxide.
PATOFISIOLOGI
3. TUMPULNYA RESPON ERTROPOETIN

 Ekspresi eritropoetin berbanding terbalik dg tingkat


oksigenasi jaringan dan kadar Hb.

 Pd hampir sebagian besar APK, terdapat respon


eritropoetin yg tdk adekuat shg tidak sesuai dg
pengurangan kadar Hb.

 IL-1 dan TNF alfa secara langsung menghambat


ekspresi reseptor eritropoetin in vitro, hal ini
mungkin disebabkan oleh formasi radikal bebas yg
dipicu oleh sitokin inflamasi, dimana radikal tsb
selanjutnya akan menganggu afinitas ikatan faktor
transkripsi yg menginduksi EPO dan sekaligus
merusak sel yg menghasilkan EPO.
PATOFISIOLOGI
 Respon sel progenitor eritroid thd EPO berbanding
terbalik dg keparahan penyakit yg mendasari
terjadinya APK dan jumlah sitokin yg beredar.

 Semakin tinggi kadar TNF alfa, semakin tinggi


kadar EPO yg dibutuhkan untuk pbtk erythroid-
colony forming units.

 EPO yg telah berikatan dg respotor EPO


mengaktivasi sinyal transduksi  aktivasi mitogen
dan fosforilasi tyrosine kinase. Proses ini dapat
dipengaruhi oleh sitokin inflamasi dan regulasi
feedback negatif.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
 Kelainan kurang darah yang
diakibatkan gangguan sintesis DNA
ditandai adanya sel megaloblasti
 Sel yang paling dipengaruhi adalah
sel yang membelah cepat : darah dan
epitel usus
 Kebanyakan disebabkan defisiensi
B12 dan asam folat
 Kekurangan keduanya menyebabkan
gangguan sintesa DNA sehingga
pembelahan terganggu.
GEJALA KLINIS DEF B12
 Kelainan melibatkan darah, GE, saraf
 Anemia
 Muka pucat mata kekuningan
 Kadar bilirubin meningkat
 Nyeri lidah, lidah papilnya halus dan
kemerahan.
 Anoreksia mungkin dengan diare
 Matirasa, kelemahan dan ataksia, mudah
lupa, sampai psikosis, reflek lutut menurun
KLINIS DEF ASAM FOLAT
 Mirip def B12 tetapi tidak tampak
gangguan neurologis
Terapi def B12
 Kobalamin 1000 mikrogram IM tiap
minggu sampai 6 minggu
 Bila membaik diberikan 1 bulan sekali
 Bisa dilanjutkan oral 2 mg/hari
 Bila perlu tranfusi PRC pelan pelan
 Pengobatan penyakit penyebab
 Asam folat oral dosis tinggi
Terapi def asam folat
 Asam folat 1-5 mg / h
HEMOLYTIC ANEMIAS
Hemolytic anemias = reduced red-cell life span

Dr. Muhammad Nur., MSc. SpPK


Classification of Hemolytic anemias
I. Red cell abnormality (Intracorpuscular factors)
A. Hereditary
1. Membrane defect (spherocytosis, elliptocytosis)
2. Metabolic defect (Glucoze-6-Phosphate-Dehydrogenaze (G6PD)
deficiency, Pyruvate kinase (PK) deficiency)
3. Hemoglobinopathies (unstable hemoglobins,
thalassemias, sickle cell anemia )

B. Acquired
1. Membrane abnormality-paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH)
II. Extracorpuscular factors
A. Immune hemolytic anemias
1. Autoimmune hemolytic anemia
- caused by warm-reactive antibodies
- caused by cold-reactive antibodies
2. Transfusion of incompatible blood

B. Nonimmune hemolytic anemias


1. Chemicals
2. Bacterial infections, parasitic infections (malaria), venons
3. Hemolysis due to physical trauma
- hemolytic - uremic syndrome (HUS)
- thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)
- prosthetic heart valves
4. Hypersplenism
Mechanisms of hemolysis:

- intravascular
- extravascular
Inravascular hemolysis (1):

- red cells destruction occurs in vascular space


- clinical states associated with Intravascular hemolysis:
acute hemolytic transfusion reactions
severe and extensive burns
paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
severe microangiopathic hemolysis
physical trauma
bacterial infections and parasitic infections (sepsis)
Inravascular hemolysis (2):

- laboratory signs of intravascular hemolysis:

indirect hyperbilirubinemia
erythroid hyperplasia
hemoglobinemia
methemoalbuminemia
hemoglobinuria
absence or reduced of free serum haptoglobin
hemosiderynuria
Extravascular hemolysis :
- red cells destruction occurs in reticuloendothelial system
- clinical states associated with extravascular hemolysis :
autoimmune hemolysis
delayed hemolytic transfusion reactions
hemoglobinopathies
hereditary spherocytosis
hypersplenism
hemolysis with liver disease
- laboratory signs of extravascular hemolysis:
indirect hyperbilirubinemia
increased excretion of bilirubin by bile
erythroid hyperplasia
hemosiderosis
Hemolytic anemia - clinical features:
- pallor
- jaundice
- splenomegaly
Laboratory features:
1. Laboratory features
- normocytic/macrocytic, hyperchromic anemia
- reticulocytosis
- increased serum iron
- antiglobulin Coombs’ test is positive

