Anda di halaman 1dari 67

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332833132

MATERIAL KOMPOSIT BETON DAN PLASTIK

Book · January 2018

CITATIONS READS

0 6,573

3 authors, including:

Eka Permanasari
Monash University Indonesia
34 PUBLICATIONS 147 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Eka Permanasari on 03 May 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Agus Setiawan
Fredy Jhon Philip
Eka Permanasari
MATERIAL KOMPOSIT

BETON DAN PLASTIK

MATERIAL KOMPOSIT
AgusSetiawan
BETON DAN PLASTIK
Fredy Jhon Philip
Eka Permanasari

AgusSetiawan
FredyPembangunan
Universitas Jhon Philip Jaya
Eka Permanasari

Universitas Pembangunan
ii
Jaya
MATERIAL KOMPOSIT BETON DAN PLASTIK

ŐƵƐ^ĞƟĂǁĂŶͲ&ƌĞĚLJ:ŚŽŶWŚŝůŝƉͲŬĂWĞƌŵĂŶĂƐĂƌŝ
Desain Cover <ƵůƚƵƌĂ
Tata Letak Kultura

Ukr. 16x23 cŵ ͲͲͲǀнϲϬ,Ăů

ISBN :ϵϳϴͲϲϬϮͲϱϳϬϳͲϬϭͲϴ

Diterbitkan Oleh:
Gaung WerƐĂĚĂ
ŝƉƵtat MegĂDĂůůůŽŬͬϭϱ
:ů͘Ir͘,͘:ƵĂŶĚĂEŽ͘ϯϰCŝƉutaƚͲTangerang Seůatan
TĞůƉ͘ϬϮϭϳϰϳϬϳϱϲϬ͕,Ɖ͘ϬϴϭϱϭϬϬϮϬϯϵϱ
ŵĂŝů͗ŐƉƉressjkt@LJĂŚŽŽ.cŽŵ

ANGGOTA IKAPI
Ξ,ĂŬŝƉtĂŝůŝŶĚƵŶŐŝhŶĚĂŶŐͲhŶĚang
;ůůZŝgŚt ZeservĞĚͿ
KATA PENGANTAR
Material beton merupakan material yang sangat banyak digunakan di
dunia konstruksi. Pembangunan gedung, jalan, jembatan maupun
sarana infrastruktur lainnya sebagian besar menggunakan material
dasar beton. Beton sendiri merupakan campuran dari semen, pasir,
kerikil, serta air yang berguna sebagai pereaksi semen. Sebagai
material konstruksi beton memiliki kelebihan dan kekurangan.
Berbagai macam inovasi dilakukan oleh para peneliti untuk
mendapatkan sifat beton yang handal.
Buku ini merupakan tulisan yang didapatkan dari hibah penelitian
yang diperoleh penulis. Topik yang hendak diangkat adalah berupa
pemanfaatan plastik sebagai campuran dalam beton. Seperti
diketahui bersama plastik adalah material yang sangat banyak
dijumpai dewasa ini. Namun plastik yang sudah tidak terpakai akan
menjadi limbah berbahaya bagi lingkungan hidup karena tidak mudah
terurai. Untuk mengantisipasi hal ini maka limbah plastik perlu
diberdayakan menjadi material yang lebih berguna, dalam hal
digunakan sebagai campuran dalam pembuatan campuran beton.
Dua jenis plastik dikaji pemanfaatannya dalam suatu uji
eksperimental, yaitu plastik dalam bentuk butiran epoxy polystyrene
serta plastik dalam bentuk serat/fiber spanduk polyvynil chloride
(PVC).
Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Direktorat Riset
dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan,
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, sesuai dengan
Kontrak Penelitian No. 1598/K4/KM/2017. Buku ini disusun sebagai
bagian tanggung jawab penulis atas hibah yang telah diterima.

Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam


penulisan buku ajar ini, dan semoga buku ajar ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Tangerang Selatan, November 2017

Penulis.

iii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iv
Bab I Material Konstruksi ............................................................................... 1
1.1. Pendahuluan ................................................................................... 1
1.2. Sifat Fisik Material Konstruksi ........................................................ 2
1.3. Sifat Mekanik Material Konstruksi.................................................. 4
Bab II ............................................................................................................... 6
Beton .............................................................................................................. 6
2.1. Semen ............................................................................................. 6
2.2. Agregat Halus.................................................................................. 8
2.3. Agregat Kasar................................................................................ 10
2.4. Air ................................................................................................. 11
2.5. Reaksi Hidrasi Semen.................................................................... 12
2.6. Metode Perancangan Campuran Beton ....................................... 13
2.7. Metode Pengujian Sifat Mekanik Beton Keras ............................. 27
Bab III ............................................................................................................ 30
Plastik ........................................................................................................... 30
3.1. Sejarah Penemuan Plastik ............................................................ 30
3.2. Sistem Klasifikasi Plastik ............................................................... 31
Bab IV ............................................................................................................ 35
Material Komposit Beton dan Plastik ........................................................... 35
4.1. Komposit Beton dan Baja ............................................................. 35
4.2. Komposit Beton dan Plastik .......................................................... 35
Bab V ............................................................................................................. 38
Epoxy Polystyrene Sebagai Agregat Ringan Beton ....................................... 38

iv
5.1. Kuat Tekan .................................................................................... 42
5.2. Kuat Tarik Belah ............................................................................ 43
5.3. Kuat Lentur ................................................................................... 44
5.4. Modulus Elastisitas ....................................................................... 45
5.5. Berat Jenis..................................................................................... 45
Bab VI ............................................................................................................ 47
Plastik Sebagai Pembentuk Material Beton Berserat ................................... 47
6.1. Limbah Spanduk Plastik Sebagai Material Serat .......................... 48
6.2. Kuat Tekan .................................................................................... 49
6.3. Kuat Tarik Belah ............................................................................ 51
6.4. Kuat Lentur ................................................................................... 54
6.5. Modulus Elastisitas ....................................................................... 55
Bab VII ........................................................................................................... 57
Penutup ........................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 58

v
Bab I
Material Konstruksi

1.1. Pendahuluan
Perkembangan pembangunan infrastruktur terutama di negara
Indonesia pada beberapa tahun belakang ini terus mengalami
peningkatan. Dari data Kementrian Keuangan Indonesia terlihat
bahwa anggaran pembangunan infrastruktur terus meningkat baik
dalam jumlah maupun dilihat dari sisi persentasenya dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini menunjukkan fokus
pembangunan infrastruktur mendapat perhatian yang cukup besar
dari pemerintah.

Gambar 1.1. Pertumbuhan Anggaran Infrastruktur Indonesia


Diunduh dari : http://www.citrapradipta.com/2016/12/apbn-2017-untuk-
pembangunan-infrastruktur.html , pada 8 Oktober 2017

Anggaran pembangunan infrastruktur negara Indonesia seperti


terlihat dalam Gambar 1.1 selanjutnya akan digunakan untuk
pembangunan sarana jalan, jembatan, bandara udara, pelabuhan
laut, jalur kereta api maupun terminal penumpang. Semua ini pada
akhirnya juga akan berimbas pada semakin meningkatnya kegiatan
perekonomian Indonesia.
1
Untuk mendukung pertumbuhan proyek infrastruktur maka tidak
dapat dipungkuri bahwa pengadaan material konstruksi menjadi
salah satu hal utama yang tidak dapat diabaikan begitu saja.Beberapa
jenis bahan bangunan yang sering dijumpai dalam suatu proyek
konstruksi seperti beton, baja, kayu, batu bata, aspal, gipsum,
aluminium dan sebagainya. Ada beberapa faktor umum yang
mempengaruhi dalam pemilihan bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan proyek infrastuktur, antara lain jenis proyek yang akan
dibangun, lokasi proyek ataupun juga bahkan pertimbangan
keekonomisan. Sebagai contoh untuk proyek pembuatan jalan, maka
pemilihan jenis perkerasan kaku dari beton bertulang merupakan
pilihan yang baik mengingat umur layannya yang panjang serta
ketahanannya (durabilitas) yang tinggi. Namun pada proyek
pembuatan bandara udara, mungkin lebih tepat apabila
menggunakan material berbahan baja untuk menyediakan struktur
dalam bentang-bentang yang panjang dan lebar.
Selain material-material dasar yang sudah banyak dijumpai, hasil-
hasil penelitian menunjukkan adanya material-material alternatif
yang dapat digunakan sebagai bahan tambah untuk meningkatkan
kualitas dari material dasar yang sudah ada tersebut. Inovasi tersebut
antara lain adalah penggunaan bahan limbah plastik yang sudah tidak
terpakai sebagai bahan campuran dalam material beton. Limbah
plastik dalam bentuk Epoxy Polystyrene (atau dikenal sebagai
styrofoam dalam dunia perdagangan), dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pengganti agregat halus/pasir dalam pembuatan
beton.Sedangkan limbah spanduk yang berbahan dasar polyvinyl
chlorida (PVC) dapat dimanfaatkan menjadi serat dalam campuran
beton.

1.2. Sifat Fisik Material Konstruksi


Material konstruksi sebagian besar berasal dari bahan alam, seperti
batu, pasir, tanah, kapur dan sebagainya. Selain itu juga terdapat
material-material yang berasal dari logam seperti besi, baja,
alumnium, seng dan lainnya. Masing-masing material tersebut
memiliki sifat-sifat fisik tertentu. Beberapa sifat fisik yang diperlukan
untuk mengidentifikasi material tersebut antara lain :

