Anda di halaman 1dari 23

TUGAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

“Gambaran Manusia Bajawa dan Kehidupan Budayanya”

Oleh :

Agustinus Uwa Lodan (21122024) (211-3E)

Bernadino Realino R. Weka (21122030) (211-3E)

Irenius Fernando Sawu Dellu (21122043) (211-3E)

Lidwyna Geyzlin Vieny Asa (21122049) (211-3F)

Eusebya Greycelda Bouk (21122095) (211-3E)

Program Studi Teknik Sipil

Fakultas Teknik

Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan banyak kemudahan dan limpahan rezeki-Nya sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas kelompok dalam membuat makalah dengan judul
“Gambaran Manusia Bajawa dan Kehidupan Budayanya”

Kami sadar betul dalam penggarapan makalah ini tak lepas dari bantuan banyak
pihak, termasuk Bapak Dr. Watu Yohanes Vianey M.Hum yang sudah
membimbing kelompok kami dari mulai penggarapan sampai rampungnya
makalah dan teman teman kelas yang juga telah membantu kami dalam
mengerjakan makalah ini.

Selain itu, makalah yang kami garap masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Kiranya, kami berharap adanya
saran dan kritik untuk makalah yang baru kami buat. Terakhir, kami berharap
semoga makalah bisa memberi manfaat yang banyak bagi pembaca.

Kupang, 20 Oktober 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................2
A. Untuk apa manusia hidup dan berbudaya..............................................................2
B. Bagaimana kehidupan budaya di Daerah Bajawa...................................................6
1. Pedoman hidup orang Bajawa............................................................................6
A. Contoh kehidupan Budaya di Daerah Bajawa.........................................................9
1. Adat istiadat Daerah Bajawa...............................................................................9
2. Tarian adat Daerah Bajwa.................................................................................11
3. Baju adat..........................................................................................................12
BAB III...............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia yang berbudaya adalah seseorang yang menguasai dan berprilaku


sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai etnis dan moral yang
hidup dalam kebudayaan masyarakat. Seseorang yang berpendidikan tinggi
dan luas, namun hidupnya tidak bermoral maka orang yang demikian
dianggap orang yang berpendidikan tetapi tidak berbudaya.

Seseorang yang mempunyai sifat gentleman atau lady adalah seorang yang
mempunyai sopan santun di dalam melaksanakan nilai-nilai pergaulan yang
dihormati di dalam masyarakat. Sudah tentu seorang gentleman atau lady juga
seorang yang memperoleh pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai
gentleman atau lady, yang dilaksanakan dalam pendidikan sekolahnya, yang
lebih menekankan kepada aspek-aspek sopan santun, tahu menempatkan diri,
menghormati wanita dan orang yang dituakan, berpengatahuan luas, mengakui
kelebihan orang lain dan diri sendiri, termasuk sikap sportif. Nilai-nilai praktis
inilah yang diyakini dan harus dipraktekkan oleh seseorang yang gentleman
atau lady.

Indonesia kaya akan adat dan budayanya. Setiap daerah mempunyai


budaya, salahsatunya adalah provinsi NTT tepatnya di daerah Bajawa. Budaya
Bajawa adalah salah satu budaya di NTT yang memiliki banyak keindahan
etnik yang khas contohnya dari adat istiadat, rumah adat, tarian, baju adat, dan
masih banyak lagi.

B. Rumusan Masalah

1. Untuk apa manusia hidup dan berbudaya


2. Bagaimana kehidupan budaya di Daerah Bajawa
3. Contoh kehidupan Budaya di Daerah Bajawa

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Untuk apa manusia hidup dan berbudaya

Manusia adalah makhluk yang begitu sempurna. Kita telah mengetahui itu.
Terciptadengan begitu tertata tanpa cacat. Manusia dianugerahkan sebuah
kemampuan di dalamdirinya yang tak dimiliki oleh makhluk selainnya. Tak
banyak yang menyadari, walaumenyadari pun tak banyak yang bisa
mengembangkan kemampuannya tersebut. Makhluk yang bernafas disetiap
aktifitasnya, memiliki akal yang membuatnya begitu sempurna.Dengannya,
segala sesuatu dapat di mengerti dan atau di pahami. Baik buruknya,
bergunatidaknya bagi kemaslahatan bersama atau malah berguna hanya untuk
dirinya sendiri.

