Anda di halaman 1dari 21

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

1. Pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale)

2. Pemeriksaan Rangsangan meningeal

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk (Nuchal/Neck Rigidity)


Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kemudian kepala pasien difleksikan dan diusahakan agar dagu dapat
menyentuh dada. Saat melakukan pemeriksaan ini perhatikan adanya tahanan.
Bila kaku kuduk positif maka akan didapati tahanan sehingga dagu tidak dapat
mencapai dada.

b. Pemeriksaan Kernig
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
sendi panggul sampai membuat sudut 90°, sementara sendi lutut difleksikan
maksimal. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
Normalnya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135°, antara tungkai
bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan sebelum tercapai sudut ini, maka
dikatakan tanda Kernig positif.

c. Pemeriksaan Brudzinsky I
Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan cara melakukan pemeriksaan
kaku kuduk, hanya beda yang dinilai. Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah
ada atau tidaknya fleksi kedua tungkai. Dikatakan positif adalah apabila terjadi
fleksi kedua tungkai. Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkainya lumpuh
atau tidak, sebab jika lumpuh, tungkai yang lumpuh tersebut tidak fleksi.
d. Pemeriksaan Brudzinsky II
Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan cara melakukan pemeriksaan
kernig, hanya beda yang dinilai. Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah ada atau
tidaknya fleksi tungkai kontralateral. Dikatakan positif adalah apabila terjadi
fleksi tungkai kontralateral. Sebagaimana halnya perlu diperhatikan apakah
tungkainya lumpuh atau tidak, sebab jika lumpuh, tungkai yang lumpuh tersebut
tidak fleksi.

3. Pemeriksaan TIK (Tekanan Intra Kranial)


Tanda-tanda peningkatan TIK adalah: papil edema, sindrom cushing (hipertensi,
bradikardi, hiperventilasi: sesak)
Gejala peningkatan adalah: muntah proyektil (menyembur), nyeri kepala hebat,
diplopia (pandangan ganda)

4. Pemeriksaan Nervus Kranialis


Ada 12 nervus kranialis:
I. N. Olfaktorius
II. N. Optikus
III. N. Occulomotorius
IV. N. Trochlearis
V. N. Trigeminus
VI. N. Abducens
VII. N. Facialis
VIII. N. Vestibulocochlearis
IX. N. Glossofaringeus
X. N. Vagus
XI. N. Hyphoglossus
XII. N. Acessorius

Penjelasan
a. NERVUS I (N. OLFAKTORIUS )
Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus yaitu penciuman
(menghidu). Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan gangguan penciuman ataupun
kehilangan penciuman.

- Pemeriksaan penciuman
Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Selain
itu, untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau
penyakit hidung lokal.
Alat/ bahan:
1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3. Senter
4. Kopi
5. Teh
6. Jeruk
7. Wadah kecil untuk tempat teh, kopi atau jeruk.
Syarat pemeriksaan :
- Pasien harus compos mentis.
- Zat yang digunakan sebaiknya yang digunakan sehari – hari, misalnya kopi, teh,
tembakau, jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa
hidung (nervus V) seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka.

Cara pemeriksaan:
- Pasien duduk.
- Periksa lubang hidung (dengan menggunakan senter), apakah ada sumbatan atau
kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat menganggu
ketajaman penciuman.
- Zat pengetes diletakkan dalam wadah.
- Pasien diminta tutup mata
- Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian, lubang hidung
yang sedang tidak diperiksa, ditutup dengan tangan

Penilaian :
- Normosmia : kemampuan menghidu normal, tidak terganggu
- Hiposmia : kemampuan menghidu menurun atau berkurang
- Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu
- Parosmia : salah hidu (tidak dapat mengenali bau – bauan)
- Kakosmia : persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada

b. NERVUS II (N. OPTIKUS)


Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus juga, yaitu
penglihatan. Adapun pemeriksaan untuk nervus optikus ini meliputi :
1. Ketajaman penglihatan (visus)
2. Lapangan pandang
3. Papil optikus (dengan fundus oculi)

Pemeriksaan Lapangan Pandang


Metode yang digunakan adalah Metode Konfrontasi oleh Donder
Syarat pemeriksaan : pasien harus compos mentis, lapangan pandang pemeriksa harus
normal.

Cara pemeriksaan :
- Pasien diminta duduk atau berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira – kira
1 meter.
- Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus ditutup, dengan
tangan, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.
- Kemudian pasien diminta melihat terus (memfiksasi matanya) pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke mata kanan pasien
- Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara
pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam.
- Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberi tahu,
dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya.
- Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing-masing mata
harus diperiksa.
- Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih
dulu melihat gerakan tangan tersebut.
c. NERVUSIII,IV,VI(N.OKULOMOTORIUS,TROKHLEARIS, ABDUSENS)
Ketiga nervus ini diperiksa bersama – sama, karena kesatuan fungsinya yaitu mensarafi
otot – otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata.
Otot bola mata yang dipersarafi oleh NIII, NIV, NVI :
- NIII : menginervasi musc. rektus internus (medialis), musc. rektus superior, musc.
rektus inferior, musc. levator palpebra; serabut visero-motoriknya mengurus musc.
sfincter pupil dan musc. siliare.
- NIV : menginervasi musc. obliqus superior.
- NVI : menginervasi musc. rektus eksternus (lateralis)

Pemeriksaan nervus III, IV, VI meliputi:


1. Pemeriksaan refleks cahaya
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
3. Fenomena doll's eye
4. Deviasi konjugae

Pemeriksaan Refleks Cahaya


Refleks cahaya ini terdiri dari refleks cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual).

Cara pemeriksaan :
- Pada pemeriksaan ini pasien diminta melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya).
- Setelah itu mata pasien kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada
keadaan normal, pupil mengecil. Bila demikian halnya, reaksi cahaya langsung
positif.
- Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil
oleh penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak
langsung (konsensual) positif
- Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi matanya pada
senter, sebab dengan demikian akan ada pula refleks akomodasi yang juga
menyebabkan pupil mengecil.
- Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan sinistra.
- Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan bentuk pupil.

Pemeriksaan Gerakan Bola Mata


Syarat pemeriksaan : pasien harus compos mentis

Cara pemeriksaan :
Pasien diminta mengikuti gerakan jari pemeriksa yang digerakkan ke arah
lateral, medial, atas, bawah dan ke arah miring, yaitu: atas-lateral, bawah- medial, atas-
medial, bawah-lateral.

d. NERVUS V (N. TRIGEMINUS)

Nervus trigeminus memiliki 2 fungsi yaitu motorik dan sensorik. Bagian motorik
mengurus otot — otot mengunyah, yaitu musc. masseter, musc. temporalis, musc. pterigoid
medialis yang berfungsi menutup mulut dan musc. pterigoid lateralis yang berfungsi
menggerakkan rahang ke bawah ke samping (lateral) dan membuka mulut.
Bagian sensorik nervus V mengurus sensibilitas wajah, memiliki 3 cabang, yaitu :
1. Cabang opthalmica, yang mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput
otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
2. Cabang maksilaris, yang mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas,
pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
3. Cabang mandibularis, yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah,
mukosa pipi, duapertiga bagian depan lidah dan sebagian dari telinga (eksternal),
meatus dan selaput otak.

Pemeriksaan nervus V meliputi:


1. Palpasi otot temporal dan masseter
2. Refleks Jawjerk
3. Pemeriksaan sensasi wajah.

Palpasi Otot Temporal Dan Masseter


Syarat pemeriksaan : pasien harus compos mentis.

Cara pemeriksaan :
Pasien diminta merapatkan giginya sekuat mungkin, kemudian kita raba musc.
masseter dan musc. temporalisnya. Perhatikan besarnya tonus dari otot tersebut.

Pemeriksaan Sensorik Wajah


Syarat pemeriksaan : pasien harus compos mentis.

Cara pemeriksaan :
- Pemeriksa melakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa raba dengan
menggunakan kapas dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan,
daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri
dan kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda yang
runcing dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah
maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan
kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung reaksi yang
berisi air panas dan air dingin, dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri
dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis
bandingkan kiri dan kanan.

e. NERVUS VII (N. FASCIALIS)


Nervus facialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-
otot ekspresi wajah. Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke
kelenjar ludah dan air mata dan selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan ia juga
menghantar berbagai jenis sensasi, termasuk sensasi eksteroseptif, dari daerah
gendang telinga, sensasi pengecapan 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral
umum dari kelenjad ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari
otot-otot yang persarafinya.

Pemeriksaan nervus VII meliputi:


1. Pemeriksaan motorik wajah
2. Pemeriksaan pengecapan 2/3 depan lidah
Pemeriksaan Motorik Wajah
Syarat pemeriksaan : pasien harus compos mentis, kecuali untuk inspeksi mimik
wajah.

Cara pemeriksaan :
- Perhatikan wajah pasien apakah simetris atau tidak
- Minta pasien mengangkat alisnya dan mengerutkan dahi
- Minta pasien memejamkan mata.
- Minta pasien menyeringai
- Minta pasien menggembungkan pipi

f. NERVUS VIII (N.VESTIBULO-KOKHLEARIS)


Saraf ini terdiri atas 2 bagian yaitu saraf kokhlearis dan saraf vestibularis. Saraf
kokhlearis berfungsi mengurus pendengaran, saraf vestibularis berfungsi mengurus
keseimbangan. Pemeriksaan saraf kokhlearis meliputi pemeriksaan ketajaman pendengaran.
Pemeriksaan saraf vestibularis meliputi test romberg, test stepping, nistagmus, past pointing,
dll.

Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan pendengaran adalah untuk mengetahui fungsi pendengaran pada tiap telinga,
jenis ketuliannya dan derajat ketuliannya, sehingga keterampilan pemeriksaan pendengaran
ini menjadi kompetensi dasar bagi seorang dokter.
- Untuk pemeriksaan pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan
melalui tulang dengan memakai garpu tala ataupun dengan berbisik.
- Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di
telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang teinga,
serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga
dalam menyebabkan tuli saraf koklea atau retrokoklea (tuli sensorineural).
- Pemeriksaan dengan garpu tala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes
penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach. Sedangkan tes Berbisik bersifat
semi - kuantitatif, untuk menentukan derajat ketulian secara kasar.

Pemeriksaan Rinne
Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala 512 Hz digetarkan oleh pemeriksa.
2. Kaki garpu tala tersebut diletakkan pada prosessus mastoid telinga yang diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ke depan liang telinga yang
diperiksa kira-kira 2 1/2 cm.
4. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+),bila tidak terdengar disebut Rinne negatif
(-)

Interpretasi :
i. Uji Rinne positif (+) terdapat pada telinga normal atau telinga dengan tuli sensorineural.
ii. Uji Rinne negatif (-) ini menunjukkan adanya tuli konduktif.
Pemeriksaan Weber
Cara pemeriksaan :
1. Kaki garpu penala yang telah digetarkan diletakkan pada garis tengah wajah atau kepala
(di vertex, dahi dan pangkal hidung).
2. Ditanyakan pada yang diperiksa, telinga mana yang terdengar lebih keras.

Interpretasi :
- Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
- Pada keadaan normal, pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan
telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila satu telinga menderita tuli sensorineural
maka pasien akan mendengar lebih baik pada telinga yang baik (lateralisasi ke telinga
yang baik) dan jika telinga tersebut menderita tuli konduktif maka telinga tersebut akan
mendengar bunyi lebih keras (lateralisasi ke telinga yang sakit).

Pemeriksaan Schwabach
Syarat pemeriksaan : telinga pemeriksa harus normal

Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala digetarkan.
2. Tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus pasien sampai tidak terdengar
bunyi.
3. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal.

Interpretasi :
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala
diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira – kira
sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.
Pemeriksaan Berbisik
Cara pemeriksaan :
1. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa menghadap
pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup dengan cara menekan tragus
dengan jari pasien sehingga benar – benar tertutup.
2. Pasien jangan melihat ke pemeriksa.
3. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru – paru sesudah
ekspirasi.

Interpretasi :
Bila pasien mendengar maka dianggap pendengaran normal, bila tidak mendengar
dalam jarak 6 meter maka pemeriksa maju 1 meter dan berbisik lagi. Dan bila tidak
mendengar juga maju 1 meter lagi, dan seterusnya sampai pasien dapat mendengar. Bila
sampai berbisik di dekat telinga pasien, baru didengarnya maka disebut Ad Concham, bila
masih juga tak mendengar berarti tes berbisik = 0.
- Nilai normal tes berbisik 5 – 6 meter, artinya pasien dapat mendengar pada jarak 5 – 6
meter dari pemeriksa.
- Jika pasien hanya bisa mendengar pada jarak 3 meter, disebut tes berbisik = 3 meter

g. NERVUS IX, NX (N. GLOSSOFARINGEUS DAN N VAGUS)


Kedua nervus ini diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat satu
sama lain, sehingga gangguan fungsinya jarang tersendiri, kecuali pada bagian yang perifer
sekali.

N IX berfungsi :
- Sensorik: 1/3 belakang lidah, faring dan telinga tengah
- Motorik : stylopharyngeus
- Otonom : kelenjar ludah

NX berfungsi :
- Sensorik: membran timpani, canalis auditorius eksternal, telinga luar
- Motorik: otot palatum, faring, laring
- Otonom : afferent dari baroreseptor karotis, parasimpatis dari dan ke thorax dan abdomen

Pemeriksaan kedua saraf ini meliputi:


1. Refleks muntah
2. Pemeriksaan palatum molle dan uvula
3. Pengecapan 1/3 belakang lidah

Pemeriksaan Refleks Muntah


Cara pemeriksaan :
- Pasien diminta membuka mulut
- Rangsang dinding faring atau pangkal lidah dengan spatel.

Pemeriksaan Palatum Molle Dan Uvula


Cara pemeriksaan :
- Pasien diminta membuka mulut
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
- Kemudian minta pasien menyebutkan `aaaaa...'
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada saat itu.
- Bila ada parese otot faring dan palatum molle, maka palatum molle, uvula dan arkus
faring yang lumpuh letaknya lebih rendah dari pada yang sehat.

h. NERVUS XI (N-AKSESORIUS)
Nervus ini hanya terdiri dari serabut motorik, menginervasi otot sternokleidomastoideus
dan otot trapezius.

Pemeriksaan untuk saraf ini meliputi:


- Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus
- Pemeriksaan otot trapezius

Pemeriksaan Otot Sternokleidomastoideus


Cara pemeriksaan :
1. Pasien diminta menolehkan kepala dan pemeriksa menahannya untuk menilai
tenaganya
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri

Pemeriksaan Otot Trapezius


Cara pemeriksaan :
1. Pasien diminta mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya untuk menilai tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.

i. NERVUS XII (N. HIPOGLOSSUS)


Nervus ini mengandung serabut somato-motorik yang menginervasi otot ekstrinsik
dan intrinsik lidah. Fungsi otot ekstrinsik lidah adalah untuk menggerakkan lidah dan
otot intrinsik untuk mengubah – ubah bentuk lidah.

Pemeriksaan untuk nervus ini meliputi:


1. Inspeksi lidah ( apakah atrofi, tremor, fasikulasi)
2. Pemeriksaan lidah saat dijulurkan (apakah ada deviasi atau tidak)

Syarat pemeriksaan : pasien harus compos mentis khusus untuk pemeriksaan lidah saat
dijulurkan

Cara pemeriksaan :
- Minta pasien buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan istirahat, apakah ada atrofi,
fasikulasi ataupun tremor
- Kemudian minta pasien menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah ada deviasi atau
tidak
- Untuk menilai tenaga lidah, minta pasien untuk menekankan lidahnya pada pipinya.
Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar.

5. Pemeriksaan Refleks

Pemeriksaan refleks sangat penting nilainya dalam pemeriksaan fisik neurologi. Berbeda
dengan pemeriksaan neurologi lainnya seperti pemeriksaan kekuatan otot, nervi cranialis dan
pemeriksaan sensibilitas serta beberapa pemeriksaan neurologi yang lain, pemeriksaan reflek
dapat dilakukan pada orang yang mengalami penurunan kesadaran bahkan sampai koma.
Pemeriksaan reflek dapat dilakukan pula pada bayi, anak – anak serta orang dengan
inteligensi yang rendah serta orang yang gelisa. Pemeriksaan reflek menjadi sangat penting
nilainya karena lebih obyektif. Tiap otot bila diketuk pada insersinya akan berkontraksi dan
merupakan suatu refleks. Pada skills lab ini yang dilakukan hanya refleks yang lazim
diperiksa pada pemeriksaan rutin.

1. Refleks fisiologis meliputi:


- Refleks biseps
- Refleks triseps
- Refleks brakhioradialis
- Refleks Patella/ KPR (knee pees reflex)
- Refleks APR (achilles pees reflex)

2. Refleks superfisial berupa refleks dinding perut.

3. Refleks patologis meliputi:


- Refleks Babinski
- Chaddock
- Gordon
- Oppenheim
- Gonda
- Schaefer
- Klonus patella
- Klonus kaki
- Hoffman Tromner.

Reflek patologik terjadi jika terjadi kelainan atau kerusakan hubungan dengan pusat – pusat
yang lebih tinggi yaitu pada susunan saraf pusat. Selain munculnya reflek patologik, jika
terjadi gangguan pada susunan saraf pusat maka reflek fisiologik pun akan meningkat atau
meluas.

Pemeriksaan refleks fisiologis

a. Refleks Biseps
Kita pegang lengan pasien yang telah disemifleksikan sambil menempatkan ibu jari di
atas tendon otot biseps. Ibu jari kemudian diketuk; hal ini akan mengakibatkan gerakan
fleksi lengan bawah. Pusat refleks ini terletak di C5-C6.

b. Refleks Triseps
Kita pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan, setelah itu diketuk pada
tendon insersi m. triseps, yang berada sedikit di atas olekranon, hal ini akan
mengakibatkan lengan bawah mengadakan gerakan ekstensi. Pusat refleksnya terletak di
C6-C8.

c. Refleks Brakhioradialis
Lengan bawah difleksikan serta dipronasikan sedikit, kemudian diketuk pada
prosessus stiloideus radius, hal ini akan menimbulkan gerakan fleksi dan supinasi dari
lengan bawah. Pusat refleksnya terletak di C5-C6.

d. Refleks Patella / KPR


Pada pemeriksaan refleks ini, tungkai difleksikan dan digantungkan, misalnya pada
tepi tempat tidur. Kemudian diketuk pada tendon muskulus kuadriseps femoris, biasanya
dibawah patella. Kuadriseps femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan
ekstensi tungkai bawah. Lengkung refleks ini melalui L2, L3, L4.
e. Refleks APR
Tungkai bawah kita fleksikan sedikit, kemudian kita pegang kaki pada ujungnya
untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu, tendon Achilles
diketuk, hal ini akan mengakibatkan berkontraksinya m. triseps sure dan memberi gerak
plantar fleksi pada kaki. Lengkung refleks ini melalui S1-S2.