2
a. Massa Jenis (density) menyatakan tingkat kerapatan suatu
benda dilihat dari molekul pembentuknya atau sebagai nilai
perbandingan antara massa per satuan volume. Semakin
tinggi nilai massa jenis suatu benda menunjukkan semakin
besar pula massa setiap pembentuk. Untuk menentukan
massa jenis suatu benda dapat menggunakan rumus :
m
ρ = gr/cm3 (1.1)
V
Dengan m adalah massa (gr) dan V adalah volume (cm3)
Pengukuran kerapatan suatu benda sangat penting untuk
kebutuhan industri, termasuk konstruksi, hal ini karena
kerapatan suatu benda dapat membantu engineer untuk
mengetahui karakteristik material
b. Berat volume (Unit weight) merupakan berat per satuan
volume suatu material yang disimbolkan dengan dengan
notasi “γ” (gamma). Sebagai contoh nilai berat volume air
yang digunakan secara umum adalah 9.806 kN/m3. Hubungan
antara massa jenis dan berat volume dinyatakan dengan
menggunakan rumus :
𝛾𝛾 = 𝜌𝜌 × 𝑔𝑔 (1.2)
Dengan g adalah percepatan gravitasi
sebagai contoh apabila suatu tanah memiliki berat volume 1,8
t/m3 maka massa jenisnya adalah 18 t/ m3.
c. Specific Gravity,merupakan ukuran kerapatan relatif terhadap
kerapatan zat yang digunakan sebagai standar acuan,
umumnya digunakan air pada suhu 4⁰C. Berbeda dengan
massa jenis, specific gravity (Gs) tidak memiliki satuan , rumus
yang digunakan untuk menentukan specific gravity adalah :
𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎 𝜌𝜌
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔(𝐺𝐺𝐺𝐺) = 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 (1.3)
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝜌𝜌
Apabila suatu material memiliki nilai Gs = 2,5 artinya material
tersebut memiliki kerapatan 2,5 kali lebih besar dari pada
kerapatan air pada suhu 4⁰C.
d. Konduktivitas thermal, merupakan kemampuan suatu bahan
untuk mengalirkan panas (thermal) , nilai konduktivitas termal
menyatakan laju perpindahan panas yang mengalir dalam
suatu bahan yang bersuhu tinggi ke suhu yang lebih rendah.
3
e. Porositas, merupakan ukuran dari ruang kosong di antara
suatu material yang merupakan fraksi dari volume ruang
kosong terhadap total volume, yang bernilai antara 0 dan 1,
atau sebagai persentase antara 0-100%. Porositas dipengaruhi
enis bahan, ukuran bahan, distribusi pori, sementasi dan
komposisinya. Porositas banyak diaplikasikan pada ilmu
tanah, geologi, material konstruksi sebagai bagan padat yang
terisi oleh udara dan cairan yang secara umum ditulis sebagai :
∅= (1.4)
Dengan Vv adalah volume void terisi udara dan cairan dan VT
adalah volume total
f. Durabilitas, merupakan kemampuan suatu material
menghadapi segala kondisi yang bisa merusak seperti
pengaruh udara, bahan kimia dan abrasi tanpa mengalami
kerusakan selama umur masa pelayanan.
g. Penyerapan air (water absorption), merupakan kemampuan
suatu material untuk dapat menyerap air, besarnya nilai
penyerapan dapat dihitung dengan pesamaan umum :

= (1.5)
Dimana mj adalah massa sampel jenuh air dan mk adalah
massa sampel kering
h. Permeabilitas, merupakan kemampuan material untuk dapat
mengalirkan air atau udara melalui pori-porinya, dimana nilai
tersebut dapat ditentukan berdasarkan tingkat aliran air yang
melewati benda tersebut yang dinyatakan sebagai nilai
koefisien permeabilitas (cm/detik). Semakin tinggi nilai
permeabilitas suatu material menunjukkan bahwa semakin
mudah mengalirkan air.

1.3. Sifat Mekanik Material Konstruksi


Agar dapat digunakan sebagai suatu material konstruksi maka suatu
material konstruksi harus memiliki sifat-sifat mekanik tertentu yang
dapat menjamin suatu struktur untuk tidak mengalami kegagalan
dalam masa layannya. Beberapa sifat mekanik yang umum

4
ditentukan bagi suatu material konstruksi adalah kekuatan (strength)
meliputi kekuatan tekan (compressive strength), kekuatan tarik
(tensile strength), kekuatan lentur (bending strength), elastisitas
(Modulus Elastisitas), plastisitas.
Kekuatan (strength)adalah kemampuan dari material untuk memikul
tegangan yang timbul akibat beban, seperti beban tekan, tarik, lentur
dan beban kejut (impact).Material seperti batuan dan beton memiliki
kekuatan tekan yang tinggi namun lemah dalam hal tarik atau lentur.
Kekerasan (hardness) adalah kemampuan material untuk menahan
benturan dari benda yang lebih keras. Biasanya digunakan skala
Mohs untuk mengukur kekerasan material. Elastisitas (elasticity)
adalah kemampuan material untuk kembali ke bentuk atau dimensi
awalnya setelah beban yang bekerja dilepaskan dari material
tersebut. Dalam batas elastis, deformasi yang terjadi pada material
adalah proporsional terhadap tegangan. Rasio antara tegangan dan
deformasi yang terjadi dinamakan sebagai modulus elastisitas.
Plastisitas (plasticity) adalah kemampuan material untuk berubah
bentuk akibat beban yang bekerja tanpa mengalami retakan dan
tetap berada dalam bentuknya yang terakhir setelah beban
dilepaskan.Beberapa material yang memiliki sifat plastis seperti
bajam tembaga dan aspal panas.

5
Bab II
Beton

Orang-orang bangsa Asyur dan Babel mungkin merupakan bangsa


pertama yang menggunakan tanah liat sebagai bahan perekat pada
pembuatan bangunan. Bangunan-bangunan yang ada pada jaman itu
pada umumnya terbuat dari batu yang direkatkan dengan kapur
sebagai perekat. Bangsa Mesir menggunakan kapur dan gips sebagai
bahan perekat pada pembuatan konstruksi piramida.Karya besar
bangsa Romawi yaitu Pantheon, yang berwujud kubah dari
betondengan bentangan 43.43m. Orang Romawi menggunakan
bahan perekat yang berasal dari batu kapur yang dibakar atau
campuran dari kapur dan bahan pozolan (seperti abu vulkanis dan
tuff) untuk menghasilkan beton. Karya Vitruvius dilanjutkan oleh
penelitian dibuat oleh M. Vicat dari Perancis. Tahun 1824 Joseph
Aspedin menjadi orang pertama yang memperkenalkan Semen
Portland, yang merupakan campuran batu kapur dan lempung halus
yang dipanaskan dalam tungku pembakar dengan suhu yang cukup
tinggi untuk menghilangkan gas asam karbonat. Pada tahun 1845,
Issac C.Johnson menemukan semen dengan cara membakar batu
kapur dan tanah liat pada suhu tinggi hingga menghasilkan klinker.
Semen ini merupakan cikal bakal dari semen Portland modern yang
digunakan saat ini.
Material beton merupakan material komposit yang merupakan
campuran antara semen, pasir, kerikil dan air. Bahan-bahan tersebut
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok bahan aktif dan
kelompok bahan pasif, Semen dan air termasuk kelompok bahan aktif
yang berfungsi sebagai bahan perekat/pengikat. Sedangkan pasir dan
kerikil termasuk kelompok bahan pasif dan berfungsi sebagai bahan
pengisi pada beton.

2.1. Semen
Semen merupakan bahan utama dalam pembuatan beton. Terdapat
beberapa jenis semen yang sering digunakan di dunia konstruksi,
tergantung jenis dan permasalahan yang dihadapi selama masa
6
konstruksi. Beton yang terbuat dari semen Portland biasa
memerlukan waktu sekitar duapuluh delapan hari untuk memperoleh
kekuatan maksimalnya. Namun dalam beberapa hal khusus, sering
dibutuhkan beton yang memiliki kuat tekan awal yang tinggi,
sehingga diperlukan semen – semen jenis khusus. Semakin cepat
beton mengeras, maka semakin efisien pula proses konstruksi yang
sedang berjalan. Untuk struktur – struktur berukuran massif seperti
bendungan dan pilar jembatan, panas hidrasi yang terjadi di dalam
beton akan terdisipasi secara lambat, dan hal ini akan mengakibatkan
permasalahan yang serius. Hal ini akan mengakibatkan beton
berekspansi selama hidrasi sehingga akan menimbulkan retakan –
retakan pada beton. Untuk mengatasi hal tersebut makan dapat
digunakan jenis semen yang memiliki panas hidrasi rendah. Pada
struktur – struktur yang dituntut memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap bahan – bahan kimia seperti sulfat, misalnya pada
bangunan bawah laut, maka harus digunakan jenis semen yang tahan
terhadap serangan sulfat dan klorida.
Secara umum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, SNI
2049:2015 tentang Semen Portland, jenis semen yang ada dapat
dikategorikan menjadi lima jenis sebagai berikut :
Jenis I yaitu jenis semen biasa yang dapat digunakan pada pekerjaan
konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti
yang disyaratkan pada jenis lain.
Jenis II, merupakan modifikasi dari semen tipe I, yang dalam
penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas
hidrasi sedang.
Jenis III, merupakan tipe semen yang dapat menghasilkan kuat tekan
beton awal yang tinggi. Setelah 24 jam proses pengecoran semen
tipe ini akan menghasilkan kuat tekan dua kali lebih tinggi daripada
semen tipe biasa, namun panas hidrasi yang dihasilkan semen jenis
ini lebih tinggi daripada panas hidrasi semen tipe I.
Jenis IV merupakan semen yang mampu menghasilkan panas hidrasi
yang rendah, sehingga cocok digunakan pada proses pengecoran
struktur beton yang massif.
Jenis V cocok digunakan untuk struktur-struktur beton yang
memerlukan ketahanan yang tinggi dari serangan sulfat.

7
Untuk memenuhi persyaratan mutu, maka dalam SNI 2049:2015
ditentukan bahwa semen harus memiliki kandungan kimiawi seperti
ditunjukkan dalam Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Komposisi Kimiawi Semen Portland Berdasarkan SNI 2049:2015


No Uraian Jenis I Jenis II Jenis Jenis Jenis V
III IV
1 SiO2, minimum - 20 - - -
2 Al2O3, maksimum - 6,0 - - -
3 Fe2O3, maksimum - 6,0 - 6,5 -
4 MgO, maksimum 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
5 SO3, maksimum
Jika C3A < 8,0 3,0 3,0 3,5 2,3 2,3
Jika C3A > 8,0 3,5 4,5
6 Hilang pijar, 5,0 3,0 3,0 2,5 3,0
maksimum
7 Bagian tak larut, 3,0 1,5 1,5 1,5 1,5
maksimum
8 C3S, maksimum - - - 35 -
9 C2S, minimum - - - 40 -
10 C3A, maksimum - 8,0 15 7 5
11 C4AF + 2C3A atau - - - - 25
C4AF + C2F,
maksimum

2.2. Agregat Halus


Agregat dalam suatu campuran beton menempati kurang lebih ¾ dari
volume beton, karena harganya yang jauh lebih murah daripada
semen, maka agregat sebaiknya digunakan sebanyak mungkin yang
diijinkan. Agregat dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu agregat
halus dan agregat kasar. Berdasarkan ukuran butirannya maka
agregat yang dapat melewati saringan No.4 (memiliki ukuran lubang
saringan sebesar ¼ in) dapat dikategorikan sebagai agregat halus,
sedangkan agregat yang tertahan dalam saringan No.4 dikategorikan

8
sebagai agregat kasar. Agar dapat digunakan dalam campuran beton,
maka agregat halus harus memenuhi beberapa persyaratan berikut :
a. Kadar lumpur Atau bagian butir yang lebih kecil dari 75
mikron (ayakan no 200) dalam % berat maksimum 3% untuk
beton yang mengalami abrasi, dan 5 % untuk beton jenis
lainnya
b. Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah
direpihkan (Friable partikel), maksimum 0,5 %.
c. Bebas dari zat organik yang merugikan beton.
d. Tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap
alkali jika agregat halus digunakan untuk membuat beton
yang akan mengalami basah dan lembab terus menerus
atau yang akan berhubungan dengan tanah basah.
e. Sifat kekal, diuji dengan larutan garam sulfat : jika dipakai
Natrium Sulfat, bagian hancur maksimum 10 %. Dan jika
dipakai Magnesium Sulfat, bagian hancur maksimum 15 %.
Selain itu agregat halus harus memenuhi persyaratan gradasi butiran
seperti pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Persyaratan Gradasi Butiran Agregat Halus


Ukuran lubang ayakan (mm) Persen lolos kumulatif
9,60 100
4,80 95 – 100
2,40 80 – 100
1,20 50 – 85
0,60 25 – 60
0,30 10 – 30
0,15 2 – 10

9
100
90
Persen Lolos (%) 80
70
60
50
40
30
Batas Atas
20
10 Batas Bawah
0
0,1 1 10

Ukuran Butiran (mm)

Gambar 2.1 Persyaratan Gradasi Butiran Agregat Halus

2.3. Agregat Kasar


Persyaratan dimensi agregat kasarditentukan dalam SNI 03-2847-
2002, dinyatakan bahwaukuran agregat maksimum harus lebih kecil
daripada seperlima jarak terkecil di antara dua sisi cetakan, sepertiga
dari tebal pelat atau tiga perempat jarak bersih antar tulangan.
Ukuran agregat yang lebih besar diperbolehkan untuk digunakan
dengan pertimbangan tidak akan menimbulkan kesulitan dalam
pengerjaan serta tidak akan menimbulkan rongga pada beton. Di
samping itu terdapat beberapa persyaratan lain bagi agregat kasar,
yaitu :
a. Kandungan lumpur maksimal adalah 1% (terhadap berat
kering)
b. Kekerasan dari agregat kasar diperiksa dengan bejana penguji
dari Rudeloff dengan beban penguji 20 ton dan harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari
24% berat.
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19-30 mm lebih dari
22% berat.
10
c. Agregat harus memiliki sifat kekekalan yang dapat diuji
dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut : Jika
dipakai natrium sulfat (Na2SO4 ), bagian yang hancur
maksimum 12% berat agregat. Jika dipakai magnesium
sulfat (MgSO4), bagian yang hancur maksimum 12% berat
agregat.
d. Agregat tidak boleh mengandung bahan yang reaktif
terhadap alkali jika agregat kasar digunakan untuk
membuat beton yang akan mengalami basah dan lembab
terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah
basah.
e. Agregat kasar tidak boleh mengandung bahan-bahan yang
dapat merusak beton seperti bahan-bahan yang reaktif
sekali dan harus dibuktikan dengan percobaan warna
dengan larutan NaOH.
Agregat yang digunakan dalam pembuatan beton harus kuat, tahan
lama dan bersih. Debu atau partikel lain yang ada pada agregat dapat
mengurangi lekatan antara pasta semen dengan agregat, sehingga
akan mengurangi kuat tekan beton. Kekuatan agregat memegang
peranan penting dalam kuat tekan beton, sedangkan sifat – sifat
agregat sangat berpengaruh pada daya tahan beton.

2.4. Air
Pencampuran semen dan air akan menimbulkan suatu reaksi kimia
yang disebut dengan istilah reaksi hidrasi. Dalam reaksi hidrasi
komponen-komponen pokok dalam semen bereaksi dengan molekul
air membentuk hidrat atau produk hidrasi. Pada umumnya air yang
dapat diminum dapat digunakan sebagai air dalam bahan campuran
beton. Dalam SNI 03-2847-2002 disebut bahwa syarat air yang dapat
digunakan untuk campuran beton adalah :
a. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan
bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli,
asam, alkali, garam, bahan organik atau bahan-bahan lainnya
yang merugikan terhadap beton atau tulangan

11
b. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau
pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium,
termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat tidak
boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan.
Perbandingan antara jumlah berat air dengan jumlah berat semen
(sering diistilahkan sebagai faktor air semen) memegang peranan
vital dalam hal kuat tekan beton. Jumlah air yang terlalu banyak akan
menurunkan mutu beton, sedangkan jumlah air yang sedikit akan
menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan konstruksi, karena
beton menjadi sulit dicetak. Karena beton harus cukup kuat dan
mudah untuk dicetak, maka keseimbangan perbandingan antara
berat air dan semen harus mendapat perhatian yang cukup.
Pada umumnya nilai faktor air semen dapat diambil pada kisaran 0,3
hingga 0,5. Artinya berat air yang digunakan kurang lebih 30 hingga
50 % dari berat semen.

2.5. Reaksi Hidrasi Semen


Reaksi hidrasi semen terjadi pada saat terjadi pencampuran antara
air dengan semen. Reaksi hidrasi semen merupakan reaksi yang
cukup kompleks, karena butiran semen sangat bervariasi dalam
ukuran dan komposisi. Sebagai konsekuensinya, produk hidrasi yang
dihasilkan juga tidak seragam dalam hal komposisi kimia dan
karakteristik mikrostrukturnya.
Produk utama dalam reaksi hidrasi adalah calsium silikat hidrat yang
menjadi penentu kekuatan beton yang dihasilkan. Calsium silikat
hidrat terbentuk dari reaksi antara dua senyawa calsium dengan air,
yang reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
2C3S + 11H → C3S2H8 + 3CH (2.1)
2C2S + 9H → C3S2H8 + CH (2.2)
Pada kenyataannya, kalsium silikat hidrat adalah bahan yang
sebagian besar amorf, yang tidak memiliki komposisi yang tepat
seperti ditunjukkan dalam Persamaan 2.1. Dengan demikian lebih
sering disebut hanya sebagai C-S-H. Reaksi Persamaan 1.1 sangat
eksotermik. Reaksi ini, dan reaksi lainnya (persamaan 2.2), mula-mula

12
terjadi pada permukaan semen,air akan terus berdifusi untuk
mencapai material yang belum terhidrasi. Reaksi akan
berlanjutsampai semua air yang ada habis atau semua ruang yang
tersedia untuk produk hidrasi terisi.
2.6. Metode Perancangan Campuran Beton
Material dasar penyusun beton adalah semen, agregat (pasir dan
kerikil) serta air sebagai pereaksi semen. Masing-masing unsur
penyusun beton harus dirancang dengan tepat komposisinya
sehingga dapat menghasilkan kualitas beton yang diinginkan. Dalam
hal ini kualitas beton pada umumnya diukur berdasarkan nilai kuat
tekannya, f’c. Untuk melakukan perancangan campuran beton yang
tepat maka diperlukan suatu tata cara perancangan campuran beton.
Salah satu standar yang dapat digunakan dalam merancang
campuran beton adalah SNI 03-2834-2000, mengenai “Tata Cara
Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal”. Langkah-langkah
perancangan campuran beton dalam SNI 03-2834-2000 diuraikan
sebagai berikut :
a. Penetapan Kuat Tekan Beton
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f'c) pada umur
tertentu, umumnya ditentukan pada umur 28 hari. Kuat tekan
beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan
perencanaan struktur dan kondisi setempat.

b. Penetapan Nilai Deviasi Standar (s)


Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu
pelaksanaan campuran di lapangan. Makin baik mutu
pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan
nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan
pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan
bahan dasar yang sama pula.Nilai deviasi standar (s) dihitung
dengan rumus:
n

∑( f c − f cr ) 2
s= 1
(2.3)
n −1
Dengan: fc = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)

13
fcr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
n = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30
benda uji)
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan
koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor
pengali, seperti pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah data ≥30 25 20 15
Faktor
1,00 1,03 1,08 1,16
pengali

Jika data uji lapangan untuk menghitungdeviasi standar yang


memenuhi persyaratan di atas tidak tersedia, maka kuat tekan
rata-rata yang ditargetkan sebesar:
fcr = f /c + 12 MPa
(2.4)

Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat


mutu pekerjaan beton, di sini diberikan pedoman sebagaimana
ditunjukkan dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian Mutu
Pekerjaandi Lapangan
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan s (MPa)
Sangat Memuaskan 2.8
Memuaskan 3.5
Baik 4.2
Cukup 5.0
Jelek 7.0
Tanpa Kendali 8.4

c. Menghitung Nilai Tambah/Margin (m)

14
Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s)
dengan rumus berikut:
m = ks (2.5)
dengan m = Nilai tambah (MPa)
k = 1.64
s = deviasi standar (MPa)

d. Menetapkan Kuat Tekan Rata-Rata Yang Direncanakan


Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus:
f /cr= f /c+ m (2.6)
dengan f'c = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
f'cr = Kuat tekan rata – rata (MPa)
m = Nilai tambah (MPa)

e. Penetapan Jenis Semen Portland


Menurut SII 0013-18 di Indonesia semen Portland dibedakan
menjadi 5 (lima) jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V.

f. Penetapan Jenis Agregat


Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami
(tak terpecahkan) ataukah jenis agregat batu pecah (crushed
aggregate).

g. Penetapan Faktor Air Semen


Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan
kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur
tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan Tabel 2.5 dan
Gambar 2.2.

Tabel 2.5 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50

Kekuatan tekan (MPa)


Jenis semen Jenis agregat kasar
Umur (hari) Bentuk
3 7 28 91 benda uji

15
Kekuatan tekan (MPa)
Jenis semen Jenis agregat kasar
Umur (hari) Bentuk
3 7 28 91 benda uji

Semen Portland Batu tak dipecah 17 23 33 40


Silinder
Tipe I
Batu pecah 19 27 37 45

Semen Portland Batu tak dipecah 20 28 40 48


Kubus
Tipe II dan IV
Batu pecah 23 32 45 54

Batu tak dipecah 21 28 38 44


Silinder
Semen Portland
Batu pecah 25 33 44 48
Tipe III
Batu tak dipecah 25 31 46 53
Kubus
Batu pecah 30 40 53 60

16
Gambar 2.2 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton
(Benda Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm, Tinggi 300 mm)
Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Lihat Tabel 2.5, dengan data jenis semen, jenis
agregat kasar dan umur beton yang dikehendaki,
dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan
diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50.
• Lihat Gambar2.2, buatlah titik A gambar2.2 dengan
nilai faktor air semen 0,50 (sebagai absis) dan kuat
tekan beton yang diperoleh dari Tabel 2.5 (sebagai
ordinat). Pada titik A tersebut kemudian dibuat
grafik baru yang bentuknya sama dengan 2 grafik
yang berdekatan.
• Selanjutnya ditarik garis mendatar dari sumbu tegak
sisi kiri pada kuat tekan rata-rata yang dikehendaki
17
sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik
potong tersebut kemudian ditarik garis ke bawah
sampai memotong sumbu mendatar sehingga
diperoleh nilai faktor air semen.

h. Penetapan Faktor Air Semen Maksimum


Penetapan nilai faktor air semen (FAS) maksimum dilakukan
dengan Tabel 2.6. Jika nilai faktor air semen ini lebih rendah
daripada nilai faktor air semen dari langkah g, maka nilai faktor
air semen maksimum ini yang dipakai untuk perhitungan
selanjutnya

Tabel 2.6Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk BerbagaiPembetonan


dan Lingkungan Khusus
Semen min
Jenis pembetonan per m3 beton FAS maks
(kg)
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan keliling non korosif
275 0,60
b. Keadaan keliling korosif,
disebabkan oleh kondensasi
325 0,52
atau uap korosif
Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan
325 0,60
dan terik matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan
275 0,60
terik matahari langsung
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah 0,55
325
dan kering berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat Lihat tabel
dan alkali dari tanah 2.5a
Beton yang selalu berhubungan
dengan: Lihat tabel
a. Air tawar 2.5b
b. Air laut

18
Tabel 2.6.aFAS Maksimum Untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang
Mengandung Sulfat
Konsentrasi Sulfat (SO3) Kandungan
dalam tanah semen min
(SO3) dengan ukuran
(SO3) dalam dalam air agregat maks FAS
Jenis Semen 3
Total campuran tanah (kg/m ) maks
(SO3) (%) air tanah = (gr/lt)
2:1 (gr/lt) 40 20 10
mm mm mm

Tipe I dengan
atau tanpa
<0,2 <1,0 <0,3 Pozolan 80 300 350 0,50

(15 – 40 %)

Tipe I tanpa
290 330 350 0,50
Pozolan

Tipe I dengan
Pozolan 15 – 40
0,2 – 0,5 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2
% (semen 270 310 360 0,55
Portland
Pozolan)

Tipe II atau V 250 290 340 0,55

Tipe I dengan
Pozolan 15 – 40
% (semen 340 380 430 0,45
0,5 – 1,0 1,9 – 3,1 1,2 – 2,5 Portland
Pozolan)

Tipe II atau V 290 330 380 0,50

1,0 – 2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V 330 370 420 0,45

Tipe II atau V
>2,0 >5,6 >5,0 dan lapisan 330 370 420 0,45
pelindung

Tabel 2.6bFaktor Air Semen Untuk Beton Bertulang Dalam Air

19
Kandungan semen
3
Berhubungan min (kg/m )
Jenis beton FAS Tipe Semen Ukuran agregat maks
dengan:
40 mm 20 mm
Air tawar 0,50 Semua tipe I – V 280 300
Tipe I + Pozolan 15
Bertulang 0,45 – 40 % (semen 340 380
atau Air payau PortlandPozolan)
pra tegang
0,50 Tipe II atau V 340 380
Air laut 0,45 Tipe II atau V 340 380

i. Penetapan Nilai Slump


Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan Tabel 2.7.

Tabel 2.7Penetapan Nilai Slump (cm)


Pemakaian Beton Maksimum Minimum
Dinding, plat pondasi dan pondasi 12,5 5,0
telapak bertulang
Pondasi telapak tidak bertulang,
kaison dan struktur di bawah 9,0 2,5
tanah

Plat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5

Pengerasan jalan 7,5 5,0

Pembetonan masal 7,5 2,5

j. Penetapan Besar Butir Agregat Maksimum


Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40
mm, 20 mm, atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat
maksimum dilakukan berdasarkan nilai terkecil dari ketentuan-
ketentuan berikut:Tiga perempat kali jarak bersih minimum
antar baja tulangan atau berkas baja tulangan, sepertiga kali
tebal plat, seperlima jarak terkecil antar dua sisi cetakan
20
k. Penetapan Jumlah Air Yang Diperlukan Per Meter Kubik Beton
Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump
yang diinginkan, maka perkiraan kebutuhan air di tunjukkan
dalam Tabel 2.8.
3
Tabel 2.8Perkiraan Kebutuhan Air per m Beton (liter)
Ukuran Slump (mm)
agregat Jenis Batuan
maks 0 – 10 10 – 30 30 – 60 60 – 180
Batu tak dipecah 150 180 205 225
10 mm
Batu Pecah 180 205 230 250
Batu tak dipecah 135 160 180 195
20 mm
Batu Pecah 170 190 210 225
Batu tak dipecah 115 140 160 175
40 mm
Batu Pecah 155 175 190 205

Dalam Tabel 2.8 apabila agregat halus dan agregat kasar yang
dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka
jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus:
A = 0,67∙Ah+ 0,33∙Ak (2.7)
dengan :
A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m3)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya

l. Berat Semen Yang Diperlukan


Berat semen per m3 beton dihitung dengan membagi jumlah air
(dari langkah j) dengan faktor air semen yang diperoleh pada
langkah g dan h.

m. Kebutuhan Semen Minimum


Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari
beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan
semen minimum ditetapkan dengan Tabel 2.6.

n. Penyesuaian Kebutuhan Semen

21
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah l ternyata
lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah
m), maka kebutuhan semen minimum dipakai yang nilainya lebih
besar.

o. Penyesuaian Jumlah Air atau Faktor Air Semen


Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah n maka nilai
faktor air semen berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara
berikut:
• Faktor air semen dihitung kembali dengan cara
membagi jumlah air dengan jumlah semen
minimum.
• Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah
semen minimum dengan faktor air semen.

p. Penentuan Gradasi Agregat Halus


Berdasarkan gradasinya (lihat analisis ayakan), agregat halus
yang akan dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah.
Penentuan daerah gradasi itu didasarkan atas grafik gradasi yang
diberikan dalam Tabel 2.9.

Tabel 2.9Batas Gradasi Agregat Halus

Lubang Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan


Ayakan
Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
(mm)
10 100 100 100 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 –59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15

q. Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar

22
Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum
agregat kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi
agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan grafik pada Gambar 2.3
atau Gambar 2.4 atau Gambar 2.5.

Gambar 2.3 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 10 mm

23
Gambar 2.4 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 20 mm

Gambar 2.5 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 40 mm

24
r. Berat Jenis Agregat Campuran
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
BJcamp = P∙BJah + K∙BJak (2.8)
dengan :
BJcamp = berat jenis agregat campuran
BJah = berat jenis agregat halus
BJak = berat jenis agregat kasar
P = persentase berat agregat halus terhadap berat
agregat campuran
K = persentase berat agregat kasar terhadap berat
agregat campuran

s. Penentuan Berat Jenis Beton


Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah r dan
kebutuhan air tiap m3 beton, maka dengan grafik pada Gambar
2.6 dapat diperkirakan berat jenis betonnya. Caranya adalah
sebagai berikut:
• Dari berat jenis agregat campuran pada langkah 18 dibuat
garis miring berat jenis gabungan yang sesuai dengan
garis miring yang paling dekat pada Gambar 2.6.
• Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah k dimasukkan
ke dalam sumbu horizontal pada Gambar 2.6, kemudian
dari titik ini ditarik garis vertikal ke atas sampai mencapai
garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas.
• Dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri
sehingga diperoleh nilai berat jenis beton.

25
Gambar 2.6 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh

t. Kebutuhan Agregat Campuran


Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi
berat beton per m3 dengan kebutuhan air dan semen.

u. Berat Agregat Halus Yang Diperlukan Dihitung Berdasarkan Hasil dari


Langkah q dan t
Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan
agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya.

v. Berat Agregat Kasar Yang Diperlukan Dihitung Berdasarkan Hasil


dari Langkah t dan u
Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi
kebutuhan agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus.
Catatan:
Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar
dianggap dalam keadaan jenuh kering muka, sehingga apabila
agregatnya tidak kering muka, maka harus dilakukan koreksi
terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi dilakukan
dengan rumus sebagai berikut:
26
 A − A1   A − A2 
Air = A− h ⋅B − k ⋅C (2.9)
 100   100 

 A − A1 
Agregat halus = B+ h ⋅B (2.10)
 100 

 A − A2 
Agregat kasar = C + k ⋅C (2.11)
 100 

Dengan:
A = Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B = Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C = Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah = Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak = Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 = Kadar air salam agregat halus jenuh kering muka/absorbsi
(penyerapan) (%)
A2 = Kadar air salam agregat kasar jenuh kering muka/absorbsi
(%)

2.7. Metode Pengujian Sifat Mekanik Beton Keras


Untuk mengetahui kualitas dari beton keras yang dihasilkan, maka
beton harus ditetapkan sifat-sifat mekaniknya. Beberapa jenis
pengujian sifat mekanik yang lazim dilakukan pada beton keras
adalah pengujian kuat tekan, pengujian kuat tarik belah, pengujian
kuat lentur serta uji Modulus Elastisitas beton.

Uji Kuat Tekan


Pengujian kuat tekan beton silinder didasarkan pada peraturan ASTM
C39 / C39M - 09a “Standard Test Method for Compressive Strength of
Cylindrical Concrete Specimens”. Beton yang telah mencukupi
umurnya, diuji tekan dengan menggunakan alat uji tekan
(compression machine).
Penekanan dilakukan dengan kecepatan konstan, hingga benda uji
hancur. Nilai beban uji yang diperoleh hingga benda uji hancur,
27
dicatat untuk memperoleh nilai kuat tekan beton. Nilai kuat tekan
beton diuji pada saat benda uji berumur 7, 14, dan 28 hari, dengan
menggunakan persamaan :
P
f /c = (2.12)
A
Dengan :
f /c adalah kuat tekan beton (MPa)
P adalah beban hancur benda uji (N)
A adalah luas penampang benda uji (mm2)

Pengujian Modulus Elastisitas


Pengujian Modulus Elastisitas Benton dilakukan terhadap benda uji
berbentuk silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Pada benda
uji silinder dipasang dial gauge untuk mengukur pemendekan yang
terjadi pada benda uji, pembacaan dial dilakukan tiap interval beban
2 ton. Standar pengujian Modulus Elastisitas mengacu pada ASTM
C469 / C469M – 10 “Standar Test Method for Statis Modulus of
Elasticity and Poisson’s Ratio of Concrete in Compression”. Besarnya
nilai Modulus Elastisitas dihitung menurut rumus :
S 2 − S1
E = (2.13)
ε 2 − 0,00005
Dengan :
E adalah Modulus Elastisitas beton (MPa)
S2 adalah besar tegangan saat 40% beban batas (MPa)
S1 adalah besar tegangan saat regangan 0,00005 (MPa)
ε2 adalah regangan saat 40% beban batas

Pengujian Kuat Tarik Belah


Pengujian kuat tarik belah dilakukan sesuai dengan standard ASTM C
496/ C 496M – 04e1 “Standard Test Method for Splitting Tensile
Strength of Cylindrical Concrete Specimens”. Untuk pengujian kuat
traik belah dibuat benda uji berbentuk silinder berdiameter 15 cm
dan tinggi 30 cm. Benda uji silinder diletakkan pada alat uji tekan
pada posisi rebah. Beban vertikal diberikan sepanjang silinder dan
secara berangsur – angsur ditambah sampai mencapai nilai
maksimum dan silinder pecah akibat terbelah oleh gaya tarik
28
horizontal. Kuat tarik belah dari beton dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
2P
fsp = (2.14)
π ⋅L⋅D
dengan :
fsp adalah kuat tarik belah (MPa)
P adalah beban batas pengujian (N)
L adalah panjang benda uji (mm)
D adalah diameter benda uji (mm)

Pengujian Kuat Lentur


Benda uji berupa balok beton berukuran 15 cm × 15 cm × 60 cm
digunakan untuk melakukan pengujian kuat lentur beton. Standar
pengujian kuat lentur mengacu pada ASTM C78 / C78 M – 10
“Standard Test Method for Flexural Strength of Concrete (Using
Simple Beam With Third Point Loading)”. Benda uji balok diletakkan
di atas dua tumpuan pada mesin uji beban dengan jarak antar
tumpuan sebesar 45 cm. Di antara kedua tumpuan tersebut
dikenakan dua buah beban titik dengan jarak sepertiga bentang,
yaitu sebesar 15 cm. Beban diberikan secara konstan sehingga terjadi
keruntuhan pada benda uji. Besarnya nilai kuat lentur beton dihitung
dengan menggunakan persamaan :
PL
fr = (2.15)
bd 2
dengan :
fr adalah kuat lentur beton (MPa)
P adalah beban batas benda uji (N)
L adalah panjang benda uji (mm)
b adalah lebar balok (mm)
d adalah tinggi balok (mm)

29
Bab III
Plastik

Peranan plastik dalam kehidupan manusia beberapa tahun


belakangan ini sungguh sangat terasa. Plastik digunakan dalam
berbagai peralatan hidup manusia, dari mulai mobil (sebagai material
air bag, dashboard), pakaian (dari bahan nylon, spandex, polyester
dan sebagainya), perabotan rumah tangga, peralatan elektronik,
olahraga hingga peralatan komunikasi juga banyak memanfaatkan
produk plastik. Meskipun banyak keunggulannya, namun plastik juga
menyimpan masalah apabila menjadi limbah lingkungan karena
material plastik merupakan bahan yang sulit terurai. Sehingga untuk
mengatasi hal ini, apabila sudah tidak digunakan maka limbah plastik
sedapat mungkin didaur ulang.

3.1. Sejarah Penemuan Plastik


Plastik buatan manusia pertama disebut Parkesine setelah
penemunya Alexander Parkes, mempublikasikannya di London tahun
1862. Parkesine terbuat bahan alami selulosa, transparan, serta
dapat dicetak dan mempertahankan bentuknya saat didinginkan.
Parkesineserupa dengan karet alam, namun dengan harga yang lebih
murah.
Tahun 1865 John Wesley Hyatt seorang Amerika menemukan cara
untuk membuat bola billiard menggunakan selulosa nitrat sebagai
pengganti gading. Penemuan ini kemudian dikenal sebagai bahan
seluloid yang pada awal 1880 dikembangkan sebagai bahan pembuat
mangkuk dan sisir.
Selulosa yang dimodifikasi, rayon, pertama kali dikembangkan di
Paris, Prancis tahun 1891 oleh Louis Marie Hilaire Bernigaut, ia
mencari cara untuk menghasilkan pengganti sutera.Temuannya
dinamakan rayon karena berkilau dan tampak menghasilkan sinar
cahaya.
Polyvinyl klorida atau PVC atau vinyl, ditemukan tahun 1920 untuk
menggantikan karet alam. Temuan ini secara cepat berkembang

30
menjadi material yang sangat bermanfaat. Vinyl banyak dipakai untuk
berbagai produk di bidang konstruksi seperti pipa, pelapis lantai,
penutup atap, bahkan di bidang kesehatan vinyl lazim digunakan
sebagai bahan pembuat kantong penyimpan darah.
Diproduksi pada tahun 1930an di Inggris, polyethylene menjadi
material plastik yang paling banyak digunakan. Beberapa produk
dengan bahan polyethylene di antaranya adalah botol minuman,
tempat susu, tas, wadah penyimpanan makanan dan banyak lagi.
Meskipun ada perselisihan hukum mengenai penemu aslinya, pada
tahun 1950an polypropilene dengan cepat menjadi salah satu bahan
plastik yang paling populer. Karena fleksibilitasnya, bahan ini dapat
digunakan hampir di semua aplikasi plastik.
Tahun 1954 Dow Chemical memperkenalkan produk bernama
polystyrene dengan merek "Styrofoam®." Butiran polystyrene
kemudian banyak digunakan dalam produk kemasan pelindung yang
ringan.

3.2. Sistem Klasifikasi Plastik


Sistem klasifikasi produk plastik telah mulai dilakukan sejak tahun
1988 oleh Society of the Plastic Industry (SPI). Plastik perlu
diklasifikasikan agar dapat membantu konsumen atau perusahaan
manufaktur untuk melakukan identifikasi berbagai jenis plastik.
Termasuk mengidentifikasi plastik pada saat akan didaur ulang.
Umumnya kode SPI dicetak di bagian bawah produk oleh para
perusahaan manufaktur.

Tabel 3.1 Sistem Klasifikasi Produk Plastik


Tipe Plastik Sifat Umum Aplikasi
Tahan gas dan Plastik PET (E) digunakan untuk
lembab, tahan membuat banyak barang rumah
suhu tinggi tangga biasa seperti botol
sehingga cocok minuman, toples obat, tali, pakaian
digunakan pada dan serat karpet.
Polyethyle microwave,
ne keras, liat.
Terephthal
31
Tipe Plastik Sifat Umum Aplikasi
ate

Butiran PET (E)


http://www.technologystudent.com/joint
s/pet1.html
Sifat penghalang Deterjen, botol pemutih
kelembaban yang conditioner, kotak makanan ringan
sangat baik, dan kotak sereal, botol susu dan
tahan terhadap minuman yang tidak
substansi berkarbonasi,mainan, ember, pipa
Kimia, tidak kaku, peti, pot tanaman, kayu
High fleksibel, kuat, plastik, furnitur taman, tempat
Density permukaannya sampah beroda, wadah kompos
Polyethyle licin dan lembut,
ne permeabel untuk
gas, lapisan
filmHDPE
berkerut jika
disentuh

http://www.unitedcaps.com/markets/foo
d/dairy-products/
Transparan, Bahan kartu kredit, karpet,
keras, kaku, penutup lantai, rangka pintu dan
memiliki jendela, pipa, pelapis kabel, serta
ketahanan kimia produk-produk kulit sintetis.
yang baik, stabil
dalam jangka
Polyvinyl panjang,
Chloride
32
Tipe Plastik Sifat Umum Aplikasi
ketahanan cuaca
yang baik,
permeabilitas
yang rendah
terhadap gas.

https://www.projectlink.com.au/pvc-
fittings-large-and-small-bore
Kuat dan Film, kantong pupuk, karung
fleksibel, sampah
permukaan licin, kemasan, botol fleksibel, pipa
mudah tergores, irigasi,
transparan, tas belanja tebal, aplikasi kawat
titik leleh rendah, dan kabel
Low sifat listrik stabil, beberapa tutup botol, kotak CD.
Density sifat penghalang
Polyethyle kelembaban yang
ne baik

https://dustbowl.wordpress.com/2008/06
/14/know-your-plastic-recycling-number/
Ketahanan Kimia Tutup botol saos dan sirup, wadah
yang sangat baik, Yoghurt dan wadah
titik leleh yang margarin,bungkus biskuit,pot
tinggi, keras tanaman, sedotan, wadah makan,
namun fleksibelm karpet, terpal
permukaan yang
Polypropyl licin, kuat
ene

33
Tipe Plastik Sifat Umum Aplikasi
Permukaan Wadah yoghurt, kotak telur,
seperti kaca, kaku nampan makanan cepat saji, kotak
atau berbusa, video, cangkir untuk vending
keras, getas, machine,sendok garpu sekali pakai,
rentan terhadap gantungan jas, mainan berharga
lemak dan murah
Polystyrene pelarut

Ada polimer lain Nylon (PA)


yang memiliki Acrylonitrile butadiene styrene
berbagai macam (ABS)
kegunaan, Polycarbonate (PC)
terutama disektor Polimer campuran berlapis atau
teknik. Plastik multi-material
jenis ini
diidentifikasi
dengan nomor 7
dan OTHER (atau
segitiga dengan
angka 7-19).

Sumber :
https://www.ryedale.gov.uk/attachments/article/690/Different_plastic_polymer_t
ypes.pdf

34
Bab IV
Material Komposit Beton dan Plastik

Konstruksi bangunan struktural maupun non struktural seringkali


menggunakan material yang sifatnya tidak lagi homogen, misalnya
baja, beton normal, kayu dan yang lainnya. Saat ini penggunaan
material sudah menggunakan dua atau lebih material alami yang
disebut material komposit. Dengan mencampur dua bahan yang
berbeda, maka material komposit akan memiliki sifat gabungan dari
komponen material yang terkandung di dalamnya. Penggabungan
dua material ini sifatnya tidak terpisah yang secara fisik tidak dapat
dipisahkan. Beton normal sendiri pada dasarnya merupakan material
komposit karena merupakan pencampuran lebih dari dua material,
yaitu semen, pasir, kerikil, air dan bahan tambahan lainnya. Namun
setelah mengeras maka beton akan menjadi material yang homogen.

4.1. Komposit Beton dan Baja


Komposit antara material beton dan baja sudah sejak lama
digunakan. Dimulai pada tahun 1867, Joseph Monier berhak
mendapatkan paten atas temuannya yang disebut sebagai beton
bertulang. Monier membuat bak taman dan pot dengan
menggunakan jaring kawat besi, dan dipamerkan di Paris pada tahun
1867. Penemuannya berlanjut pada tahun 1873, Monier memperoleh
paten untuk tangki dan jembatan beton bertulang dan mendapat
paten pula untuk balok dan kolom dari beton bertulang. Selanjutnya
perkembangan material komposit beton bertulang menjadi sangat
pesat dan menjadi salah satu jenis struktur yang cukup populer
hingga saat ini.

4.2. Komposit Beton dan Plastik


Material komposit secara umum terdiri dari dua komponen utama
yaitu matrik (bahan pengikat) dan filler (bahan pengisi). Bahan
pengisi pada material komposit bisa berbentuk serat maupun serbuk.
Dalam pembuatan material komposit, beton dan plastik dapat

35
dijadikan sebagai bahan campuran. Dengan penggabungan materi ini
maka sifat yang ada di dalam beton dan plastik akan saling
melengkapi dan bahkan memperkuat struktur.
Plastik yang digunakan dalam campuran beton juga dapat berupa
serbuk/butiran atau berupa serat. Dalam bentuk serbuk/butiran
plastik dari kelompok polystyrene dapat dicampur dalam adukan
beton untuk menggantikan pasir alam, akibatnya berat jenis beton
akan berkurang menghasilkan beton ringan. Dari sisi berkurangnya
berat jenis maka secara keseluruhan akan menghasilkan struktur
yang ringan. Dalam dunia perdagangan plastik jenis ini sering dikenal
dengan istilah styrofoam.
Selain dalam bentuk butiran plastik dalam bentuk serat juga dapat
dicampurkan ke dalam adukan beton. Material komposit yang paling
lazim terdiri dari campuran semen, pasir, kerikil dan air serta
ditambahkan material serat (fiber) yang jenisnya bisa beraneka
ragam. Dengan pemberian serat fiber, maka struktur akan lebih kuat
dari sisikuat tariknya. Hal ini membantu kekuatan beton yang
umumnya kuat dalam tekan namun lemah dalam tarik.
Tingkat tinggi rendahnya kekuatan sebuah komposit sangat
tergantung dari serat yang digunakan. Materi serta (fiber) yang
digunakan, salahsatunya bisa didapatkan dari serat PVC hasil sisa
spanduk. Dengan mendaur ulang serat plastik PVC ini, pembuatan
material komposit menjadi lebih sustainable dan lebih
menguntungkan sistem konstruksi.
Serat PVC hasil sisa spanduk dapat diperoleh dengan mencacah
spanduk bekas menjadi serat pendek dan acak (Discontinuous Fiber
Composite). Fungsi dari serat ini adalah sebagai penopang kekuatan
dari komposit itu sendiri. Dengan demikian, serat menentukan tinggi
rendahnya kekuatan komposit tersebut. Hal ini karena tegangan yang
diberikan pada komposit akan masuk ke matriks lalu diteruskan ke
serat. Disini, serat akan menanggung beban maksimum, sehingga
serat haruslah memiliki tegangan tarik dan elastisitan yang lebih
tinggi dari pada matriks itu sendiri. Sehingga penambahan serat
menjadi satu keunggulan dalam pembuatan material beton
komposit.

36
Serat PVC hasil sisa spanduk memiliki daya elastisitas yang tinggi.
Dengan mencacah limbah banner ini, maka kita mendapatkan serat
pendek (discontinues fiber composite yang akan kita campurkan
dalam campuran beton komposit. Selain itu dengan menggunakan
bahan serat, maka komposit akan memiliki karakteristik kuat, kaku
dan lebih tahan terhadap panas (Schwartz, 1984). Serat PVC sangat
mudah untuk dibuat, mengingat banyaknya limbah banner yang
sudah tidak dipergunakan lagi, maka langkah untuk menggunakan
limbah ini menjadi aternatif dalam membuat komposit serat. Limbah
banner hanya perlu masuk ke mesin pencacah lalu setelah
didapatkan potongan serat limbah PVC maka kita langsung
mencampurnya ke dalam adukan beton. Dengan demikian, struktur
yang kita dapatkan akan lebih kuat dan juga ramah lingkungan.

Dalam bab berikutnya akan disajikan hasil-hasil penelitian yang telah


dilakukan seputar pemanfaatan plastik dalam dunia konstruksi
khususnya pada material beton.

37
Bab V
Epoxy Polystyrene Sebagai Agregat Ringan Beton

Gagasan penggunaan epoxy polystyrene sebagai bahan campuran


dalam pembuatan beton, adalah untuk mengurangi berat jenis beton
normal. Butiran epoxy polystyrene ditambahkan ke dalam campuran
beton sebagai pengganti atau substitusi parsial material pasir,
sehingga akan menghasilkan beton dengan berat yang ringan, atau
disebut dengan istilah beton ringan (lightweight concrete).
Beton dengan campuranepoxy polystyrene, secara umum memiliki
komposisi dasar seperti beton normal yangtersusun dari campuran
semen, pasir, kerikil, air serta butiran epoxy polystyrene yang dapat
digunakan sebagai agregat halus untuk substitusi parsial dari pasir.
Porositas pada beton ringan cukup tinggi, sehingga material ini akan
mudah mengalirkan air. Dalam aplikasinya beton ringan ini
merupakan alternatif material pracetak yang dapat digunakan dalam
suatu proyek pembangunan bangunan rumah tinggal sederhana
hingga bangunan bertingkat tinggi (highrise building)baik sebagai
pengganti batu bata, dinding partisi, pelat lantai maupun atap. Hal ini
karena sifat daripada beton ringan yang mudah dicetak ataupun
dipotong menjadi ukuran-ukuran yang diinginkan menggunakan
gergaji kayu atau mesin serta kemudahan pada saat instalasi karena
beratnya yang ringan, kemudian umur beton ringan yang lebih cepat
matang dibandingkan dengan beton biasa menjadikannya memiliki
nilai jual yang lebih. Kemudian limbah yang dihasilkan lebih sedikit
bila dibandingkan dengan penggunaan beton biasa.

38
(a) (b)
Gambar 5.1 (a) Butiran Epoxy Polystyrene; (b) Butiran EPS Dalam Campuran Beton

Berdasarkan penelitian Park dan Chisholm(1999), beton yang


menggunakan agregat dari polystyrene serta memiliki berat jenis
kurang berkisar dari 520 hingga 1040 kg/m3 memiliki kuat tekan yang
sangat rendah, yaitu berada pada kisaran 0,7 MPa hingga 6,7 MPa.
Hasil ini jauh dari syarat minimum beton agar dapat digunakan
sebagai beton struktural. Kebutuhan air dalam campuran lebih
rendah daripada yang direncanakan, kelebihan air akan
mengakibatkan segregasi pasta semen.
Proses pemadatan cetakan beton tidak dapat dilakukan secara
konvensional karena material yang cukup ringan. Pemadatan adukan
ke dalam cetakan dilakukan secara lapis demi lapis dengan
menggunakan tekanan tangan manusia. Metode pemadatan dengan
menggunakan vibrator juga tidak disarankan dalam pembuatan
campuran beton ringan dengan agregat polystyrene.
Penelitian Park dan Chisholm juga menunjukkan bahwa campuran
dengan kandungan semen sebesar 1000 kg/m3 saja yang mampu
menghasilkan pasta yang cukup untuk membungkus agregat
polystyrene dan menghasilkan permukaan beton yang bagus.
Sementara itu penelitian yang dilakukan Kuhail (2001) menunjukkan
hasil yang kurang lebih sama, bahwa semakin banyak kandungan
39
polystyrene dalam campuran maka akan menurunkan mutu kuat
tekan beton. Dengan menggunakan perbandingan polystyrene : pasir
= 5 : 1 serta kandungan semen sebesar 600 kg/m3 dapat
menghasilkan kuat tekan sebesar 15 MPa dan berat jenis 1200 kg/m3.
Dengan kuat tekan tersebut, sudah dapat dikatakan bahwa beton
yang dihasilkan sudah dapat digunakan sebagai beton struktural
maupun beton non struktural. Dalam penelitiannya, Kuhail(2001)
menyampaikan beberapa kerugian dan keuntungan dari
pemanfaatan epoxy polystyrene sebagai agregat dalam campuran
beton ringan. Kerugian dan keuntungan tersebut disampaikan dalam
Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Kerugian dan Keuntungan Penggunaan Epoxy Polystyrene Sebagai


Agregat Dalam Campuran Beton Ringan (Kuhail, 2001)
Aspek Keuntungan Kerugian
3
Berat Ringan, kurang dari 600 kg/m
Kuat Tekan Antara 2 hingga 20 MPa
Ketahanan Kimia Kurang tahan terhadap
bahan kimia
Aplikasi di Dapat digunakan sebagai elemen Tidak dapat diaplikasikan
Lapangan struktural ataupun non pada elemen beton
structural prategang
Biaya Paling murah dibandingkan
dengan beton ringan jenis lain
Sifat Akustik Memiliki sifat akustik terbaik di
antara beton ringan jenis lain
Ketahanan Api Terbakar tanpa ada nyala api Mulai menguap pada
o
temperature di atas 300 C
Workability Sangat mudah dikerjakan
dengan nilai faktor air semen
yang rendah
Konsistensi Konsisten untuk faktor air semen Stabil setelah
Adukan antara 0,32 – 0,45 pencampuran selama 30
menit
Insulasi Panas Terbaik di antara beton ringan
jenis lain
Waktu Lebih cepat daripada beton
Pengerasan normal

40
Sementara itu Momtazi et.al (2010), melakukan penelitian tentang
durabilitas dari beton ringan yang berbahan dasar epoxy polystyrene
di dalam lingkungan dengan kadar garam yang tinggi. Hasil penelitian
Momtazi menyebutkan bahwa dalam waktu 210 hari, kehadiran
material epoxy polystyrene dalam campuran beton di lingkungan
berkadar garam tinggi, mampu memberikan perlindungan yang
cukup baik terhadap baja tulangan dari resiko korosi, namun
demikian sifat – sifat mekanik dari beton mengalami sedikit
penurunan akibat kehadiran material epoxy polystyrene ini.
Penelitian lain dilakukan oleh Babu et.al (2003) serta Fonteboa dan
Abella (2008), kedua peneliti ini menggunakan butiran EPS murni
serta butiran EPS hasil daur ulang yang dicampur dengan silica fume
sebagai bahan penyusun campuran beton. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa campuran beton yang diperoleh memiliki berat
jenis antara 1500 hingga 2000 kg/m3 dengan kuat tekan berkisar
antara 10 hingga 21 MPa. Kehadiran silica fume mampu
meningkatkan kuat tekan awal campuran beton pada umur 7 hari.
Perbedaan mendasar penelitian ini, dengan penelitian – penelitian
sebelumnya adalah bahwa dalam penelitian ini hendak dicari
persentase optimum dari butiran polysterene yang masih dapat
digunakan untuk mensubstitusi pasir sebagai agregat halus dalam
campuran beton. Diharapkan dapat dicapai suatu komposisi yang
ideal antara jumlah pasir dan butir polystyrene agar dapat digunakan
sebagai bahan pembuat beton struktural.
Setiawan, et.al (2012) melakukan pengujian terhadap butiran epoxy
polystyrene sebagai substitusi parsial. Persentase pasir yang
disubstitusi dibuat bervariasi dari 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%
dan 40%. Adapun komposisi material yang digunakan dalam
penelitian tersebut ditunjukkan dalam Tabel 5.2 berikut.

41
Tabel 5.2 Komposisi Campuran Beton Dengan Epoxy Polystyrene (Setiawan, 2012)
Kode % EPS Air Semen Ag. Ag. EPS
Campuran
Kasar Halus
(kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
EPS0 0 700.34 0
EPS5 5 665.323 0.319
EPS10 10 630.306 0.638
EPS15 15 595.289 0.957
EPS20 20 215.075 410 929.95 560.272 1.276
EPS25 25 525.255 1.595
EPS30 30 490.238 1.914
EPS35 35 455.221 2.233
EPS40 40 420.204 2.552

5.1. Kuat Tekan


Gambar 5.2 menunjukkan kuat tekan karakteristik beton dari
berbagai variasi campuran EPS. Menurut SNI 03-2847-2002 mengenai
“Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”,
pasal 7.1.1 disyaratkan bahwa kuat tekan beton karakteristik yang
dapat digunakan sebagai beton struktural adalah sebesar 17,5 MPa.
Dari syarat ini nampak bahwa campuran dengan 5% dan 10% EPS
masih dapat digunakan sebagai beton struktural.

42
Gambar 5.2 Kuat Tekan Karakteristik Beton

5.2. Kuat Tarik Belah


Hubungan antara kuat tarik belah dengan persentase EPS dalam
campuran ditunjukkan dalam Gambar 5.3. Dari Gambar 5.3 dapat
dilihat bahwa penambahan EPS sebesar 5% dan 10 % akan dapat
menaikkan kuat tarik belah beton. Pada penambahan EPS sebesar
5%, kuat tarik belah akan meningkat sebesar 14,22% dibandingkan
beton tanpa campuran EPS, atau menjadi sebesar 2,49 MPa.
Sedangkan penambahan butir EPS sebesar 10% akan meningkatkan
kuat tarik beton sebesar 2,75% atau menjadi sebesar 2,24 MPa.
Penambahan butiran EPS dengan persentase di atas 10% akan
cenderung menurunkan kuat tarik belah beton, dengan nilai
terendah kuat tarik beton sebesar 1,87 MPa (penambahan 20% EPS),
atau turun sebesar 14,2%.

43
3
2,49

Kuat Tarik Belah, fsp (MPa)


2,5 2,18 2,24
2,04 2,04 2,04
1,87 1,95 1,98
2
1,5
1
0,5
0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
% EPS

Gambar 5.3 Perbandingan Kuat Tarik Belah Beton

5.3. Kuat Lentur


Dari hasil pengujian kuat lentur yang sudah dilakukan, dapat dilihat
dalam Gambar 5.4, bahwa penambahan butiran EPS memiliki
kecenderungan untuk menurunkan nilai kuat lentur beton.
Penambahan EPS sebesar 5% akan menurunkan kuat lentur beton
sebesar 7,73%, sedangkan penambahan EPS sebesar 10% akan
menurunkan kuat lentur beton menjadi 3,31 MPa (turun sebesar
11,73%. Penambahan EPS sebesar 40% akan mereduksi kuat lentur
beton menjadi sebesar 3,06 MPa (turun sebesar 18,4%).

44
4,00 3,75
3,46 3,31
3,50 3,26 3,31 3,26 3,21 3,21
3,06
Kuat Lentur, fr (Mpa) 3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
%EPS

Gambar 5.4 Hasil Uji Kuat Lentur

5.4. Modulus Elastisitas


Nilai Modulus Elastisitas pada beton dengan campuran epoxy
polystyrene menunjukkan kecenderungan yang terus menurun untuk
persentase butiran epoxy polystyrene di atas 20%. Setiawan, et.al.
(2012) mengusulkan persamaan empiris yang menghubungkan
antara Modulus Elastisitas, Berat Jenis, Kuat Tekan Beton serta
persentase EPS sebagai berikut :
E = (wc)1,5∙0,05∙exp(−0,23∙p)∙√f /c (5.1)
Dengan :
E = Modulus Elastisitas beton (MPa)
wc = Berat Jenis beton (kg/m3)
p = persentase EPS (dalam %)
f /c = Kuat Tekan beton (MPa)

5.5. Berat Jenis


Dari sisi berat jenis, penggunaan EPS dengan persentase hingga 40%
belum mampu menghasilkan beton yang dapat dikategorikan sebagai
beton ringan. Agar dapat dikategorikan sebagai beton ringan, maka
berat jenis beton maksimal adalah sebesar 1800 kg/m3. Namun
demikian penggunaan material EPS sebagai pengganti agregat halus
sebesar 40% sudah mampu mengurangi berat jenis beton sebesar

45
9,4%. Secara umum setiap penambahan persentase EPS sebesar 5%
akan mampu mengurangi berat jenis beton sebesar 20 hingga 25
kg/m3.
2350,0
2289,3
2300,0
2250,0
Berat Jenis (kg/m3)

2205,02191,0
2200,0 2163,9
2150,0 2134,32124,4
2097,82105,6
2100,0 2074,4
2050,0
2000,0
1950,0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
%EPS

Gambar 5.5 Berat Jenis Beton Dengan Campuran Epoxy Polystyrene

46
Bab VI
Plastik Sebagai Pembentuk Material Beton Berserat

Penggunaan serat pada campuran beton sudah banyak diteliti.


Beberapa hasil penelitian seperti yang dilakukan Hassan (2015)
menguji penggunaan serat baja pada pelat beton satau arah untuk
meningkatkan kekauan, mengurangi lebar retak serta tingkat
daktilitasnya. Penambahan rasio volumetrik serat baja hingga 0,4%
pada campuran beton menaikkan beban ultimit pelat antara 20,7%
hingga 56,9%. Sedangkan pada rasio volumetrik serat baja hingga
0,8% akan menaikkan beban ultimit antara 48,3% hingga 90,5%.
Kehadiran serat baja pada pelat beton satu arah mampu mencegah
timbulnya retak.
Rao (2011) mengamati pengaruh penambahan serat polypropylene
pada balok beton tinggi (deep beam) yang dicampur dengan abu
terbang (fly ash). Pada penambahan serat dengan persentase antara
0,5% hingga 1%, berdampak terhadap naiknya kuat lentur dari balok
beton sebesar 15% hingga 20% untuk mutu kuat tekan beton sebesar
15 MPa hingga 25 MPa. Selain itu diamati pula bahwa balok tinggi
dengan serat dan abu terbang mengalami kegagalan yang bersifat
daktail dibandingkan benda uji tanpa penambahan serat
polypropylene.
Pawar (2014) menggunakan campuran limbah slag besi (Ground
Granulated Blast Furnace Slag/GGBS) dan serat baja dalam campuran
beton yang digunakan sebagai perkerasan kaku jalan raya. Kuat
lentur campuran beton yang optimal diperoleh dengan penambahan
30% material GGBS, yaitu sebesar 5,09 MPa. Namun dengan
penambahan 1% serat baja ke dalam campuran tersebut, dapat
menaikkan kuat lentur beton hingga mencapai 7,87 MPa (naik lebih
dari 50%).
Dalam pembuatan beton berserat maka, rasio panjang dan diameter
serat merupakan salah satu parameter yang harus ditentukan.

47
6.1. Limbah Spanduk Plastik Sebagai Material Serat
Spanduk bekas flex banner yang berbahan dasar PVC merupakan
bahan dasar dalam pembuatan spanduk yang banyak dipakai dalam
dunia periklanan. Spanduk berbahan dasar plastik ini pada beberapa
tahun belakangan mulai menggantikan bahan kain yang pada masa
sebelumnya merupakan media iklan utama. Spanduk dengan bahan
dasar plastik ini selain mudah untuk didesain melalui teknologi digital
printing, juga menunjukkan keawetan yang lebih baik dibanding
material berbahan dasar kain. Namun pada akhir masa ijin iklan,
maka spanduk bekas akan semakin menumpuk dan lama kelamaan
akan menjadi sampah atau limbah. Limbah spanduk ini akan menjadi
limbah yang merugikan lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah
hancur.
Beberapa cara dilakukan untuk memanfaatkan limbah spanduk
plastik yang tidak terpakai lagi. Dalam dunia material konstruksi
bahan spanduk bekas ini dapat diolah kembali dengan cara dipotong
kecil-kecil dalam ukuran tertentu, untuk kemudian dicampurkan
sebagai bahan serat dalam campuran beton.

(a) (b)
Gambar 6.1 (a) Serat Spanduk Flex Banner; (b) Pencampuran Serat Ke Adukan
Beton

Setiawan, A. et.al. (2017) melakukan pengujian pemanfaatan


pemanfaatan limbah bekas spanduk flex banner sebagai serat pada
bahan campuran pada pembuatan beton struktural guna
memperbaiki sifat kuat tarik beton yang lemah. Jenis campuran

48
beton yang dibuat ada 5 macam, yaitu satu macam campuran beton
normal tanpa penambahan serat spanduk flex banner, serta 4 macam
campuran beton yang menggunakan tambahan serat spanduk flex
banner. Masing-masing dengan persentase sebesar serat 0,25%,
0,5%, 1% dan 2% dari volume adukan beton. Serat yang digunakan
memiliki rasio panjang terhadap diameter sebesar 80 (L/d = 80).
Pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah dilakukan pada umur 7, 14
dan 28 hari. Sedangkan pengujian kuat lentur dan Modulus Elastisitas
dilakukan pada saat benda uji mencapai umur 28 hari.
Adapun material yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah :
Semen : digunakan semen Gresik Tipe I
Agregat Halus : digunakan pasir Galunggung
Agregat Kasar : digunakan kerikil dari daerah Sudamanik
Air : sumber air dari PDAM
Adapun komposisi material yang digunakan dalam Tabel 6.1.

Tabel 6.1Komposisi Campuran Beton Dengan Serat Limbah Spanduk Plastik


Kode % fiber Air Semen Ag. Ag. Serat
Campuran Kasar Halus
(kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
WPF0 0 0
WPFA 0,25 2
WPFB 0,5 170,92 432,7 814,62 836,75 4
WPFC 1,0 8
WPFD 2,0 16

6.2. Kuat Tekan


Dalam Tabel 6.2 ditunjukkan laju pertumbuhan kuat tekan beton dari
umur 7, 14 hingga 28 hari. Mengacu pada PBI 71 “Peraturan Beton
Bertulang Indonesia” disyaratkan bahwa kuat tekan beton pada umur
7 hari sudah mencapai sebesar 65% dari kuat tekan pada umur 28
hari. Sedangkan pada umur 14 hari kuat tekan beton sudah mencapai
88% dari kuat tekan umur 28 hari. Gambar 6.2 menunjukkan grafik
pertumbuhan kuat tekan beton dari umur 7, 14 dan 28 hari. Dari

49
gambar tersebut terlihat bahwa pertumbuhan nilai kuat tekan beton
dengan tambahan serat limbah flex bannermenyerupai pertumbuhan
kekuatan tekan beton normal. Gambar tersebut menunjukkan
bahwapada usia 7 hari kuat tekannya mencapai 75%, dan pada 14
hari mencapai 90% serta mencapai kekuatan tekan maksimal pada 28
hari.

Tabel 6.2 Pertumbuhan Kuat Tekan Beton

Kode Kuat Tekan Rerata (MPa)


Campuran 7 hari 14 hari 28 hari
WPF0 31,03 31,04 33,88
WPFA 24,86 29,46 28,28
WPFB 23,14 29,94 33,56
WPFC 23,68 32,58 35,56
WPFD 23,11 23,94 31,04

Gambar 6.3 menunjukkan kuat tekan beton pada 28 hari dari masing-
masing campuran. Dari gambar tersebut terlihat bahwa kekuatan
tekan tertinggi dicapai oleh WPF C, yang memiliki 1% volume serat.
Kekuatan tekan WPF C mencapai 35,56 MPa, meningkat sekitar
4,95% dari campuran normal WPF 0. WPF A menunjukkan penurunan
kekuatan tekan hampir 16,5% pada campuran normal, dan WPF A
juga menghasilkan nilai kekuatan tekan terkecil dibandingkan dengan
campuran yang lain.

50
40 35,56
33,88
33,56
35 32,58
Compressive Strength (MPa)
31,03 31,04
29,94 31,04
29,46 28,28
30
24,86
23,68 23,94
23,14
23,11
25

20
WPF
15 0
10 WPF
A
5 WPF
0
B
0
0 7 14 21 28

Gambar 6.2Laju pertumbuhan kuat tekan beton.

40,00
35,00
30,00
KUAT TEKAN (MPA)

25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
WPF0 WPFA WPFB WPFC WPFD
f'c (MPa) 33,88 28,28 33,56 35,56 31,04

Gambar 6.3Kuat tekan beton umur 28 hari dari masing-masing campuran.

6.3. Kuat Tarik Belah


Pertumbuhan kuat tarik belah dalam masing-masing campuran
ditunjukkan dalam Tabel 6.3 berikut ini. Grafik pertumbuhan kuat
tarik belah ini disajikan dalam Gambar 6.4. Hasil uji kuat tarik belah
menunjukkan bahwa nilai kuat tarik belah meningkat seiring dengan
51
bertambahnya usia benda uji. Hanya saja untuk campuran WPF A dan
WPF C, nilai kuat tarik belah menurun pada umur 28 hari. Pada umur
7 hari rata-rata nilai kuat tarik belah sudah mencapai 84,9%
dibanding hasil pada usia 28 hari. Sedangkan pada usia 14 hari kuat
tarik belah rata-rata sudah mencapai 92% dari hasil pada usia 28 hari.

Tabel 6.3Pertumbuhan Kuat Tarik Belah

Kode Benda Kuat Tarik Belah Rerata


Uji (MPa)
7 hari 14 hari 28 hari
WPF0 2,61 2,69 3,22
WPFA 2,88 2,97 2,49
WPFB 3,05 3,04 3,68
WPFC 2,77 3,36 2,79
WPFD 2,57 2,74 3,37
Dari Gambar 6.5 dapat dilihat bahwa campuran WPF B, dengan
tambahan serat limbah flex banner mampu menghasilkan nilai kuat
tarik belah tertinggi yaitu sebesar 3,68 MPa. Nilai ini menunjukkan
peningkatan sebesar 14,28% dibandingkan campuran beton normal
tanpa serat (WPF 0). Penurunan kuat tarik belah terbesar ditunjukkan
oleh campuran WPF A, penambahan serat limbah flex banner sebesar
0,25% pada campuran WPF A akan menurunkan nilai kuat tarik
belahnya sebesar 22,67% dibandingkan campuran yang tidak
menggunakan serat.

52
4
3,68
3,5
Splitting Tensile Strength (MPa)

3,36 3,37
3,22
3 3,05 3,04
2,97
2,88
2,77 2,79
2,74
2,69
2,5 2,61
2,57 2,49

2 WPF0

1,5 WPFA
1 WPFB
0,5
WPFC
0
0 7 14 21 28

Umur Beton

Gambar 6.4Pertumbuhan kuat tarik belah beton.

4,00
Splitting Tensile Strength (MPa)

3,50

3,00

2,50

2,00

1,50

1,00

0,50

0,00
WPF0 WPFA WPFB WPFC WPFD
fsp (MPa) 3,22 2,49 3,68 2,79 3,37

Gambar 6.5Kuat Tarik Belah dari masing-masing campuran.

53
6.4. Kuat Lentur
Hubungan antara kuat lentur dari berbagai jenis campuran beton
ditunjukkan dalam Tabel 6.4. Gambar 6.6 menunjukkan
perbandingan Kuat Lentur dari berbagai campuran. Dapat dilihat
bahwa WPF A (serat 0,25%) menunjukkan Kuat Lentur tertinggi, yaitu
4,30 MPa, meningkat sekitar 4,11% dibandingkan dengan campuran
normal. WPF D, yang memiliki 2% serat, menunjukkan Kuat Lentur
terkecil, yaitu 3,91 MPa (turun sekitar 5,33% dari campuran normal).

Tabel 6.4Nilai Kuat Lentur Pada Berbagai Jenis Campuran Beton

Sample Code Kuat Lentur (MPa)

WPF0 4,13
WPFA 4,30
WPFB 4,00
WPFC 4,15
WPFD 3,91

4,40

4,30
Modulus of Rupture (MPa)

4,20

4,10

4,00

3,90

3,80

3,70
WPF0 WPFA WPFB WPFC WPFD
fr (MPa) 4,13 4,30 4,00 4,15 3,91

Gambar 6.6Kuat lentur dari masing-masing campuran

54
6.5. Modulus Elastisitas
Hubungan antara Modulus Elastisitas beton dengan persentase EPS
ditunjukkan dalam Tabel 6.5 berikut ini. Grafik perbandingan nilai
Modulus Elastisitas dari berbagai campuran beton ditunjukkan pada
Gambar 6.7. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa secara umum
penambahan serat limbah flex banner mampu menaikkan nilai
Modulus Elastisitas beton. Campuran WPF B yang memiliki
kandungan serat limbah flex banner sebesar 0,5%menunjukkan nilai
Modulus Elastisitas yang tertinggi yaitu sebesar 23.025 MPa. Nilai ini
menunjukkan peningkatan sebesar 12% dibandingkan campuran
normal, WPF 0, yang tidak memiliki kandungan serat limbah flex
banner.

Tabel 6.5Nilai Modulus Elastisitas Pada Berbagai Jenis Campuran

Kode Benda Uji Modulus Elastisitas, E (MPa)


WPF0 20.558
WPFA 22.418
WPFB 23.025
WPFC 20.719
WPFD 21.506

55
23500
23000
Modulus of Elasticity (MPa)

22500
22000
21500
21000
20500
20000
19500
19000
WPF0 WPFA WPFB WPFC WPFD
E (MPa) 20558 22418 23025 20719 21506

Gambar 6.7Modulus Elastisitas dari masing-masing campuran.

56
Bab VII
Penutup

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya,


tampaknya sampah plastik yang pada awalnya merupakan sumber bahaya
yang mengancam kelestarian lingkungan ternyata dapat dimanfaatkan
dengan baik menjadi material konstruksi, terutama untuk digunakan
sebagai material komposit bersama beton. Baik dalam bentuk butiran
styrofoam maupun dalam bentuk serat, plastik dapat digunakan untuk
memperbaiki sifat mekanik beton yang pada dasarnya tidak cukup kuat
dalam menahan tarik, atau juga dapat diaplikasikan untuk mengurangi
berat jenis beton.

Masih banyak sisi lain dari plastik yang dapat dimanfaatkan di bidang
konstruksi. Oleh karena itu studi maupun riset tentang plastik masih harus
terus ditingkatkan agar plastik benar-benar dapat berdaya guna dengan
baik setelah tidak dibutuhkan kembali sesuai fungsi awalnya.

57
DAFTAR PUSTAKA
ACI 318M-11. (2011) Building Code Requirements for Structural
Concrete. American Concrete Institute
ASCE. (2010). Minimum Design Loads for Buildings and Other
Structures, ASCE 7-10. American Society of Civil Engineers.
Babu, K.G., Babu, D.S. (2003). Behaviour of Lightweight Expanded
Polystyrene Concrete Containing Silica Fume. Cement and
Concrete Research. Vol. 33. Pp 755 – 762
Badan Standarisasi Nasional (2008). Tata Cara Perencanaan dan
Pelaksanaan Bangunan Gedung Menggunakan Panel Jaring
Kawat Baja Tiga Dimensi (PJKB-3D) Las Pabrikan, SNI
7392.2008, Bandung: Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur
Beton, SNI 03-28467-2002, Bandung: Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Balaguru, P.N., Shah, S.P. (1992). Fiber Reinforced-Cement
Composites. Mc Graw Hill.
Cormack, J. C. (2004). Desain Beton Bertulang, Jakarta: Erlangga
Gonzales-Fonteboa, B., and Martinez-Abella, F. (2008). Concretes
With Aggregates From Demolition Waste and Silica Fume,
Materials and Mechanical Properties. Building and
Environment. Vol. 43. Pp 429 – 437.
Hassan, H.F. (2015). Experimental Study of Fibrous High Strength Self-
Compacting Concrete One Way Slabs. Journal of Engineering
and Development. Vol. 19. No. 1. January 2015. pp.50-67
Hasooun, M. N., and Manaseer A. A. (2005). Structure Concrete
Theory and Design, Canada: John Wiley & Sons Inc.
Katkhuda, H., Hanayneh, B., and Shatarat, N. (2009). Influence of
Silica Fume on High Strength Lighweight Concrete. World
Academy of Science, Engineering and Technology, Vol.58. pp
781 – 788.
Kuhail, Z. (2001). Polystyrene Lightweight Concrete (Polyconcrete).
An-Najah University Journal Research, Vol.15. pp 41 – 61
Momtazi, A.S., Langrudi, A.M., Haggi, A.K., and Atigh, H.R. (2010).
Durability of Lightweight Concrete Containing EPS In Salty
58
Exposure Conditions. Ancona, Italy. Proceedings of Second
International Conference on Sustainable Construction
Materials and Technologies.
Nili, M., Afroughsabet, V. (2012). The Long-term Compressive
Strength and Durability Properties of Silica Fume Fibre-
Reinforced Concrete. Materials Science and Engineering
Journal A.531. pp.107-111.
Nilson, A. H., Darwin, D., and Dolan, C. W. (2003). Design of Concrete
Structures, New York: Mc Graw Hill.
Nawy, E. G. (2005). Reinforced Concrete a Fundamental Approach,
New Jersey: Pearson Education Inc.
Park, S.G., and Chisholm, D.H. (1999). Polystyrene Aggregate
Concrete. Study Report No. 85. Building Research Levy.
Pawar, A.S., Dabhekar, K.R. (2014). Feasibility Study of Concrete
Based Pavement by Using Fibers & Cementing Waste
Materials. International Journal of Research in Engineering
and Technology. Vol. 3. Issue. 05. pp. 76 - 78
Rao, M.V, Murthy, N.R, and Kumar, V.S. (2011). Behaviour of
Polypropylene Fibre Reinforced Fly Ash Concrete Deep Beams
in Flexure and Shear. Asian Journal of Civil Engineering. Vol.
12. No. 2. pp. 143-154
Schwartz, M.M. (1984). Composite Materials Handbook. USA. Mc
Graw-Hill
Setiawan, A., Hidayat, I. (2013). Experimental Study on Epoxy
Polystyrene as a Partial Substitution of Fine Aggregate of
Concrete Mixture. Asian Journal of Civil Engineering (BHRC)
Vol 14. No.6. pp. 849-858
Standar Nasional Indonesia. (2000). Tata Cara Pembuatan Rencana
Campuran Beton Normal. SNI 03-2834-2000. Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Standar Nasional Indonesia. (2013). Persyaratan Beton Struktural
Untuk Bangunan Gedung. SNI 2847:2013. Badan Standardisasi
Nasional. Jakarta

59
60

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai