Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN NEUROVASKULER

EDUKASI REHABILITASI PADA PASIEN STROKE

Disusun oleh :
Kelompok VIII

ANDRE FIRDAUS 22090170015


AYAT SRI MARYATI 22090270035
ERNI APRIANI 22090270017
FATMAWATI 22090270024
LUTHFI NURSEPTIAN 22090270025
NITA NUR KHOLIFA 22090270011

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Neurovaskuler
tentang “Edukasi Rehabilitasi pada pasien stroke”.
Makalah ini dibuat berdasarkan penilaian dalam studi Keperawatan Neurovaskuler
pada semester tiga sebagai bahan presentasi kelompok juga sebagai pengetahuan bagi
kelompok maupun pembaca makalah ini untuk lebih mengetahui tentang “Edukasi
Rehabilitasi pada pasien stroke”.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, kami berharap semoga isi makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
siapa saja yang memerlukannya di masa yang akan datang.

Jakarta, Oktober 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6
2.1 Konsep Dasar Stroke..................................................................................................6
2.1.1 Definisi.................................................................................................................6
2.1.2 Etiologi.................................................................................................................7
2.1.3 Manifestasi Klinis................................................................................................8
2.1.4 Faktor Risiko Stroke............................................................................................9
2.1.5 Komplikasi Stroke...............................................................................................9
2.1.6 Penatalaksanaan Stroke......................................................................................10
2.1.7 Pencegahan Stroke.............................................................................................11
2.2 Rehabilitasi................................................................................................................12
2.2.1 Pengertian Rehabilitasi......................................................................................12
2.2.2 Tujuan rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke...................................................13
2.2.3 Prinsip-prinsip rehabilitasi.................................................................................14
2.2.4 Tahap Rehabilitasi.............................................................................................14
2.3 Konsep Dasar Mobilisasi..........................................................................................15
2.3.1 Pengertian Mobilisasi.........................................................................................15
2.3.2 Tujuan Mobilisasi..............................................................................................15
2.3.3 Jenis Mobilisasi..................................................................................................16
2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi............................................................16
2.3.5 Dukungan Mobilisasi.........................................................................................17
2.4 Pengelolaan Mobilisasi pada pasien Stroke...........................................................17
2.4.1 Pengaturan Mobilisasi pada pasien Stroke........................................................17
2.4.2 Edukasi Mobilisasi pada pasien Stroke..............................................................18
BAB III PENUTUP............................................................................................................20
3.1 Kesimpulan................................................................................................................20
3.2 Saran..........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasca stroke adalah masa dimana pasien stroke yang telah mengalami fase kritis
stroke. Dampak yang dihasilkan dari stroke cukup beragam bergantung pada tingkat
berat atau tidaknya serangan stroke yang terjadi. Beberapa dampak tersebut meliputi :
kelumpuhan anggota badan di satu sisi yang menyulitkan untuk berakifitas, sulit
makan dan menelan , sulit berbicara dan rendah diri atau gangguan psikologis
emosinal (Sofwan,2010).
Pada pasien pasca stroke perlu dilatih guna memunculkan sirkuit – sirkuit baru
(kognitif dan sensomotor) sehingga sirkuit yang baru tersebut menggantikan fungsi
sirkuit yang telah rusak. Kemampuan otak seperti ini disebut kemampuan plastisitas
otak (Kuntono, 2009)
Pravelensi stroke di indonesia yangtertinggi pada urutan pertama yakni Kalimantan
timur dan Jawa tengah pada urutan ke 11, dengan kisaran umur tertinggi yakni >75
tahun (50,2%) dengan jumlah presentasi paling banyak laki-laki (11%), dan
perempuan (10,9%) (Riskesdas,2018). Survei Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
menyatakan bahwa kasus tertinggi stroke di Jawa Tengah adalah kota Semarang yaitu
sebanyak 3.986 kasus (Dinkes Jateng, 2013).
Jumlah kasus stroke tahun 2015 tertinggi di kota Magelang dengan jumlah kasus
sebesar 14459 kasus dan terendah di kabupaten Jepara sebesar 15 kasus (Dinkes Prov
Jateng,2015). Pasien stroke memiliki waktu pemulihan yang jauh lebih lama
dibandingkan dengan penyakit lain, bahkan pemulihannya dapat terjadi seumur hidup.
Setelah ke luar dari perawatan di rumah sakit, pasien stroke disebut sebagai individu
pascastroke. Stroke survivors (pasien pasca stroke) yang mengalami kecacatan perlu
untuk dilakukan rehabilitasi segera dan tujuan rehabilitasi tersebut yaitu untuk
membantu pasien pasca stroke menjadi mandiri lagi dan dapat memperoleh kualitas
hidup yang baik. Rehabilitasi harus segera dimulai ketika seluruh kondisi pasien stroke
sudah stabil, yaitu terkadang 24 hingga 48 jam setelah stroke (National Institutes of
Health, 2014).
Pasien pascastroke selanjutnya akan diberikan program rehabilitasi ataupun rawat
jalan secara rutin. Untuk menjalani program rehabilitasi atau rawat jalan, individu
pascastroke tidak dapat menjalaninya seorang diri, melainkan memerlukan orang lain
yang merawat dan membantunya dalam menjalani kehidupan setelah terkena stroke.

1
Orang yang merawat pasien pascastroke biasanya adalah perawat atau orang terdekat
dengan pasien seperti keluarga, pasangan dan anak (jika telah memiliki anak).
Rehabilitasi yang diikuti oleh pasien stroke yaitu terdiri dari fase akut, sub akut,
dan fase kronis. Pembagian fase ini dipakai sebagai acuan untuk menentukan
intervensi yang ingin dilakukan dan tujuan penyembuhan yang ingin dicapai
(Wirawan, 2009). Salah satu rehabilitasi yaitu rehabilitasi fisik pada pasien stroke
selain untuk mengatasi kecacatan yang dialaminnya juga bermanfaat dalam menurun
tingkat depresi pada pasien stroke (Winstein et al.,2016).
Perawatan pasca stroke di rumah yang dapat dilakukan oleh keluarga meliputi
seperti membantu aktivitas fisik, menangani kebersihan diri, membantu dalam
pemberian nutrisi, mencegah terjadinya cedera atau jatuh. Pasien stroke memiliki
kebutuhan yang perlu untuk dipenuhi yaitu kebutuhan yang bersifat fisik dan non fisik.
Kebutuhan aspek fisik pasien stroke meliputi pemenuhan kebutuhan dari pengaturan
nutrisi, bantuan eliminasi, pergerakan tubuh, dan perawatan diri. Kebutuhan aspek non
fisik dari pasien stroke yaitu terdiri dari kebutuhan emosional, spiritual, dan
lingkungan (Agustina, dkk., 2009).
Perawatan stroke yang baik sangat bergantung pada pelaksanaan dan asuhannya
sehingga dibutuhkan peran serta keluarga dan pengetahuan keluarga dalam hal ini
keluarga harus memiliki pemahaman tentang apa yang dianjurkan dan tidak
dianjurakan dirumah (Almborg et al,2009). Bentuk pengetahuan penanganan pasien
stroke di rumah sangat penting diketahui oleh keluarga.
Oleh karena itu, tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan meningkatakan
edukasi kepada setiap keluarga selama proses perencanaa pemulangan dari rumah
sakit. Tanpa pendidikan pada keluarga untuk meningkatkan pengetahuan dalam
merawat pasien stroke dan mengorientasikan mereka pada perawatan untuk penderita
stroke maka keluarga tidak akan mengerti dalam memberikan perawatan yang
memadai dan dibutuhkan oleh penderita stroke.
Keluarga perlu mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke serta
kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pasca stroke, kesembuhan pasien juga akan
sulit tercapai optimal jika keluarga tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk
memperbaiki kondisi penyakit pasien setelah terjadi stroke dan perawatan apa yang
sebaiknya diberikan untuk keluarganya yang mengalami stroke (Yastroki, 2011). Studi
menunjukkan bahwa pasien stroke memiliki hasil pemulihan yang lebih baik jika

2
mereka memiliki sistem dukungan sosial yang kuat dan fungsi keluarga yang baik
untuk membantu kebutuhan pemulihan mereka (Barbara & Mary, 2010).
Studi literatur Hafsteinsdo´ttir (2010) mengenai pendidikan dan pengetahuan yang
paling dibutuhkan oleh family caregiverdalam merawat penderita pasca stroke adalah
mengenai perawatan fisik, latihan atau olahraga, bergerak, mengangkat, aspek
psikologis, depresi serta masalah gizi. Penelitian yang dilakukan oleh Tri (2010) di
Semarang pada 75 keluarga yang berkunjung ke RS pantiwilasa menunjukan bahwa
pengetahuan keluarga yang tinggi tentang penyakit stroke dapat meningkatkan
kesiapan keluarga dalam menerima kembali penderita stroke di rumah. Pengetahuan
tersebut erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambil dalam merawat penderita
pasca stroke, karena dengan pengetahuan tersebut keluargamemiliki alasan dan
landasan untuk menentukan suatu pilihan. Kurangnya pengetahuan keluarga akan
menyebabkan keluarga salah persepsi, gelisah, ketakutan, menurunnya kondisi
kesehatan dan masalah emosional seperti depresi (Rodgers, 2008).
Selain itu kurangnya pengetahuan tentang perawatan bagi penderita juga akan
berdampak pada penderitanya, seperti terjadinya stroke berulang, pasien tidak dapat
melakukan aktivitas secara mandiri, bahkan dapat terjadi kematian (Irdawati &
ambarwati, 2009). Menurut penelitian Sonatha (2012) menyatakan bahwa ada
hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pemberian perawatan
pasien pasca stroke.
Salah satu upaya peningakatan kesejahteraan pasein pasca stroke dilakukan
melalui penyuluhan kepada keluarga seputar pengetahuan tentang stroke dan
perawatannya sehingga mengubah sikap keluarga kepada pasien stroke. Hasil
penelitian yang sama oleh Hartati (2012) menyatakan ada hubungan tingkat
pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita pasca stroke
dirumah dengan p 0,000< 0,005.
Pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita pasca stroke berhubugan dengan
tindakan perawatan penderita pasca stroke (Parwati,2010). Dari hasil studi
pendahuluan pada bulan juni di puskesmas Kaliangkrik terdapat pasien dengan
menderita stroke sebanyak 70 pasien stroke, dari hasil wawancara mengenai
pengetahuan perawatan stroke pada 5 keluarga pasien menyatakan bahwa dalam
perawatan setiap harinya membantu memenuhi kebutuhan untuk merawat diri,
membantu berlatih menggerakkan anggota badan yang kaku, memberikan obat. Serta 2

3
keluarga lainnya mengatakan sering mengajak berjalan-jalan keluar rumah dan
memberikan motivasi kesembuhan pasien.
Dari uraian diatas maka peneiliti tertarik utuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai gambran pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien pasca stroke di
wilayah kerja puskesmas Kaliangkrik Kabupaten Magelang. B. Rumusan Masalah
Proses penyembuhan stroke membutuhkan jangka waktu yang cukup lama yang
membuat penderita stroke bergantung pada orang disekitarnya dan dalam hal ini
keluarga ataupun orang terdekat sangat dibutuhkan penedeita stroke untuk membantu
proses penyembuhannya salah satunya dalam hal pearwatan.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini yaitu untuk dipergunakan
tenaga kesehatan dalam memberikan edukasi rehabilitasi pada pasien stroke, dan
juga untuk memenuhi salah satu tugas dari neurovaskuler.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui tentang konsep dasar stroke.
b. Mengetahui tentang konsep Rehabilitasi pada pasien stroke.
c. Mengetahui tentang Konsep Dasar Mobilisasi pada pasien stroke.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Stroke


2.1.1 Definisi
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai
dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan otak
akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak (Indrawati and
Sari, 2016) . Strok merupakan penyakit motor neuron yang dapat mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik, salah satu masalah yang
berhubungan dengan motorik adalah hemiparese. Terjadinya penurunan kekuatan otot
yang dialami pasien stroke non hemoragik merupakan gangguan fungsional yang
paling umum terjadi yang memiliki perananan sangat besar dalam kehidupan sehari-
hari (Rahmadani & Rustandi, 2019).
Berdasarkan data World Stroke Organisation terdapat 13,7 juta kasus baru stroke
setiap tahun atau satu dari empat orang yang berusia >25 tahun mengalami stroke.
Lebih dari 7,9 juta kasus baru stroke sekitar 60% stroke yang terjadi setiap tahun,
ditemukan pada usia.
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. Istilah
stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif
& Hardhi, 2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
(GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan
bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto,
2009).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani
secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya
iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

5
2.1.2 Etiologi
Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik, yaitu:
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
2) Hypercoagulasi pada Polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis (radang arteri)
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
c. Hipoksia Umum
1) Hipertensi yang parah.
2) Cardiac Pulmonary Arrest

6
3) Cardiac output turun akibat aritmia
d. Hipoksia setempat
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi stroke bervariasi sesuai dengan arteri serebral yang terlibat dan area
otak yang terkena. Manifestasinya selalu tiba-tiba, fokal dan biasanya satu sisi.
Manifestasi yang paling umum adalah kelemahan yang melibatkan wajah dan
lengan, dan terkadang kaki. Manifestasi umum lainnya adalah mati rasa di sisi
lain, kehilangan penglihatan, kesulitan berbicara, sakit kepala parah yang tiba-
tiba dan kesulitan keseimbangan. Berbagai defisit terkait dengan keterlibatan
arteri serebral tertentu secara kolektif disebut sebagai sindrom stroke, meskipun
defisit sering tumpang tindih, seperti yang ditunjukkan pada kotak di bawah ini.
Defisit Neurologis Manifestasi
 Tidak menyadari orang atau objek di
 Homonimus tempat
 Hemianopsia  Kehilangan penglihatan
(kehilangan setengah  Mengabaikan salah satu sisi tubuh
Defisit lapang lapang penglihatan)  Kesulitan menilai jarak
pandang:
 Kehilangan penglihatan  Kesulitan melihat pada malam hari.
perifer  Tidak menyadari objek atau batas
objek.
 Diplopia  Penglihatan Ganda
 Hemiparesis  Kelemahan wajah, lengan, dan kaki
pada sisi yang sama (karena lesi pada
hemisfer yang belawanan).
 Hemiplegia  Paralisis wajah, lengan dan kaki pada
sisi yang sama (karena lesi pada
Defisit Motorik: hemisfer yangberlawanan).
 Ataksia  Berjalan tidak mantap tidak tegak.
 Tidak mampu menyatukan kaki.
 Disartria  Kesulitan dalam membentuk kata
 Kesulitan menelan makanan dan
cairan.
 Parestesia (terjadi pada  Kebas dan kesemutan pada bagian
Defisit Sensori: sisi berlawanan dari tubuh.
lesi).
Defisit verbal:  Afasia Ekspresif:  Tidak mampu membentuk kata yang
dapat dipahami.
 Afasia reseptif  Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan: mampu bicara tetapi tidak

7
masuk akal
 Afasia global  Kombinasi; baik afasia reseptif dan
afasia ekspresif.
 Kehilangan memori jangka pendek
dan memori jangka panjang.
Defisit Kognitif:  Penurunan lapang perhatian
 Kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi
 Kehilangan kontrol diri
 Labilitas emosional
 Penurunan toleransi pada situas yang
menimbulkan stress.
Defisit emosional:
 Depresi.
 Menarik diri
 Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
 Perasaan isolasi

2.1.4 Faktor Risiko Stroke


Faktor risiko dari penyakit stroke yaitu terdiri dari (Mutiarasari, 2019):
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, dan
riwayat keluarga.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, merokok,
dislipidemia, diabetes melitus, obesitas, alkohol dan atrial fibrillation.
2.1.5 Komplikasi Stroke
Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya komplikasi
medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi secara dini pada
stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif, fungsional, dan defisit
sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki komorbiditas yang dapat
meningkatkan risiko komplikasi medis sistemik selama pemulihan stroke.
Komplikasi medis sering terjadi dalam beberapa minggu pertama serangan
stroke. Pencegahan, pengenalan dini, dan pengobatan terhadap komplikasi pasca
stroke merupakan aspek penting. Beberapa komplikasi stroke dapat terjadi
akibat langsung stroke itu sendiri, imobilisasi atau perawatan stroke. Hal ini
memiliki pengaruh besar pada luaran pasien stroke sehingga dapat menghambat
proses pemulihan neurologis dan meningkatkan lama hari rawat inap di rumah
sakit. Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri pasca
stroke, disfagia, inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat umum pada
pasien stroke (Mutiarasari, 2019).

8
2.1.6 Penatalaksanaan Stroke
Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang mengalami
infark dan mencegah serangan stroke berulang. Terapi dapat menggunakan
Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) yang merupakan
bukti efektivitas dari trombolisis, obat antiplatelet dan antikoagulan untuk
mencegah referfusi pada pasien stroke iskemik (Mutiarasari, 2019).
a. Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)
Obat ini juga disebut dengan rrt PA, t-PA, tPA, alteplase (nama generik),
atau aktivase atau aktilise (nama dagang). Pedoman terbaru bahwa rt-PA
harus diberikan jika pasien memenuhi kriteria untuk perawatan. Pemberian
rt-PA intravena antara 3 dan 4,5 jam setelah onset serangan stroke telah
terbukti efektif pada uji coba klinis secara acak dan dimasukkan ke dalam
pedoman rekomendasi oleh Amerika Stroke Association (rekomendasi kelas
I, bukti ilmiah level A). Penentuan penyebab stroke sebaiknya ditunda
hingga setelah memulai terapi rt-PA. Dasar pemberian terapi rt-Pa
menyatakan pentingnya pemastian diagnosis sehingga pasien tersebut benar-
benar memerlukan terapi rt-PA, dengan prosedur CT scan kepala dalam 24
jam pertama sejak masuk ke rumah sakit dan membantu mengeksklusikan
stroke hemoragik.
b. Terapi antiplatelet
Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet 48 jam
sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan memperbaiki
luaran pasien stroke dengan cara mengurangi volume kerusakan otak yang
diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya stroke iskemik ulangan
sebesar 25%. Antiplatelet yang biasa digunakan diantaranya aspirin,
clopidogrel. Kombinasi aspirin dan clopidogrel dianggap untuk pemberian
awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama 21 hari. Pemberian aspirin
dengan dosis 81-325 mg dilakukan pada sebagian besar pasien. Bila pasien
mengalami intoleransi terhadap aspirin dapat diganti dengan menggunakan
clopidogrel dengan dosis 75 12 mg per hari atau dipiridamol 200 mg dua kali
sehari. Hasil uji coba pengobatan antiplatelet terbukti bahwa data pada
pasien stroke lebih banyak penggunaannya dari pada pasien kardiovaskular
akut, mengingat otak memiliki kemungkinan besar mengalami komplikasi
perdarahan.

9
c. Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan sering menjadi pertimbangan dalam terapi akut stroke
iskemik, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan bahwa antikoagulan tidak
harus secara rutin diberikan untuk stroke iskemik akut. Penggunaan
antikoagulan harus sangat berhati-hati. Antikoagulan sebagian besar
digunakan untuk pencegahan sekunder jangka panjang pada pasien dengan
fibrilasi atrium dan stroke kardioemboli. Terapi antikoagulan untuk stroke
kardioemboli dengan pemberian heparin yang disesuaikan dengan berat
badan dan warfarin (Coumadin) mulai dengan 5-10 mg per hari. Terapi
antikoagulan untuk stroke iskemik akut tidak pernah terbukti efektif. Bahkan
di antara pasien dengan fibrilasi atrium, tingkat kekambuhan stroke hanya 5-
8% pada 14 hari pertama, yang tidak berkurang dengan pemberian awal
antikoagulan akut.
2.1.7 Pencegahan Stroke
Pencegahan penyakit stroke terdiri dari pencegahan primer dan sekunder. Pada
pencegahan primer meliputi upaya – upaya perbaikan pola hidup dan
pengendalian faktor – faktor risiko. Pencegahan ini ditujukan kepada masyarakat
yang sehat dan belum pernah terserang stroke, namun termasuk pada kelompok
masyarakat risiko tinggi. Upaya - upaya yang dapat dilakukan adalah :
a. mengatur pola makan sehat
b. penanganan stress dan beristirahat yang cukup
c. pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter (diet dan obat).
Pencegahan sekunder, yakni dengan mengendalikan faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi dan dapat digunakan sebagai penanda (marker) stroke pada
masyarakat, sedangkan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi kita
dapat melakukan evaluasi kepada pasien stroke saat dirawat maupun ketika
keluar dari RS. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan pada pasien stroke
iskemik akut :
a. Pemeriksaan MRI pada beberapa pasien dapat dipertimbangkan untuk
mendapatkan informasi tambahan dalam penegakan diagnosis dan dalam
membuat perencanaan perawatan selanjutnya
b. Pencitraan non invasif rutin dilakukan dalam waktu 24 jam sejak pasien
masuk RS, dimana hanya untuk pasien dengan Modified Rankin Scale
(MRS) 0-2

10
c. Monitoring jantung harus dilakukan setidaknya selama 24 jam pertama
d. Pemeriksaan diabetes mellitus dengan pengujian glukosa plasma darah,
hemoglobin A1c atau tes toleransi glukosa oral
e. Pengukuran kadar kolesterol darah pada pasien yang telah medapatkan terapi
statin
f. Penilaian troponin awal dapat diberikan, tetapi tidak boleh menunda
alteplase IV atau trombektomi
g. Pemberian antikoagulasi pada pasien yang memiliki hasil tes koagulasi
abnormal pasca stroke iskemik
h. Pemberian antitrombotik pada pasien stroke iskemik akut non
kardioembolik, yakni pemilihan antiplatelet dapat mengurangi risiko stroke
berulang dan kejadian kardiovaskular lainnya
i. Pemberian terapi statin pada pasien selama periode akut
j. Revaskularisasi karotid dapat dilakukan untuk pencegahan sekunder pada
pasien stroke dengan Modified Rankin Scale (MRS) 0-2, jika tidak ada
kontraindikasi.
k. Inisiasi intervensi di RS dengan menggabungkan farmakoterapi dan
dukungan terapi perilaku pada pasien stroke yang memiliki kebiasaan
merokok, serta melakukan konseling rutin agar membantu pasien berhenti
merokok.
l. Memberikan pendidikan tentang stroke. Pasien harus diberikan informasi,
saran, dan kesempatan untuk berdiskusi mengenai dampak stroke dalam
kehidupan sehari-hari mereka.
Dengan demikian, pentingnya pencegahan sejak dini pada pasien stroke iskemik
akut, baik sebelum maupun sesudah terjadi serangan stroke.

2.2 Rehabilitasi
2.2.1 Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan
kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar
mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya
(Harsono, 2016). Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu rehabilitasi medikal,
sosial, dan vokasional.

11
2.2.2 Tujuan rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke
Tujuan utama dari rehabilitasi stroke adalah mengembalikan status
fungsional pasien, agar bisa mandiri sesuai kemampuan yang masih ada. Pasien
diharapkan mampu melakukan kembali aktivitas sehari-hari seperti perawatan
diri sendiri, kegiatan rumah tangga dan aktivitas sosialnya secara mandiri atau
dengan bantuan minimal dengan menggunakan kemampuan diri yang masih ada
dan juga kembalinya penderita stroke ke masyarakat, bersosialisasi , karena
manusia pada hakekatnya adalah mahluk sosial.
Program rehabilitasi menurut Ibrahim (2001) tidak hanya terbatas pada
pemulihan kondisi semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi yang bersifat
psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang luas, guna
membangkitkan penderita.
Jenis rehabilitasi pasien stroke:
a. Rehabilitasi medik merupakan upaya mengembalikan kemampuan klien
secara fisik pada keadaan semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat
mungkin.
b. Rehabilitasi sosial merupakan upaya bimbingan sosial berupa bantuan sosial
guna memperoleh lapangan kerja
c. Rehabilitasi vokasional merupakan upaya pembinaan yang bertujuan agar
penderita cacat menjadi tenaga produktif serta dapat melaksanakan
pekerjaannya sesuai dengan kemampuannya
Masalah Kesehatan pasien pasca stroke dirumah antara lain:
a. Kelumpuhan/ kelemahan sparo badan atau hemiparise,.
b. Gangguan keseimbangan duduk atau berdiri
c. Gangguan berbicara dan gangguan berkomunikasi
d. Gangguan menelan
e. Gangguan buang air kecil atau inkontintnsia
f. Gangguan buang air besar atau konstipasi
g. Kesulitan mengenakan pakaian
h. Gangguan memori atau daya ingat
i. Perubahan kepribadian dan emosi

12
2.2.3 Prinsip-prinsip rehabilitasi
a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dikatakan bahwa
rehabilitasi segera dimulai sejak dokter melihat penderita untuk pertama
kalinya.
b. Tidak ada seorang penderitapun yang boleh berbaring satu hari lebih lama
dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi.
c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita
dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita seutuhnya.
d. Faktor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontinuitas perawatan.
e. Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi
neuromuskuler yang masih ada, atau dengan sisa kemampuan yang masih
dapat diperbaiki dengan latihan.
f. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan serangan
berulang.
g. Keluarga berperan untuk memberikan pengertian, petunjuk, bimbingan dan
dorongan agar penderita selalu mempunyai motivasi yang kuat.

2.2.4 Tahap Rehabilitasi.


a. Rehabilitasi stadium akut Sejak awal tim rehabilitasi medik suidah
diikutkan, terutama untuk mobilisasi. Programnya dijalankan oleh tim,
biasanya latihan aktif dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah
serangan, kecuali perdarahan. Sejak awal Speech terapi diikutsertakan untuk
melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.
Psikolog dan Pekerja Sosial Medik untuk mengevaluasi status psikis dan
membantu kesulitan keluarga.
b. Rehabilitasi stadium subakut Pada stadium ini kesadaran membaik,
penderita mulai menunjukan tanda-tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat
terperinci. pola kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegic posture. Kita
berusaha mencegahnya dengan cara pengaturan posisi, stimulasi sesuai
kondisi klien.
c. Rehabilitasi stadium kronik Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan,
dimana terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut.
Keluarga penderita lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan

13
psikolog harus lebih aktif. Mobilisasi adalah hal yang menyebabkan
bergeraknya sesuatu
Tujuan mobilisasi pada pasien stroke adalah:
a. Mempertahankan range of motion.
b. Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi.
c. Menggerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktifitas meliputi gerakan
di tempat tidur, duduk, berdiri dan berjalan.
d. Mencegah masalah komplikasi.
e. Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegi
f. Meningkatkan kontrol dan keseimbangan duduk dan berdiri.
g. Memaksimalkan aktivitas perawatan diri.

2.3 Konsep Dasar Mobilisasi


2.3.1 Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas
mdah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas dalam
rangka mempertahankan kesehatannya.
Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau memperbaiki tingkat kemampuan pergerakan sendi secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. (Agilia Ayu Syaridwan,
2019)
2.3.2 Tujuan Mobilisasi
Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas rekreasi), memertahankan diri
(melindungi diri dari trauma), mempertahankan konsep diri, mengekspresikan
emosi dengan gerak tangan nonverbal. Adapun tujuan mobilisasi ROM sebagai
berikut :
a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
b. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan.
c. Mencegah kekakuan pada sendi.
d. Merangsang sirkulasi darah.
e. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur. (Istichomah, 2020)

14
2.3.3 Jenis Mobilisasi
Jenis mobilisasi ada dua yaitu mobilisasi penuh dan mobilisasi sebagian:
a. Mobilisasi Penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh bebas tanpa pembatasan jelas yang dapat mempertahankan untuk
berinteraksi social dan menjalankan peran sehari-harinya. Mobiliasai penuh
ini memberikan fungsi saraf motorik volunteer dan sensori yang dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang melakukan mobilisasi. (Aziz
Alimul Hidayat, 2015)
b. Mobilisasi Sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batas jelas, tidak mampu bergerak secara bebas hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh gangguan saraf motoric dan sensorik pada area tubuh
seseorang. Hal ini dapat kita jumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasanngan traksi, pasien paralegi dapat terjadi mobilisasi
sebagaian pada ekstremitas bawah karena kehilangan control motorik dan
sensorik. Mobilisasi sebagian ada dua jenis yaitu :
1) Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan bersifat sementara, hal tersebut dapat
disebabkan adanya trauma reversible pada sistem muskuloskeletal,
sebagai contoh adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan bersifat menetap, hal tersebut disebabkan
karena rusaknya sistem saraf yang reversible sebagai contoh terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegia karena injuri tulang belakang,
pada poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensorik. (Aziz Alimul Hidayat, 2015)
2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
a. Gaya hidup perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan
mobilitas, hal ini karena dampak perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
b. Tingkat energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi, untuk itu
seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik maka membutuhkan
energi yang cukup.

15
c. Usia adalah status perkembangan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia
berbeda, hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak.
d. Sistem neoromuskular mobilisasi dipengaruhi oleh sistem neoromuskular,
meliputi otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago dan saraf. (Aziz
Alimul Hidayat, 2015)
2.3.5 Dukungan Mobilisasi
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik perlu
dilakukan tindakan Observasi, Terapeutik, dan Edukasi menurut (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018)
Observasi:
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b. Indentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik :
a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan ( mis. Duduk ditempat
tidur, duduk disisi tempat tidur, pidah dari tempat tidu ke kursi)

2.1 Pengelolaan Mobilisasi pada pasien Stroke


2.4.1 Pengaturan Mobilisasi pada pasien Stroke
Latihan rentang gerak sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan gerakan
aktif guna mengembalikan kelenturan sendi dan mencegah terjadinya deformitas
dengan cara melatih gerakan pada jari- jari tangan dan kaki, pergelangan tangan
dan kaki, siku, lengan, lutut dan tungkai dengan tetap berkolaborasi dengan
tenaga fisiotherapist. Latihan rentang gerak baik pasif maupun aktif dilakukan

16
sebagai upaya mencegah kontraktur. (Nursyiham et al., 2019)

Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi
yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada
pasien dengan stroke. Latihan ROM merupakan sekumpulan gerakan yang
dilakukan pada bagian sendi yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibelitas
dan kekuatan otot. ROM dapat diterapakan dengan aman sebagai salah satu
terapi pada berbagai kondisi pasien dan memberikan dampak positif baik secara
fisik maupun psikologis, latihan ringan seperti ROM memiliki beberapa
keuntungan antara lain lebih mudah dipelajari dan diingat oleh pasien dan
keluarga mudah diterapakan dan merupakan intervensi keperawatan dengan
biaya murah yang dapat diterapakan oleh penderita stroke. (Rahmadani &
Rustandi, 2019) Manfaat dari dilakukannya terapi ROM (Range Of Motion)
untuk menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan, mengkaji tulang sendi otot, mencegah terjadinya kekakuan sendi,
memperlancar sirkulasi darah. (Istichomah, 2020)

Tindakan-tindakan yang dilakukan perawat untuk pengaturan mobilisasi pada


pasien stroke yaitu : Memepertahankan body aligment perawat harus
memperhatikan body aligmen pada saat memindahkan pasien dari satu tempat ke
tempat lain, dari tempat tidur ke kursi atau dari tempat tidur ke brankard,
Mengurangi bahaya atau efek mobilisasi, mengurangi resiko pada sistem
musculoskeletal sebaiknya dilakukan ROM pasif dan ROM aktif (ROM pasif
pada ekstremitas yang mengalami kekakuan/kelumpuhan dan ROM aktif pada
ekstremitas yang tidak mengalami kekakuan/kelumpuhan. Sebelum melakukan
latihan ROM perlu diperiksa kondisi pasien. Bahaya yang bisa terjadi pada
sistem integumen meliputi luka tekan dan dekubitus. Untuk mencegah hal ini
maka tindakan yang dilakukan adalah meningkatkan status nutrisi, merubah
posisi setiap 2 jam dan personal hygiene.
2.4.2 Edukasi Mobilisasi pada pasien Stroke
Edukasi dalam pemberian mobilisasi dapat dilakukan melalui dukungan
mobilisasi untuk meningkatkan kemampuan aktifitas pergerakan fisik dilakukan
dengan membantu dan mengarahkan pasien untuk merubah posisi berbaring
miring ke kiri dan kanan secara bergantian setiap 2 jam, merubah posisi dari

17
posisi berbaring ke posisi duduk. Mobilisasi pada pasien stroke dilakukan
setelah kondisi pasien stabil. (Nursyiham et al., 2019)
Tugas perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien, perawat juga
mempunyai tugas untuk memberikan edukasi atau kepada pasien. Edukasi yang
harus diberikan kepada pasien stroke untuk mencegah kekakuan/kelumpuhan
yang dapat menyebabkan imobilisasi atau kelumpuhan total yaitu dengan
mengajarkan keluarga tentang pengaturan posisi pasien (pengaturan posisi setiap
2 jam), menganjurkan keluarga untuk tetap memperhatikan personal hygiene
pasien, dan mengajarkan pasien dan keluarga latihan gerak sendi (ROM aktif
dan pasif) untuk dilakukan dirumah nantinya setelah pasien pulang, perawat juga
memberikan edukasi tentang pengaturan diet pada pasien dan keluarga, ajarkan
keluarga untuk membantu tiap aktivitas pasien, ajarkan pasien dan keluarga
tentang cara pencegahan penyakit stroke untuk mencegah kekambuhan, yaitu
dengan cara :
a. Berhenti merokok.
b. Berhenti minum kopi.
c. Kontrol teratur tekanan darah.
d. Batasi konsumsi darah/lemak.
e. Tingkatkan masukan kalium.
f. Menurununkan konsumsi kolesterol dan kontrol kolesterol rutin
g. Mempertahankan kadar gula normal.
h. Mencegah minum alkohol dan rajin berolahraga.
i. Mengubah gaya hidup.
j. Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Dukungan keluarga mempengaruhi motivasi penderita stroke dalam melakukan
latihan yang berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot. Dukungan yang
diberikan keluarga terhadap pasien yang menjalani rehabilitasi meliputi:
keluarga mengingatkan saat akan melakukan latihan, mendorong pasien agar
tidak putus asa, mendorong agar pasien patuh terhadap program latihan dan agar
pasien melakukan latihan secara rutin sehingga dapat menimbulkan semangat
pada diri pasien dan tercapai peningkatan status kesehatan secara optimal.
(Mardati & Setyawan, 2014)

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rehabilitasi pasien pasca stroke secara teoritis perlu sekali untuk dilakukan.
Beberapa metode rehabilitasi dapat dilakukan oleh keluarga pasien maupun pasien di
Rumah dan di instansi pelayanan Kesehatan
Program rehabilitasi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan
pendekatan medik, psikososial, educationalvocational yang bertujuan mencapai
kemampuan fungsional semaksimal mungkin dan mencegah serangan berulang.
Dalam pelayanan rehabilitasi ini merupakan pelayanan dengan pendekatan
multidisiplin yang terdiri dari dokter ahli syaraf, dokter rehabilitasi medik, perawat,
fisioterapis, terapi occupational, pekerja sosial medik, psikolog serta klien dan
keluarga turut berperan. Mobilisasi merupakan salah satu bentuk rehabilitasi awal dari
kondisi penyakit tertentu, dalam hal ini pada klien yang mengalami serangan stroke
sehingga terhindar dari komplikas
Perawat berperan penting dalam pencegahan dan penanggulangan stroke, baik
dari upaya promotive, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Untuk Upaya
rehabilitatif dilakukan pada pasien stroke, terutama pada pasien pasca stroke. Hal ini
dilakukan untuk mencegah stroke berulang, yang dapat memperburuk kondisi pasien
pasca stroke dan meminimalkan kecacatan.

3.2 Saran
Mengingat pentingnya rehabilitasi pada klien post stroke, maka perlu ditingkatkan
motivasi klien untuk mencegah komplikasi dengan cara menekankan manfaat latihan,
serta menjelaskan bahwa pemulihan terjadi secara berangsur-angsur sehingga perlu
ketekunan dalam latihan dan perlunya meningkatkan partisipasi keluarga yang
menunggu dalam membantu pelaksanaan mobilisasi dini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Del Moro., Rota, E., Pirovano., Rainero. (2022). Migraine, Brain Glucose Metabolism and
the “Neuroenergetic” Hypothesis: A Scoping Review. The Journal of Pain, Vol 23,
No 8.
Feng, Rui., Wang, Xiao., Zhang, Feng. (2015). The Signal Pathway Regulated by
Mitochondrial ATP-Sensitive Potassium Channels Might be Involved in the
Mechanism of Brain Ischemic Tolerance. Journal of the Formosan Medical
Association; 823-824.
Hinkle, Janice & Cheever, Kerry. (2018). Brunner & Suddarth, Textbook of Medical-
Surgical Nursing. 14th Edition. Philadelphia : Wolters Kluwer
Mulroney, S & Myers, A. (2016). Netter’s Essentials Physiology. 2 nd Edition.
Philadelphia : Elsevier.
Mutiarasari, Diah. 2019. “Ischemic Stroke : Symptoms, Risk Factors, And Prevention.”
Jurnal Ilmiah Kedokteran 6(1):33–41
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Peate, Ian. (2018). Fundamentals of Applied Pathophysiology, An Essential Guide for
Nursing and Healthcare Students. 3rd Edition. Oxford, United Kingdom : Wiley
Blackwell.
Purwanto, Hadi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. PPSDM Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta : BPSDM Kesehatan.
LeMone, Priscilla., et.al. (2017). Medical Surgical Nursing, Critical Thinking for Person-
Centred Care. 3rd Australian Edition. Melbourne : Australia.
Syaridwan, agilia ayu. (2019). Pasien Stroke Non Hemoragik. Jurnal Keperawatan.
Sri okti.,2008 .Rehabilitasi Klien Pasca Stroke.uUniversitas Muhammadiyah Surakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.

20
Watts, M., Pocock, R., Claudianos, C. (2018). Brain Energy and Oxygen Metabolism:
Emerging Role in Normal Function and Disease. Frontiers in Molecular
Neuroscience, Vol. 11: 1-13. doi: 10.3389/fnmol.2018.00216.

21

Anda mungkin juga menyukai