Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TENTANG
SYTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT

KELOMPO III
PRODI SI KEBIDANAN 25 B

1. SUSI HELMI 8. YULISDA


2. MELIZA NURFIKA 9. NOVA SUSANTI
3. YULIANI 10. EFNI A
4. ROSMANELI 11. RUSILAH
5. SUNARTI 12. NUR AL JANNAH
6. MELIA ERIKA 13. KARMIATI
7. HANDRE SILVIA EXSA 14. ARESTA ISMINABIL

Dosen Pengampu :

UNIVERSITAS FORT DE KOCK PROGRAM


STUDI SARJANA KEBIDANAN
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Makalah Ajar Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat yang berjudul “
System Jaminan Sosial Masyarakat” telah selesai, semoga dengan dibuatkan Makalah ini
bermanfaat bagi kemajuan Pendidikan Bidan di Indonesia umumnya dan mahasiswa kebidanan
Universitas Fort De Kock Bukitinggi Khususnya.

Moakalah ini dibuat agar mempermudah proses belajar mengajar sehingga


mempermudah mahasiswa dalam memahami materi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan dapat di
aplikasikan dalam bidang Kebidanan

Berbagai referensi yang di tuangkan dalam Makalah ini agar mempermudah mahasiswa
dalam mencapai tujuan dan kompetensi pembelajaran dengan baik.

penulis menyadari bahwa Makalh ini masih ada kekurangan dan kelemahannya, baik
pada isi, bahasa, maupun penyajiannya. Kami sangat mengharapkan adanya tanggapan berupa
kritik dan saran guna penyempurnaan Makalahl ini. Semoga makalah ini bermanfaat.

Penulis

Kelompok III
Ilmu Kesehatan Masyarakat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 2


A. Latar Belakang ............................................................................................................... 2
B. Identifikasi Masalah ....................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 3
D. Manfaat Penulisan .......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 4


A. Landasan Filosofis, Sosiologis, DanYuridis ................................................................. 4
1. Landasan fisiologis ................................................................................................... 4
2. Landasan Sosiologis ................................................................................................. 5
3. Landasan yuridis........................................................................................................ 6

B. JAMINAN SOSIAL DAN NEGARA KESEJAHTERAAN ................................... 7


1. Jaminan Sosial bagi Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu .............................................. 7
2. Jaminan Sosial bagi Prajurit TNI, Ang- gota Polri, dan ASN .................................. 8
3. Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam ............................................... 8
4. Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ............................................. 8

C. PENGAWASAN TERHADAP JAMINAN SOSIAL (BPJS) .................................. 9

D. METODE DALAM JAMINAN SOSIAL ................................................................. 10

1. Sistem jaminan sosial secara garis besar .................................................................. 10


2. Asuransi Sosial dan Bantuan Sosial ......................................................................... 11

E. KAJIAN EVALUASI DAN PENGUATAN SYSTEM JAMINAN SOSIAL ......... 13

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 14


A. KESIMPULAN ............................................................................................................ 14
REFERENSI ..................................................................................................................... 15

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 3


Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemerintah mengembangkan sistem jaminan sosial dalam rangka memenuhi tujuan


sebagai negara kesejahteraan, ini juga merupakan amanah dari Pasal 34 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menyatakan
bahwa, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.” Pemenuhan jaminan sosial merupakan salah satu hak asasi manusia yang
dijamin pemenuhannya oleh Negara berdasarkan Konstitusi Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945, bahwa “Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.”
Sistem Jaminan Sosial juga diatur dan dijamin dalam Deklarasi Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia yang di-deklarasikan pada tanggal 10
Desember 1948,The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
(ICESCR),demikian juga dalam Konvensi ILO (International Labour Organization) Nomor
102 Tahun 1952 yang pada intinya meng-anjurkan semua negara untuk memberikan
perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja.Demikian pentingnya jaminan sosial di
semua negara, termasuk Indonesia.
Agenda Pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode 2020—2024 melalui
RPJMN 2020—2024, merumuskan postur anggaran belanja pemerintah pusat untuk
mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah secara
efektif dan efisien, di antaranya melalui peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas
dan penguatan program perlindungan sosial menjadi fokus utama. Kebijakan pembangunan
tersebut tercermin melalui pos anggaran pendidikan (Kartu Indonesia Pintar, KIP Kuliah,
Beasiswa, Riset, Kartu Pra Kerja, Sarana dan Prasarana) sebesar Rp508,1 triliun, kesehatan
sebesar Rp132,2 triliun (Kartu Indonesia Sehat, Jaminan Kesehatan Nasional, Sarana dan
Prasarana) dan perlindungan sosial (Program Keluarga Harapan, Bantuan Pangan Non
Tunai, Akses Perumahan, Subsidi Produktivitas Per-tanian, dan Permodalan UMKM)
sebesar Rp372,5 triliun. Tiga fokus area pembangunan ini dimaksudkan untuk
memaksimalkan investasi sosial pada modal manusia dan modal sosial guna menghadapi
era globalisasi dan disruptive economy melalui ketahanan sosial sumber daya manusia.
Jaminan Sosial dalam perkembangannya sejak tahun 1952 oleh International
Labour Organization (ILO) yang mengeluarkan standar minimum Jaminan Sosial untuk
dipedomani negara-negara, dalam KILO 102 disebutkan ada: layanan kesehatan, tunjangan
sakit, tunjangan pengangguran, tunjangan hari tua, tunjangan kecelakaan kerja, tunjangan
keluarga, tunjangan persalinan, tunjangan kecelakaan, tunjangan ahli waris. Indonesia
sendiri baru merampungkan konsepsi sistem jaminan sosial pada tahun 2004, dengan

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 4


Ilmu Kesehatan Masyarakat

diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial


Nasional (UU 40/2004). Undang-undang ini hadir untuk men-jangkau sektor yang lebih
luas untuk mengatasi sistem jaminan sosial yang telah di-laksanakan sebelumnya.
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak (Pasal 1 angka 1
UU 40/2004). Sedangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan
sosial (Pasal 1 angka 2 UU 40/2004). Sistem jaminan sosial memiliki lima lingkup program
yaitu jaminan kesehatan (JK), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT),
jaminan pensiun (JP), dan jaminan kematian (JKm).
.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Lingkup masalah yang akan dibahas adalah:
1. Bagaimana landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis bagi jaminan sosial masyarakat
di Indonesia?
2. Bagaimana sistem jaminan sosial masyarakat yang pernah berlaku hingga saat ini di
Indonesia?
3. Bagaimana strategi Pengawasan terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS)?
4. Bagaimanakah metode jaminan sosial?
5. Bagaimana Kajian evaluasi dan penguatan system jaminan sosial?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN


1. Tujuan umum dilaksanakan Kajian Evaluasi dan Penguatan Sistem Jaminan Sosial
adalah untuk memberikan masukan secara komprehensif terhadap implementasi
sistem jaminan sosial masyarakatdi Indonesia, sedangkan
2. Tujuan khusus sebagai berikut: Memperoleh gambaran tentang landasan filosofis,
sosiologis dan yuridis yang komprehensif tentang Penguatan Sistem Jaminan Sosial
Nasional

D. MANFAAT PENULISAN
Makalah ini memberikan manfaat yaitu sebagai referensi bagi para pembaca khususnya
mahasiswa Kebidanan, dalam menerapkan layanan jaminan sosial masyarakat

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 5


Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN

A. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

1. Landasan fisiologis
Landasan filosofis untuk reformasi Sistem Jaminan Sosial Masyarakat di Indonesia
tidak jauh berbeda dengan landasan filosofis yang digunakan di awal pembentukan sistem
jaminan sosial Indonesia yang mengarah pada universal covered saat pemerin-tahan era
reformasi memulai pembahasan RUU SJSN. NKRI telah memiliki landasan hidup
bernegara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan philosofische grondslag
dan weltanschauung bangsa Indonesia. Pembukaan UUD 1945, pada masing-masing alenia
mengandung cita-cita luhur dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir
materi Undang-Undang Dasar, dan tentunya undang-undang secara luas. Dimuatnya perihal
kesejahteraan dalam UUD 1945, maka Konstitusi Indonesia dapat disebut sebagai konstitusi
ekonomi (economic constitution). Jimly Asshiddiqie menggunakan istilah konstitusi
ekonomi (economic constitution) tersebut untuk membedakannya dari pengertian konstitusi
politik (political constitution) . Tujuan konstitusi ekonomi tidak lain adalah untuk
meningkatkan secara relatif optimal kesejahteraan ekonomi dan keselamatan ekonomi
warga negara.
Jaminan peningkatan kesejahteraan ekonomi itu dilakukan dengan memastikan
pengakuan dan jaminan hak ekonomi dalam konstitusi. Suatu konstitusi disebut Konstitusi
Ekonomi berkaitan dengan pengertian bahwa konstitusi itu memuat kebijakan ekonomi.
Kebijakan-kebijakan itu lah yang akan memayungi dan memberi arahan bagi perkembangan
kegiatan ekonomi suatu negara. Kebijakan-kebijakan ekonomi dalam konstitusi tersebut,
baik yang dimuat secara eksplisit ataupun implisit, dijabarkan dalam bentuk kebijakan yang
lebih operasional yang biasanya dituangkan dalam bentuk hukum tertentu, seperti undang-
undang dan per-aturan perundang-undangan lainnya. Semua peraturan ini berfungsi sebagai
instrumen yang memacu laju perkembangan ekonomi ataupun sebaliknya membuat
perekonomian menjadi mandeg. Faktor-faktor peraturan ini dalam ilmu ekonomi disebut
sebagai salah satu elemen institusional dalam dinamika kebijakan ekonomi. Seorang
ekonom institusi-onalis, sangat menekankan aspek kelembagaan dan peraturan semacam ini
dalam perekonomian.
Pemerintah telah menetapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi salah
satu program kebijakan strategis nasional. Tahun 2019 pemerintah menargetkan
kepesertaan JKN mencapai cakupan semesta atau universal health coverage (UHC)
sebanyak 257,5 juta peserta. Mencapai target itu tidak mudah, karena ada banyak persoalan
yang harus dibenahi. SJSN merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. SJSN bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 6


Ilmu Kesehatan Masyarakat

mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami


kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Jaminan sosial dikatakan sebagai salah satu alasan awal Indonesia ingin mer-deka.
Pengalaman saat terjadi krisis moneter dunia pada tahun 1998, ternyata Malaysia sebagai
negara jiran Indonesia mampu mengatasi krisi dengan memanfaatkan tabungan dari sistem
jaminan sosialnya. Sebaliknya Indonesia harus memilih pinjaman asing demi bertahan agar
rupiah tidak semakin jatuh. Masa tersebut, Malaysia memiliki tabungan setara Rp1.300
triliun hasil jaminan sosial warganya. Adapun Indonesia hanya memiliki sekitar Rp100
triliun yang dihimpun oleh PT JAMSOSTEK (Persero) saat itu. Sebab ini juga yang
mendorong Indonesia mengembangkan sistem jaminan sosial yang universal dengan
mengundangkan UU SJSN di tahun 2004 yang lalu. Sampai tahun 2020 ini, UU SJSN dan
UU BPJS (baca: UU 40/2004 dan UU 24/2011) yang telah diterapkan mengalami beberapa
uji materi di Mahkamah Agung, menjadi bukti belum sempurnanya regulasi untuk
mendukung maksud negara memberi jaminan sosial yang purna dan menyeluruh. Secara
konsepsional kebijakan apapun yang akan dikembangkan haruslah memastikan didasari
oleh prinsip „equality‟, „equity‟ dan „reciprocity‟ itu dapat berjalan secara terpadu dan
seimbang untuk membangun struktur kehidupan sosial yang berkeadilan, yaitu struktur
masyarakat yang berkeadilan sosial.
Dengan adanya ketiga hal ini, dengan sendirinya ketimpangan dalam struktur
perikehidupan bermasyarakat dapat dicegah dan diatasi. Pendekatan yang bersifat struktural
ini mempunyai arti yang sangat penting untuk menilai sejauhmana kebijakan- kebijakan
pro-rakyat yang dikembangkan selama ini benar-benar berada di jalan yang tepat dalam
upaya mewujudkan prinsip keadilan sosial sebagai sila kelima Pancasila. Pembangunan
ekonomi, termasuk membangun sistem jaminan sosial nasional memerlukan dukungan
kelembagaan dan sistem norma, baik sistem hukum (rule of law) maupun sistem etika (rule
of ethics) yang mengatur dan mengarahkan secara efektif dan efisien agar tujuan
kesejahteraan yang adil dan merata dapat dicapai dengan sebaikbaiknya. Karena itu, sistem
ekonomi dan kebijakan pembangunan ekonomi harus tunduk kepada kesepakatan hukum
tertinggi, yaitu Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar desain hukum konstitusi
(constitutional law) dan etika konstitusi (constitutional ethics) yang harus menjadi landasan
sistem ekonomi dan kebijakan pembangunan ekonomi nasional.19

2. Landasan Sosiologis
Jumlah ruang lingkup jaminan sosial telah menjadi lima program, yaitu:
1. jaminan kesehatan (JK),
2. jaminan kecelakaan kerja (JKK),
3. jaminan hari tua (JHT),
4. jaminan pensiun (JP), dan
5. jaminan kematian (JKm).
Kelima jenis layanan ini seharusnya dapat dimanfaatkan oleh tenaga kerja secara
maksimal.

 Faktanya santunan layanan jaminan sosial belum dapat dirasakan oleh masyarakat

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 7


Ilmu Kesehatan Masyarakat

secara merata.
Suara masyarakat sipil salah satunya dari „Lokataru‟ beberapa poin mengkritik
tentang kepesertaan sebagai berikut:
1. Masih ada masyarakat kategori tidak mampu tapi belum menjadi peserta penerima
bantuan iuran (PBI). Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi PBI pada
praktiknya tidak mudah, misal prosedur birokrasi, dan kualitas administrasi
kependudukan.
2. Tidak ada insentif bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri.
Denda dan sanksi dikenakan kepada peserta non PBI yang telat membayar iuran. JKN
tidak menjamin pelayanan kesehatan peserta yang menunggak.
3. Kepesertaan JKN berbasis kartu keluarga (KK) dan nomor rekening suami dapat
menyulitkan kaum perempuan terutama korban kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) untuk mengakses layanan kesehatan karena basis KK adalah identitas suami.
kepesertaan berbasis KK rumit secara administratif. Akibatnya, setiap perubahan atau
masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga akan berdampak pada anggota
keluarga lainnya yang tercantum dalam KK

4. Perubaan kebijakan, prosedur kepesertaan, dan iuran BPJS Kesehatan sering dibuat
untuk alasan pragmatis: mengatasi defisit anggaran. Mengatasi defisit harusnya
dilakukan dengan memperluas kepesertaan berbasis iuran, bukan menaikkan iuran.
5. Masih kurangnya sosialisasi terinci kepada masyarakat dan penyedia layanan kesehatan
mengakibatkan perbedaan pemahaman mengenai kepesertaan dalam sistem asuransi
sosial. Pandangan eksternal terhadap kinerja badan penyelenggara umumnya
merupakan persepsi masyarakat yang didasarkan atas pengalaman keseharian
menggunakan fasilitas layanan badan penyelenggara. Sedangkan persoalan
sesungguhnya bukan sese- derhana itu, bukan hanya menyangkut iuran, kepesertaan,
melainkan secara tata kelola kelembagaan, koordinasi dan sinergi antara badan
penyelenggara yang masih eksis, yakni ada BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan,
PT TASPEN (Persero), PT ASABRI (Persero), dan PT Jasa Raharja. Kesemuanya ini
berakar dan hanya dapat diselesaikan dengan melahirkan regulasi yang sesuai.

3. Landasan Yuridis

Adanya persoalan substansi dan prosedural pada sistim jaminan sosial saat ini,
memerlukan kajian dan revisi regulasi. Selain soal pembagian kewenangan peme- rintah
pusat dan daerah dalam pembagian urusan untuk menyelenggarakan jaminan sosial,
inkonsistensi horizontal antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan (UU 11/2009). Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU 40/2004) dan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU
24/2011) terkait fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang
cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang
mengalami masalah ketidakmampuan sosial ekonomi dalam sistim Jamkesmas dan
Jamkesda.

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 8


Ilmu Kesehatan Masyarakat

B. Jaminan Sosial dan Negara Kesejahteraan


Kata “jaminan sosial” berasal dari kata social dan security. Security diambil dari
Bahasa Latin “se-curus” yang bermakna “se” (pembebasan atau liberation) dan “curus”
yang berarti (kesulitan atau uneasiness). Sementara itu, kata “social” menunjuk pada
istilah masyarakat atau orang banyak (society). Dengan demikian, jaminan sosial secara
harafiah adalah “pembebasan kesulitan masyarakat” atau “suatu upaya untuk
membebaskan masyarakat dari kesulitan.” Jaminan sosial (social security) dapat
didefinisikan sebagai sistem pemberian uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi
seseorang dari resiko tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan,
kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa tua, dan kematian.36 Spicker37, memberi
batasan dan penjelasan mengenai jaminan sosial sebagai berikut:
Dalam literatur pekerjaan sosial (social work), jaminan sosial (social security)
merupakan salah satu jenis kebijakan sosial untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan
dalam masyarakat. Setiap negara memiliki definisi, sistem, dan pendekatan yang berbeda
dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, dan karenanya, memiliki sistem dan
strategi jaminan sosial yang berbeda pula. Kepustakaan menyimpan sejumlah pengertian
Jaminan sosial lainnya di mana jaminan sosial didefinisikan sebagai sistem pemberian
uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki atau
kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa
tua maupun kema-tian
Terdapat jaminan sosial msyarakat sebagai berikut:
1. Jaminan Sosial bagi Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu;
Dalam Pasal 34 UUD 1945 telah diamanatkan bahwa:
a) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
b) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.
c) Kebijakan Jamkesmas atau Askeskin diselenggarakan oleh Kementerian Kese-
hatan untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
dan tidak mampu selama masa transisi pelaksanaan UU 40/2004. Selanjutnya,
penyelengga- raan akan diserahkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) sesuai UU 40/2004.
d) Pasal 3 UU 13/2011 menegaskan berbagai hak dari fakir miskin, yaitu:
• memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan;
• memperoleh pelayanan kesehatan;
• memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan martabatnya;
• mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun, mengembangkan, dan
memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan karakter budayanya;
• mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
rehabilitasi sosial dalam membangun, mengembangkan, serta member- dayakan
diri dan keluarganya; dll

