PRINTokCETAKISIrevDraft Buku Ajar 2017-11-23 Final
PRINTokCETAKISIrevDraft Buku Ajar 2017-11-23 Final
net/publication/332833132
CITATIONS READS
0 6,573
3 authors, including:
Eka Permanasari
Monash University Indonesia
34 PUBLICATIONS 147 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Eka Permanasari on 03 May 2019.
MATERIAL KOMPOSIT
AgusSetiawan
BETON DAN PLASTIK
Fredy Jhon Philip
Eka Permanasari
AgusSetiawan
FredyPembangunan
Universitas Jhon Philip Jaya
Eka Permanasari
Universitas Pembangunan
ii
Jaya
MATERIAL KOMPOSIT BETON DAN PLASTIK
ŐƵƐ^ĞƟĂǁĂŶͲ&ƌĞĚLJ:ŚŽŶWŚŝůŝƉͲŬĂWĞƌŵĂŶĂƐĂƌŝ
Desain Cover <ƵůƚƵƌĂ
Tata Letak Kultura
ISBN :ϵϳϴͲϲϬϮͲϱϳϬϳͲϬϭͲϴ
Diterbitkan Oleh:
Gaung WerƐĂĚĂ
ŝƉƵtat MegĂDĂůůůŽŬͬϭϱ
:ů͘Ir͘,͘:ƵĂŶĚĂEŽ͘ϯϰCŝƉutaƚͲTangerang Seůatan
TĞůƉ͘ϬϮϭϳϰϳϬϳϱϲϬ͕,Ɖ͘ϬϴϭϱϭϬϬϮϬϯϵϱ
ŵĂŝů͗ŐƉƉressjkt@LJĂŚŽŽ.cŽŵ
ANGGOTA IKAPI
Ξ,ĂŬŝƉtĂŝůŝŶĚƵŶŐŝhŶĚĂŶŐͲhŶĚang
;ůůZŝgŚt ZeservĞĚͿ
KATA PENGANTAR
Material beton merupakan material yang sangat banyak digunakan di
dunia konstruksi. Pembangunan gedung, jalan, jembatan maupun
sarana infrastruktur lainnya sebagian besar menggunakan material
dasar beton. Beton sendiri merupakan campuran dari semen, pasir,
kerikil, serta air yang berguna sebagai pereaksi semen. Sebagai
material konstruksi beton memiliki kelebihan dan kekurangan.
Berbagai macam inovasi dilakukan oleh para peneliti untuk
mendapatkan sifat beton yang handal.
Buku ini merupakan tulisan yang didapatkan dari hibah penelitian
yang diperoleh penulis. Topik yang hendak diangkat adalah berupa
pemanfaatan plastik sebagai campuran dalam beton. Seperti
diketahui bersama plastik adalah material yang sangat banyak
dijumpai dewasa ini. Namun plastik yang sudah tidak terpakai akan
menjadi limbah berbahaya bagi lingkungan hidup karena tidak mudah
terurai. Untuk mengantisipasi hal ini maka limbah plastik perlu
diberdayakan menjadi material yang lebih berguna, dalam hal
digunakan sebagai campuran dalam pembuatan campuran beton.
Dua jenis plastik dikaji pemanfaatannya dalam suatu uji
eksperimental, yaitu plastik dalam bentuk butiran epoxy polystyrene
serta plastik dalam bentuk serat/fiber spanduk polyvynil chloride
(PVC).
Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Direktorat Riset
dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan,
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, sesuai dengan
Kontrak Penelitian No. 1598/K4/KM/2017. Buku ini disusun sebagai
bagian tanggung jawab penulis atas hibah yang telah diterima.
Penulis.
iii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iv
Bab I Material Konstruksi ............................................................................... 1
1.1. Pendahuluan ................................................................................... 1
1.2. Sifat Fisik Material Konstruksi ........................................................ 2
1.3. Sifat Mekanik Material Konstruksi.................................................. 4
Bab II ............................................................................................................... 6
Beton .............................................................................................................. 6
2.1. Semen ............................................................................................. 6
2.2. Agregat Halus.................................................................................. 8
2.3. Agregat Kasar................................................................................ 10
2.4. Air ................................................................................................. 11
2.5. Reaksi Hidrasi Semen.................................................................... 12
2.6. Metode Perancangan Campuran Beton ....................................... 13
2.7. Metode Pengujian Sifat Mekanik Beton Keras ............................. 27
Bab III ............................................................................................................ 30
Plastik ........................................................................................................... 30
3.1. Sejarah Penemuan Plastik ............................................................ 30
3.2. Sistem Klasifikasi Plastik ............................................................... 31
Bab IV ............................................................................................................ 35
Material Komposit Beton dan Plastik ........................................................... 35
4.1. Komposit Beton dan Baja ............................................................. 35
4.2. Komposit Beton dan Plastik .......................................................... 35
Bab V ............................................................................................................. 38
Epoxy Polystyrene Sebagai Agregat Ringan Beton ....................................... 38
iv
5.1. Kuat Tekan .................................................................................... 42
5.2. Kuat Tarik Belah ............................................................................ 43
5.3. Kuat Lentur ................................................................................... 44
5.4. Modulus Elastisitas ....................................................................... 45
5.5. Berat Jenis..................................................................................... 45
Bab VI ............................................................................................................ 47
Plastik Sebagai Pembentuk Material Beton Berserat ................................... 47
6.1. Limbah Spanduk Plastik Sebagai Material Serat .......................... 48
6.2. Kuat Tekan .................................................................................... 49
6.3. Kuat Tarik Belah ............................................................................ 51
6.4. Kuat Lentur ................................................................................... 54
6.5. Modulus Elastisitas ....................................................................... 55
Bab VII ........................................................................................................... 57
Penutup ........................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 58
v
Bab I
Material Konstruksi
1.1. Pendahuluan
Perkembangan pembangunan infrastruktur terutama di negara
Indonesia pada beberapa tahun belakang ini terus mengalami
peningkatan. Dari data Kementrian Keuangan Indonesia terlihat
bahwa anggaran pembangunan infrastruktur terus meningkat baik
dalam jumlah maupun dilihat dari sisi persentasenya dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini menunjukkan fokus
pembangunan infrastruktur mendapat perhatian yang cukup besar
dari pemerintah.