2. Blood smear
- anisopoikilocytosis, spherocytes
- erythroblasts
- schistocytes

3. Bone marrow smear


- erythroid hyperplasia
Diagnosis of hemolytic syndrome:

1. Anemia
2. Reticulocytosis
3. Indirect hyperbilirubinemia
Autoimmune hemolytic anemia caused by warm-
reactive antibodies:
I. Primary
II. Secondary
1. acute
- viral infections
- drugs ( -Methyldopa, Penicillin, Quinine, Quinidine)
2. chronic
- rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus
- lymphoproliferative disorders
(chronic lymphocytic leukemia, lymphomas,
WaldenstrÖm’s macroglobulinemia)
- miscellaneous (thyroid disease, malignancy )
Autoimmune hemolytic anemia caused by
cold-reactive antibodies:

I. Primary cold agglutinin disease


II. Secondary hemolysis:
- mycoplasma infections
- viral infections
- lymphoproliferative disorders
III. Paroxysmal cold hemoglobinuria
Autoimmune hemolytic anemia - diagnosis
- positive Coombs’ test

Treatment:
- steroids
- splenectomy
- immunosupressive agents
- transfusion
Hereditary microspherocytosis
1. Pathophysiology
- red cell membrane protein defects (spectrin deficiency)
resulting cytoskeleton instability
2. Familly history
3. Clinical features
- splenomegaly
4. Laboratory features
- hemolytic anemia
- blood smear-microspherocytes
- abnormal osmotic fragility test
- positive autohemolysis test
- prevention of increased autohemolysis by including glucose in
incubation medium
5. Treatment
- splenectomy
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
1. Pathogenesis

- an acquired clonal disease, arising from a somatic mutation in a


single abnormal stem cell
- glycosyl-phosphatidyl- inositol (GPI) anchor abnormality
- deficiency of the GPI anchored membrane proteins
(decay-accelerating factor =CD55 and a membrane inhibitor
of reactive lysis =CD59)
- red cells are more sensitive to the lytic effect of complement
- intravascular hemolysis

2. Symptoms
- passage of dark brown urine in the morning
3. PNH –laboratory features:
- pancytopenia
- chronic urinary iron loss
- serum iron concentration decreased
- hemoglobinuria
- hemosiderinuria
- positive Ham’s test (acid hemolysis test)
- positive sugar-water test
- specific immunophenotype of erytrocytes (CD59, CD55)

4. Treatment:
- washed RBC transfusion
- iron therapy
- allogenic bone marrow transplantation
SICKLE CELL ANEMIA
Definition: chronic hemolytic anemia occuring
almost exclusively in blacks and characterized
by sickle-shaped red cells(RBCs) caused by
homozygous inheritance of Hemoglobin S
SICKLE CELL ANEMIA-pathogenesis

- In Hb S, valine is substituted for glutamic acid in


the sixth amino acid of the ß chain.
- Deoxy-Hb S is much less soluble than deoxy Hb A;
it forms a gelatinous network of fibrous polymersthat cause RBCs to
sickle at sites of low pO2.
- Hemolysis-because sickle RBCs are too fragile to withstand the
mechanical trauma of circulation
- Occlusion in microvascular circulation caused by distorted, inflexible
RBCs adhering to vascular endothelium
SICKLE CELL ANEMIA-incidence

- Homozygous - about 0,3% of blacks in the USA


(have sickle cell anemia)
- Hetezygotes-8-13% of blacks, (are not anemic, but the
sickling trait=sicklemia can be demonstrated in vitro)
SICKLE CELL ANEMIA-clinical features
IN HOMOZYGOTES
1. Clinical complications due to severe hemolytic anaemia
- slowed growth and development in children
- bilirubins stones
- aplastic crisis
- congestive heart failure from chronic anemias and cardiac
overload compensation
2. Consequences of vaso-occlusion of the microcirculations (tissue
ischemia and infarction)
- infarction of spleen, brain, marrow, kidney, lung, aseptic
necrosis, central nervous system and ophtalmic vascular lesions
SICKLE CELL ANEMIA-laboratory
findinges
1. Anemia-normocytic or slightly macrocytic
2. Leukocytosis(chronic neutrophilia)
3. Thrombocytosis-usually mild<1000G/l
4. Reticulocytosis
5. Peripheral smear: sickle shaped red cells,
polychromatophilia, Howell-Jolly bodies
6. Hb -electrophoresis
SICKLE CELL ANEMIA-therapy

Preventive measures:
prevention or remedy of: infections(penicillin prophylaxis and
pneumococcal vaccination), fever, dehydratation,acidosis,
hypoxemia, cold exposure
Blood transfusions for very severe anemia
New approaches to therapy;
1. Activation of Hb F synthesis -5-azacytidine
2. Antisickling agents acting on hemoglobin or membrane
3. Bone marrow transplantation
POLISITEMIA VERA
Kelainan pada sistem mieloproliferatif  terjadi klon abnormal pada
hemopoetik sel induk (hemopoetic stem cells) dengan peningkatan
sensitivitas pada growth factors  terjadi maturasi yang berakibat
terjadi peningkatan banyak sel.1
Peningkatan sel darah merah pada polisitemia vera lebih mengarah
pada jumlah sel, bukan pada peningkatan masa kehidupan dari sel.8,9

Polisitemia rubra vera atau polisitemia vera (polisitemia primer) Tidak


membutukan erytropoietin (rendah, normal)
Meningkatnya jumlah sel darah merah dalam sirkulasi darah,
menaikkan viskositas darah total  menyebabkan melambatnya aliran
darah  manifestasi patofisiologi penyakit ini.

polisitemia sekunder (eritropoetin meningkat)


Secara fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang
meningkat atau secara non fisiologis sebagai sindrom paraneoplastik.1
Kadar eritropoetin pada polisitemia vera biasanya rendah atau tidak
ada dan produksi normalnya ditekan oleh naiknya hematokrit dan
saturasi oksigen normal.11
Etiologi

Diduga kelainan molekuler menjadi salah satu penyebab.


Penelitian sitogenetika menunjukkan adanya kariotipe abnormal
di sel induk hemopoisis.
Beberapa kelainan tersebut sama dengan penyakit
mielodisplasia sindrom, yaitu deletion 20q (8,4%), deletion 13q
(3%), trisomi 8 (7%), trisomi 9 (7%), trisomi 1q (4%), deletion
5q atau monosomi 5 (3%), deletion 7q atau monosomi 7 (1%).2
Patogenesis

Reaktivitas berlebihan pada sinyal Janus Kinase (tirosin kinase) yang


berperan dalam proses hematopoetik menyebabkan proliferasi
berlebih pada sel-sel hematopoetik dan juga menstimulasi proses
inflamasi pembuluh darah.

Proliferasi berlebih pada sel-sel hematopoetik akan menimbulkan


abnormalitas sel sel darah, inflamasi akan memicu timbulnya gejala
klinis pada pasien. 8
Saat ligan terikat ke reseptor sitokin akan memicu dimerisasi. Jaks
yang terikat pada reseptornya melalui domain SH2, mengalami
transposforilasi dan setelah itu memposforilasi STAT / Signal
Transducer and Activator of Transcription. STAT yang teraktivasi akan
berdimerisasi dan bertranslokasi ke nukleus, dengan cara
mengaktivasi promotor gen.
Gejala Klinis

Polisitemia vera 3 fase, yaitu :


1. Gejala awal (early symptom)
Gejala minimal, test laboratorium kelainan (-)
Sakit kepala (48%), telinga berdenging (43%), mudah lelah(47%),
gangguan daya ingat , susah bernapas (26%), darah tinggi (72%),
gangguan penglihatan (3l%), rasa panas pada tangan atau kaki (29%),
gatal (pruritus) (43%), juga terdapat perdarahan dari hidung, lambung
(stomach ulcers) (24%) atau sakit tulang (26%).

2. Gejala akhir (later symptomps) dan Komplikasi


Sebagai penyakit progresif, perdarahan (hemorrhage) atau trombosis.
Trombosis adalah penyebab kematian terbanyak.
Komplikasi: asam urat meningkat, ±10% menjadi gout, resiko ulkus
pepticum meningkat (10%).

3. Fase splenomegali
Sekitar 30%  fase splenomegali.
Pada Fase ini terjadi kegagalan sumsum tulang dan pasien menjadi
anemia berat, kebutuhan transfusi meningkat, liver dan limpa membesar.2
Hal yang berhubungan dengan manifestasi klinis, yaitu :
1. Hiperviskositas
2. Penurunan kecepatan aliran (shear rate)
3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).
4. Basofilia (hitung basofil >65/mL).
terkait dengan histamin  urtikaria, pruritus, perdarahan lambung.
5. Splenomegali (hiperaktif hemopoesis ekstra medular).
6. Hepatomegali (hiperaktif hemopoesis ekstra medular).
7. Laju siklus sel yang tinggi.
Konsekuensi hiperaktif hemopoesis dan splenomegali  produksi
asam urat darah akan meningkat.
8. Defisiensi vitamin B12, dan asam folat.
Karena untuk metabolisme untuk pembuatan sel darah.
Timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.Optikus,
serta psikosis
Diagnosis

1) Manifestasi Klinis
2) Pemeriksaan Laboratorium
- Eritrosit
Laki laki >6 juta/ml pada pria dan >5,5 juta/ml pada perempuan,
Normositik normokrom, kecuali jika terdapat defisiensi besi.
Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi ke arah
metaplasia mieloid di akhir perjalanan penyakit
- Granulosit
2/3 kasus  meningkat (±12 - 25 ribu/ml) kadang 60 ribu/mL.
2/3 kasus  basofilia.
- Trombosit
Meningkat (450-800 ribu/mL), dapat >1 juta/ml. Kadang morfologi trombosit abnormal
- B12 Serum
Meningkat  35% kasus, menurun  30% kasus, Kadar UB12BC meningkat >15%
kasus
- Pemeriksaan Sumsum Tulang
Bukan untuk diagnostik, kecuali ada kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif
Sitologi sumsum tulang  peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier
dari seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari histopatologi sumsum
tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang patologis/abnormal dan sedikit fibrosis
merupakan petanda patognomonik polisitemia vera
DIAGNOSIS BANDING
ET (ESENSIAL TROMBOCITEMIA)
MYELOFIBROSIS (MF)
REFERENCE