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 9


Ilmu Kesehatan Masyarakat

2. Jaminan Sosial bagi Prajurit TNI, Ang- gota Polri, dan ASN di Lingkungan
Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang;


a. Jaminan Kecelakaan Kerja dan
b. Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil
Negara (PP 70/2015), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 2017. Pengaturan khusus bagi ASN yang diselenggarakan oleh PT
TASPEN (Persero) menimbulkan adanya perbedaan manfaat antara pekerja swasta dan
ASN. Selain itu, munculnya PP 70/2015 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari
UU ASN (UU 5/2014) tersebut justru tidak harmonis dengan UU 40/2004 dan UU 24/-
2011 yang berprinsip untuk menyelenggarakan satu sistem jaminan sosial yang menye-
luruh untuk semua warga negara tanpa ada pembedaan, dengan prinsip kegotong-
royongan.
Semestinya penyelenggaraan jaminan sosial bagi Prajurit TNI, Anggota Polri, dan
ASN di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
segera disesuaikan sejak tahun 2009, sebagaimana amanah dalam Pasal 52 ayat (2) UU
40/2004. Bukan sebaliknya, malah diperpanjang menjadi paling lambat tahun 2020 (Pasal
65 UU 24/2011). Hal ini menunjukkan adanya inkonsistensi Peme-rintah dalam kebijakan
sistem jaminan sosial nasional.

3. Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam (UU 7/2016)
menentukan bahwa perlindungan atas risiko yang dihadapi Nelayan, Pembudi Daya
Ikan, dan Petambak Garam meliputi:
• hilang atau rusaknya sarana Penangkapan Ikan, Pembudidayaan Ikan, dan Usaha
Pergaraman;
• kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam; dan
• jenis risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 30 ayat (6) UU 7/2016 menyatakan bahwa perlindungan atas risiko yang
dihadapi Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam diberikan dalam
bentuk: (a) asuransi perikanan atau asuransi penggaraman untuk kecelakaan kerja;
dan (b) asuransi jiwa untuk kehilangan jiwa sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

4. Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI)


Pasal 29 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja
Migran Indonesia (UU 18/2017) mengatur bahwa penyelenggaraan program jaminan
sosial bagi PMI dan keluarganya merupakan bagian dari sistem jaminan sosial
nasional. Penyelenggaraan jaminan sosial dikelola oleh BPJS. Sampai pada ketentuan
ini tampak bahwa UU 18/2017 membawa pemikiran sinergi bahwa jaminan sosial yang

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 10


Ilmu Kesehatan Masyarakat

menjadi hak warga negara termasuk PMI akan diselenggarakan oleh BPJS sebagai
penyeleng-gara lima program yakni JK, JKK, JHT, JKm, dan JP, meski tetap terbuka
penyeleng-gara oleh lembaga lain manakala resiko tertentu tidak tercakup dalam
jaminan sosial BPJS.
Sayangnya pada peraturan pelaksanaan, yang kemudian dikeluarkan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Pekerja
Migran Indonesia (PerMen 18/2018) pada Pasal 2 menyatakan bahwa jaminan sosial
bagi PMI hanya meliputi JKK, JKm, dan JHT, malah menurut Pasal 3 PerMen 18/2018
ini program yang wajib diikuti PMI hanya JKK dan JKm, sedangkan JHT bersifat
sukarela. Program Jaminan Hari Tua (JHT) juga boleh diikuti oleh PMI, namun sifatnya
hanya opsional atau tidak wajib.
Selain manfaat JKK secara umum seperti biaya pengobatan kecelakaan kerja dan
santunan kecacatan, PMI mendapat manfaat khusus, antara lain berupa:
 Perawatan dan pengobatan PMI yang terbukti mengalami tindak kekerasan dan
pemerkosaan hingga sembuh tanpa batasan biaya.
 Biaya penggantian bagi calon pekerja migran yang gagal berangkat bukan karena
kesalahan CPMI sebesar Rp7,5 juta.
 Penggantian kerugian atas tindakan pihak lain selama perjalanan pulang ke daerah
sebesar Rp10 juta.
 Perawatan dan pengobatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
akibat kecelakaan kerja, di mana pekerja migran tidak dipulangkan ke Indonesia
oleh pemberi kerja.
 Penggantian tiket pesawat udara kelas ekonomi maksimal Rp10 juta untuk
pemulangan PMI yang mengalami kecelakaan kerja dan tidak meninggal dunia.
 Santunan meninggal dunia Rp85 juta, dan 1 orang anak ahli waris mendapat
beasiswa hingga lulus sarjana atau beasiswa pelatihan kerja.

C. Pengawasan terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Demikian pula pada lingkup badan pengawas badan penyelenggara jaminan sosial,
persoalan krusial adalah siapakah sesungguhnya pengawas BPJS. Pasal 39 ayat (3) UU
24/2011 menyatakan pengawas eksternal BPJS dilakukan oleh DJSN dan lem-baga
pengawas independen. Dalam Penjelasan pasal ini disebutkan bahwa lembaga pengawas
independen tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan dalam hal tertentu sesuai
dengan kewenangannya dapat dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh:


 Dewan Pengawas yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden; dan
 Satuan pengawasan internal yang dibentuk oleh organ BPJS yakni Direksi, yang diberi
wewenang untuk menetapkan struktur organisasi.
 Atau dengan kata lain pengawasan internal dilakukan oleh organ atau satuan tugas
pengawasan dalam organ BPJS sendiri [lihat Pasal 39 ayat (2) UU 24/2011].

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 11


Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dewan Pengawas BPJS merupakan organ BPJS yang berfungsi melakukan tugas
pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS. Sedangkan satuan pengawas internal di-
bentuk sebagai unit khusus untuk membantu dan atas nama pucuk pimpinan
melakukan pengawasan terhadap keseluruhan unit organisasi dalam BPJS.
Pengawasan internal melakukan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang
tugasnya dalam rangka membantu pimpinan mengelola organisasi untuk mencapai
sasaran yang telah ditetap- kan.

D. Metode dalam Jaminan Sosial

 Sistem jaminan sosial secara garis besar mengikuti dua metode, yaitu

1. asuransi sosial (social insurance), Asuransi sosial adalah jaminan sosial yang
diberikan kepada para peserta asuransi berdasarkan premi yang di- bayarkannya.
Sistem asuransi kesehatan dan pensiun adalah dua bentuk asuransi sosial yang
umum diterapkan di banyak negara.

2. bantuan sosial (social assistance), Bantuan sosial adalah jaminan sosial yang
umumnya diberikan kepada kelompok lemah dalam masyarakat yang meskipun
tidak membayar premi tetapi dapat memperoleh tunjangan pendapatan atau
pelayanan sosial.

Program-program kesejahteraan sosial bagi anak-anak, penyandang cacat,


lanjut usia merupakan beberapa contoh bantuan sosial. Baik jaminan sosial yang
berbentuk asuransi sosial maupun bantuan sosial, secara umum dikelola dengan
mengikuti strategi dasar di bawah ini:
(1) Universal dan selektivitas. Jaminan sosial yang bersifat universal diberikan
secara menyeluruh kepada semua warga negara. Sedangkan jaminan sosial
selektivitas hanya diberikan kepada kelompok tertentu saja melalui pentar- getan
(selektivitas), misalnya kelompok miskin
(2) In-cash dan in-kind. In-cash menunjuk pada jenis manfaat atau tunjangan dalam
jaminan sosial yang diberikan dalam bentuk uang (income transfer). Sedangkan
in-kind adalah jenis manfaat jaminan sosial yang berbentuk barang atau
pelayanan sosial (benefits in kind).

(3) Publik dan swasta. Jaminan sosial dapat diselenggarakan oleh negara (publik)
atau oleh lembaga-lembaga swasta yang umumnya berbentuk Perseroan
Terbatas.

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 12


Ilmu Kesehatan Masyarakat

 Asuransi Sosial dan Bantuan Sosial


 Asuransi sosial, didanai oleh
1. premi asuransi, sedangkan
2. bantuan sosial dananya diperoleh dari pendapatan pajak.
 Asuransi sosial ditetapkan berdasarkan insu- rance expertise. Pemberian
manfaat asuransi diperhitungkan berdasarkan premi asuransi. Secara prinsip,
pemerintah nasional (pusat) bersama dengan lembaga-lembaga publik lainnya
menjadi penyelenggara asuransi sosial. Kepesertaan asuransi sosial ber-sifat
wajib (obligatory). Sistem asuransi medis dan asuransi pensiun adalah dua tipe
asuransi sosial yang sangat luas dikenal.
 Bantuan sosial tidak ditetapkan berdasarkan insurance expertis. Manfaat ban-
tuan sosial diberikan berdasarkan dana yang dihimpun dari pendapatan pajak.
Peme- rintah pusat dan daerah memberikan uang atau pelayanan sosial kepada
penduduk sebagai bentuk kepedulian atau kewajiban negara terhadap
pemenuhan hak-hak dasar warganya. Sistem bantuan publik misalnya BLT
(bantuan langsung tunai) adalah contoh bantuan sosial, selain itu, program-
program kesejahteraan sosial untuk anak-anak dan orang terlantar, penyandang
disabilitas, dan orang lanjut usia; bantuan sosial juga meli-puti tunjangan untuk
keluaga (umumnya keluarga tunggal atau tidak mampu) yang memiliki
tanggungan anak dan pensiun kesejahteraan (welfare pension).
 Kelebihan dan Kekurangan Asuransi Sosial
Secara umum, asuransi adalah sebuah sistem untuk sekelompok orang guna
melindungi resiko-resiko yang mungkin terjadi pada mereka. Sejumlah orang yang
dianggap memiliki suatu resiko serupa membentuk sebuah kelompok, dan masing-
masing anggota kelompok tersebut membayar premi sebagai prasyarat
memperoleh manfaat manakala menghadapi kecelakaan atau resiko di masa depan.
Jika sese-orang mengalami kecelakaan misalnya, orang tersebut menerima manfaat
asuransi dari akumulasi premi sebagai pengganti atau kompensasi terhadap resiko
yang di- alaminya. Agar sistem asuransi sosial berjalan secara efektif, „hukum
bilangan banyak‟ (the law of large numbers) harus dipenuhi, artinya: sejumlah
orang harus berkelompok dan harus ada probabilitas tertentu berkenaan dengan
kecelakaan-kecelakaan atau resiko-resiko yang bakal terjadi. Disamping
perhitungan mengenai premi, sistem asuransi sosial harus didasarkan pada dua
prinsip berikut ini (MHLW, 1999):
1) Jumlah total premi yang harus dibayar oleh peserta kepada penyelenggara harus
sama dengan jumlah total uang pertanggungan (insurance money) yang harus
dibayar penyelenggara kepada peserta.
2) Tingkat premi asuransi yang harus dibayar oleh para peserta harus ditentu- kan
berdasarkan resiko-resiko yang harus di-cover serta jumlah uang pertang-
gungan yang mungkin dibayar kepada peserta tersebut.

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 13


Ilmu Kesehatan Masyarakat

 Asuransi sosial memiliki kelebihan:


a) Peserta memiliki hak untuk menerima manfaat (mengajukan klaim) sebagai
balasan atas premi yang dia bayar. Hak tersebut lebih kuat daripada hak yang
diberikan oleh sistem bantuan sosial.
b) Berkaitan dengan sumber-sumber pendanaan, beban pembiayaan lebih
mudah diterima secara logis, karena beban asuransi dan tingkat manfaat
(pertang- gungan) berhubungan erat. Ini berbeda dengan sistem bantuan
sosial yang mengandalkan pajak dengan mana antara pembayar dan
penerima seringkali tidak berkaitan.
c) Tuntutan-tuntutan yang bersifat mementingkan diri sendiri, seperti “Saya
ingin lebih banyak manfaat, tetapi tidak ingin lebih banyak menanggung
beban premi” dapat dihindari.
 Kelemahan asuransi sosial
Kelemahan asuransi sosial adalah kecenderungan terhadap keseragaman,
bentuk-bentuk manfaat yang tetap (fixed), dan kemungkinan terjadinya
penyalah- gunaan manfaat (the abuse of benefits). Kelebihan asuransi sosial
dapat hilang jika hubungan antara manfaat dan beban secara ekstrem sangat
lemah pada tingkat individu.

 Kelebihan dan Kekurangan Bantuan Sosial


 Kelebihan bantuan sosial meliputi:
1) Sistem ini menjangkau berbagai kalangan orang. Jika seseorang memenuhi
kondisi tertentu, dia dapat menerima manfaat terlepas dari apakah dia turut
memikul beban untuk mendapatkannya.
2) Sistem ini dapat memenuhi kebutuhan secara lebih khusus.
 Kelemahan bantuan sosial
Kelemahan bantuan sosial adalah cenderung menimbulkan
ketergantungan dan meningkatkan pengeluaran fiskal. Penelitian atau penetapan
terhadap persya- ratan penerima, seperti survey terhadap pendapatan dan
kepemilikan (assets) yang dikenal dengan istilah “means test”, dapat membatasi
penerima bantuan sosial meskipun mereka sangat membutuhkannya. Dengan
demikian, manfaat bantuan sosial seringkali sangat terbatas dan tergantung pada
situasi keluarga. Sebagai contoh, sistem asuransi pensiun untuk orang lanjut
usia dan sistem asuransi medis diberikan kepada peserta terlepas dari tingkat
pendapatan mereka. Sedangkan skema bantuan sosial, seperti tunjangan anak-
anak dan pensiun kesejahteraan, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki
pendapatan rendah.

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 14


Ilmu Kesehatan Masyarakat

E. Kajian evaluasi dan penguatan system jaminan sosial


Beberapa bentuk evaluasi dan penguatan jamina sosial bagi masyarakat sebagai
berikut:
a. Sistem pelayanan kesehatan membantu mempertahankan kesehatan pekerja dan
menyembuhkan pekerja yang sakit. Kesehatan buruk menjadi sebab utama
produktivitas rendah di banyak negara berkembang.
b. Pelayanan bagi keluarga pekerja juga membantu memastikan kesehatan bagi
angkatan kerja masa depan.
c. Sistem pensiun memudahkan pemberhentian pekerja yang lebih tua, sehingga
membantu mengurangi jumlah pekerja dengan tingkat produkti-vitas rendah.
d. Tunjangan sakit tunai membantu kesembuhan pekerja yang sakit dengan
mengurangi beban finansial dan dorongan untuk terus bekerja walaupun sakit. Ini
juga membantu mempertahankan produktivitas pekerja lain dengan membatasi
tersebarnya penyakit.
e. Asuransi bersalin sangat penting bagi reproduksi angkatan kerja yang sehat serta
untuk mempertahankan kesehatan ibu yang bekerja.
f. Skema kecelakaan kerja—bentuk jaminan sosial yang paling tua dan meluas—
memiliki peran yang semakin besar dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja
dan penyakit dan rehabilitasi pekerja yang menderitanya. Kegiatan seperti ini
cukup relevan dengan produktivitas, mengingat jumlah hari kerja yang hilang
akiibat masalah kesehatan yang dapat dihindari.
g. Tunjangan pengangguran memberikan ruang bagi pengangguran untuk mencari
pekerjaan yang paling tepat dengan keterampilan dan kemampuannya. Jasa kerja
dan pelatihan juga relevan dalam hal ini.
h. Tunjangan anak (dan manfaat tunai lainnya yang disediakan ketika pencari nafkah
tidak dapat bekerja) membantu memastikan agar keluarga yang mempunyai anak
memiliki pemasukan yang cukup agar bisa memberikan nutrisi yang pantas dan
lingkungan hidup yang sehat bagi anaknya. Di negara berkembang, tunjangan anak
juga menjadi alat dalam melawan praktik pekerja anak.

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 15


Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPILAN
Berdasarkan pemaparan pada beberapa bab sebelumnya, dapat ditarik kesim-
pulan sebagai berikut:
1. Belum ada keselarasan antara cita-cita luhur negara yang dimuat dalam Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 dengan regulasi dan implementasi UU 40/2004 dan UU 24/2011 dan
berbagai peraturan pelaksanaannya. Kele- mahan regulasi tersebut telah berdampak tidak
hanya disharmoni peraturan perundang-undangan secara vertikal dan horizontal, namun
juga inkonsis- tensi kebijakan pemerintah di bidang jaminan sosial, sehingga
menimbulkan maturitas kelembagaan SJSN. Indonesia masih terkategori sebagai negara
dengan model negara kesejahteraan Minimal jika dibandingkan dengan program yang
diusulkan ILO dalam Konvensi 102, di mana belum mencakup antara lain sickness benefit,
invalid benefit, unemployment benefit, dan maternity benefit.
2. Indonesia telah cukup dalam menyediakan pijakan yuridis bagi penyelenggaraan jaminan
sosial. Kajian ini memetakan adanya persoalan yuridis, yakni persoalan substansi dan
prosedural dan wewenang (kelembagaan).
3. Indonesia masih berada pada model minimal, kepesertaan masih segmentatif berdasarkan
profesi), masih ada program yang penting pada masa ini yang belum diatur yakni
unemployment benefit atau Jaminan Kelangsungan Pekerjaan (JKP). Stategi
Pengembangan SJSN masa yg akan datang perlu:

KELOMPOK III SYSTEM JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT Page 16


Ilmu Kesehatan Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Purwoko, 2012, Konsepsi Pengawasan Operasional Dewan Jaminan Sosial


Nasional (DJSN) terhadap Kegiatan Operasional Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Nasional (BPJS), Jurnal Legislasi Nasional, Vol. 9, No. 2, Juli 2012.

Bambang Purwoko, 2016, Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial (SJS) di Indonesia


dalam Perspektif Internasional, E-Journal WIDYA Ekonomika, Vol. 1, No. 1, April
2016.

Baznas Kabupaten Agam, Jaminan Sosial dalam Islam, 1 April 2018, dari http://baznas-
kabagam.or.id/berita/detail/jaminan-sosial-di-dalam-islam, diakses pada 31 Agustus
2020.

Catatan Diskusi dalam Rapat Inisiasi Revisi PP PBI pada 22 Mei 2019, di The Grove Suite
Hotel, Jakarta (Lampiran II Surat Direktur Perencanaan Kependudukan dan
Perlindungan Sosial Bappenas Nomor 6152/Dt.4.1/05/2019 tanggal 24 Mei 2019).

Catatan dari Giawan Lussa, Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan (29/10/2018).

Deutsche Welle (DW), akses dari https://www.dw.com/en/about-dw/profile/s-30688, diakses


pada 31 Agustus 2020.

Dueckue, P., 2003, PhilHealth Today, Presentation on the Social Health Insurance Meeting,
Bangkok, July 3—6, 2003.

Direktorat Kependudukan, 2003, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan,


Sistem Jaminan Sosial Terpadu, Bappenas, 2003.

Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, 2015, Kajian Tata Kelola Bansos
Kementerian/Lembaga, dari http://www.anggaran.kemenkeu.go.id/api/
Medias/2285d31a- 4db4-4701-b9c5-d273df98c6fb, diakses pada Senin 10 Agustus
2020.

Kelompok III S1 Kebidanan Non Reguler Page 17

Anda mungkin juga menyukai