2
a. Massa Jenis (density) menyatakan tingkat kerapatan suatu
benda dilihat dari molekul pembentuknya atau sebagai nilai
perbandingan antara massa per satuan volume. Semakin
tinggi nilai massa jenis suatu benda menunjukkan semakin
besar pula massa setiap pembentuk. Untuk menentukan
massa jenis suatu benda dapat menggunakan rumus :
m
ρ = gr/cm3 (1.1)
V
Dengan m adalah massa (gr) dan V adalah volume (cm3)
Pengukuran kerapatan suatu benda sangat penting untuk
kebutuhan industri, termasuk konstruksi, hal ini karena
kerapatan suatu benda dapat membantu engineer untuk
mengetahui karakteristik material
b. Berat volume (Unit weight) merupakan berat per satuan
volume suatu material yang disimbolkan dengan dengan
notasi “γ” (gamma). Sebagai contoh nilai berat volume air
yang digunakan secara umum adalah 9.806 kN/m3. Hubungan
antara massa jenis dan berat volume dinyatakan dengan
menggunakan rumus :
𝛾𝛾 = 𝜌𝜌 × 𝑔𝑔 (1.2)
Dengan g adalah percepatan gravitasi
sebagai contoh apabila suatu tanah memiliki berat volume 1,8
t/m3 maka massa jenisnya adalah 18 t/ m3.
c. Specific Gravity,merupakan ukuran kerapatan relatif terhadap
kerapatan zat yang digunakan sebagai standar acuan,
umumnya digunakan air pada suhu 4⁰C. Berbeda dengan
massa jenis, specific gravity (Gs) tidak memiliki satuan , rumus
yang digunakan untuk menentukan specific gravity adalah :
𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎 𝜌𝜌
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔(𝐺𝐺𝐺𝐺) = 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 (1.3)
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝜌𝜌
Apabila suatu material memiliki nilai Gs = 2,5 artinya material
tersebut memiliki kerapatan 2,5 kali lebih besar dari pada
kerapatan air pada suhu 4⁰C.
d. Konduktivitas thermal, merupakan kemampuan suatu bahan
untuk mengalirkan panas (thermal) , nilai konduktivitas termal
menyatakan laju perpindahan panas yang mengalir dalam
suatu bahan yang bersuhu tinggi ke suhu yang lebih rendah.
3
e. Porositas, merupakan ukuran dari ruang kosong di antara
suatu material yang merupakan fraksi dari volume ruang
kosong terhadap total volume, yang bernilai antara 0 dan 1,
atau sebagai persentase antara 0-100%. Porositas dipengaruhi
enis bahan, ukuran bahan, distribusi pori, sementasi dan
komposisinya. Porositas banyak diaplikasikan pada ilmu
tanah, geologi, material konstruksi sebagai bagan padat yang
terisi oleh udara dan cairan yang secara umum ditulis sebagai :
∅= (1.4)
Dengan Vv adalah volume void terisi udara dan cairan dan VT
adalah volume total
f. Durabilitas, merupakan kemampuan suatu material
menghadapi segala kondisi yang bisa merusak seperti
pengaruh udara, bahan kimia dan abrasi tanpa mengalami
kerusakan selama umur masa pelayanan.
g. Penyerapan air (water absorption), merupakan kemampuan
suatu material untuk dapat menyerap air, besarnya nilai
penyerapan dapat dihitung dengan pesamaan umum :
−
= (1.5)
Dimana mj adalah massa sampel jenuh air dan mk adalah
massa sampel kering
h. Permeabilitas, merupakan kemampuan material untuk dapat
mengalirkan air atau udara melalui pori-porinya, dimana nilai
tersebut dapat ditentukan berdasarkan tingkat aliran air yang
melewati benda tersebut yang dinyatakan sebagai nilai
koefisien permeabilitas (cm/detik). Semakin tinggi nilai
permeabilitas suatu material menunjukkan bahwa semakin
mudah mengalirkan air.
4
ditentukan bagi suatu material konstruksi adalah kekuatan (strength)
meliputi kekuatan tekan (compressive strength), kekuatan tarik
(tensile strength), kekuatan lentur (bending strength), elastisitas
(Modulus Elastisitas), plastisitas.
Kekuatan (strength)adalah kemampuan dari material untuk memikul
tegangan yang timbul akibat beban, seperti beban tekan, tarik, lentur
dan beban kejut (impact).Material seperti batuan dan beton memiliki
kekuatan tekan yang tinggi namun lemah dalam hal tarik atau lentur.
Kekerasan (hardness) adalah kemampuan material untuk menahan
benturan dari benda yang lebih keras. Biasanya digunakan skala
Mohs untuk mengukur kekerasan material. Elastisitas (elasticity)
adalah kemampuan material untuk kembali ke bentuk atau dimensi
awalnya setelah beban yang bekerja dilepaskan dari material
tersebut. Dalam batas elastis, deformasi yang terjadi pada material
adalah proporsional terhadap tegangan. Rasio antara tegangan dan
deformasi yang terjadi dinamakan sebagai modulus elastisitas.
Plastisitas (plasticity) adalah kemampuan material untuk berubah
bentuk akibat beban yang bekerja tanpa mengalami retakan dan
tetap berada dalam bentuknya yang terakhir setelah beban
dilepaskan.Beberapa material yang memiliki sifat plastis seperti
bajam tembaga dan aspal panas.
5
Bab II
Beton
2.1. Semen
Semen merupakan bahan utama dalam pembuatan beton. Terdapat
beberapa jenis semen yang sering digunakan di dunia konstruksi,
tergantung jenis dan permasalahan yang dihadapi selama masa
6
konstruksi. Beton yang terbuat dari semen Portland biasa
memerlukan waktu sekitar duapuluh delapan hari untuk memperoleh
kekuatan maksimalnya. Namun dalam beberapa hal khusus, sering
dibutuhkan beton yang memiliki kuat tekan awal yang tinggi,
sehingga diperlukan semen – semen jenis khusus. Semakin cepat
beton mengeras, maka semakin efisien pula proses konstruksi yang
sedang berjalan. Untuk struktur – struktur berukuran massif seperti
bendungan dan pilar jembatan, panas hidrasi yang terjadi di dalam
beton akan terdisipasi secara lambat, dan hal ini akan mengakibatkan
permasalahan yang serius. Hal ini akan mengakibatkan beton
berekspansi selama hidrasi sehingga akan menimbulkan retakan –
retakan pada beton. Untuk mengatasi hal tersebut makan dapat
digunakan jenis semen yang memiliki panas hidrasi rendah. Pada
struktur – struktur yang dituntut memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap bahan – bahan kimia seperti sulfat, misalnya pada
bangunan bawah laut, maka harus digunakan jenis semen yang tahan
terhadap serangan sulfat dan klorida.
Secara umum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, SNI
2049:2015 tentang Semen Portland, jenis semen yang ada dapat
dikategorikan menjadi lima jenis sebagai berikut :
Jenis I yaitu jenis semen biasa yang dapat digunakan pada pekerjaan
konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti
yang disyaratkan pada jenis lain.
Jenis II, merupakan modifikasi dari semen tipe I, yang dalam
penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas
hidrasi sedang.
Jenis III, merupakan tipe semen yang dapat menghasilkan kuat tekan
beton awal yang tinggi. Setelah 24 jam proses pengecoran semen
tipe ini akan menghasilkan kuat tekan dua kali lebih tinggi daripada
semen tipe biasa, namun panas hidrasi yang dihasilkan semen jenis
ini lebih tinggi daripada panas hidrasi semen tipe I.
Jenis IV merupakan semen yang mampu menghasilkan panas hidrasi
yang rendah, sehingga cocok digunakan pada proses pengecoran
struktur beton yang massif.
Jenis V cocok digunakan untuk struktur-struktur beton yang
memerlukan ketahanan yang tinggi dari serangan sulfat.
7
Untuk memenuhi persyaratan mutu, maka dalam SNI 2049:2015
ditentukan bahwa semen harus memiliki kandungan kimiawi seperti
ditunjukkan dalam Tabel 2.1 berikut ini.
8
sebagai agregat kasar. Agar dapat digunakan dalam campuran beton,
maka agregat halus harus memenuhi beberapa persyaratan berikut :
a. Kadar lumpur Atau bagian butir yang lebih kecil dari 75
mikron (ayakan no 200) dalam % berat maksimum 3% untuk
beton yang mengalami abrasi, dan 5 % untuk beton jenis
lainnya
b. Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah
direpihkan (Friable partikel), maksimum 0,5 %.
c. Bebas dari zat organik yang merugikan beton.
d. Tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap
alkali jika agregat halus digunakan untuk membuat beton
yang akan mengalami basah dan lembab terus menerus
atau yang akan berhubungan dengan tanah basah.
e. Sifat kekal, diuji dengan larutan garam sulfat : jika dipakai
Natrium Sulfat, bagian hancur maksimum 10 %. Dan jika
dipakai Magnesium Sulfat, bagian hancur maksimum 15 %.
Selain itu agregat halus harus memenuhi persyaratan gradasi butiran
seperti pada Tabel 2.2 berikut.
9
100
90
Persen Lolos (%) 80
70
60
50
40
30
Batas Atas
20
10 Batas Bawah
0
0,1 1 10
2.4. Air
Pencampuran semen dan air akan menimbulkan suatu reaksi kimia
yang disebut dengan istilah reaksi hidrasi. Dalam reaksi hidrasi
komponen-komponen pokok dalam semen bereaksi dengan molekul
air membentuk hidrat atau produk hidrasi. Pada umumnya air yang
dapat diminum dapat digunakan sebagai air dalam bahan campuran
beton. Dalam SNI 03-2847-2002 disebut bahwa syarat air yang dapat
digunakan untuk campuran beton adalah :
a. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan
bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli,
asam, alkali, garam, bahan organik atau bahan-bahan lainnya
yang merugikan terhadap beton atau tulangan
11
b. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau
pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium,
termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat tidak
boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan.
Perbandingan antara jumlah berat air dengan jumlah berat semen
(sering diistilahkan sebagai faktor air semen) memegang peranan
vital dalam hal kuat tekan beton. Jumlah air yang terlalu banyak akan
menurunkan mutu beton, sedangkan jumlah air yang sedikit akan
menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan konstruksi, karena
beton menjadi sulit dicetak. Karena beton harus cukup kuat dan
mudah untuk dicetak, maka keseimbangan perbandingan antara
berat air dan semen harus mendapat perhatian yang cukup.
Pada umumnya nilai faktor air semen dapat diambil pada kisaran 0,3
hingga 0,5. Artinya berat air yang digunakan kurang lebih 30 hingga
50 % dari berat semen.
12
terjadi pada permukaan semen,air akan terus berdifusi untuk
mencapai material yang belum terhidrasi. Reaksi akan
berlanjutsampai semua air yang ada habis atau semua ruang yang
tersedia untuk produk hidrasi terisi.
2.6. Metode Perancangan Campuran Beton
Material dasar penyusun beton adalah semen, agregat (pasir dan
kerikil) serta air sebagai pereaksi semen. Masing-masing unsur
penyusun beton harus dirancang dengan tepat komposisinya
sehingga dapat menghasilkan kualitas beton yang diinginkan. Dalam
hal ini kualitas beton pada umumnya diukur berdasarkan nilai kuat
tekannya, f’c. Untuk melakukan perancangan campuran beton yang
tepat maka diperlukan suatu tata cara perancangan campuran beton.
Salah satu standar yang dapat digunakan dalam merancang
campuran beton adalah SNI 03-2834-2000, mengenai “Tata Cara
Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal”. Langkah-langkah
perancangan campuran beton dalam SNI 03-2834-2000 diuraikan
sebagai berikut :
a. Penetapan Kuat Tekan Beton
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f'c) pada umur
tertentu, umumnya ditentukan pada umur 28 hari. Kuat tekan
beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan
perencanaan struktur dan kondisi setempat.
∑( f c − f cr ) 2
s= 1
(2.3)
n −1
Dengan: fc = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)
13
fcr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
n = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30
benda uji)
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan
koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor
pengali, seperti pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah data ≥30 25 20 15
Faktor
1,00 1,03 1,08 1,16
pengali
14
Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s)
dengan rumus berikut:
m = ks (2.5)
dengan m = Nilai tambah (MPa)
k = 1.64
s = deviasi standar (MPa)
Tabel 2.5 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50
15
Kekuatan tekan (MPa)
Jenis semen Jenis agregat kasar
Umur (hari) Bentuk
3 7 28 91 benda uji
16
Gambar 2.2 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton
(Benda Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm, Tinggi 300 mm)
Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Lihat Tabel 2.5, dengan data jenis semen, jenis
agregat kasar dan umur beton yang dikehendaki,
dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan
diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50.
• Lihat Gambar2.2, buatlah titik A gambar2.2 dengan
nilai faktor air semen 0,50 (sebagai absis) dan kuat
tekan beton yang diperoleh dari Tabel 2.5 (sebagai
ordinat). Pada titik A tersebut kemudian dibuat
grafik baru yang bentuknya sama dengan 2 grafik
yang berdekatan.
• Selanjutnya ditarik garis mendatar dari sumbu tegak
sisi kiri pada kuat tekan rata-rata yang dikehendaki
17
sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik
potong tersebut kemudian ditarik garis ke bawah
sampai memotong sumbu mendatar sehingga
diperoleh nilai faktor air semen.
18
Tabel 2.6.aFAS Maksimum Untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang
Mengandung Sulfat
Konsentrasi Sulfat (SO3) Kandungan
dalam tanah semen min
(SO3) dengan ukuran
(SO3) dalam dalam air agregat maks FAS
Jenis Semen 3
Total campuran tanah (kg/m ) maks
(SO3) (%) air tanah = (gr/lt)
2:1 (gr/lt) 40 20 10
mm mm mm
Tipe I dengan
atau tanpa
<0,2 <1,0 <0,3 Pozolan 80 300 350 0,50
(15 – 40 %)
Tipe I tanpa
290 330 350 0,50
Pozolan
Tipe I dengan
Pozolan 15 – 40
0,2 – 0,5 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2
% (semen 270 310 360 0,55
Portland
Pozolan)
Tipe I dengan
Pozolan 15 – 40
% (semen 340 380 430 0,45
0,5 – 1,0 1,9 – 3,1 1,2 – 2,5 Portland
Pozolan)
1,0 – 2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V 330 370 420 0,45
Tipe II atau V
>2,0 >5,6 >5,0 dan lapisan 330 370 420 0,45
pelindung
19
Kandungan semen
3
Berhubungan min (kg/m )
Jenis beton FAS Tipe Semen Ukuran agregat maks
dengan:
40 mm 20 mm
Air tawar 0,50 Semua tipe I – V 280 300
Tipe I + Pozolan 15
Bertulang 0,45 – 40 % (semen 340 380
atau Air payau PortlandPozolan)
pra tegang
0,50 Tipe II atau V 340 380
Air laut 0,45 Tipe II atau V 340 380
Dalam Tabel 2.8 apabila agregat halus dan agregat kasar yang
dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka
jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus:
A = 0,67∙Ah+ 0,33∙Ak (2.7)
dengan :
A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m3)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
21
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah l ternyata
lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah
m), maka kebutuhan semen minimum dipakai yang nilainya lebih
besar.
22
Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum
agregat kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi
agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan grafik pada Gambar 2.3
atau Gambar 2.4 atau Gambar 2.5.
Gambar 2.3 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 10 mm
23
Gambar 2.4 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 20 mm
Gambar 2.5 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 40 mm
24
r. Berat Jenis Agregat Campuran
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
BJcamp = P∙BJah + K∙BJak (2.8)
dengan :
BJcamp = berat jenis agregat campuran
BJah = berat jenis agregat halus
BJak = berat jenis agregat kasar
P = persentase berat agregat halus terhadap berat
agregat campuran
K = persentase berat agregat kasar terhadap berat
agregat campuran
25
Gambar 2.6 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh
A − A1
Agregat halus = B+ h ⋅B (2.10)
100
A − A2
Agregat kasar = C + k ⋅C (2.11)
100
Dengan:
A = Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B = Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C = Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah = Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak = Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 = Kadar air salam agregat halus jenuh kering muka/absorbsi
(penyerapan) (%)
A2 = Kadar air salam agregat kasar jenuh kering muka/absorbsi
(%)
29
Bab III
Plastik
30
menjadi material yang sangat bermanfaat. Vinyl banyak dipakai untuk
berbagai produk di bidang konstruksi seperti pipa, pelapis lantai,
penutup atap, bahkan di bidang kesehatan vinyl lazim digunakan
sebagai bahan pembuat kantong penyimpan darah.
Diproduksi pada tahun 1930an di Inggris, polyethylene menjadi
material plastik yang paling banyak digunakan. Beberapa produk
dengan bahan polyethylene di antaranya adalah botol minuman,
tempat susu, tas, wadah penyimpanan makanan dan banyak lagi.
Meskipun ada perselisihan hukum mengenai penemu aslinya, pada
tahun 1950an polypropilene dengan cepat menjadi salah satu bahan
plastik yang paling populer. Karena fleksibilitasnya, bahan ini dapat
digunakan hampir di semua aplikasi plastik.
Tahun 1954 Dow Chemical memperkenalkan produk bernama
polystyrene dengan merek "Styrofoam®." Butiran polystyrene
kemudian banyak digunakan dalam produk kemasan pelindung yang
ringan.
http://www.unitedcaps.com/markets/foo
d/dairy-products/
Transparan, Bahan kartu kredit, karpet,
keras, kaku, penutup lantai, rangka pintu dan
memiliki jendela, pipa, pelapis kabel, serta
ketahanan kimia produk-produk kulit sintetis.
yang baik, stabil
dalam jangka
Polyvinyl panjang,
Chloride
32
Tipe Plastik Sifat Umum Aplikasi
ketahanan cuaca
yang baik,
permeabilitas
yang rendah
terhadap gas.
https://www.projectlink.com.au/pvc-
fittings-large-and-small-bore
Kuat dan Film, kantong pupuk, karung
fleksibel, sampah
permukaan licin, kemasan, botol fleksibel, pipa
mudah tergores, irigasi,
transparan, tas belanja tebal, aplikasi kawat
titik leleh rendah, dan kabel
Low sifat listrik stabil, beberapa tutup botol, kotak CD.
Density sifat penghalang
Polyethyle kelembaban yang
ne baik
https://dustbowl.wordpress.com/2008/06
/14/know-your-plastic-recycling-number/
Ketahanan Kimia Tutup botol saos dan sirup, wadah
yang sangat baik, Yoghurt dan wadah
titik leleh yang margarin,bungkus biskuit,pot
tinggi, keras tanaman, sedotan, wadah makan,
namun fleksibelm karpet, terpal
permukaan yang
Polypropyl licin, kuat
ene
33
Tipe Plastik Sifat Umum Aplikasi
Permukaan Wadah yoghurt, kotak telur,
seperti kaca, kaku nampan makanan cepat saji, kotak
atau berbusa, video, cangkir untuk vending
keras, getas, machine,sendok garpu sekali pakai,
rentan terhadap gantungan jas, mainan berharga
lemak dan murah
Polystyrene pelarut
Sumber :
https://www.ryedale.gov.uk/attachments/article/690/Different_plastic_polymer_t
ypes.pdf
34
Bab IV
Material Komposit Beton dan Plastik
35
dijadikan sebagai bahan campuran. Dengan penggabungan materi ini
maka sifat yang ada di dalam beton dan plastik akan saling
melengkapi dan bahkan memperkuat struktur.
Plastik yang digunakan dalam campuran beton juga dapat berupa
serbuk/butiran atau berupa serat. Dalam bentuk serbuk/butiran
plastik dari kelompok polystyrene dapat dicampur dalam adukan
beton untuk menggantikan pasir alam, akibatnya berat jenis beton
akan berkurang menghasilkan beton ringan. Dari sisi berkurangnya
berat jenis maka secara keseluruhan akan menghasilkan struktur
yang ringan. Dalam dunia perdagangan plastik jenis ini sering dikenal
dengan istilah styrofoam.
Selain dalam bentuk butiran plastik dalam bentuk serat juga dapat
dicampurkan ke dalam adukan beton. Material komposit yang paling
lazim terdiri dari campuran semen, pasir, kerikil dan air serta
ditambahkan material serat (fiber) yang jenisnya bisa beraneka
ragam. Dengan pemberian serat fiber, maka struktur akan lebih kuat
dari sisikuat tariknya. Hal ini membantu kekuatan beton yang
umumnya kuat dalam tekan namun lemah dalam tarik.
Tingkat tinggi rendahnya kekuatan sebuah komposit sangat
tergantung dari serat yang digunakan. Materi serta (fiber) yang
digunakan, salahsatunya bisa didapatkan dari serat PVC hasil sisa
spanduk. Dengan mendaur ulang serat plastik PVC ini, pembuatan
material komposit menjadi lebih sustainable dan lebih
menguntungkan sistem konstruksi.
Serat PVC hasil sisa spanduk dapat diperoleh dengan mencacah
spanduk bekas menjadi serat pendek dan acak (Discontinuous Fiber
Composite). Fungsi dari serat ini adalah sebagai penopang kekuatan
dari komposit itu sendiri. Dengan demikian, serat menentukan tinggi
rendahnya kekuatan komposit tersebut. Hal ini karena tegangan yang
diberikan pada komposit akan masuk ke matriks lalu diteruskan ke
serat. Disini, serat akan menanggung beban maksimum, sehingga
serat haruslah memiliki tegangan tarik dan elastisitan yang lebih
tinggi dari pada matriks itu sendiri. Sehingga penambahan serat
menjadi satu keunggulan dalam pembuatan material beton
komposit.
36
Serat PVC hasil sisa spanduk memiliki daya elastisitas yang tinggi.
Dengan mencacah limbah banner ini, maka kita mendapatkan serat
pendek (discontinues fiber composite yang akan kita campurkan
dalam campuran beton komposit. Selain itu dengan menggunakan
bahan serat, maka komposit akan memiliki karakteristik kuat, kaku
dan lebih tahan terhadap panas (Schwartz, 1984). Serat PVC sangat
mudah untuk dibuat, mengingat banyaknya limbah banner yang
sudah tidak dipergunakan lagi, maka langkah untuk menggunakan
limbah ini menjadi aternatif dalam membuat komposit serat. Limbah
banner hanya perlu masuk ke mesin pencacah lalu setelah
didapatkan potongan serat limbah PVC maka kita langsung
mencampurnya ke dalam adukan beton. Dengan demikian, struktur
yang kita dapatkan akan lebih kuat dan juga ramah lingkungan.
37
Bab V
Epoxy Polystyrene Sebagai Agregat Ringan Beton
38
(a) (b)
Gambar 5.1 (a) Butiran Epoxy Polystyrene; (b) Butiran EPS Dalam Campuran Beton
40
Sementara itu Momtazi et.al (2010), melakukan penelitian tentang
durabilitas dari beton ringan yang berbahan dasar epoxy polystyrene
di dalam lingkungan dengan kadar garam yang tinggi. Hasil penelitian
Momtazi menyebutkan bahwa dalam waktu 210 hari, kehadiran
material epoxy polystyrene dalam campuran beton di lingkungan
berkadar garam tinggi, mampu memberikan perlindungan yang
cukup baik terhadap baja tulangan dari resiko korosi, namun
demikian sifat – sifat mekanik dari beton mengalami sedikit
penurunan akibat kehadiran material epoxy polystyrene ini.
Penelitian lain dilakukan oleh Babu et.al (2003) serta Fonteboa dan
Abella (2008), kedua peneliti ini menggunakan butiran EPS murni
serta butiran EPS hasil daur ulang yang dicampur dengan silica fume
sebagai bahan penyusun campuran beton. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa campuran beton yang diperoleh memiliki berat
jenis antara 1500 hingga 2000 kg/m3 dengan kuat tekan berkisar
antara 10 hingga 21 MPa. Kehadiran silica fume mampu
meningkatkan kuat tekan awal campuran beton pada umur 7 hari.
Perbedaan mendasar penelitian ini, dengan penelitian – penelitian
sebelumnya adalah bahwa dalam penelitian ini hendak dicari
persentase optimum dari butiran polysterene yang masih dapat
digunakan untuk mensubstitusi pasir sebagai agregat halus dalam
campuran beton. Diharapkan dapat dicapai suatu komposisi yang
ideal antara jumlah pasir dan butir polystyrene agar dapat digunakan
sebagai bahan pembuat beton struktural.
Setiawan, et.al (2012) melakukan pengujian terhadap butiran epoxy
polystyrene sebagai substitusi parsial. Persentase pasir yang
disubstitusi dibuat bervariasi dari 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%
dan 40%. Adapun komposisi material yang digunakan dalam
penelitian tersebut ditunjukkan dalam Tabel 5.2 berikut.
41
Tabel 5.2 Komposisi Campuran Beton Dengan Epoxy Polystyrene (Setiawan, 2012)
Kode % EPS Air Semen Ag. Ag. EPS
Campuran
Kasar Halus
(kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
EPS0 0 700.34 0
EPS5 5 665.323 0.319
EPS10 10 630.306 0.638
EPS15 15 595.289 0.957
EPS20 20 215.075 410 929.95 560.272 1.276
EPS25 25 525.255 1.595
EPS30 30 490.238 1.914
EPS35 35 455.221 2.233
EPS40 40 420.204 2.552
42
Gambar 5.2 Kuat Tekan Karakteristik Beton
43
3
2,49
44
4,00 3,75
3,46 3,31
3,50 3,26 3,31 3,26 3,21 3,21
3,06
Kuat Lentur, fr (Mpa) 3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
%EPS
45
9,4%. Secara umum setiap penambahan persentase EPS sebesar 5%
akan mampu mengurangi berat jenis beton sebesar 20 hingga 25
kg/m3.
2350,0
2289,3
2300,0
2250,0
Berat Jenis (kg/m3)
2205,02191,0
2200,0 2163,9
2150,0 2134,32124,4
2097,82105,6
2100,0 2074,4
2050,0
2000,0
1950,0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
%EPS
46
Bab VI
Plastik Sebagai Pembentuk Material Beton Berserat
47
6.1. Limbah Spanduk Plastik Sebagai Material Serat
Spanduk bekas flex banner yang berbahan dasar PVC merupakan
bahan dasar dalam pembuatan spanduk yang banyak dipakai dalam
dunia periklanan. Spanduk berbahan dasar plastik ini pada beberapa
tahun belakangan mulai menggantikan bahan kain yang pada masa
sebelumnya merupakan media iklan utama. Spanduk dengan bahan
dasar plastik ini selain mudah untuk didesain melalui teknologi digital
printing, juga menunjukkan keawetan yang lebih baik dibanding
material berbahan dasar kain. Namun pada akhir masa ijin iklan,
maka spanduk bekas akan semakin menumpuk dan lama kelamaan
akan menjadi sampah atau limbah. Limbah spanduk ini akan menjadi
limbah yang merugikan lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah
hancur.
Beberapa cara dilakukan untuk memanfaatkan limbah spanduk
plastik yang tidak terpakai lagi. Dalam dunia material konstruksi
bahan spanduk bekas ini dapat diolah kembali dengan cara dipotong
kecil-kecil dalam ukuran tertentu, untuk kemudian dicampurkan
sebagai bahan serat dalam campuran beton.
(a) (b)
Gambar 6.1 (a) Serat Spanduk Flex Banner; (b) Pencampuran Serat Ke Adukan
Beton
48
beton yang dibuat ada 5 macam, yaitu satu macam campuran beton
normal tanpa penambahan serat spanduk flex banner, serta 4 macam
campuran beton yang menggunakan tambahan serat spanduk flex
banner. Masing-masing dengan persentase sebesar serat 0,25%,
0,5%, 1% dan 2% dari volume adukan beton. Serat yang digunakan
memiliki rasio panjang terhadap diameter sebesar 80 (L/d = 80).
Pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah dilakukan pada umur 7, 14
dan 28 hari. Sedangkan pengujian kuat lentur dan Modulus Elastisitas
dilakukan pada saat benda uji mencapai umur 28 hari.
Adapun material yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah :
Semen : digunakan semen Gresik Tipe I
Agregat Halus : digunakan pasir Galunggung
Agregat Kasar : digunakan kerikil dari daerah Sudamanik
Air : sumber air dari PDAM
Adapun komposisi material yang digunakan dalam Tabel 6.1.
49
gambar tersebut terlihat bahwa pertumbuhan nilai kuat tekan beton
dengan tambahan serat limbah flex bannermenyerupai pertumbuhan
kekuatan tekan beton normal. Gambar tersebut menunjukkan
bahwapada usia 7 hari kuat tekannya mencapai 75%, dan pada 14
hari mencapai 90% serta mencapai kekuatan tekan maksimal pada 28
hari.
Gambar 6.3 menunjukkan kuat tekan beton pada 28 hari dari masing-
masing campuran. Dari gambar tersebut terlihat bahwa kekuatan
tekan tertinggi dicapai oleh WPF C, yang memiliki 1% volume serat.
Kekuatan tekan WPF C mencapai 35,56 MPa, meningkat sekitar
4,95% dari campuran normal WPF 0. WPF A menunjukkan penurunan
kekuatan tekan hampir 16,5% pada campuran normal, dan WPF A
juga menghasilkan nilai kekuatan tekan terkecil dibandingkan dengan
campuran yang lain.
50
40 35,56
33,88
33,56
35 32,58
Compressive Strength (MPa)
31,03 31,04
29,94 31,04
29,46 28,28
30
24,86
23,68 23,94
23,14
23,11
25
20
WPF
15 0
10 WPF
A
5 WPF
0
B
0
0 7 14 21 28
40,00
35,00
30,00
KUAT TEKAN (MPA)
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
WPF0 WPFA WPFB WPFC WPFD
f'c (MPa) 33,88 28,28 33,56 35,56 31,04
52
4
3,68
3,5
Splitting Tensile Strength (MPa)
3,36 3,37
3,22
3 3,05 3,04
2,97
2,88
2,77 2,79
2,74
2,69
2,5 2,61
2,57 2,49
2 WPF0
1,5 WPFA
1 WPFB
0,5
WPFC
0
0 7 14 21 28
Umur Beton
4,00
Splitting Tensile Strength (MPa)
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
WPF0 WPFA WPFB WPFC WPFD
fsp (MPa) 3,22 2,49 3,68 2,79 3,37
53
6.4. Kuat Lentur
Hubungan antara kuat lentur dari berbagai jenis campuran beton
ditunjukkan dalam Tabel 6.4. Gambar 6.6 menunjukkan
perbandingan Kuat Lentur dari berbagai campuran. Dapat dilihat
bahwa WPF A (serat 0,25%) menunjukkan Kuat Lentur tertinggi, yaitu
4,30 MPa, meningkat sekitar 4,11% dibandingkan dengan campuran
normal. WPF D, yang memiliki 2% serat, menunjukkan Kuat Lentur
terkecil, yaitu 3,91 MPa (turun sekitar 5,33% dari campuran normal).
WPF0 4,13
WPFA 4,30
WPFB 4,00
WPFC 4,15
WPFD 3,91
4,40
4,30
Modulus of Rupture (MPa)
4,20
4,10
4,00
3,90
3,80
3,70
WPF0 WPFA WPFB WPFC WPFD
fr (MPa) 4,13 4,30 4,00 4,15 3,91
54
6.5. Modulus Elastisitas
Hubungan antara Modulus Elastisitas beton dengan persentase EPS
ditunjukkan dalam Tabel 6.5 berikut ini. Grafik perbandingan nilai
Modulus Elastisitas dari berbagai campuran beton ditunjukkan pada
Gambar 6.7. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa secara umum
penambahan serat limbah flex banner mampu menaikkan nilai
Modulus Elastisitas beton. Campuran WPF B yang memiliki
kandungan serat limbah flex banner sebesar 0,5%menunjukkan nilai
Modulus Elastisitas yang tertinggi yaitu sebesar 23.025 MPa. Nilai ini
menunjukkan peningkatan sebesar 12% dibandingkan campuran
normal, WPF 0, yang tidak memiliki kandungan serat limbah flex
banner.
55
23500
23000
Modulus of Elasticity (MPa)
22500
22000
21500
21000
20500
20000
19500
19000
WPF0 WPFA WPFB WPFC WPFD
E (MPa) 20558 22418 23025 20719 21506
56
Bab VII
Penutup
Masih banyak sisi lain dari plastik yang dapat dimanfaatkan di bidang
konstruksi. Oleh karena itu studi maupun riset tentang plastik masih harus
terus ditingkatkan agar plastik benar-benar dapat berdaya guna dengan
baik setelah tidak dibutuhkan kembali sesuai fungsi awalnya.
57
DAFTAR PUSTAKA
ACI 318M-11. (2011) Building Code Requirements for Structural
Concrete. American Concrete Institute
ASCE. (2010). Minimum Design Loads for Buildings and Other
Structures, ASCE 7-10. American Society of Civil Engineers.
Babu, K.G., Babu, D.S. (2003). Behaviour of Lightweight Expanded
Polystyrene Concrete Containing Silica Fume. Cement and
Concrete Research. Vol. 33. Pp 755 – 762
Badan Standarisasi Nasional (2008). Tata Cara Perencanaan dan
Pelaksanaan Bangunan Gedung Menggunakan Panel Jaring
Kawat Baja Tiga Dimensi (PJKB-3D) Las Pabrikan, SNI
7392.2008, Bandung: Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur
Beton, SNI 03-28467-2002, Bandung: Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Balaguru, P.N., Shah, S.P. (1992). Fiber Reinforced-Cement
Composites. Mc Graw Hill.
Cormack, J. C. (2004). Desain Beton Bertulang, Jakarta: Erlangga
Gonzales-Fonteboa, B., and Martinez-Abella, F. (2008). Concretes
With Aggregates From Demolition Waste and Silica Fume,
Materials and Mechanical Properties. Building and
Environment. Vol. 43. Pp 429 – 437.
Hassan, H.F. (2015). Experimental Study of Fibrous High Strength Self-
Compacting Concrete One Way Slabs. Journal of Engineering
and Development. Vol. 19. No. 1. January 2015. pp.50-67
Hasooun, M. N., and Manaseer A. A. (2005). Structure Concrete
Theory and Design, Canada: John Wiley & Sons Inc.
Katkhuda, H., Hanayneh, B., and Shatarat, N. (2009). Influence of
Silica Fume on High Strength Lighweight Concrete. World
Academy of Science, Engineering and Technology, Vol.58. pp
781 – 788.
Kuhail, Z. (2001). Polystyrene Lightweight Concrete (Polyconcrete).
An-Najah University Journal Research, Vol.15. pp 41 – 61
Momtazi, A.S., Langrudi, A.M., Haggi, A.K., and Atigh, H.R. (2010).
Durability of Lightweight Concrete Containing EPS In Salty
58
Exposure Conditions. Ancona, Italy. Proceedings of Second
International Conference on Sustainable Construction
Materials and Technologies.
Nili, M., Afroughsabet, V. (2012). The Long-term Compressive
Strength and Durability Properties of Silica Fume Fibre-
Reinforced Concrete. Materials Science and Engineering
Journal A.531. pp.107-111.
Nilson, A. H., Darwin, D., and Dolan, C. W. (2003). Design of Concrete
Structures, New York: Mc Graw Hill.
Nawy, E. G. (2005). Reinforced Concrete a Fundamental Approach,
New Jersey: Pearson Education Inc.
Park, S.G., and Chisholm, D.H. (1999). Polystyrene Aggregate
Concrete. Study Report No. 85. Building Research Levy.
Pawar, A.S., Dabhekar, K.R. (2014). Feasibility Study of Concrete
Based Pavement by Using Fibers & Cementing Waste
Materials. International Journal of Research in Engineering
and Technology. Vol. 3. Issue. 05. pp. 76 - 78
Rao, M.V, Murthy, N.R, and Kumar, V.S. (2011). Behaviour of
Polypropylene Fibre Reinforced Fly Ash Concrete Deep Beams
in Flexure and Shear. Asian Journal of Civil Engineering. Vol.
12. No. 2. pp. 143-154
Schwartz, M.M. (1984). Composite Materials Handbook. USA. Mc
Graw-Hill
Setiawan, A., Hidayat, I. (2013). Experimental Study on Epoxy
Polystyrene as a Partial Substitution of Fine Aggregate of
Concrete Mixture. Asian Journal of Civil Engineering (BHRC)
Vol 14. No.6. pp. 849-858
Standar Nasional Indonesia. (2000). Tata Cara Pembuatan Rencana
Campuran Beton Normal. SNI 03-2834-2000. Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Standar Nasional Indonesia. (2013). Persyaratan Beton Struktural
Untuk Bangunan Gedung. SNI 2847:2013. Badan Standardisasi
Nasional. Jakarta
59
60