1. Supandiman I, Sumahtri R. Polisitemia Vera. Pedoman Diagnosis dan terapi Hematologi Onkologi Medik. 2003: 83-90.
2. Prenggono D. Polisitemia Vera Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Penerbit IPD FKUI. 2006: 702-705.
3. Tefferi A. Polycithemia Vera : A Comprehensive Review and Clinical recommendation. Mayo Clinic Proc. 2003; 78: 174-194.
4. Anunayi J,Motrapu ML,Monasiddiqui, et al.Polycythemia Vera in a Young Adult: A Rare Case Report. Sch J Med Case Rep
2014;2(4):2.
5. Landolfi, R., L. Di Gennaro.Pathophysiology of thrombosis in myeloproliferative neoplasms. Haematologica 2011;96(2):183-186.
6. Adel, Aoulia G, Amina D, Yekhlef Aymen Y, Abdel-Hamid BA, Mohie N, et al. Polycythemia vera and acute coronary syndromes
pathogenesis, risk factors and treatment. J Hematol Thromb Dis 2013;1(107):2.
7. Marchioli R, Finazzi G, Landolfi R, et al.Vascular and neoplastic risk in a large cohort of patients with polycythemia vera. Journal of
Clinical Oncology2005;23(10):2224-2232.
8. Tefferi A, Rumi E, Finazzi G, et al.Survival and prognosis among 1545 patients with contemporary polycythemia vera: an
international study. Leukemia 2013;27(9):1874-1881.
9. Moulard O, Mehta J.Epidemiology of myelofibrosis, essential thrombocythemia, and polycythemia vera in the European
Union.European journal of haematology 2014;92(4):289-297.
10. Osler, W.Chronic cyanosis, with polycythaemia and enlarged spleen: a new clinical entity. The American Journal of the Medical
Sciences 1903;126(2):187-201.
11. Dameshek, W.Some speculations on the myeloproliferative syndromes. Blood 1951;(6):372-5.
12. Baker SJ, Rane SG, Reddy EP, et al.Hematopoietic cytokine receptor signaling. Oncogene2007;26(47):6724-6737.
ANEMIA APLASTIK
merupakan jenis anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah
tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam
bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau
pendesakan sumsum tulang.1
Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari
sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,
granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.2

ETIOLOGY

Sebagian besar adalah idiopatik (50-70%).


Beberapa penyebab lain adalah toksisitas langsung dan penyebab
yang diperantarai oleh imunitas seluler
Radiasi
Radiasi  stem sel dan progenitor sel rusak, merusak DNA dimana
jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan
hematopoiesis sangat sensitif.5,6
Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia
aplastik.
Radiasi  Stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis.6

Bahan-bahan Kimia
Benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia aplastik
dan akut myelositik leukemia (AML).
Beberapa bahan kimia yang lain seperti insektisida dan logam berat 8
Obat-obatan
Dasarnya hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan.
Tersering  kloramfenikol. Obat-obatan lain fenilbutazon, senyawa
sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya
mieleran atau nitrosourea.2
Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus
hepatitis, virus Epstein-Barr, HIV dan rubella.
Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering.
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada
sumsum tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang
trombositopenia.
Virus dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung
yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak
langsung melalui induksi imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang
menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau destruksi
jaringan stroma penunjang.4

Faktor Genetik
Sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari
padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi.
Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai
oleh hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit,
hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual,
kelainan ginjal dan limpa.5
Patofisiologi
Tiga faktor penting untuk terjadinya anemia aplastik adalah: 6,7
a. Gangguan sel induk hemopoeitik
b. Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang
c. Proses imunologik

Kerusakan sel induk  dibuktikan melalui keberhasilan transplantasi


sumsum tulang.
Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus percobaan
yang diberikan radiasi.
Proses imunologik  dibuktikan pengobatan imunosupresif.
Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari
kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang.
Manifestasi Klinis.1
1. Sindrom anemia :
a. Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas
intoleransi terhadap aktivitas fisik, angina pectoris, gejala payah jantung.
b. Susunan saraf : sakit kepala, pusing, telingga mendenging, mata berkunang
– kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi jongkok ke
posisi berdiri, iritabel, lesu dan perasaan dingin pada ekstremitas.
c. Sistem pencernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut
kembung, enek di hulu hati, diare atau obstipasi.
d. Sistem urogeniatal : gangguan haid dan libido menurun.
e. Epitel dan kulit: kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah,
rambut tipis dan kekuning kuningan.

2. Gejala perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan


subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena atau menorhagia
pada wanita. Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, namun jika
terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.

3. Tanda-tanda infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris,


sepsis atau syok septik
Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorik:1,6
1. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia
2. Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/dl
3. Leukopenia, relatif limfositosis, sel muda dalam darah tepi (-)
4. Trombositopenia, ringan sampai sangat berat
5. Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia.
Aplasia tidak merata pada seluruh sumsum tulang  sumsum tulang
normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia aplastik, harus
diulangi pada tempat-tempat lain.
6. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
7. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer
8. Pemeriksaan Sumsum Tulang:
Aspirasi sumsum tulang  sejumlah spikula dengan daerah yang
kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit,
sel plasma, makrofag dan sel mast.
Gambaran partikel  hiposelular, normoseluler, hiperseluler, akan tetapi
megakariosit rendah.
International Aplastic Study Group : anemia aplastik berat bila selularitas
sumsum tulang <25% - <50% dengan sel hematopoiesis < 30%.9
Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorik:1,6
9. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ Hybridization)
Sampel Sel darah sumsum tulang: jumlah, jenis sel-sel, terdapat kelainan
genetik atau tidak.
10. Tes Fungsi Hati dan Virus, Bila curiga infeksi virus hepatitis
11. Level Vitamin B-12 dan Folat  menyingkirkan anemia megaloblastik.
12. Pemeriksaan Radiologis
MRI (Magnetic Resonance Imaging)  gambaran khas yaitu elemen seluler (-)
dan digantikan oleh jaringan lemak.
Diagnosis

Kriteria International Agranulocytosisand Aplastic Anemia Study Group (IAASG) :1


1. Satu dari tiga sebagai berikut :
Hb <10 g/dl atau Hct < 30%
Trombosit < 50x109/L
Leukosit < 3,5x109 /L

2. Retikulosit <30x109/L

3. Gambaran sumsum tulang :


Selularitas dan semua sel hematopoeitik menurun
atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan
deplesi seri granulosit dan megakariosit.
Tidak adanya fobrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik

4. Pansitopenia karena obat sitostakita atau radiasi terapeutik harus di


eksklusi
Diagnosis Banding

Anemia aplastik perlu dibedakan dengan kelainan yang disertai pansitopenia atau
bisitopenia pada darah tepi, antara lain:1

1. Leukemia aleukemik
2. Sindroma mielodisplastik (tipe hipoplastik)
3. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
4. Anemia mieloptisik
5. Pansitopenia karena penyebab lain
Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas:1
1 Terapi kausal
Untuk menghilangkan agen penyebab. Tetapi sering hal ini sulit
dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas
2 Terapi suportif
untuk mengatasi akibat pansitopenia.
a. Mengatasi infeksi:
Higiene mulut
Identifikasi sumber infeksi, pemberian antibiotik tepat dan adekuat.
Bila hasil tes sensitivitas (-), diberikan ampisilin, gentamisin, atau
sefalosporin generasi ketiga.
Tranfusi granulosit konsentrat  pada sepsis berat o/k kuman gram
negatif, dengan neutropenia berat yang tidak respon pada
antibiotika adekuat.
b. Anemia
Tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb < 7 g/dl atau payah jantung atau anemia
sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl, tidak perlu sampai Hb normal
 menekan eritropoiesis internal.
c. Untuk mengatasi perdarahan
Tranfusi TC jika  perdarahan mayor atau trombosit < 20.000/mm3. Pemberian
TC berulang  antibodi antitrombosit.
Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.
Penatalaksanaan

3. Terapi memperbaiki fungsi sumsum tulang


a. Anabolik Steroid: oksimetolon atau atanozol. Efek terapi 6-12 minggu.
b. Kortikosteroid dosis rendah – sedang : prednison 40-100 mg/hr,
4 minggu respon (-)  hentikan.
c. GM-CSF atau G-CSF  meningkatkan jumlah netrofil.

4 Terapi definitif
a. Terapi Imunosupresif
Pemberian anti lymphocyte globulin (ALG) atau
anti thymocyte globuline (ATG). (pilihan utama  usia > 40 th.
Pemberian methylprednisolon dosis tinggi
b. Transplantasi sumsum tulang.
Terapi definitif  biaya sangat mahal, alat khusus, donor kompatible
sulit
Merupakan pilihan untuk pasien usia < 40 tahun.
Untuk mengatasi GvHD (graft versus hostdisease)  siklosporin A
Kesembuhan jangka panjang (60-70% kasus)
Prognosis

Prognosis dibagi tiga:1


a. Kasus berat dan progresif, meninggal dalam 3 bulan (10-15% kasus)
b. Kasus perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relapse dapat
meninggal dalam 1 tahun (50% kasus)
c. Yang mengalami remisi sempurna atau parsial (sebagian kecil pasien)
Referensi
1. Bakta, IM. Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta. 2003. P: 98-109.
2. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. In: Eipsten FH, editor. New English Medical Journal,
vol.336. Massachusetts Medical Society, 1997.
3. Montane E, Luisa I, Vidal X, Ballarin E, Puig R, Garcia N, Laporte JR, CGSAAA: Epidemiology of aplastic anemia: a prospective
multicenter study. Haematologica. 2008; 98:518-23
4. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p.
637-643. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP Denpasar. Denpasar : Lab / SMF Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP
Denpasar Bali, 1994.
5. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p.
637-643.
6. Bakta, IM. Anemia Aplastik dan Gagal Sumsum Tulang lainnya. Denpasar: Laboratorium/SMF Penyakit Dalam FK Universitas
Udayana, 1996. p. 3-40.
Anemia of chronic renal failure
Etiology & pathogenesis
 Turunnya produksi eritropoietin → the most significant factor in
the development of anemia in uremia
 Vol plasma bervariasi luas dlm gagal ginjal, dg kensekuensi
variations in the hematocrit
 Dlm uremia terjadi reduksi red cell life span mungkin sbg akibat
rusaknya metaboilime dari eritr
 Terjadi defisiensi besi dari kehilangan darah dlm tabung
dialisis, pemeriksaan lab atau perdarahan eksternal kadang
sbg akibat uremia-induced platelet dysfunction
 As folat mungkin hilang dlm dialisis bath
Anemia of chronic renal failure
Gambaran klinik & laboratorium
 Anemia normositik normokhrom dg retikulosit normal atau
sedikit menurun
 Dlm sediaan tampak acanthocyte atau schistocyte
 Hitung leukosit, hitung jenis leukosit & trombosit normal
 Fungsi trombosit abnormal sesuai dg derajat uremia serta
keberhasilan dialisis
 Kepadatan & maturitas sms tl normal; meskipun tdp anemia
tapi tak ada hiperplasia eritroid
Anemia of chronic disease
Definisi
 Anemia yg menyertai infeksi khronik, peny inflamasi
atau neoplastic disease
 Diperlukan 1-2 bl berlangsungnya penyakit tsb untuk
anemia bisa berkembang
 Anemia sedang dg hb 7-11 g/dl tanpa symptome
Anemia of chronic disease
 Gambaran umumnya termasuk
• Kadar besi serum rendah
• Tibc rendah
• Cadangan besi sms tl bertambah
• Umur eritr berkurang
• Kecepatan produksi eritr berkurang
Anemia of chronic disease
Patogenesis
 Umur eritr berkurang 20-30%
 Defek pelepasan besi dari makrofag → besi serum & saturasi
transferin rendah. Perubahan ini terjadi awal
 Produksi eritropoietin (epo) berkurang sbg respon thd anemia
& kemampuan prekursor eritroid thd epo defek
Anemia of chronic disease
Gambaran klinik & laboratorium
 Anemia tertutup gejala peny primer
 Diagnosis tergantung hasil lab:
• Initially normocytic normochromic, selanjutnya berkembang
menjadi mikrocytic hypochromic
• Besi serum rendah, serum transferin agak berkurang &
saturasi transferin berkurang
• Ferritin serum pada fase akut tidak tepat naik sbg repon thd
cadangan besi
• Cadangan besi sms tlg naik; M/E ratio normal & prosentase
sideroblas turun
Anemia of chronic disease
Diagnosis banding
 Dilution anemia pada penderita dg peny neoplastik lanjut
 Drug-induced morrow suppression
 Defisiensi besi dg karakteristik kadar besi serum rendah,
transferin bertambah, cadangan besi berkurang, feritin
berkurang
 Anemia gagal ginjal khronik
Anemia of endocrine disorders
Anemia of pituitary deficiency
 Dysfungsi atau ablasi hipofise diikuti dg anemia
normositik normokhrom kadang disertai leukopenia
 Replacement therapy dg kombinasi hormon tiroid,
adrenal & gonade biasanya memperbaiki anemianya
Anemia of endocrine disorders
Anemia of thyroid dysfunction
 Beberapa penderita myxedema mempunyai
anemia normositik normokhrom dari mild sampai
moderate sbg akibat produksi eritr berkurang
 Volume plasma pada myxedema berkurang,
kadang menutupi derajat anemia yg sebenarnya
 Causa yg paling banyak dlm myxedema →
defisiensi besi, ok sering terjadi menorrhagi pada
wanita dg hipotiroidism
Anemia of endocrine disorders
 Dlm myxedema juga sering ditemukan macrositosis
→ ok disertai defisiensi as folat
 Defisiensi B12 sbg akibat anemia pernisiosa juga
terjadi
 Pada hyperthyroidism vol eritr bertambah tapi tidak
muncul polisitemia ok vol plasma juga bertambah
Anemia of endocrine disorders
Anemia of adrenal dysfunction
 Seseorang dgn insufisiensi adrenal punya anemia
normositik normokhrom disertai berkurangnya vol
plasma → anemia yg sebenarnya tak tampak dari
kadar Hb atau hematokrit
 Pada Cushing sindrom terjadi eritrositosis
Anemia of endocrine disorders
Anemia of gonadal dysfunction
 Androgen memacu eritropoiesis dg menaikkan
produksi eritropoietin & menambah pengaruh
eritropoietin thd morrow progenitor cell
 Kadar Hb laki dewasa normal 1-2 g/dl lebih tinggi
dari wanita, tapi kadar Hb pada gangguan fungsi
gonade pada laki sama dg wanita normal
 Estrogen dlm dosis besar → anemia berat yg
mekanismenya belum diketahui
Anemia of endocrine disorders
Anemia of pregnancy
 Jumlah vol eritr meningkat 20% selama hamil, tapi
vol plasma juga meningkat 30% → dilutional anemia
 Pada wanita normal anemia berkembang kira-kira
pada hamil 8 minggu, bertambah perlahan sampai
umur kehamilan 32-34 minggu, kmd stabil sampai
lahir. Pada akhir trimester 3 kadar Hb kira-kira 10
g/dl
 Anemia pd kehamilan disebabkan oleh defisiensi
besi atau tapi jarang defisiensi as folat
Anemia of endocrine disorders
Anemia of parathyroid dysfunction
 Hyperparatyroidism primer kadang disertai anemia;
& paratyroidectomy dlm uremia dpt memperbaiki
anemia
 Hyperparatyroidisme muncul sbg causa anemia,
baik dengan mengganggu produksi eritropoietin
maupun oleh sclerosis sumsum tulang dg
menurunkan produksi eritrosit
Anemia of pancreatic dysfunction
 Anemia pada DM tapi muncul sbg akibat dari
komplikasi penyakitnya dari pada defisiensi insulin
Talassemia
Definisi
 Sekelompok gangguian yg masing-masing sbg
akibat dari defek heriditer sintesis satu atau lebih
rantai globin
 Ketidakseimbangan produksi rantai globin
mengakibatkan hemolisis & anemia dg berbagai
derajat
Talassemia
Etiologi & patogenesis
Genetic control & synthesis of hemoglobin
 Setiap molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai globin
identik yg terpisah
 Hb dewasa 96% HbA (α2β2) & 2.5% HbA2(α2δ2)

 Fetal life: HbF (α2γ2) predominan


Talassemia
Defferent forms of talassemia
 β talassemia:
• βo talassemia dg tanpa produksi rantai β
• β+ talassemia dg produksi sebagian rantai β
• Tanda keduanya kenaikan HbA2 pd heterozygote
βδ talassemia adalah heterogen
• dlm bbp kasus tak ada produksi rantai δ & β
• Kadar HbF bukan HbA2 meningkat pada heterozygote
Talassemia
Heriditery persistent of fetal hemoglobin
 Genetik heterogen

 Ditandai HbF persisten in adult life

 Talasemia ringan tanpa gejala klinik

Α talassemia biasanya disebabkan oleh hilangnya satu


atau lebih 4 rantai α
Talassemia
Patofisiologi
Homozygous β talassemia
 Sintesis β globin absen atau berkurang banyak
→mikrositik hipokhromik eritrosit
 Kelebihan rantai α mengendap dlm sel prekursor
eritrosit → destruksi intrameduler sel eritroid
abnormal & hemolisis
 Manifestasi klinik muncul ssd neonatal berubah dari
γ chain ke β chain produktion
Talassemia
Heterozygous β talassemia
 Anemia mikrositik hipokhrom ringan dg
kenaikan HbA2
 Bbp lebih berat ok poor heme & tidak
stabil dg inclusion eritr mengandung
endapan rantai β sebanyak kelebihan
rantai α → hyperunstable hemoglobin
Talassemia
 talassemia :
 Defek produksi rantai α manifestasi pada
kehidupan fetal & dewasa
 Pada neonatus kelebihan rantai γ menjadi larut

 Defek sintesis hb → mikrositik hipokhromik


eritrosit
 Eritropoiesis less ineffective d/p β talassemia
Talassemia
Gambaran klinik
 β-talassemia major: klinis berat perlu
transfusi
 β talassemia intermedia : lebih ringan
transfusi bbp kali bahkan tak perlu
 β talassemia minor: heterozygous carrier
Talassemia
Gambaran laboratorium
 β talassemia major
• Anemia berat Hb 2-3 g/dl; gamb darah tepi:
anisopoikilositosis mencolok, hipokhromik,
target cell, basophillic stippling, large
poikilosit, eritrosit berinti banyak, reikulosit
meningkat sedang, inclusion of Hb in
hypochromic red cell; ssd splenectomy
inclusion lebih banyak
Talassemia
• Hitung lekosit & trombosit normal/naik ringan
• Morrow: hyperplasia eritroid mencolok;
eritroblas abnormal dg stippling; sideroblas
naik; cadangan besi meningkat mencolok.
• Eritropoiesis inefektif mencolok; umur eritrosit
memendek
• Hemoglobin: HbF naik, dari < 10% sp > 90%.
Pada βotalassemia HbA absen. Kadar HbA2
rendah, normal atau tinggi;
Talassemia
β talassemia minor:
• anemia sedang 9-11 g/dl
• Mikrositik hipokhrom dg mcv 50-7- fl, mch
20-22 pg
• Hemoglobin: HbA2 mungkin tertekan menjadi
normal oleh defisiensi besi
Talassemia
Diagnosis banding
 Pendekatan diagnosis talassemia syndrome
lihat skema
 Anemia sideroblastik heriditer pada anak
menyerupai talassemia, tapi pemeriksaan
sms tl tidak menunnjukkan deferensiasi
 Kadar HbF tinggi tdp juvenile chronic
myelomonocytic lekemia, hasil sumsum tl
tertentu
Hasil Laboratorium
Homozigot Heterozigot
Hemoglobin 2-5 g/dl 9-11 g/dl
Morfologi eritrosit Poikilositosis, sel target Mikr. Hipokhrom
Basofilik stippl., Heinz bodies MCV 50-70 fl
Eritrosit berinti MCH 20-22 pg
Retikulositosis > 15 % Naik ringan
Trombosit/leukosit Bila splenomegali rendah Normal
Sumsum tulang Hiperplasia eritroid mencolok Hiperplasia eritroid ringan
Shg deformasi tulang Sp sedang
HbA2 variable 3.5-7 %
HbF 10-90 % total Hb Naik sedikit
Cadangan besi Naik sp hemosiderosis Normal/sedikit naik
Hemoglobinopathies
Difinisi:
 Unstable Hb berasal dari mutasi yg
mengubah asam amino salah satu rantai
globin yang mengakibatkan molekul Hb
tidak stabil & presipitasi
 Homotetramer rantai β normal (HbH)
atau rantai  (Hb Bart’s) juga tidak stabil
Hemoglobinopathies
Etiologi & patogenesis
 Molekul tetramer Hb mempunyai banyak noncovalent
forces yg menjaga struktur setiap subunit & mengikatnya
satu sama lain
 Substitusi/ deletions as amino melemahkan noncovalent
forces mengakibatkan Hb mengalami denaturasi &
presipitasi sbg insoluble globin yg melekat pada cell
membrane membentuk Heinz bodies
 Heinz bodies mengurangi deformabilitas eritrosit,
kemampuan negosiate sinus lienalis; mengakibatkan sel
eritr kehilangan membrane & kerusakan eritrosit
Hemoglobinopathies
Gambaran laboratorik
 Kadar Hb normal/menurun; MCV menurun ok
banyak Hb yg mengalami denaturasi
 Sediaan apus: hipokhromia, poikilositosis,
polikhromasia, anisositosis & basophlic
stippling
 Pasca splenectomi → dlm eritrosit sirkulasi
banyak ditemukan Heinz bodies
 Retikulositosis tidak proporsional thd beratnya
anemia terutama bila Hb abnormal mempunyai
afinitas tinggi thd oksigen
Hemoglobinopathies
 Diagnosis di konfirmasi dg menunjukkan
adanya unstable Hb berupa:
• Isopropanol stability test
• Heat stabily test
• Incubation with & staining by brilliant cresyl blue
• Hb electrophoresis mungkin bermanfaat, tapi normal
pattern doesn’t rule out an unstable Hb
• Penetapan P50O2 yg mengukur afinitas Hb thd
Oksigen mungkin bermanfaat
• Unstable Hb can be detected by DNA analysis
Hemoglobinopathies
Defferential Diagnosis
 Anggaplah unstable dlm semua penderita dg hereditary
nonspherocytic hemolytic anemia, terutama hypochromic
red cell & reticulositosis diluar proporsi derajad anemia
 Tidak semua penderita mempunyai positive test utk
unstable Hb: false positive isopropanol stability test
mungkin tampak pada penderita dg sickl3e Hb atau yg
mempunyai kadar methb meningkat atau HbF
 HbH & Hb Bart’s are unstable; dpt didewteksi dg
elektroforesis dan tdp pada penderita dg -thalassemia
Acute blood loss anemia
Major effect of rapid hemorrhage
 Massa eritr yg beredar dikosongkan & trans oksigen
jaringan defek
 Vol darah turun mendadak → cv kolap, shock irreversible
shock, meninggal

Manifestasi klinik
 Pada acute blood loss → hmt normal tapi ssd 2-3 hari
turun perlahan, selama itu menurunnya vol plasma
disembuhkan dg cairan ekstravaskuler
 Massa eritr dg digantinya vol plasma yg hilang menjadi
berkurang
Acute blood loss anemia
 Suplai oksigen jaringan dijaga dg
vasokonstriksi di area yg tak peka thd oksigen
& vasidilatasi didaerah yg peka oksigen
 Plasma eritropoietin naik selama
perkembangan anemia ssd perdarahan akut
hitung leukosit naik sp 10.000-30.000/µl
selama beberapa jam
 Trombosit bisa meningkat sp 1.000.000/µl
 Metamyelosit, myelosit & nucleated red cell
tampak pada darah tepi ssd perdarahan berat
Acute blood loss anemia
Respons eritropoietik
 Epo initiate proliferasi & maturasi
eritroblas dini. Eritroid mulai hyperplasia,
dpt dideteksi ssd 5 hari
 Epo juga menyebabkan pelepasan
retikulosit prematur ke sirkulasi,
kenaikan retikulosit dpt dideteksi 6 jam
ssd perdarahan
Acute blood loss anemia
 Produksi eritr harian dpt diperkirakan
dari hitung retikulosit absolut, dikoreksi
dg retikulosit prematur dibagi retikulosit
absolut X 2
 Bila iron suplemen/oral tersedia →
produksi eritrosit dpt naik 4-5 kali normal
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai