Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL

ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN KERETA API TRANS-


SULAWESI TERHADAP RISIKO BANJIR PADA AREAL
SEKITAR TEROWONGAN PENYEBERANGAN
(UNDERPASS) DI DESA LALABATA KABUPATEN BARRU

Disusun dan diajukan oleh

ANDI MOHAMMAD AL FARIZ IRSAM PAWAE

D101 20 1070

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan
petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini
didasarkan pada keresahan penulis karena adanya perubahan tata ruang dan
topografi tanah, serta pengaruh langsung dari konstruksi kereta api, berpotensi
meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir, khususnya di Areal Sekitar
Terowongan Penyeberangan (Underpass)

Skripsi ini berjudul "Analisis Dampak Pembangunan Kereta Api Trans-Sulawesi


Terhadap Risiko Banjir Pada Areal Sekitar Terowongan Penyeberangan
(Underpass) Di Desa Lalabata Kabupaten Barru." Penelitian ini merupakan upaya
kami untuk menggali pemahaman yang lebih dalam tentang dampak
pembangunan infrastruktur transportasi terhadap lingkungan, khususnya dalam
konteks risiko banjir yang dapat terjadi pada wilayah underpass yang berdekatan
dengan proyek pembangunan kereta api Trans-Sulawesi.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat masih banyak kekurangan dan jauh
dari nilai sempurna, maka dari itu penulis akan menerima dengan senang hati
setiap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulis di masa yang
akan datang. Semoga laporan yang dibuat oleh penulis memberi manfaat untuk
setiap pembaca dan juga menambah ilmu bagi penulis sendiri. Terima kasih.

Gowa, 9 September 2023

(Andi Mohammad Al Fariz Irsam Pawae)

Sitasi dan Alamat Kontak:


Harap menuliskan sumber skripsi ini dengan cara penulisan sebagai berikut.
Pawae, Andi Mohammad Al Fariz Irsam. 2023. Analisis Dampak Pembangunan Kereta
Api Trans-Sulawesi Terhadap Risiko Banjir Pada Areal Sekitar Terowongan
Penyeberangan (Underpass) Di Desa Lalabata Kabupaten Barru. Skripsi Sarjana, Prodi
S1 PWK Universitas Hasanuddin. Makassar.
Demi peningkatan kualitas dari skripsi ini, kritik dan saran dapat dikirimkan ke penulis
melalui alamat email berikut ini: afariz0101@gmail.com

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Pertanyaan Penelitian 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Kondisi Topografi terhadap pemanfaatan lahan 5
2.1.1 Kemiringan Lereng 5
2.2 Dampak Pembangunan Infrastrukrur terhadap Aspek Sosial,
Lingkungan dan Ekonomi 6
2.2.1 Kereta Api 7
2.2.2 Terowongan Penyeberangan (Underpass) 9
2.3 Karakteristik Guna Lahan terhadap Risiko Banjir 10
2.3.1 Risiko Banjir 10
2.3.2 Faktor Penyebab 12
2.4 Mitigasi Bencana Banjir 13
2.5 Penelitian Terdahulu 15
2.6 Kerangka Konsep 17
DAFTAR PUSTAKA 18

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsepsi Perhitungan Risiko Bencana 11


Gambar 2.2 Kerangka Konsep 17

4
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 15

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan untuk bergerak muncul akibat dari kebutuhan lainnya. Kita bergerak
karena berbagai tuntutan kehidupan sehari-hari seperti pekerjaan, pendidikan,
kesehatan, dan aktivitas fisik. Jika semua ini tersedia di sekitar kita, pergerakan
sebenarnya tidak diperlukan (Tamin, 2000). Pembangunan infrastruktur di
berbagai belahan dunia telah lama dikenal sebagai salah satu pendorong utama
pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur yang baik memiliki peran penting dalam
meningkatkan konektivitas, mempermudah distribusi barang dan jasa, serta
mempercepat pertukaran informasi dan mobilitas penduduk. Kereta Api Trans-
Sulawesi, sebagai salah satu mega proyek di Indonesia dan menjadi Proyek
Startegi Nasional (PSN) diindonesia, tentunya menjadi katalisator dalam
percepatan pembangunan dan konektivitas di wilayah Sulawesi. Commented [U1]: Terlalu cepat ini dibahas.
Bahas dulu pembahasan secara umum.
Harusnya bahas dulu keunggullan transprotasi kereta api.
Namun, seiring dengan perubahan besar yang ditimbulkan oleh pembangunan Transportasi kereta api cocoknya untuk kondisi wilayah seperti apa?
Cari literature pendukung.
infrastruktur, ada tanggung jawab moral dan praktis untuk memastikan bahwa
pembangunan tersebut tidak merugikan lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Ketika menyusun rencana untuk sistem transportasi, beberapa aspek penting harus
diperhatikan, seperti kebutuhan transportasi, penggunaan lahan, dan situasi
geografis daerah tersebut. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa jaringan
transportasi, khususnya jalan raya dan kereta api, dapat disesuaikan dan diperluas
untuk memenuhi kebutuhan transportasi di masa depan (Tamin, 2000). Hal ini
kian relevan di zaman sekarang, di mana isu perubahan iklim dan kerentanan
lingkungan menjadi perhatian global. Salah satu tantangan utama dalam
pembangunan infrastruktur, khususnya kereta api, adalah dampaknya terhadap
sistem aliran air dan potensi risiko banjir.

Kabupaten Barru, dengan karakteristik geografis dan hidrologisnya, memiliki


kerentanan tersendiri terhadap perubahan aliran air. Perubahan topografi,
penggunaan material, dan modifikasi drainase sebagai akibat dari pembangunan

1
infrastruktur dapat mempengaruhi pola aliran air hujan dan potensi genangan.
Areal Sekitar Terowongan Penyeberangan (Underpass) memiliki risiko khusus, di
mana modifikasi yang dilakukan bisa mempengaruhi kapasitas drainase,
menyebabkan genangan, dan pada akhirnya meningkatkan risiko banjir.

Selain itu, perubahan tersebut juga bisa mempengaruhi kualitas air, ekosistem
sungai, serta ketersediaan air untuk masyarakat sekitar. Dalam jangka panjang, hal
ini dapat mempengaruhi kualitas hidup penduduk, produktivitas tanah, serta
ekosistem yang ada. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting, bukan hanya
sebagai referensi akademik, tetapi juga sebagai panduan bagi para pembuat
kebijakan, pihak konstruksi, serta masyarakat umum dalam merespons dan
memitigasi risiko yang mungkin timbul.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat ditetapkan


pertanyaan penelitian antara lain sebagai berikut.
1. Bagaimana kondisi topografi Kawasan kawasan terhadap karakteristik guna
lahan disekitarnya sebelum dan sesudah Pembangunan Jalur Kereta Api
Trans-Sulawesi?
2. Bagaimana dampak perubahan guna lahan terhadap potensi risiko banjir di
zona underpass?

3. Bagaimana Upaya upaya/arahan mitigasi untuk mengurangi risiko bencana


banjir pasca pembangunan underpass Kereta Api Trans Sulawesi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain
sebagai berikut.
1. Menganalisis perubahan kondisi topografi Kawasan sebelum dan sesudah
pembangunan Jalur Kereta Api Trans-Sulawesi.

2. Mengevaluasi Dampak Perubahan Guna Lahan terhadap Risiko Banjir.

3. Menganalisis Upaya mitigasi untuk mengurangi risiko bencana banjir pasca


Pembangunan underpass Kereta Api Trans Sulawesi

2
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya penelitian ini, antara lain sebagai
berikut.
1. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat menjadi referensi, sumber informasi, dan
bahan masukan bagi mahasiswa yang ingin meneliti tentang meneliti dampak
pembangunan infrastruktur terhadap lingkungan, khususnya risiko banjir
yang terkait dengan pembangunan kereta api. Dengan pemahaman yang
mendalam mengenai subjek ini, mahasiswa dapat memperluas wawasannya
dan meningkatkan kualitas penelitian di bidang terkait.

2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan informasi penting mengenai


dampak langsung dan tidak langsung dari pembangunan kereta api Trans-
Sulawesi terhadap risiko banjir. Dengan demikian, pemerintah dapat
merumuskan strategi, peraturan, dan kebijakan yang lebih tepat dalam
menghadapi dan mengurangi risiko tersebut, khususnya di wilayah Kabupaten
Barru dan sekitarnya.

3. Bagi perguruan tinggi, diharapkan dapat menjadi bahan dasar untuk


penelitian lanjutan yang dapat dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa,
sehingga memperkaya literatur dan kontribusi ilmiah perguruan tinggi dalam
bidang tersebut.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu ruang lingkup materi
dan ruang lingkup wilayah.

1.5.1 Ruang lingkup materi

Ruang lingkup materi penelitian ini meliputi Analisis topografi yang dimana
pemahaman tentang topografi wilayah yang terkena dampak Pembangunan,
termasuk perubahan ketinggian dan kontur tanah serta akan fokus pada evaluasi
dampak lingkungan yang mungkin timbul, seperti perubahan ekosistem, kualitas
air, dan pengaruh terhadap fauna dan flora setempat.

3
1.5.2 Ruang lingkup wilayah
Ruang lingkup wilayah penelitian ini difokuskan pada Desa Lalabata, Kecamatan
Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Wilayah ini dipilih sebagai studi kasus karena
merupakan salah satu area yang terkena dampak langsung dari pembangunan
Kereta Api Trans-Sulawesi. Ruang lingkup wilayah mencakup zona underpass
yang berdekatan dengan proyek tersebut.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Topografi terhadap pemanfaatan lahan

Indonesia, yang terletak di jalur khatulistiwa, mempunyai keistimewaan dari segi


geografi yang menawarkan potensi besar dalam sektor pertanian. Dalam konteks
lahan kering, yang mencakup 121,4 juta hektar atau 58,5% dari total luas daratan
Indonesia (Notohadiprawiro, 1989), ada peluang besar untuk pengembangan
pertanian.

Dengan topografi yang beragam, mulai dari dataran rendah, perbukitan, hingga
pegunungan, perencanaan jalur kereta api harus sangat matang. Di daerah
pegunungan, misalnya, kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan, traksi, dan
stabilitas kereta. Terkadang, untuk mengatasi rintangan topografi, diperlukan
pembuatan terowongan atau jembatan, yang tentunya membutuhkan investasi dan
pertimbangan keamanan yang signifikan.

Di dataran rendah atau daerah dengan banyak sungai, jembatan mungkin


diperlukan untuk melintasi aliran air. Selain itu, daerah dengan genangan air atau
rawa mungkin memerlukan pemadatan tanah atau pembuatan landasan khusus
untuk mencegah masalah stabilitas. Pengembangan kereta api di Indonesia juga
harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi, seperti pembebasan lahan
dan dampaknya terhadap komunitas lokal, serta potensi kereta api untuk
meningkatkan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi di daerah yang dilaluinya.

Secara keseluruhan, meski Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan


kereta api, topografinya yang unik memerlukan perencanaan, desain, dan eksekusi
yang teliti agar pembangunan infrastruktur kereta api dapat berfungsi secara
optimal dan aman.

2.1.1 Kemiringan Lereng Commented [U2]: Pastikan ada dalam teori kemiringan lereng
berapa yang cocok untuk setiap jenis guna lahan

Kemiringan lereng menunjukan besarnya sudut lereng dalam persen atau drajat. Misalnya 0-3 derajat atau persen cocok untuk permukiman

Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m

5
membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45°
selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnnya lereng
semakin besar, maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik ke bawa oleh
tumbukan butir hujan akan semakin banyak. Semakin miringnya permukaan tanah
dari bidang horizontal sehingga lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin
banyak jika lereng permkaan tanah menjadi dua kali lebih curam, maka
banyaknya erosi persatuan luas menjadi 2,0 2,5 kali lebih banyak (Arsyad, 2000
(Sahara, 2014)).

Kemiringan lereng memiliki dampak signifikan terhadap proses-proses yang


terjadi di permukaan tanah. Salah satunya adalah aliran permukaan. Di lereng
yang curam, aliran permukaan biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh
gravitasi yang mempercepat aliran air di permukaan yang miring. Efek lain dari
lereng yang curam adalah erosi. Saat hujan, butir-butir air yang jatuh dengan
kecepatan tinggi dapat menyebabkan butiran-butir tanah terpecik atau terbawa
oleh aliran air. Semakin curam lereng, semakin besar potensi terjadinya erosi. Ini
karena butir-butir tanah di permukaan menjadi lebih rentan terhadap tumbukan
butir hujan.

Bentuk lereng adalah representasi fisik dari kemiringan suatu daerah. Struktur
kemiringan biasanya meliputi puncak (crest), bagian yang menonjol ke luar
(convex), bagian yang cekung ke dalam (concave), dan bagian bawah lereng
(lower slope). Daerah puncak biasanya paling terpengaruh oleh erosi
dibandingkan dengan bagian lainnya. Sementara itu, lereng tengah, yang bisa
berbentuk cembung atau cekung, sering kali mengalami erosi permukaan yang
lebih intens dibandingkan bagian puncak. Sedangkan bagian bawah lereng
biasanya menjadi tempat penumpukan material erosi. (Salim, 1998 (Sahara,
2014))

2.2 Dampak Pembangunan Infrastruktur terhadap Aspek Sosial,


Lingkungan dan Ekonomi

Keberadaan infrastruktur transportasi bukan lagi sekadar pendukung, tetapi telah


menjadi faktor utama dalam perkembangan maupun pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Infrastruktur transportasi memiliki dampak yang signifikan terhadap

6
aspek sosial dan lingkungan di mana masyarakat dapat dengan mudah mengakses
fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan dasar lainnya, serta berkontribusi
pada konektivitas dan integrasi antarwilayah. Dari perspektif ekonomi,
infrastruktur transportasi memfasilitasi perdagangan, investasi, dan mobilitas
tenaga kerja yang akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi. Tidak ada suatu
wilayah yang akan berkembang dan menjadi maju dengan cepat tanpa
infrastruktur dasar yang memadai dan canggih. Sejarah membuktikan bahwa
negara-negara yang maju hanya dapat mencapai kemajuan signifikan karena
infrastruktur transportasinya telah dibenahi terlebih dahulu. Ini menegaskan
bahwa kemajuan pembangunan di segala aspek, baik sosial, lingkungan, maupun
ekonomi, tidak dapat lepas dari peran utama infrastruktur transportasi yang ada,
terutama bagi wilayah yang memiliki karakteristik geografis berupa kepulauan.
Hal ini penting mengingat transportasi antarpulau memerlukan sistem yang efisien
untuk mendukung integrasi dan pertukaran sumber daya di antara pulau-pulau
tersebut (Aram, 2022).

2.2.1 Kereta Api

Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2011, Kereta api adalah sarana
perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan
dengan sarana perkeretaapian lainnya yang akan ataupun sedang bergerak di jalan
rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.

Kereta api dibagi dalam berbagai macam, yaitu:

a. Kereta api penumpang


b. Kereta api barang
c. Kereta api campuran
d. Kereta api kerja
e. Kereta api pertolongan

Kereta api merupakan moda transportasi yang beroperasi di atas rel dan dapat
terdiri dari satu atau beberapa kendaraan yang dirangkai. Dengan lokomotif yang
dikelola oleh masinis dan gerbong yang dapat mengangkut banyak penumpang
atau barang, kereta api menjadi salah satu pilihan efisien untuk transportasi
massal. Oleh karena itu, banyak negara mengoptimalkannya sebagai sarana

7
transportasi darat utama, baik untuk perjalanan dalam kota, lintas kota, maupun
lintas negara.

Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2007 tentang


Perkeretaapian, Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak
jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api,
dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. Sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) huruf a
Undang Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian,
Jalur kereta api meliputi:

a. ruang manfaat jalur kereta api;


b. ruang milik jalur kereta api; dan
c. ruang pengawasan jalur kereta api.

Terdapat beberapa komponen penting dalam jalur kereta api. Pertama, ada ruang
manfaat jalur kereta api, yang merujuk pada area yang secara spesifik digunakan
untuk operasional kereta, seperti untuk rel dan sinyal. Kemudian, ada ruang milik
jalur kereta api, yang adalah properti yang dimiliki oleh operator kereta api dan
seringkali dilindungi oleh undang-undang atau regulasi tertentu untuk memastikan
keamanan dan efisiensi operasional. Ini mungkin mencakup tanah di sekitar rel,
stasiun, dan fasilitas lain yang mendukung operasi kereta api.

Selanjutnya, ada ruang pengawasan jalur kereta api. Area ini merupakan zona
keamanan yang ditujukan untuk mencegah gangguan dari aktivitas eksternal yang
mungkin mengganggu operasi kereta api, seperti pembangunan di dekat rel atau
intervensi lainnya yang dapat mengancam keamanan kereta dan penumpangnya.

Tidak hanya itu, saat berbicara tentang jalur kereta api, kita juga harus
memperhatikan bagian atas dan bawah rel. Bagian atas bisa mencakup struktur
seperti jembatan atau terowongan yang memungkinkan kereta melewati hambatan
seperti sungai atau gunung, sementara bagian bawah bisa mencakup fondasi dan
sistem drainase yang mendukung integritas jalur.

Dengan demikian, jalur kereta api bukan hanya sebatas rel yang kita lihat,
melainkan suatu sistem yang canggih dan terintegrasi yang dirancang untuk
memastikan pergerakan kereta yang aman, efisien, dan terus menerus.

8
2.2.2 Terowongan Penyeberangan (Underpass)

Underpass merupakan salah satu inovasi dalam teknik sipil yang dirancang khusus
untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan lalu lintas di titik-titik persimpangan.
Dengan membangun jalan di bawah tanah yang melintasi jalur lain di atasnya,
underpass menghilangkan kebutuhan kendaraan atau pejalan kaki untuk berhenti
atau menunggu, terutama pada persimpangan yang ramai. Hasilnya, aliran lalu
lintas menjadi lebih lancar, mengurangi kemacetan, dan meningkatkan
keselamatan pengguna jalan.

Underpass merupakan struktur terowongan yang berfungsi sebagai fasilitas


transportasi untuk mengangkut barang dan individu. Desain penampang internal
terowongan ditentukan oleh perencana, langkah selanjutnya adalah memutuskan
bahan yang akan digunakan, biasanya berupa kayu atau besi. Terowongan bisa
melewati berbagai jenis substrat tanah. Tanah yang stabil memerlukan dukungan
yang lebih minimal dibandingkan dengan tanah yang labil, mengingat perbedaan
beban yang harus ditopang oleh struktur penyangga (Asiyanto, 2013).

Tantangan dalam pembuatan underpass tidak hanya terletak pada perancangan


yang memastikan aliran lalu lintas yang efisien, tetapi juga pada aspek teknis
konstruksi. Menggali tanah dan membangun struktur di bawah tanah memerlukan
pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pembangunan di permukaan.
Pertimbangan khusus, seperti stabilitas tanah, drainase, dan ventilasi, harus
diperhitungkan untuk memastikan keselamatan dan daya tahan struktur.

Dari segi konstruksi, underpass membutuhkan sistem dukungan sementara selama


penggalian, untuk mencegah tanah runtuh dan melindungi pekerja. Setelah
penggalian selesai, struktur harus dibangun dengan bahan yang tahan terhadap
tekanan tanah dan kondisi lingkungan di bawah tanah, seperti kelembaban tinggi
atau perubahan suhu.

Selain itu, aspek desain juga sangat krusial. Hal ini melibatkan pemilihan titik
masuk dan keluar yang optimal, kemiringan jalan yang tepat agar kendaraan dapat
naik dan turun dengan aman, serta penerangan yang memadai untuk memastikan
visibilitas bagi pengguna jalan. Dengan demikian, pembuatan underpass bukan
hanya tentang menggali tanah dan membuat jalan di bawahnya. Ini adalah

9
gabungan dari seni desain dan keahlian teknik yang bekerja sama untuk
menciptakan solusi lalu lintas yang aman, efisien, dan berkelanjutan.

2.3 Karakteristik Guna Lahan terhadap Risiko Banjir

Perubahan lambat dalam kondisi lingkungan memiliki konsekuensi signifikan.


Struktur lingkungan berdampak pada elemen-elemen yang ada di dalamnya.
Peningkatan populasi memunculkan efek baik dan buruk pada aspek lingkungan
seperti tanah, tumbuhan, air, dan hewan. Transformasi fungsi lahan
mempengaruhi banyak elemen, termasuk ketersediaan air dan kondisi tanah.
Konsekuensi dari perubahan ini bisa berupa banjir atau kekeringan. Banjir sering
terjadi karena kombinasi faktor-faktor wilayah dan fenomena alam seperti
topografi dan intensitas hujan. Hujan deras dalam durasi yang panjang dapat
meningkatkan aliran permukaan, mempengaruhi kapasitas tanah menyerap air.
Hal ini bisa menyebabkan erosi yang membawa material ke daerah hilir sungai
(Rosyidie, 2013).

Ancaman yang dapat terjadi adalah banjir, yang sering kali dipengaruhi oleh
aktivitas manusia dan pembangunan yang tidak mematuhi praktik konservasi
lahan. Peningkatan penggunaan lahan yang tidak memperhitungkan kapasitas
daya dukung lingkungan dan melebihi batasannya juga menjadi ancaman serius.
Banjir merupakan salah satu bencana yang paling merugikan, dengan kerugian
yang signifikan. Perubahan dalam vegetasi dan perubahan fungsi lahan, seperti
deforestasi, pembangunan perumahan, jalan raya, bandara, dan lainnya, juga
memberikan dampak nyata dengan meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir
(Human, 2012). Dengan kata lain, perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
aktivitas manusia, terutama yang tidak mempertimbangkan konservasi lahan,
dapat meningkatkan risiko banjir dan kerugian yang diakibatkannya. Salah satu
faktor utama adalah perubahan dalam penggunaan lahan yang memengaruhi tata
air dan aliran permukaan.

2.3.1 Risiko Banjir

Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana, Potensi penyebab bencana diwilayah negara kesatuan Indonesia dapat
dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non

10
alam, dan bencana sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena
alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran
hutan/ lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah,
kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa. Bencana
nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia,
kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan
nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan. Bencana sosial antara
lain berupa kerusuhan sosial dan konflik social dalam masyarakat yang sering
terjadi.

Penilaian indeks risiko bencana diambil berdasarkan kombinasi antara indeks


bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Melalui kalkulasi yang dilakukan berdasarkan
ruang, proses ini menghasilkan peta risiko dengan nilai grid yang kemudian dapat
dimanfaatkan dalam penulisan keterangan pada peta risiko tersebut. (Robi et al.,
2016).

Gambar 2.1 Konsepsi Perhitungan Risiko Bencana


Sumber: Buku Risiko Bencana Indonesia (RBI) BNPB, 2023

Berdasarkan Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana yang telah ditetapkan


oleh BNPB pada tahun 2012. Dalam konteks perencanaan dan analisis geospasial
di tingkat provinsi, sangat penting untuk memastikan keakuratan dan detail data
yang digunakan. Dengan mengacu pada prinsip-prinsip kartografi, perhitungan
dan analisis dilakukan berdasarkan data yang tersedia pada skala 1 : 250.000.

11
Skala ini menjamin bahwa informasi yang diperoleh cukup rinci untuk kebutuhan
analisis pada tingkat provinsi. Setiap data, pemetaan, dan interpretasi yang
dihasilkan akan selaras dengan skala analisis tersebut, sehingga memastikan
relevansi dan keakuratan informasi bagi pemangku kepentingan di tingkat
provinsi.

Pengurangan risiko bencana banjir tidak hanya dilakukan dengan pembangunan


dan pengaturan bangunan sarana dan prasarana saja. Berdasarkan dengan UU No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang berada pada kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang
yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan
kenyamanan kehidupan serta menjaga kelestarian lingkungan.

2.3.2 Faktor Penyebab

Bencana merupakan fenomena yang dapat mengakibatkan kerugian material,


kerusakan lingkungan, serta hilangnya nyawa manusia. Penyebab bencana dapat
berasal dari berbagai faktor, dan Menurut Ramli (2010: 8) terdapat 3 faktor
penyebab terjadinya bencana antara lain;

a. Faktor Alam, Bencana yang termasuk dalam kategori ini bersumber dari
peristiwa atau fenomena alam yang terjadi tanpa adanya intervensi manusia.
Contoh dari bencana jenis ini antara lain adalah gempa bumi, letusan gunung
berapi, tsunami, serta badai.
b. Faktor Manusia, Bencana yang disebabkan oleh ulah manusia sering kali
berkaitan dengan ketidakhati-hatian, kelalaian, atau tindakan yang tidak
memperhatikan dampak lingkungan.
c. Faktor Sosial, Bencana sosial muncul dari dinamika interaksi manusia yang
kurang harmonis atau ketegangan antar kelompok masyarakat. Hal ini dapat
berasal dari perbedaan latar belakang budaya, suku, agama, atau
ketidaksetaraan dalam hal akses terhadap sumber daya.

12
2.4 Mitigasi Bencana Banjir

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mengenai


Penanggulangan Bencana, diharapkan tata kelola bencana di Indonesia dapat lebih
terstruktur. Hal ini karena tanggung jawab utama dalam pengelolaan bencana kini
berada di tangan Pemerintah dan Pemerintah daerah. Upaya penanggulangan
bencana kini diatur dengan lebih sistematis, mulai dari tahap sebelum bencana,
ketika bencana terjadi, hingga proses pemulihan setelahnya. Langkah pertama
dalam inisiatif ini adalah dengan mengidentifikasi dan mengakui potensi sumber
ancaman bencana.

Terdapat Upaya Mitigasi Struktural yaitu sebagai berikut (Prih et.al., 2007).

a. Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut


sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk
mengurangi bencana banjir pada tingkat debit banjir yang direncanakan.
b. Pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan dari daerah hulu sangat
membantu mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang perlu
dilakukan untuk mengatur kecepatan air dan debit aliran air masuk kedalam
sistem pengaliran diantaranya adalah dengan reboisasi dan pembangunan
system peresapan serta pembangunan bendungan/waduk.
c. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka
maupun tertutup atau terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya
banjir.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Nomor 98 Tahun


2016 tentang Bahan Pembelajaran Pencegahan dan Mitigasi, beberapa langkah
yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi dampak banjir di kawasan
perkotaan antara lain:

a. Pembuatan Saluran Air, Ini bertujuan untuk memastikan air hujan memiliki
jalur yang tepat untuk mengalir, mencegah genangan yang bisa menimbulkan
banjir.
b. Pengelolaan Sampah yang Baik, Memastikan bahwa sampah tidak menumpuk
di saluran air adalah langkah kunci untuk mencegah banjir. Ini mencakup
membuang sampah di tempat yang tepat dan menjaga kebersihan saluran air.

13
c. Konservasi Hutan dan Vegetasi, Tanaman dan hutan berperan penting dalam
proses infiltrasi air ke dalam tanah, mengurangi risiko banjir.
d. Pembuatan Infrastruktur Pendukung, Ini meliputi pembuatan bendungan,
sumur resapan, lubang biopori, dan pengerukan sungai. Infrastruktur ini
membantu mengelola aliran air dan meningkatkan kapasitas daerah untuk
menampung air hujan.
e. Penggunaan Bahan Bangunan yang Ramah Lingkungan, Seperti penggunaan
paving stone yang memungkinkan air untuk meresap ke tanah.

Menerapkan metode-metode ini memerlukan kerja sama dan koordinasi antara


berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait lainnya.
Dengan pendidikan dan pelatihan yang tepat, masyarakat dapat lebih siap dan
tanggap dalam menghadapi risiko banjir dan bencana lainnya. Commented [U3]: Variabel tentang guna lahan belum tercakup
dalam tinjauan pustaka yang terkati dengan risiko banker dan jalur
KA
2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan untuk meninjau faktor-faktor penelitian


dapat dilihat pada tabel berikut ini.

14
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Penulis Persamaan dan Perbedaan


No Judul (Tahun) Hasil Penelitian Variabel Metode dari penelitian penulis Sumber

1 Faktor Penyebab Masyiana Penelitian terhadap dampak 1. Kerusakan 1. Pendekatan Persamaan: Berfokus MODUL Vol
Kerusakan (2018) lingkungan dari pembangunan Lingkungan Kualitatif pada Pembangunan 18 No 2, Issues
Lingkungan underpass menyoroti empat faktor 2. Faktor 2. Observasi infrastruktur Underpass Period 2018
Sekitar Akibat utama. Pertama, pemahaman tentang Penyebab 3. Wawancarfa dan dampaknya terhadap
Pembangunan karakteristik tanah dan air setiap Kerusakan 4. Analisis lingkungan; menyoroti isu
Underpass Studi lokasi proyek sangat penting untuk Dokumentasi banjir sebagai dampak
dari Sumber
Kasus : menentukan struktur dan bahan yang utama dari Pembangunan
Berita
Underpass tepat, guna menghindari banjir. infrastruktur tersebut
Makamhaji, Kedua, kebijakan dalam proyek yang
Perbedaan: Dalam
Sukoharjo menutup sumber air di sekitarnya
penelitian terdahulu, salah
dapat menghambat pasokan air bagi
satu penyebab utama
penduduk. Ketiga, ketidakcukupan
masalah adalah kurangnya
teknologi berdampak pada
pengetahuan dan
penanganan masalah yang lambat
koordinasi dengan warga
dan tidak efektif, sering kali
setempat. Sedangkan
menambah masalah baru. Terakhir,
dalam penelitian ini, fokus
hubungan antara pemerintah dan
utama adalah perubahan
masyarakat terasa kurang harmonis,
topografi dan guna lahan
dengan kecenderungan pemerintah
akibat proyek.
bersikap otoriter. Mengatasi keempat
faktor ini akan memastikan manfaat
underpass tanpa merugikan
lingkungan.
2 Evaluasi Fibrian Bak penampungan pada underpass 1. Curah Hujan 1. Metode RAPS Persamaan: Berfokus Fajar Utomo,
Penanganan (2017) Makamhaji memenuhi syarat untuk 2. Rembesan 2. Uji Chi- pada dampak infrastruktur 2017
Genangan Air di kala ulang 50 tahun. Dapat dilihat Air Tanah Kuadrat terhadap lingkungan
Underpass pada bab sebelumnya bahwa volume 3. Sistem 3. Uji sekitarnya serta berfokus
Drainase keselarasan

15
Penulis Persamaan dan Perbedaan
No Judul (Tahun) Hasil Penelitian Variabel Metode dari penelitian penulis Sumber

Makamhaji banjir kala ulang 50 tahun adalah 4. Genangan Smirnov- pada permasalahan
Kabupaten 9,9937 m 3 sedangkan bak Air di Kolmogorov genangan air atau banjir
Sukoharjo penampungan mampu menampung Underpass 4. Metode sebagai akibat dari
air dengan volume 18,75 m3. Gumbel 1 pembangunan
Terjadinya banjir pada underpass 5. Model infrastruktur.
makamhaji salah satunya pada 12 Alternating
Block Metode Perbedaan: Dalam
Desember 2015 kemungkinan pompa
6. Metode Penelitian ini fokus
yang macet dan juga adanya sampah
Rasional utamanya adalah pada
yang menyumbat saluran drainase. 7. Analisis dampak perubahan guna
Genangan yang terjadi pada Hidrogaf lahan dan kondisi
underpass tidak hanya disebabkan
topografi terhadap risiko
oleh banjir aliran permukaan tetapi
banjir. Namun, dalam
juga dari rembesan air tanah. Tetapi
jurnal yang diulas,
rembesan yang terjadi pada lantai
fokusnya adalah evaluasi
underpass yang terkelupas (air tanah)
genangan air yang sudah
lebih kecil yaitu hanya 0,2% dari
terjadi dan mencari
banjir aliran permukaan
penyebabnya.

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep merupakan diagram yang menggambarkan alur dalam penelitian. Kerangka Konsep dalam penelitian ini digambarkan dalam
bagan berikut Commented [U4]: Indikator masih keliru, di kerangka konsep
yang dimunculkan indikator. Bukan jenis data.

16
Isu:
NSPK/NSPM dan Literatur
Pembangunan infrastruktur memiliki tanggung jawab moral dan
UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
praktis untuk tidak merugikan lingkungan dan masyarakat.
UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Salah satu risiko dari pembangunan infrastruktur, terutama kereta
Permenhub No. 32 Tahun 2011 tentang Kereta Api.
api, adalah dampak pada sistem aliran air dan potensi banjir.
Penelitian Terdahulu
INPUT

Tujuan 1 Tujuan 2 Tujuan 3


Menganalisis kondisi topografi sebelum Evaluasi dampak perubahan guna lahan Memberikan Upaya mitigasi pasca
dan sesudah pembangunan. terhadap risiko banjir. pembangunan

Data topografi sebelum dan Data historis banjir


sesudah pembangunan Data perubahan guna lahan Upaya Infrastruktur pendukung mitigasi
ANALISIS

Data guna lahan Data curah hujan


Data kondisi drainase banjir.
Data kapasitas drainase.

Analisis perbandingan topografi sebelum Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) Analisis Deskriptif Kualitatif dan
dan sesudah menggunakan sistem informasi Kuantitatif
geografis (SIG).
OUTPUT

Analisis Dampak Pembangunan Kereta Api Trans-Sulawesi Terhadap Risiko Banjir Pada Areal Sekitar
Terowongan Penyeberangan (Underpass) Di Desa Lalabata Kabupaten Barru.

Gambar 2.2 Kerangka Pikir

17
DAFTAR PUSTAKA

Asiyanto. (2012). Metode Konstruksi Terowongan. Jakarta: Universitas Indonesia


Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. (2007). Pengenalan
Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Mitigasi.
Badan Nasional Penganggulangan Bencana. (2023). Risiko Bencana Indonesia
“Memahami Risiko Sistemik di Indonesia”. Jakarta; Pusat Data, Informasi,
dan Komunikasi Kebencanaan BNPB
Fajar Utomo, Fibrian and, Ir. Achmad Karim F. M.T. and, Gurawan Djati
Wibowo, ST., M.Eng. (2017) Evaluasi Penanganan Genangan Air Di
Underpass Makamhaji Kabupaten Sukoharjo. Skripsi thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Henly Yulina, D. S. (2015). Hubungan antara Kemiringan dan Posisis Lereng
dengan Tekstur Tanah, Permeabilitas dan Erodibilitas Tanah pada Lahan
Tegalan di Desa Gunungsari, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten
Tasikmalaya. Jurnal Agrikultura 2015, 26 (1): 15-22, 1-8.
Kholid, Ahmad S. Kep, Ns. Prosedur Tetap Pelayanan Medik Penanggulangan
Bencana.
Palilu, A. (2022). Pembangunan Infrastruktur Transportasi Terhadap Produk
Domestik Regional Bruto. Sumatera Barat: CV. Azka Pustaka.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Indonesia). Diakses tanggal 24 September
Riza, M. A. A., Firmandhani, S. W., & Iswardhani, T. K. (2018). Faktor Penyebab
Kerusakan Lingkungan Sekitar Akibat Pembangunan Underpass Studi Kasus :
Underpass Makamhaji, Sukoharjo. Modul, 18(2), 97-100
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian (Indonesia). Diakeses tanggal 24 September 2023
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana (Indonesia). Diakeses tanggal 24 September
2023
Yumai, Y., Tilaar, S., & Makarau, V. H. (2019). Kajian Pemanfaatan Lahan
Permukiman di Kawasan Perbukitan Kota Manado. Jurnal Spasial, 6(3),
863–864.

18

Anda mungkin juga menyukai