Hakikat manusia harus dipandang secara utuh, manusia merupakan


makhluk tuhan yang paling sempurna, karena ia dibekali akal budi. Manusia
memilikiharkat dan derajad yang tinggi. Harkat adalah nilais edangkan derajat
adalah kedudukan. Pandangan demikian berlandaskan pada ajaran agama
yangdiyakini oleh manusia sendiri.

Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan hal tersebut, maka


prinsip kemanusiaan berbicara, prinsip kemanusiaan mengandung arti adanya
penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang
luhur itu, semua manusia adalah luhur, karena itu manusia tidak harus
dibedakan perlakuannya hanya karea perbedaan suku, ras,keyakinan, status
sosial ekonomi, asal usul dan sebagainya.

Manusia makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk


menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu
hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu
berusaha menciptakan kebaikan,kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak
menyandang gelar manusia berbudaya.

2
Ada beberap pengertian menurut budaya para ahli yaitu :

a. menurut E.B. Tylor, Yang mengartikan bahwa kebudayaan itu adalah


keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan yang lain
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
b. R. Linton mengartikan kebudayaan adalah konfigurasi tingkah laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur pembentuknya didukung dan
diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
c. C. KluckhohndanW.H. Kelly merumuskan definisi tentang kebudayaan, yaitu
bahwa kebudayaan adalah pola hidup yang tercipta dalam sejarah, yang
eksplisit, implisit, rasional,irasional, dan non-rasional, yang terdapat pada
setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
d. Menurut Dawson (Age of The Gods) Kebudayaan adalah cara hidup
bersama(culture is common way of life).
e. Menurut J.V.H. Deryvendak Kebudayaan adalah kumpulan dari cetusan jiwa
manusia yang beraneka ragam berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.
f. Menurut Prof Dr. Koentjaraningrat "Kebudayaan adalah keseluruhan
sistem,gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar"

Kebudayaan lama dan asli merupakan puncak kebudayaan diseluruh


Indonesia,terhitung sebagai kebudayaan bangsa Usaha kebudayaan harus
menuju kearah kemajuan adab,budaya dan persatuan dengan tidak menolak
bahan bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkaya kebudayaan
bangsa sendiri . Kebudayaan bangsa adalah kebudayaan yang timbul sebagai
buah usaha budinya rakyt Indonesia seluruhnya. Atas dasar kepercayaan
bangsa Indonesia tehadap Tuhan Yang maha Esa maka kehidupan manusia
dan masyarakat Indonesia harus benar benar selaras dalam hubunganna
dengan uhan yang Maha esa. Dengan sesama dan alam sekitarnya serta
memiliki kemantapan kesehimbangan dalam kehidupan lahiriah dan

3
bathinniah serta mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong
yang

3
berkembang,sehingga sanggup dan mampu untuk melanjutkan perjuangan bangsa
dalam mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan landasan ekonomi yang
seimbang.

Kebudayaan Indonesia yang terdiri dari macam macam suku bangsa yang
berbeda tetapi setiap kebudayaan mempunyai ciri yang sama secara universal
yaitu tanpa membedakan antara faktor rasa,lingkungan alam atau pendidikan.
Sifat umum yang berlaku bagi semua budaya adalah :

1. Budaya terwujud dan tersalurkan dari prilaku manusia Tindakan yang terima
dan ditolak ,tindakan tindakan yang dilarang dan tindakan yang di ijinkan
2. Budaya telah ada terlebih dahulu dari pada lajhirnya suatu generasi tertentu
dan tidak akan mati dengan habisnya usia genenari yang bersangkutan
3. Budaya di perlukan oleh manusia dan diwujudkannya dalam tingkah lakunya.
4. Budaya mencakup aturan aturan yang berisikan kewajiban kewajiban
tindakan

Bangsa yang berbudaya berasal dari manusia-manusia yang


berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang berhasil
menentukan apakah ia dapat menerima budaya baru atau tidak. Karena ia
tidaklah gagal dalam “ujian”, ketika menolak suatu budaya baru, tetapi oleh
karena itulah ia berhasil menerima budaya baru di sekitarnya dan tidak
membenturkannya. Inilah makna dari manusia yang berbudaya. Oleh sebab
itu dia bukanlah saja manusia yang pintar secara logika tetapi juga secara
batiniah.ditimor selain banyak budaya-budaya baik ritual-ritual dan upacara
adat seperti pada pernikahan dan pemakaman memiliki ritual sendri yang
turun temurun di lakukan,orang timor juga memiliki kekhasan mulai wajah
yang lonjong,kulit sawo matang dan bertubuh relative kecil

4
B. Bagaimana kehidupan budaya di Daerah Bajawa

1. Pedoman hidup orang Bajawa

Dalam Bahasa Bajawa, Pata berarti pepatah sementara Déla artinya tetua,
orang tua, leluhur. Sehingga Pata Déla dapat diartikan sebagai bukan saja
“wejangan orang tua” tetapi juga “pepatah leluhur”. Ia pun masuk dalam
kategori syair atau puisi adat yang diwariskan dan diucapkan dalam
keseharian hidup Orang Bajawa.

Ada begitu banyak Pata Déla. Umumnya, pengungkapan Pata


Déla sangat tergantung pada momen atau konteks, atau siapa yang
mengungkapkan dan kepada siapa Pata Déla itu ditujukan.

Pewarisan Pata Déla selalu disesuaikan dengan situasi dan kondisi.


Lazimnya, Pata Déla dituturkan oleh tetua adat (mosa laki) atau orang-orang
tua, baik kepada anggota keluarga maupun kepada yang lebih muda.

Pata Déla juga bisa dituturkan oleh orang lain dalam situasi yang lain.
Misalnya oleh guru kepada murid di ruang kelas, oleh orang tua kepada anak
yang akan melanjutkan studi, atau oleh sesama kepada sesama.

Ada Pata Déla yang dapat dengan mudah ditangkap maknanya dan ada
pula yang butuh penjelasan lebih mendalam sebelum sampai pada pesannya.

Pertama; sé boge kita riu roe, sé képo kita nari nédo. Arti harfiahnya,
satu potong kita nikmati enaknya, satu genggam kita cicipi sedapnya. Satu (sé)
potong (boge) dan satu (sé) genggam (képo) merujuk tepat pada makanan dan
bahasa tubuh. Riu roe (nikmati bersama enaknya) dan nari nédo (cicipi
bersama sedapnya) menegaskan betapa apa yang kita miliki, hendaknya tidak
hanya membahagiakan diri kita sendiri. Berbagi adalah kata kunci yang
meringkas Pata Déla ini.

5
Kedua; su’u papa suru, sa’a papa laka. Arti harfiahnya, saling membantu
dalam memikul, saling bergantian dalam memanggul.

5
Pikul (su’u) dan panggul (sa’a) merupakan kata kerja yang terjelma dalam
aksi. Papa suru dan papa laka yakni saling membantu dan saling bergantian,
dimaksudkan sebagai penegas bagi su’u dan sa’a.

Pata Déla ini korelatif dengan apa yang familiar kita gunakan, berat sama
dipikul, ringan sama dijinjing. Pata Déla ini hendak menegaskan bahwa
dalam hidup ini, kita mesti peka, mesti murah hati membantu, mesti sadar diri
pula untuk berbagi beban.

Pada tahun 1932, Karl Jaspers – eksistensialis (pemikir yang menaruh


perhatian penuh pada salah satu aliran filsafat yakni Eksistensialisme) asal
Jerman – menyebut kematian, penderitaan, perjuangan,
dan kesalahan merupakan kenyataan-kenyataan yang inheren atau melekat
atau bertindih tepat pada setiap manusia.

Empat kenyataan ini Jaspers sebut sebagai Situasi Batas. Kita dapat
menduga, persis pada Situasi Batas inilah, Ébu Nusi Orang Bajawa didorong
untuk melahirkan sé boge kita riu roe, sé képo kita nari nédo dan su’u papa
suru, sa’a papa laka.

Dua Pata Déla ini, yang lahir, diucapkan, dan diwariskan terus dalam
Situasi Batas manusia, menyadarkan Orang Bajawa sebagai pemilik dan
pengguna untuk kembali pada diri sendiri yang pada dasarnya adalah
“kosong”.

6
Secara sosiologis, sé boge kita riu roe, sé képo kita nari nédo dan su’u
papa suru, sa’a papa laka menyuarakan setegas-tegasnya hakikat manusia
sebagai makhluk sosial. Orang lain adalah socius (teman) yang dengan dan
kepadanya kita mesti berbagi, saling membantu, saling meringankan beban.

Situasi Batas membuat kita sadar bahwa kita tidak bisa hidup seorang diri
saja. Ata go’o (Orang Lain) adalah subjek-subjek di luar diri kita yang karena
keberadaan mereka maka kita menjadi kita diri yang sesungguhnya.

Kenyataan sosial dengan segala dinamikanya mendapat penegasan dan


pemenuhan lewat ada bersama ata go’o. Bersama dan kepada ata
go’o inilah, sé boge kita riu roe, sé képo kita nari nédo dan su’u papa suru,
sa’a papa laka dapat terejawantah dengan sebaik-baiknya.

Sé boge kita riu roe, sé képo kita nari nédo dan su’u papa suru, sa’a papa
laka dapat pula dimaknai sebagai perlawanan. Terhadap apa? Terhadap
egoisme dan individualisme yang makin hari makin menjadi ciri khas
masyarakat post-modern, ciri khas Orang Bajawa juga.

Sé boge kita riu roe, sé képo kita nari nédo dan su’u papa suru, sa’a papa
laka adalah nama lain dari altruisme. Kita menjadi diri kita bukan saja karena
adanya orang lain, tetapi lebih karena apa yang kita lakukan bersama dan
kepada orang lain.

Lebih dari sekadar ada, diwariskan, dan diucapkan, Pata Déla merupakan
pedoman, kaidah, penuntun, dan pengontrol bagi derap langkah hidup Orang
Bajawa.

Dalam situasi-situasi bebas, Pata Déla tidak hanya menjadi semacam


awasan, ancaman, ajakan, atau larangan, tetapi juga menjadi hiburan, dan
retorika atau permainan bahasa.

7
A. Contoh kehidupan Budaya di Daerah Bajawa

1. Adat istiadat Daerah Bajawa

Masyarakat Bajawa memandang dunia sebagai ’Ota Ola’ tempat manusia


hidup bersama yang dilukiskan dengan bahasa adat: ’Lobo papa tozo, tara
papa dhaga’ ( saling ada ketergantungan). Dalam dunia ini ada kekuatan baik
disebut Dewa Zeta dan ada kekuatan jahat disebut Nitu Zale. Dewa Zeta
sebagai kekuatan sumber kemurahan, sumber kebaikan (Mori Ga’e). Karena
itu perlu menjaga harmoni antara unsur-unsur dalam alam semesta.

Dalam kalangan masyarakat etnis Bhajawa hingga kini masih hidup


sejumlah upacara tradisional yang berkaitan dengan siklus kehidupan manusia
contoh adalah upacara yang berkaitan dengan kelahiran.

Bagi masyarakat Bajawa tujuan perkawinan adalah melahirkan anak-anak.


Ini diungkapkan dengan bahasa adat (Pata Dela) ’Bo moe tewu taba, loka moe
muku wuka’ (bertunas bagaikan tanaman tebu, menghasilkan buah bagaikan
tanaman pisang).

Kelahiran dalam pandangan masyarakat Bajawa harus diawali dengan


perkawinan adat yang melegalkan sanggama antara pria dan wanita, dalam
bahasa adat disebut ’beke sese papa pe, pa’a bhara papa dhaga’ (dada saling
berhimpitan, paha saling bertindisan) untuk melanjutkan keturunan.
Keturunan sangatlah penting guna meneruskan nama marga dan penguasaan
harta warisan leluhur secara turun-temurun.

Setiap perempuan yang hamil (ne’e weki) harus ada suami atau ada laki-
laki yang menghamili. Dalam bahasa adat dilukiskan dengan ungkapan ’Wae
benu toke, uta benu bere, ne’e go mori’ (air penuh bambu sayur penuh

8
keranjang pasti ada yang memasukkan) atau ’Sa a, keka ea, nee go mori
(burung gagak bersuara, burung kakatua berkicau, pasti ada penyebabnya).

Kelahiran anak, entah laki-laki atau perempuan, bagi masyarakat Ngada


adalah berkah dari leluhur. Karena itu kelahiran anak selalu disyukuri dengan
upacara adat dalam berbagai tahapan ritus:

 Geka Naja: upacara yang dilakukan sesaat setelah anak lahir yang
ditandai dengan pemotongan tali pusar (poro puse) dan pemberi
nama (tame ngaza). Untuk pemberian nama, biasanya semua daftar
nama leluhur disebutkan di depan bayi tersebut sampai sang bayi
bersin. Ketika sesudah sebuah nama disebut dan disusul dengan
bersinan bayi, maka nama tersebut akan menjadi namanya karena
bersin bagi orang Bajawa berarti tanda kesepakatan dari bayi.
Pemberian nama melalui cara ini penting dilakukan. Jika tidak,
maka anak tersebut tidak akan bertumbuh dengan normal dan
sehat. Di sini, kecocokan antara nama dan orang amat menentukan
masa depannya.
 Tere Azi: masyarakat Bajawa memandang ari-ari sebagai kembaran
si bayi sehingga harus diperlakukan secara baik. Ari-ari tidak
dikuburkan tetapi diletakkan pada suatu tempat yang tinggi ( di
atas pohon). Awalnya diletakkan di dasar rumah pokok.
 Lawi Azi, Lawi Ana atau Ta’u: Upacara bertujuan untuk
mengesahkan kehadiran anak dalam keluarga besar dan
mensyukuri kelahiran anak yang ditandai dengan penyembelihan
babi untuk memberi makan kepada leluhur. Biasanya rambut anak
dicukur disebut Koi Ulu.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat bajawa, melahirkan


seorang anak itu dianggap penting guna meneruskan nama marga dan
penguasaan harta

9
warisan leluhur secara turun-temurun karena Kelahiran anak, entah laki-laki
atau perempuan, bagi adat Bajawa adalah berkah dari leluhur.

2. Tarian adat Daerah Bajwa

Selain dari adat istiadat tadi, Bajawa juga memiliki keindahan etnik tari.
Salah satu bentuk kesenian yang berasal dari Kabupaten Ngada yaitu tari
Ja’i.Kata Ja’i dalam bahasa daerah etnis Ngada berarti tarian.

Tarian ini pada awalnya menjadi tarian milik etnis Ngada, hanya untuk
tarian pembuka atau pelengkap dari ritual mendirikan rumah adat untuk
merayakan sukacita dari kemuliaan jiwa dan kemerdekaan roh dan bentuk
permohonan serta perlindungan kepada yang Maha Kuasa sebagai ungkapan
syukur, menolak bala, dan sebagai pewarisan nilai- nilai ritual lalu kemudian
mengalami sedikit perkembangan.
Tari Ja’I ditampilkan di halaman tengah pelataran kampung ( Kisa Nata )
yang dijadikan tempat pemujaan sakral. Di tempat ini juga merupakan ruang
bagi para pemusik gong gendang (go-Laba) memainkan alat musik untuk
mengiringi tari Ja’i untuk segala hal yang berkaitan dengan daur hidup seperti
upacara kelahiran, pernikahan hingga kematian.
Keberadaan tari Ja’i saat ini, tentunya tidak dapat dipisahkan dari sejarah
awal yang melatarbelakangi terciptanya gerak tari Ja’i tersebut. Adapun
sejarah awal mula tari Ja’i ini, hanya diuraikan dari cerita yang berkembang di
kalangan seniman tari Ja’i dan tokoh masyarakat yang mendengar cerita dari
tetua pada jaman dahulu.

10
Yang mereka ketahui, tari Ja’i merupakan hasil karya cipta nenek moyang
dan leluhur masyarakat Ngada meskipun secara pasti tidak dapat diketahui
siapa nama penciptanya karena tarian ini sudah ada sejak ratusan tahun yang
lalu diwariskan secara turun-temurun sebagai warisan leluhur beberapa
generasi sebelumnya, meskipun tidak ada sumber tertulis yang menyebutkan
kapan tarian ini diciptakan , dan siapa penciptanya. Namun secara lisan telah
dijelaskan secara turun-temurun kepada tokoh-tokoh masyarakat, seniman dan
para budayawan. Konon, tarian massal ini asal-usulnya dari India yang pada
abad pertengahan dibawa para eksodus India ke Flores, NTT.
Tak heran kalau ada yang menyebutkan bahwa tari Ja’i khas Ngada-
Bajawa ini mirip dan sebangun dengan satu jenis tarian populer di India
bernama Ja’i Ho. Perkembangan zaman tidak dapat dipungkiri telah
mempengaruhi konstruksi kebudayaan. Hal inipun terjadi pada tari Ja’i.
Sebelumnya tariJa’i yang hanya diiringi oleh gong dan gendang namun kini
telah dimodifikasi dengan menggunakan alat musik modern. Hal ini
dibuktikan dengan lahirnya lagu-lagu yang berirama Ja’i di kabupaten Ngada.

3. Baju adat

11
Walaupun Ngada berada dalam satu provinsi yang sama dengan Sumba,
Flores, dan Alor, masing-masing daerah itu memiliki keunikannya masing-
masing. Keberagaman budaya yang dimiliki di NTT mulai dari ritual budaya,
bahasa daerah, hingga pakaian adat.

Bajawa, Ngada, memiliki pakaian adat bernama sapu-lu'e yang memiliki nilai
filosofis mendalam bagi masyarakatnya. Pakaian adat Bajawa memiliki nilai
tersendiri di setiap pakaian entah itu laki-laki maupun perempuan.

1. Pakaian adat Laki-laki

a. Sapu

Sapu adalah kain adat yang dikenakan pada seorang pria. Kain adat
ini memiliki motif kuda yang berwarna putih dan digunakan sebagai
pengganti celana. Cara pakainya adalah dengan melilitkan pada pinggang
kemudian diikat dengan keru.

b. Lu’e

Lu’e adalah kain yang bermotif sama dengan Sapu. Akan tetapi
lu’e memiliki ukuran yang lebih panjang. Penggunaan lu’e biasanya
dililitkan pada bagian pundak sampai dada, dengan bentuk menyilang pada
bagian belakang tubuh.

c. Keru

Jika biasanya kalian menggunakan ikat pinggang untuk


mengencangkan celana, maka pada pakaian adat Ngada menggunakan
keru sebagai pengerat sapu.

d. Boku

12
Boku adalah kain merah dengan ukuran panjang yang dililitkan
pada bagian kepala, Biasanya ketika dililit, boku akan dibentuk sedikit
kerucut pada bagian depannya.

e. Marangia

Marangia adalah kain dengan ukuran sebesar lingkaran kepala.


Bagian sisi depan kain akan ditambah dengan sedikit ornamen berbentuk
bintang yang dibuat dari kertas minyak. Marangia berfungsi sebagai
pengikat boku agar tidak melorot.

f. Lega

Lega adalah tas adat yang digunakan ketika ja’i. Lega biasanya
terbuat dati tali plastik yang dianyam. Bagian sisi depan lega akan
ditambah ornamen bulu kuda.

g. Thegho

Thegho merupakan gelang yang terbuat dari gading gajah. Ukuran


gelang ini biasanya lebih tebal dan besar. Bagi sebagian masyarakat NTT,
gading digunakan dalam adat beli.

h. Sau

Kabupaten Ngada memiliki senjata khas berupa pedang atau


parang panjang yang disebut sau. Pada bagian pegangan sau biasanya akan
ditambah ornamen berupa bulu kuda yang berukuran cukup panjang dan
juga bulu ayam yang sebelumnya diikat pada benang wol.

2. Pakaian adat Perempuan

i. Lawo Jara Bhara

13
Kain yang digunakan sebagai pengganti baju ini merupakan kain
panjang dan berwarna hitam yang dihiasi motif kuda. Dengan
perkembangan zaman dan tren fashion masyarakat yang mulai berubah,
biasanya para penenun lawo akan menambahkan benang yang berwarna
warni. Pada bagian atas lawo akan diikat dengan benang wol yang
berfungsi untuk mengikat kedua sisi lawo, sehingga dapat membentuk
baju.

j. Keru

Sama halnya dengan keru pada laki-laki. Keru yang digunakan oleh
perempuan mempunyai fungsi mengeratkan lawo dan kasa sese.

k. Kasa Sese

Kain yang berwarna kuning dengan ukuran menyesuaikan tinggi


badan penggunanya ini, diberi nama kasa sese. Setiap pengguna wajib
mengenakan dua lembar kasa sese. Kedua kain ini ditaruh pada bagian
pundak dan bagian depan, serta belakang dibentuk menyilang dan
dieratkan menggunakan keru.

l. Marangia

Marangia yang digunakan perempuan dan pria biasanya memiliki


lebar yang berbeda. Marangia bagi perempuan memiliki lebar yang sedikit
kecil dibandingkan milik pria.

m. Butu

Butu adalah ornamen berupa susunan manik-manik yang dibentuk


menjadi kalung. Namun, ukuran butu tidak seperti kalung pada umumnya.

14
Biasanya butu akan lebih panjang. Penggunaan butu disilangkan selaras
dengan tali lega. Selain itu, butu juga akan dipakaikan pada konde.

n. Rabhe Kobho

Rabhe kobho adalah sebutan bagi konde khas Ngada. Rabhe atau
dasar konde dibuat dari salah satu tumbuhan yang berbentuk seperti buah
besi. Masyarakat Ngada menyebutnya sebagai buah Tawu. Untuk
mempercantik konde, biasanya akan ditambahkan kobho atau manik-
manik yang disusun memanjang dan ditempelkan pada kulit kambing.
Kobho kemudian dililitkan pada konde.

o. Metho

Jika kalian melihat pada saat perempuan Ngada menggunakan


pakaian adat lengkap, maka kalian akan melihat dua kayu yang diletakan
pada bagian atas kepala membentuk tanduk. Masyarakat Ngada menyebut
itu sebagai Metho, yaitu kayu yang dililit dengan benang dan pada bagian
ujung metho akan ditambah dengan bulu kuda putih..

15
15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hakikat manusia harus dipandang secara utuh, manusia merupakan


makhluk tuhan yang paling sempurna, karena ia dibekali akal budi. Manusia
memilikiharkat dan derajad yang tinggi. Harkat adalah nilais edangkan derajat
adalah kedudukan. Pandangan demikian berlandaskan pada ajaran agama
yangdiyakini oleh manusia sendiri.

Indonesia kaya akan adat dan budayanya. Setiap daerah mempunyai


budaya, salahsatunya adalah provinsi NTT tepatnya di daerah Bajawa. Budaya
Bajawa adalah salah satu budaya di NTT yang memiliki banyak keindahan
etnik yang khas contohnya dari adat istiadat, rumah adat, tarian, baju adat, dan
masih banyak lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2624

https://hypeabis.id/read/27074/mengenal-pakaian-adat-ngada-yang-
pernah-dipakai-presiden-jokowi

https://nationalgeographic.grid.id/read/132499698/pata-dela-
pedoman-dalam-hidup-bersama-dari-para-leluhur-di-bajawa?page=all

17

Anda mungkin juga menyukai