TENTANG
SYTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT
KELOMPO III
PRODI SI KEBIDANAN 25 B
Dosen Pengampu :
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Makalah Ajar Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat yang berjudul “
System Jaminan Sosial Masyarakat” telah selesai, semoga dengan dibuatkan Makalah ini
bermanfaat bagi kemajuan Pendidikan Bidan di Indonesia umumnya dan mahasiswa kebidanan
Universitas Fort De Kock Bukitinggi Khususnya.
Berbagai referensi yang di tuangkan dalam Makalah ini agar mempermudah mahasiswa
dalam mencapai tujuan dan kompetensi pembelajaran dengan baik.
penulis menyadari bahwa Makalh ini masih ada kekurangan dan kelemahannya, baik
pada isi, bahasa, maupun penyajiannya. Kami sangat mengharapkan adanya tanggapan berupa
kritik dan saran guna penyempurnaan Makalahl ini. Semoga makalah ini bermanfaat.
Penulis
Kelompok III
Ilmu Kesehatan Masyarakat
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Lingkup masalah yang akan dibahas adalah:
1. Bagaimana landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis bagi jaminan sosial masyarakat
di Indonesia?
2. Bagaimana sistem jaminan sosial masyarakat yang pernah berlaku hingga saat ini di
Indonesia?
3. Bagaimana strategi Pengawasan terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS)?
4. Bagaimanakah metode jaminan sosial?
5. Bagaimana Kajian evaluasi dan penguatan system jaminan sosial?
D. MANFAAT PENULISAN
Makalah ini memberikan manfaat yaitu sebagai referensi bagi para pembaca khususnya
mahasiswa Kebidanan, dalam menerapkan layanan jaminan sosial masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
1. Landasan fisiologis
Landasan filosofis untuk reformasi Sistem Jaminan Sosial Masyarakat di Indonesia
tidak jauh berbeda dengan landasan filosofis yang digunakan di awal pembentukan sistem
jaminan sosial Indonesia yang mengarah pada universal covered saat pemerin-tahan era
reformasi memulai pembahasan RUU SJSN. NKRI telah memiliki landasan hidup
bernegara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan philosofische grondslag
dan weltanschauung bangsa Indonesia. Pembukaan UUD 1945, pada masing-masing alenia
mengandung cita-cita luhur dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir
materi Undang-Undang Dasar, dan tentunya undang-undang secara luas. Dimuatnya perihal
kesejahteraan dalam UUD 1945, maka Konstitusi Indonesia dapat disebut sebagai konstitusi
ekonomi (economic constitution). Jimly Asshiddiqie menggunakan istilah konstitusi
ekonomi (economic constitution) tersebut untuk membedakannya dari pengertian konstitusi
politik (political constitution) . Tujuan konstitusi ekonomi tidak lain adalah untuk
meningkatkan secara relatif optimal kesejahteraan ekonomi dan keselamatan ekonomi
warga negara.
Jaminan peningkatan kesejahteraan ekonomi itu dilakukan dengan memastikan
pengakuan dan jaminan hak ekonomi dalam konstitusi. Suatu konstitusi disebut Konstitusi
Ekonomi berkaitan dengan pengertian bahwa konstitusi itu memuat kebijakan ekonomi.
Kebijakan-kebijakan itu lah yang akan memayungi dan memberi arahan bagi perkembangan
kegiatan ekonomi suatu negara. Kebijakan-kebijakan ekonomi dalam konstitusi tersebut,
baik yang dimuat secara eksplisit ataupun implisit, dijabarkan dalam bentuk kebijakan yang
lebih operasional yang biasanya dituangkan dalam bentuk hukum tertentu, seperti undang-
undang dan per-aturan perundang-undangan lainnya. Semua peraturan ini berfungsi sebagai
instrumen yang memacu laju perkembangan ekonomi ataupun sebaliknya membuat
perekonomian menjadi mandeg. Faktor-faktor peraturan ini dalam ilmu ekonomi disebut
sebagai salah satu elemen institusional dalam dinamika kebijakan ekonomi. Seorang
ekonom institusi-onalis, sangat menekankan aspek kelembagaan dan peraturan semacam ini
dalam perekonomian.
Pemerintah telah menetapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi salah
satu program kebijakan strategis nasional. Tahun 2019 pemerintah menargetkan
kepesertaan JKN mencapai cakupan semesta atau universal health coverage (UHC)
sebanyak 257,5 juta peserta. Mencapai target itu tidak mudah, karena ada banyak persoalan
yang harus dibenahi. SJSN merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. SJSN bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat
2. Landasan Sosiologis
Jumlah ruang lingkup jaminan sosial telah menjadi lima program, yaitu:
1. jaminan kesehatan (JK),
2. jaminan kecelakaan kerja (JKK),
3. jaminan hari tua (JHT),
4. jaminan pensiun (JP), dan
5. jaminan kematian (JKm).
Kelima jenis layanan ini seharusnya dapat dimanfaatkan oleh tenaga kerja secara
maksimal.
Faktanya santunan layanan jaminan sosial belum dapat dirasakan oleh masyarakat
secara merata.
Suara masyarakat sipil salah satunya dari „Lokataru‟ beberapa poin mengkritik
tentang kepesertaan sebagai berikut:
1. Masih ada masyarakat kategori tidak mampu tapi belum menjadi peserta penerima
bantuan iuran (PBI). Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi PBI pada
praktiknya tidak mudah, misal prosedur birokrasi, dan kualitas administrasi
kependudukan.
2. Tidak ada insentif bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri.
Denda dan sanksi dikenakan kepada peserta non PBI yang telat membayar iuran. JKN
tidak menjamin pelayanan kesehatan peserta yang menunggak.
3. Kepesertaan JKN berbasis kartu keluarga (KK) dan nomor rekening suami dapat
menyulitkan kaum perempuan terutama korban kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) untuk mengakses layanan kesehatan karena basis KK adalah identitas suami.
kepesertaan berbasis KK rumit secara administratif. Akibatnya, setiap perubahan atau
masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga akan berdampak pada anggota
keluarga lainnya yang tercantum dalam KK
4. Perubaan kebijakan, prosedur kepesertaan, dan iuran BPJS Kesehatan sering dibuat
untuk alasan pragmatis: mengatasi defisit anggaran. Mengatasi defisit harusnya
dilakukan dengan memperluas kepesertaan berbasis iuran, bukan menaikkan iuran.
5. Masih kurangnya sosialisasi terinci kepada masyarakat dan penyedia layanan kesehatan
mengakibatkan perbedaan pemahaman mengenai kepesertaan dalam sistem asuransi
sosial. Pandangan eksternal terhadap kinerja badan penyelenggara umumnya
merupakan persepsi masyarakat yang didasarkan atas pengalaman keseharian
menggunakan fasilitas layanan badan penyelenggara. Sedangkan persoalan
sesungguhnya bukan sese- derhana itu, bukan hanya menyangkut iuran, kepesertaan,
melainkan secara tata kelola kelembagaan, koordinasi dan sinergi antara badan
penyelenggara yang masih eksis, yakni ada BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan,
PT TASPEN (Persero), PT ASABRI (Persero), dan PT Jasa Raharja. Kesemuanya ini
berakar dan hanya dapat diselesaikan dengan melahirkan regulasi yang sesuai.
3. Landasan Yuridis
Adanya persoalan substansi dan prosedural pada sistim jaminan sosial saat ini,
memerlukan kajian dan revisi regulasi. Selain soal pembagian kewenangan peme- rintah
pusat dan daerah dalam pembagian urusan untuk menyelenggarakan jaminan sosial,
inkonsistensi horizontal antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan (UU 11/2009). Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU 40/2004) dan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU
24/2011) terkait fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang
cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang
mengalami masalah ketidakmampuan sosial ekonomi dalam sistim Jamkesmas dan
Jamkesda.
2. Jaminan Sosial bagi Prajurit TNI, Ang- gota Polri, dan ASN di Lingkungan
Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
menjadi hak warga negara termasuk PMI akan diselenggarakan oleh BPJS sebagai
penyeleng-gara lima program yakni JK, JKK, JHT, JKm, dan JP, meski tetap terbuka
penyeleng-gara oleh lembaga lain manakala resiko tertentu tidak tercakup dalam
jaminan sosial BPJS.
Sayangnya pada peraturan pelaksanaan, yang kemudian dikeluarkan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Pekerja
Migran Indonesia (PerMen 18/2018) pada Pasal 2 menyatakan bahwa jaminan sosial
bagi PMI hanya meliputi JKK, JKm, dan JHT, malah menurut Pasal 3 PerMen 18/2018
ini program yang wajib diikuti PMI hanya JKK dan JKm, sedangkan JHT bersifat
sukarela. Program Jaminan Hari Tua (JHT) juga boleh diikuti oleh PMI, namun sifatnya
hanya opsional atau tidak wajib.
Selain manfaat JKK secara umum seperti biaya pengobatan kecelakaan kerja dan
santunan kecacatan, PMI mendapat manfaat khusus, antara lain berupa:
Perawatan dan pengobatan PMI yang terbukti mengalami tindak kekerasan dan
pemerkosaan hingga sembuh tanpa batasan biaya.
Biaya penggantian bagi calon pekerja migran yang gagal berangkat bukan karena
kesalahan CPMI sebesar Rp7,5 juta.
Penggantian kerugian atas tindakan pihak lain selama perjalanan pulang ke daerah
sebesar Rp10 juta.
Perawatan dan pengobatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
akibat kecelakaan kerja, di mana pekerja migran tidak dipulangkan ke Indonesia
oleh pemberi kerja.
Penggantian tiket pesawat udara kelas ekonomi maksimal Rp10 juta untuk
pemulangan PMI yang mengalami kecelakaan kerja dan tidak meninggal dunia.
Santunan meninggal dunia Rp85 juta, dan 1 orang anak ahli waris mendapat
beasiswa hingga lulus sarjana atau beasiswa pelatihan kerja.
Demikian pula pada lingkup badan pengawas badan penyelenggara jaminan sosial,
persoalan krusial adalah siapakah sesungguhnya pengawas BPJS. Pasal 39 ayat (3) UU
24/2011 menyatakan pengawas eksternal BPJS dilakukan oleh DJSN dan lem-baga
pengawas independen. Dalam Penjelasan pasal ini disebutkan bahwa lembaga pengawas
independen tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan dalam hal tertentu sesuai
dengan kewenangannya dapat dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Dewan Pengawas BPJS merupakan organ BPJS yang berfungsi melakukan tugas
pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS. Sedangkan satuan pengawas internal di-
bentuk sebagai unit khusus untuk membantu dan atas nama pucuk pimpinan
melakukan pengawasan terhadap keseluruhan unit organisasi dalam BPJS.
Pengawasan internal melakukan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang
tugasnya dalam rangka membantu pimpinan mengelola organisasi untuk mencapai
sasaran yang telah ditetap- kan.
Sistem jaminan sosial secara garis besar mengikuti dua metode, yaitu
1. asuransi sosial (social insurance), Asuransi sosial adalah jaminan sosial yang
diberikan kepada para peserta asuransi berdasarkan premi yang di- bayarkannya.
Sistem asuransi kesehatan dan pensiun adalah dua bentuk asuransi sosial yang
umum diterapkan di banyak negara.
2. bantuan sosial (social assistance), Bantuan sosial adalah jaminan sosial yang
umumnya diberikan kepada kelompok lemah dalam masyarakat yang meskipun
tidak membayar premi tetapi dapat memperoleh tunjangan pendapatan atau
pelayanan sosial.
(3) Publik dan swasta. Jaminan sosial dapat diselenggarakan oleh negara (publik)
atau oleh lembaga-lembaga swasta yang umumnya berbentuk Perseroan
Terbatas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPILAN
Berdasarkan pemaparan pada beberapa bab sebelumnya, dapat ditarik kesim-
pulan sebagai berikut:
1. Belum ada keselarasan antara cita-cita luhur negara yang dimuat dalam Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 dengan regulasi dan implementasi UU 40/2004 dan UU 24/2011 dan
berbagai peraturan pelaksanaannya. Kele- mahan regulasi tersebut telah berdampak tidak
hanya disharmoni peraturan perundang-undangan secara vertikal dan horizontal, namun
juga inkonsis- tensi kebijakan pemerintah di bidang jaminan sosial, sehingga
menimbulkan maturitas kelembagaan SJSN. Indonesia masih terkategori sebagai negara
dengan model negara kesejahteraan Minimal jika dibandingkan dengan program yang
diusulkan ILO dalam Konvensi 102, di mana belum mencakup antara lain sickness benefit,
invalid benefit, unemployment benefit, dan maternity benefit.
2. Indonesia telah cukup dalam menyediakan pijakan yuridis bagi penyelenggaraan jaminan
sosial. Kajian ini memetakan adanya persoalan yuridis, yakni persoalan substansi dan
prosedural dan wewenang (kelembagaan).
3. Indonesia masih berada pada model minimal, kepesertaan masih segmentatif berdasarkan
profesi), masih ada program yang penting pada masa ini yang belum diatur yakni
unemployment benefit atau Jaminan Kelangsungan Pekerjaan (JKP). Stategi
Pengembangan SJSN masa yg akan datang perlu:
DAFTAR PUSTAKA
Baznas Kabupaten Agam, Jaminan Sosial dalam Islam, 1 April 2018, dari http://baznas-
kabagam.or.id/berita/detail/jaminan-sosial-di-dalam-islam, diakses pada 31 Agustus
2020.
Catatan Diskusi dalam Rapat Inisiasi Revisi PP PBI pada 22 Mei 2019, di The Grove Suite
Hotel, Jakarta (Lampiran II Surat Direktur Perencanaan Kependudukan dan
Perlindungan Sosial Bappenas Nomor 6152/Dt.4.1/05/2019 tanggal 24 Mei 2019).
Catatan dari Giawan Lussa, Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan (29/10/2018).
Dueckue, P., 2003, PhilHealth Today, Presentation on the Social Health Insurance Meeting,
Bangkok, July 3—6, 2003.
Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, 2015, Kajian Tata Kelola Bansos
Kementerian/Lembaga, dari http://www.anggaran.kemenkeu.go.id/api/
Medias/2285d31a- 4db4-4701-b9c5-d273df98c6fb, diakses pada Senin 10 Agustus
2020.