Pemeriksaan refleks superfisial

Refleks Dinding Perut


Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores dinding perut dengan benda yang agak
runcing. Bila positif, maka m.rektus abdominis akan berkontraksi. Refleks ini dilakukan pada
berbagai lapangan dinding perut, yaitu di epigastrium (otot yang berkontraksi diinervasi oleh
Th6, Th7), perut bagian atas (Th7, Th9), perut bagian tengah (Th9, Th11), perut bagian
bawah (Th11, Th12 dan lumbal atas). Pada kontraksi otot, terlihat pusar bergerak ke arah otot
yang berkontraksi.

Pemeriksaan refleks Patologis


a. Babinski
Pasien diminta berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang
pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang refleks, dapat
digunakan benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan samapai
mengakibatkan rasa nyeri, sebab ini akan menimbulkan refleks menarik kaki (flight
reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju
pangkal jari ke arah medial. Jika positif, kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari,
disertai mekarnya (fanning) jari — jari lainnya.
b. Chaddock
Rangsangan diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus. Respon
yang timbul jika positif, sama dengan babinski.
c. Gordon
Rangsangan diberikan dengan cara mencubit otot betis. Respon yang timbul jika
positif, sama dengan babinski.
d. Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior dari proksimal ke arah distal.
Respon yang timbul jika positif, sama dengan babinski.
e. Gonda
Menekan jari kaki yang ke-4, kemudian melepaskannya dengan cepat. Respon
yang timbul jika positif, sama dengan babinski.
f. Schaefer
Mencubit tendon achilles. Respon yang timbul jika positif, sama dengan babinski.
g. Klonus Kaki
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot triseps sure betis.
Pemeriksa menempatkan tangannya di telapak kaki pasien, kemudian telapak kaki ini
didorong dengan cepat sehingga terjadi dorsofleksi sambil seterusnya diberi tahanan
ringan. Hal ini akan mengakibatkan teregangnya otot betis. Bila positif, maka terlihat
garakan ritmik (bolak – balik) dari kaki, yaitu berupa plantarfleksi dan dorso fleksi
secara bergantian.
h. Klonus Patella
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris. Kita
pegang patella pasien, kemudian didorong secara tiba – tiba ke arah distal sambil
diberikan tahanan ringan. Bila terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot
kuadriseps yang mengakibatkan gerakan bolak – balik dari patella. Pada pemeriksaan
ini tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan.
i. Refleks Hoffman Tromner
Tangan pasien kita pegang pada pergelangan dan jari- jarinya diminta fleksi
ringan. Kemudian jari tengah pasien kita gores kuat dengan ibu jari kita. Bila positif,
hal ini akan mengakibatkan fleksi jari telunjuk serta fleksi dan adduksi ibu jari.
Kadang juga disertai fleksi jari – jari lainnya.
6. Pemeriksaan Sistem Motorik
Pada tiap bagian tubuh yang dapat bergerak harus dilakukan pemeriksaan:
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Pemeriksaan gerakan pasif
d. Pemeriksaan gerakan aktif

Penjelasan:
1. Inspeksi
Pada inspeksi diperhatikan, sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal
yang tidak dapat dikendalikan.
- Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh.
Bagaimana sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak dan
berjalan. Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara
keseluruhan maupun sebagian. Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan
dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta atau orang dewasa yang
gelisah, bagian yang paresis terlihat kurang digerakkan.
Pasien dengan paraparese jenis sentral, cara berjalannya seperti gunting,
yaitu tungkai seolah - olah seperti menyilang.
Pasien polineuritis berjalan seperti ayam, yaitu tungkai difleksikan tinggi
pada persendian lutut, supaya dapat mengangkat kakinya yang kurang mampu
melakukan dorsofleksi.
- Bentuk
Perhatikan adanya kelainan bentuk.
- Ukuran
Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan sebelah
kanan. Kemudian perhatikan besar (isi), kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi
atau hipertrofi. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya berubah.
Kelumpuhan jenis perifer disertai hipotrofi atau atrofi.

2. Palpasi
Pasien diminta mengistirahatkan ototnya, kemudian dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan.

3. Pemeriksaan gerakan pasif


Pasien diminta mengistirahatkan ekstremitasnya, bagian dari ekstremitas ini
kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula - mula cepat,
kemudian lambat, cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita
nilai tahanannya (tonus otot). Dalam keadaan normal kita tidak menemukan
tahanan yang berarti, jika pasien dapat mengistirahatkan ekstremitasnya dengan
baik. Perlu diketahui bahwa ada orang yang normal tidak mampu
mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak - anak, sehingga
kita mengalami kesulitan menilai tahanan.
Kadang - kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya
tungkai sukar difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya
didapatkan pada lesi di traktus piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian —
bagian yang simetris. Pada gangguan sistem ekstrapiramidal, dapat dijumpai
tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang - kadang dijumpai keadaan
dengan tahanan hilang timbul (fenomena cogwhell).

4. Pemeriksaan gerakan aktif


Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa
adanya kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut: Pasien diminta
menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya, dan pemeriksa menahan
gerakan ini. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien, dan
pasien diminta menahan. Jadi dengan kedua cara tersebut di atas dapat dinilai
tenaga otot. Dokter umumnya menggunakan cara 1, yaitu pemeriksa yang
menahan, sebab bila pasien yang diminta menahan, ditakutkan kekuatan yang
dilakukan oleh dokter terlalu besar.

Dalam praktek sehari–hari, tenaga otot (kekuatan otot) dinyatakan dengan


menggunakan skala dari 0-5 :
0 : tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya gravitasi
3 : dapat mengadakan gerakan melawan gaya gravitasi, namun tidak dapat
menahan tahanan
4 : di samping dapat melawan gaya gravitasi, ia dapat pula melawan tahanan
ringan sampai sedang yang diberikan, namun tidak dapat menahan tahanan
berat.
5 : tidak ada kelumpuhan (normal)

7. Tes Sensibilitas
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan
mengenai sensibilitas, bila ada, minta ia menunjukkan tempatnya (lokasinya). Waktu
melakukan pemeriksaan perhatikan daerah kulit yang kurang merasa, sama sekali tidak
merasa atau daerah yang bertambah perasaannya. Kata disesthesia digunakan untuk
menyatakan adanya perasaan yang berlainan dari rangsang yang diberikan. Parestesia
merupakan perasaan abnormal yang timbul spontan, biasanya ini berbentuk rasa dingin,
panas, kesemutan, ditusuk-tusuk, rasa berat, rada ditekan atau rasa gatal.

a. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS EKSTEROSEPTIF


- PEMERIKSAAN RASA RABA
Alat yang digunakan adalah kapas. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan
bagian bagian yang simetris. Thigmestesia berarti rasa raba halus. Kehilangan rasa
raba ini disebut thigmanesthesia.
- PEMERIKSAAN RASA NYERI
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan benda yang runcing. Tusukan
hendaknya cukup kuat sehingga betul - betul dirasakan rasa nyeri dan bukan rasa
sentuh atau rasa raba. Kita periksa seluruh tubuh, dan bagian - bagian yang simetris
dibandingkan.
- PEMERIKSAAN RASA SUHU
Ada dua macam rasa suhu yaitu rasa panas dan rasa dingin. Rangsangan rasa
suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa suhu diperiksa dengan
menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin dan air
panas untuk rasa panas. Pemeriksaan rasa suhu diperiksa di seluruh tubuh dan
dibandingkan bagian - bagian yang simetris.

b. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS PROPRIOSEPTIF


- PEMERIKSAAN RASA GERAK DAN RASA SIKAP/ POSISI
Biasanya rasa gerak dan rasa posisi diperiksa bersamaan. Ini dilakukan dengan
cara menggerakkan jari - jari secara pasif dan menanyakan apakah pasien dapat
merasakan gerakan tersebut serta mengetahui arahnya. Pada orang normal ia sudah
merasakan arah gerakan bila sendi interfalang digerakkan sekitar 2° atau 1 mm.
Selama pemeriksaan mata pasien dipejamkan atau ditutup. Badan dan ekstremitas
diistirahatkan dan dilemaskan. Semua gerakan volunter dihindarkan.
Waktu kita menggerakkan bagian ekstremitas pasien, misalnya jari kaki, kita
harus memegang jari - jarinya pada bagian lateral. Tujuannya adalah agar pasien
tidak menggunakan rasa eksteroseptifnya untuk mengetahui arah gerakan tersebut.
Jari yang diperiksa diupayakan agar tidak bersentuhan dengan jari lainnya, karena
hal ini dapat dimanfaatkan pasien untuk mengetahui arah gerakan dari sentuhan,
apabila rasa geraknya terganggu. Pasien juga dilarang menggerakkan jarinya secara
aktif karena hal ini dapat pula menolongnya untuk mengetahui posisi jarinya.
Sambil memperhatikan hal yang tersebut di atas, kemudian pasien diminta
mengatakan "ya" apabila ia merasakan suatu gerakan, kemudian diminta
mengatakan ke arah mana gerakan tersebut, "atas' atau "bawah". Pada gangguan
yang ringan yang pertama terganggu ialah rasa posisi jari, kemudian rasa gerak.
- PEMERIKSAAN RASA GETAR
Pemeriksaan rasa getar biasanya dilakukan dengan jalan menempatkan garpu
tala (yang biasa digunakan yang berfrekuensi 128 Hz) yang telah digetarkan pada
tonjolan tulang ibu jari, maleolus lateral, dan medial kaki, tibia, spina iliaka anterior
superior, sakrum, prosessus spinosus vertebra, sternum, klavikula, prosesus
stiloideus radius, ulna dan jari - jari.
Pasien ditanya apakah ia merasa getarannya, dan ia diminta memberitahukan
apabila ia mulai tidak merasakan getarannya lagi. Bila getaran mulai tidak dirasakan,
garpu tala kita pindahkan ke pergelangan atau sternum atau klavikula atau
bandingkan dengan jari kita sendiri. Dengan demikian, kita dapat memeriksa adanya
rasa getar, dan sampai berapa lemah masih dapat dirasakan, dengan jalan
membandingkan dengan bagian lain dari tubuh atau dengan rasa getar
pemeriksa.Untuk menyatakan hilangnya rasa getar dapat digunakan kata
pallanesthesia.
- PEMERIKSAAN RASA TEKAN DALAM
Rasa tekan dalam diperiksa dengan jalan menekan kulit dengan jari atau
dengan benda tumpul. Kemudian pasien diminta memberitahu apakah ia merasakan
tekanan tersebut, dan diminta untuk menentukan lokasinya.
- PEMERIKSAAN RASA NYERI DALAM
Rasa nyeri dalam ini diperiksa dengan jalan menekan otot atau tendon,
menekan serabut saraf yang terletak dekat dengan permukaan dan bisa juga dengan
jalan menekan testis atau bola mata.

8. Pemeriksaan fungsi kortikal


Pemeriksaan fungsi kortikal  Pemeriksaan status mental merupakan evaluasi fungsi
kognitif dan emosi yang harus dilakukan secara runtut dan sitematis. Mulai dengan
fungsi dasar tingkat kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar seperti berbahasa dan
pemeriksaan yang lebih kompleks seperti berhitung, pertimbangan dan sebagainya.
9. Pemeriksaan Fungsi Cerebellum dan Koordinasi
Koordinasi gerak terutama diatur oleh cerebellum. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa gangguan utama dari lesi di cerebellum ialah adanya disinergia, antar
otot, maka otot - otot ini tidak bekerja sama dengan baik, walaupun tidak didapatkan
kelumpuhan. Hal ini terlihat jika pasien berdiri, jalan, membungkuk atau menggerakkan
anggota badan.
Cerebellum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi dan
mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada cerebellum dapat menyebabkan gangguan
sikap dan tonus, disinergia, gangguan koordinasi gerakan (ataksia). Dengan perkataan
lain; kombinasi gerakan yang seharusnya dilakukan secara simultan dan harmonis,
menjadi terpecah - pecah serta kadang simpang siur.
Gangguan cerebellum dapat diperiksa dengan berbagai cara yaitu: test romberg,
test tandem gait, percobaan telunjuk hidung, percobaan jari - jari, percobaan tumit lutut,
diadokokinesia. yaitu kurangnya koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan yang
membutuhkan kerjasama

TEST-TEST :
a. Test Romberg
Pasien diminta berdiri dengan kedua kaki saling dirapatkan, mula - mula dengan
mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup. Perhatikan apakah pasien kehilangan
keseimbangan atau tidak.
b. Test Tandem
Pasien diminta berjalan pada satu garis lurus diatas lantai, tempatkan satu tumit
tepat di depan jari - jari kaki yang berlawanan, baik dengan mata terbuka dan mata
tertutup.
Pasien juga diminta berjalan ke depan kemudian berputar kembali dengan cepat atau
berjalan mengitari kursi searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam.
c. Percobaan Telunjuk Hidung
Bisa dikerjakan dengan pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan posisi
abduksi dan ekstensi lengan secara komplit, mintalah pada pasien untuk menyentuh
ujung hidungnya dengan ujung jari telunjuknya. Mula - mula dengan gerakan
perlahan kemudian diganti dengan gerakan yang cepat, baik dengan mata terbuka dan
tertutup.
d. Percobaan Telunjuk Telunjuk
Pasien diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan kemudian
diminta untuk menggerakkan ke 2 ujung jari telunjuknya saling bertemu / bersentuhan
tepat di tengah - tengah di bidang horizontal tersebut. Pertama - tama dengan gerakan
perlahan kemudian dipercepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup.
e. Percobaan Tumit Lutut
Pasien diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral,
diteruskan dengan mendorong tumit tersebut secara lurus menuju jari - jari kakinya.
f. Diadokokinesia
Pasien diminta menggerakkan kedua tangannya bergantian, pronasi dan supinasi
dengan posisi siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat mungkin, baik dengan
mata terbuka maupun tertutup.

