Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Neurologis
b. Pemeriksaan Kernig
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
sendi panggul sampai membuat sudut 90°, sementara sendi lutut difleksikan
maksimal. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
Normalnya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135°, antara tungkai
bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan sebelum tercapai sudut ini, maka
dikatakan tanda Kernig positif.
c. Pemeriksaan Brudzinsky I
Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan cara melakukan pemeriksaan
kaku kuduk, hanya beda yang dinilai. Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah
ada atau tidaknya fleksi kedua tungkai. Dikatakan positif adalah apabila terjadi
fleksi kedua tungkai. Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkainya lumpuh
atau tidak, sebab jika lumpuh, tungkai yang lumpuh tersebut tidak fleksi.
d. Pemeriksaan Brudzinsky II
Cara melakukan pemeriksaan ini sama dengan cara melakukan pemeriksaan
kernig, hanya beda yang dinilai. Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah ada atau
tidaknya fleksi tungkai kontralateral. Dikatakan positif adalah apabila terjadi
fleksi tungkai kontralateral. Sebagaimana halnya perlu diperhatikan apakah
tungkainya lumpuh atau tidak, sebab jika lumpuh, tungkai yang lumpuh tersebut
tidak fleksi.
Penjelasan
a. NERVUS I (N. OLFAKTORIUS )
Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus yaitu penciuman
(menghidu). Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan gangguan penciuman ataupun
kehilangan penciuman.
- Pemeriksaan penciuman
Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Selain
itu, untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau
penyakit hidung lokal.
Alat/ bahan:
1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3. Senter
4. Kopi
5. Teh
6. Jeruk
7. Wadah kecil untuk tempat teh, kopi atau jeruk.
Syarat pemeriksaan :
- Pasien harus compos mentis.
- Zat yang digunakan sebaiknya yang digunakan sehari – hari, misalnya kopi, teh,
tembakau, jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa
hidung (nervus V) seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka.
Cara pemeriksaan:
- Pasien duduk.
- Periksa lubang hidung (dengan menggunakan senter), apakah ada sumbatan atau
kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat menganggu
ketajaman penciuman.
- Zat pengetes diletakkan dalam wadah.
- Pasien diminta tutup mata
- Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian, lubang hidung
yang sedang tidak diperiksa, ditutup dengan tangan
Penilaian :
- Normosmia : kemampuan menghidu normal, tidak terganggu
- Hiposmia : kemampuan menghidu menurun atau berkurang
- Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu
- Parosmia : salah hidu (tidak dapat mengenali bau – bauan)
- Kakosmia : persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
Cara pemeriksaan :
- Pasien diminta duduk atau berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira – kira
1 meter.
- Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus ditutup, dengan
tangan, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.
- Kemudian pasien diminta melihat terus (memfiksasi matanya) pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke mata kanan pasien
- Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara
pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam.
- Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberi tahu,
dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya.
- Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing-masing mata
harus diperiksa.
- Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih
dulu melihat gerakan tangan tersebut.
c. NERVUSIII,IV,VI(N.OKULOMOTORIUS,TROKHLEARIS, ABDUSENS)
Ketiga nervus ini diperiksa bersama – sama, karena kesatuan fungsinya yaitu mensarafi
otot – otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata.
Otot bola mata yang dipersarafi oleh NIII, NIV, NVI :
- NIII : menginervasi musc. rektus internus (medialis), musc. rektus superior, musc.
rektus inferior, musc. levator palpebra; serabut visero-motoriknya mengurus musc.
sfincter pupil dan musc. siliare.
- NIV : menginervasi musc. obliqus superior.
- NVI : menginervasi musc. rektus eksternus (lateralis)
Cara pemeriksaan :
- Pada pemeriksaan ini pasien diminta melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya).
- Setelah itu mata pasien kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada
keadaan normal, pupil mengecil. Bila demikian halnya, reaksi cahaya langsung
positif.
- Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil
oleh penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak
langsung (konsensual) positif
- Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi matanya pada
senter, sebab dengan demikian akan ada pula refleks akomodasi yang juga
menyebabkan pupil mengecil.
- Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan sinistra.
- Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan bentuk pupil.
Cara pemeriksaan :
Pasien diminta mengikuti gerakan jari pemeriksa yang digerakkan ke arah
lateral, medial, atas, bawah dan ke arah miring, yaitu: atas-lateral, bawah- medial, atas-
medial, bawah-lateral.
Nervus trigeminus memiliki 2 fungsi yaitu motorik dan sensorik. Bagian motorik
mengurus otot — otot mengunyah, yaitu musc. masseter, musc. temporalis, musc. pterigoid
medialis yang berfungsi menutup mulut dan musc. pterigoid lateralis yang berfungsi
menggerakkan rahang ke bawah ke samping (lateral) dan membuka mulut.
Bagian sensorik nervus V mengurus sensibilitas wajah, memiliki 3 cabang, yaitu :
1. Cabang opthalmica, yang mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput
otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
2. Cabang maksilaris, yang mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas,
pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
3. Cabang mandibularis, yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah,
mukosa pipi, duapertiga bagian depan lidah dan sebagian dari telinga (eksternal),
meatus dan selaput otak.
Cara pemeriksaan :
Pasien diminta merapatkan giginya sekuat mungkin, kemudian kita raba musc.
masseter dan musc. temporalisnya. Perhatikan besarnya tonus dari otot tersebut.
Cara pemeriksaan :
- Pemeriksa melakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa raba dengan
menggunakan kapas dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan,
daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri
dan kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda yang
runcing dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah
maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan
kanan.
- Kemudian melakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung reaksi yang
berisi air panas dan air dingin, dimulai dari daerah ophtalmica, dibandingkan kiri
dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis
bandingkan kiri dan kanan.
Cara pemeriksaan :
- Perhatikan wajah pasien apakah simetris atau tidak
- Minta pasien mengangkat alisnya dan mengerutkan dahi
- Minta pasien memejamkan mata.
- Minta pasien menyeringai
- Minta pasien menggembungkan pipi
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan pendengaran adalah untuk mengetahui fungsi pendengaran pada tiap telinga,
jenis ketuliannya dan derajat ketuliannya, sehingga keterampilan pemeriksaan pendengaran
ini menjadi kompetensi dasar bagi seorang dokter.
- Untuk pemeriksaan pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan
melalui tulang dengan memakai garpu tala ataupun dengan berbisik.
- Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di
telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang teinga,
serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga
dalam menyebabkan tuli saraf koklea atau retrokoklea (tuli sensorineural).
- Pemeriksaan dengan garpu tala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes
penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach. Sedangkan tes Berbisik bersifat
semi - kuantitatif, untuk menentukan derajat ketulian secara kasar.
Pemeriksaan Rinne
Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala 512 Hz digetarkan oleh pemeriksa.
2. Kaki garpu tala tersebut diletakkan pada prosessus mastoid telinga yang diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ke depan liang telinga yang
diperiksa kira-kira 2 1/2 cm.
4. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+),bila tidak terdengar disebut Rinne negatif
(-)
Interpretasi :
i. Uji Rinne positif (+) terdapat pada telinga normal atau telinga dengan tuli sensorineural.
ii. Uji Rinne negatif (-) ini menunjukkan adanya tuli konduktif.
Pemeriksaan Weber
Cara pemeriksaan :
1. Kaki garpu penala yang telah digetarkan diletakkan pada garis tengah wajah atau kepala
(di vertex, dahi dan pangkal hidung).
2. Ditanyakan pada yang diperiksa, telinga mana yang terdengar lebih keras.
Interpretasi :
- Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
- Pada keadaan normal, pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan
telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila satu telinga menderita tuli sensorineural
maka pasien akan mendengar lebih baik pada telinga yang baik (lateralisasi ke telinga
yang baik) dan jika telinga tersebut menderita tuli konduktif maka telinga tersebut akan
mendengar bunyi lebih keras (lateralisasi ke telinga yang sakit).
Pemeriksaan Schwabach
Syarat pemeriksaan : telinga pemeriksa harus normal
Cara pemeriksaan :
1. Garpu tala digetarkan.
2. Tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus pasien sampai tidak terdengar
bunyi.
3. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal.
Interpretasi :
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala
diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira – kira
sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.
Pemeriksaan Berbisik
Cara pemeriksaan :
1. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa menghadap
pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup dengan cara menekan tragus
dengan jari pasien sehingga benar – benar tertutup.
2. Pasien jangan melihat ke pemeriksa.
3. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru – paru sesudah
ekspirasi.
Interpretasi :
Bila pasien mendengar maka dianggap pendengaran normal, bila tidak mendengar
dalam jarak 6 meter maka pemeriksa maju 1 meter dan berbisik lagi. Dan bila tidak
mendengar juga maju 1 meter lagi, dan seterusnya sampai pasien dapat mendengar. Bila
sampai berbisik di dekat telinga pasien, baru didengarnya maka disebut Ad Concham, bila
masih juga tak mendengar berarti tes berbisik = 0.
- Nilai normal tes berbisik 5 – 6 meter, artinya pasien dapat mendengar pada jarak 5 – 6
meter dari pemeriksa.
- Jika pasien hanya bisa mendengar pada jarak 3 meter, disebut tes berbisik = 3 meter
N IX berfungsi :
- Sensorik: 1/3 belakang lidah, faring dan telinga tengah
- Motorik : stylopharyngeus
- Otonom : kelenjar ludah
NX berfungsi :
- Sensorik: membran timpani, canalis auditorius eksternal, telinga luar
- Motorik: otot palatum, faring, laring
- Otonom : afferent dari baroreseptor karotis, parasimpatis dari dan ke thorax dan abdomen
h. NERVUS XI (N-AKSESORIUS)
Nervus ini hanya terdiri dari serabut motorik, menginervasi otot sternokleidomastoideus
dan otot trapezius.
Syarat pemeriksaan : pasien harus compos mentis khusus untuk pemeriksaan lidah saat
dijulurkan
Cara pemeriksaan :
- Minta pasien buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan istirahat, apakah ada atrofi,
fasikulasi ataupun tremor
- Kemudian minta pasien menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah ada deviasi atau
tidak
- Untuk menilai tenaga lidah, minta pasien untuk menekankan lidahnya pada pipinya.
Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar.
5. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks sangat penting nilainya dalam pemeriksaan fisik neurologi. Berbeda
dengan pemeriksaan neurologi lainnya seperti pemeriksaan kekuatan otot, nervi cranialis dan
pemeriksaan sensibilitas serta beberapa pemeriksaan neurologi yang lain, pemeriksaan reflek
dapat dilakukan pada orang yang mengalami penurunan kesadaran bahkan sampai koma.
Pemeriksaan reflek dapat dilakukan pula pada bayi, anak – anak serta orang dengan
inteligensi yang rendah serta orang yang gelisa. Pemeriksaan reflek menjadi sangat penting
nilainya karena lebih obyektif. Tiap otot bila diketuk pada insersinya akan berkontraksi dan
merupakan suatu refleks. Pada skills lab ini yang dilakukan hanya refleks yang lazim
diperiksa pada pemeriksaan rutin.
Reflek patologik terjadi jika terjadi kelainan atau kerusakan hubungan dengan pusat – pusat
yang lebih tinggi yaitu pada susunan saraf pusat. Selain munculnya reflek patologik, jika
terjadi gangguan pada susunan saraf pusat maka reflek fisiologik pun akan meningkat atau
meluas.
a. Refleks Biseps
Kita pegang lengan pasien yang telah disemifleksikan sambil menempatkan ibu jari di
atas tendon otot biseps. Ibu jari kemudian diketuk; hal ini akan mengakibatkan gerakan
fleksi lengan bawah. Pusat refleks ini terletak di C5-C6.
b. Refleks Triseps
Kita pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan, setelah itu diketuk pada
tendon insersi m. triseps, yang berada sedikit di atas olekranon, hal ini akan
mengakibatkan lengan bawah mengadakan gerakan ekstensi. Pusat refleksnya terletak di
C6-C8.
c. Refleks Brakhioradialis
Lengan bawah difleksikan serta dipronasikan sedikit, kemudian diketuk pada
prosessus stiloideus radius, hal ini akan menimbulkan gerakan fleksi dan supinasi dari
lengan bawah. Pusat refleksnya terletak di C5-C6.
Penjelasan:
1. Inspeksi
Pada inspeksi diperhatikan, sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal
yang tidak dapat dikendalikan.
- Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh.
Bagaimana sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak dan
berjalan. Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara
keseluruhan maupun sebagian. Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan
dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta atau orang dewasa yang
gelisah, bagian yang paresis terlihat kurang digerakkan.
Pasien dengan paraparese jenis sentral, cara berjalannya seperti gunting,
yaitu tungkai seolah - olah seperti menyilang.
Pasien polineuritis berjalan seperti ayam, yaitu tungkai difleksikan tinggi
pada persendian lutut, supaya dapat mengangkat kakinya yang kurang mampu
melakukan dorsofleksi.
- Bentuk
Perhatikan adanya kelainan bentuk.
- Ukuran
Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan sebelah
kanan. Kemudian perhatikan besar (isi), kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi
atau hipertrofi. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya berubah.
Kelumpuhan jenis perifer disertai hipotrofi atau atrofi.
2. Palpasi
Pasien diminta mengistirahatkan ototnya, kemudian dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan.
7. Tes Sensibilitas
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan
mengenai sensibilitas, bila ada, minta ia menunjukkan tempatnya (lokasinya). Waktu
melakukan pemeriksaan perhatikan daerah kulit yang kurang merasa, sama sekali tidak
merasa atau daerah yang bertambah perasaannya. Kata disesthesia digunakan untuk
menyatakan adanya perasaan yang berlainan dari rangsang yang diberikan. Parestesia
merupakan perasaan abnormal yang timbul spontan, biasanya ini berbentuk rasa dingin,
panas, kesemutan, ditusuk-tusuk, rasa berat, rada ditekan atau rasa gatal.
TEST-TEST :
a. Test Romberg
Pasien diminta berdiri dengan kedua kaki saling dirapatkan, mula - mula dengan
mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup. Perhatikan apakah pasien kehilangan
keseimbangan atau tidak.
b. Test Tandem
Pasien diminta berjalan pada satu garis lurus diatas lantai, tempatkan satu tumit
tepat di depan jari - jari kaki yang berlawanan, baik dengan mata terbuka dan mata
tertutup.
Pasien juga diminta berjalan ke depan kemudian berputar kembali dengan cepat atau
berjalan mengitari kursi searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam.
c. Percobaan Telunjuk Hidung
Bisa dikerjakan dengan pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan posisi
abduksi dan ekstensi lengan secara komplit, mintalah pada pasien untuk menyentuh
ujung hidungnya dengan ujung jari telunjuknya. Mula - mula dengan gerakan
perlahan kemudian diganti dengan gerakan yang cepat, baik dengan mata terbuka dan
tertutup.
d. Percobaan Telunjuk Telunjuk
Pasien diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan kemudian
diminta untuk menggerakkan ke 2 ujung jari telunjuknya saling bertemu / bersentuhan
tepat di tengah - tengah di bidang horizontal tersebut. Pertama - tama dengan gerakan
perlahan kemudian dipercepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup.
e. Percobaan Tumit Lutut
Pasien diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral,
diteruskan dengan mendorong tumit tersebut secara lurus menuju jari - jari kakinya.
f. Diadokokinesia
Pasien diminta menggerakkan kedua tangannya bergantian, pronasi dan supinasi
dengan posisi siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat mungkin, baik dengan
mata terbuka maupun tertutup.
b. Rigiditas : kekakuan abnormal atau kontraksi tidak disengaja dari otot-otot tubuh
terhadap gerakan yang tidak tergantung kecepatan. cogwheel phenomena saat
otot digerakkan pasif, seperti ada tahanan roda sisi
c. Bradikinesia gerakan menjadi lambat
DIAGNOSIS NEUROLOGI