10. Pemeriksaan Vegetatif

- Vasomotorik : pembuluh darah merah jika digores


- Sudomotorik : berkeringat
- Pilo-erektor : merindingnya tangan pemeriksa setelah memegang es, lalu
memegang pasien
- Miksi : berkemih
- Defekasi : BAB
- Potensi libido : masalah gairah seksual

11. Pemeriksaan Vertebra


Inspeksi, palpasi dan perkusi juga digunakan untuk pemeriksaan vertebra. Pada
inspeksi bisa dilihat adanya abnormalitas, deformitas, gangguan postur atau
perkembangan. Pergerakan (ataupun keterbatasan pergerakan) dari otot - otot spinal,
misalnya fleksi, ekstensi, gerakan ke lateral, asimetris, kifosis, lordosis dan skoliosis
harus dinilai. Palpasi dapat membantu untuk mengetahui adanya abnormalitas
struktural, adanya arthropathies serta lokasi nyeri tekan dan nyeri. Otot harus di
palpasi untuk mengetahui adanya rigiditas ataupun spasme. Perkusi vertebra dapat
membantu menunjukkan ada tidaknya nyeri yang terlokalisir ataupun nyeri tekan.

12. Pemeriksaan rangsangan radikuler


Pemeriksaan ini meliputi Pemeriksaan Nafziger, Lhermitte, Lasseque
a. Pemeriksaan Nafziger
Pasien dalam posisi duduk. Pemeriksa menekan salah satu vena jugularis
pasien. Jika positif pasien akan merasakan nyeri menjalar sepanjang dermatom.
b. Pemeriksaan Lhermitte
Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berada di belakang pasien, kemudian
kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien. Fleksikan leher pasien
dan berikan tahanan ringan dengan kedua tangan pemeriksa. Gerakan ini diikuti
dengan merotasikan leher pasien kesemua arah. Jika positif pasien akan
merasakan nyeri menjalar sepanjang dermatom.
c. Pemeriksaan Lasseque
Pasien yang sedang berbaring, diekstensikan kedua tungkainya. Kemudian
satu tungkai diangkat (difleksikan pada sendi panggul). Tungkai yang satu lagi
tetap dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70
derajat, sebelum timbul nyeri. Dikatakan laseque positif, jika sebelum 70 derajat
sudah timbul nyeri.

13. Gejala Serebellar


- Ataksia : kondisi yang ditandai dengan berkurangnya koordinasi otot saat
melakukan berbagai gerakan seperti berjalan, memegang, mengambil sesuatu, dll.
- Disartria : suatu kondisi di mana penderitanya mengalami kesulitan
mengendalikan atau mengkoordinasi otot yang digunakan ketika berbicara, atau
kelemahan otot. Disartria sering ditandai dengan bicara cadel atau lambat dan
sulit dimengerti.
- Tremor : gerakan yang tidak terkontrol dan tidak terkendali pada satu atau lebih
bagian tubuh Anda.
- Nistagmus: gerakan mata involunter, ritmis, bolak balik baik horizontal maupun
vertikal atau berputar.
- Fenomena rebound : ketidakmampuan menghentikan gerakan dgn segera atau
menggantikannya dengan antagonisnya.
- Vertigo : salah satu bentuk sakit kepala di mana penderita mengalami persepsi
gerakan yang tidak semestinya (biasanya gerakan berputar atau melayang) yang
disebabkan oleh gangguan pada sistem vestibular.
14. Gejala Ekstra Piramidal
Gejala ekstrapiramidal biasanya dijumpai pada pasien Parkinson
Trias gejala : Rigiditas, Tremor, Bradikinesia
a. Tremor : gerakan yang tidak terkontrol dan tidak terkendali pada satu atau lebih
bagian tubuh Anda.
- Pill rolling tremor (seperti berdzikir)
- Pada keadaan tension , saat tidur-hilang
- Resting tremor = parkinsonian tremor

b. Rigiditas : kekakuan abnormal atau kontraksi tidak disengaja dari otot-otot tubuh
terhadap gerakan yang tidak tergantung kecepatan. cogwheel phenomena  saat
otot digerakkan pasif, seperti ada tahanan roda sisi
c. Bradikinesia  gerakan menjadi lambat

15. Pemeriksaan Fungsi Luhur


Fungsi luhur memungkinkan seseorang untuk memberikan respon atau tanggapan atas
segala rangsang/stimulus baik dari luar maupun clan dalam tubuhnyasendiri sehingga
dia mampu mengadakan hubungan intra maupun interpersonal.
a. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas
perintah
b. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
c. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
d. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan
membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari
tengah.
e. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh
sendiri maupun orang lain.
f. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.

DIAGNOSIS NEUROLOGI

1. Diagnosis klinis : Berdasarkan keluhan klinis pada penderita


2. Diagnosis Topis : berdasarkan tempat / lokasi lesi
3. Diagnosis Etiologis : berdasarkan penyebab

Anda mungkin juga menyukai