Anda di halaman 1dari 29

BENTUK-BENTUK TES HASIL BELAJAR

( Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Evaluasi )

DISUSUN OLEH :

KLARA SONIA ( 20551029 )

DOSEN PENGAMPU :

SYARIPAH, M.Pd

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Pertama-tama marilah kita ucapkan segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Tanpa rahmat dan pertolongannya,
penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta
salam tercurahkan kepada Nabi SAW.
Alhamdulillah makalah berjudul “BENTUK-BENTUK TES HASIL BELAJAR” ini
sudah terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah
Evaluasi Pendidikan. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah
wawasan bagi para pembaca.
Disisi lain penulis pun menyadari makalah berjudul “EVALUASI PENDIDIKAN” ini
masih banyak perlu penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka
terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, baik terkait tulisan maupun isi, penulis memohon maaf.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Curup, 24 September 2022

Klara Sonia

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...
C. Tujuan……………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

A. Tes Evaluasi Tes…………………………………………………………….


B. Tes Evaluasi Non Tes………………………………………………………
C. Bentuk-bentuk Tes hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya……………..
D. Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar……………………………………..

BAB III PENTUTUP

A. KESIMPULAN…………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk
mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dalam pembelajaran objek ini bisa
berupa kecakapan peserta didik, minat, motivasi dan sebagainya. Bentuk tes yang
digunakan di lembaga pendidikan dilihat dari segi sistem penskorannya dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu tes objektif dan tes sukjektif.
Tes objektif dalam hal ini adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan
jawaban atau respon yang harus dipilih oleh peserta tes. Jadi kemungkinan jawaban atau
respon telah disediakan oleh penyusun butir soal. Peserta hanya memilih alternatif
jawaban yang telah disediakan Dengan demikian pemeriksaan atau penskoran jawaban
atau respon peserta tes sepenuhnya dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa.
Karena sifatnya yang objektif, maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia, tetapi
dapat dilakukan sengan mesin, misalnya mesin scanner. Dengan demikian skor hasil tes
dapat dilakukan secara objektif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Tes Hasil Belajar Tes dan Non Tes?
2. Bagaimana Bentuk-bentuk Tes hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya?
3. Bagaimana Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tes hasil belajar
2. Untuk mengetahui Bentuk-bentuk Tes hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya
3. Untuk mengetahui Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. TES EVALUASI TES


1. Pengertian Tes
Secara harfiah, kata "tes" berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum dengan
arti: "piring untuk menyisihkan lo gam-logam mulia" (maksudnya dengan
menggunakan alat berupa piring itu akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia
yang nilainya sangat tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam
bahasa Indonesia diterje mahkan dengan "tes", "ujian" atau "percobaan". Dalam
bahasa Arab: Imtihan. Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan
dengan uraian di atas, yaitu istilah test, testing, tester dan tester, yang masing-masing
mempunyai pengerti an yang berbeda. Test adalah alat atau prosedur yang diper
gunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian; testing berarti saat dilaksanakannya
atau peristiwa berlangsung nya pengukuran dan penilaian; tester artinya orang yang
melaksanakan tes, atau pembuat tes, atau eksperimentor, yaitu orang yang sedang
melakukan percobaan (eksperi men); sedangkan testee (mufrad) dan testees (jama')
adalah pihak yang sedang dikenai tes (= peserta tes = peserta ujian), atau pihak yang
sedang dikenai percobaan (= tercoba) .1
Adapun dari segi istilah, menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya berjudul
Psychological Testing, yang dimak sud dengan tes adalah alat pengukur yang
mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta
dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis
atau tingkah laku individu. Adapun menurut Lee J. Cronbach dalam bukunya berjudul
2
Essential of Psychological Testing, tes merupakan suatu prosedur yang sistematis
untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Sedangkan menurut F.L
Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada
individu atau sekelompok individu, dengan maksud untuk membandingkan kecakapan
mere ka, satu dengan yang lain.
Dari definisi-definisi tersebut di atas kiranya dapat dipahami bahwa dalam
dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara (yang dapat
diperguna kan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan

1
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo,2006), hlm. 65
2

v
penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian
tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-
perintah (yang harus dikerjakan) oleh testée, se hingga (atas dasar data yang diperoleh
dari hasil pengukur an tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah
laku atau prestasi testee; nilai mana dapat diban dingkan dengan nilai-nilai yang
dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.

2. Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi
mengukur tingkat perkem bangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta
didik setelah mereka menempuh proses belajar meng ajar dalam jangka waktu
tertentu.
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajar an, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang
ditentukan, telah dapat dicapai.

B. TES EVALUASI NON TES


Dengan teknik non-tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan dengan tanpa "menguji" peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview),
menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen
(documentary analysis). Teknik non-tes ini pada umumnya memegang peranan yang pen
ting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup
(affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain), sedangkan teknik tes
sebagaimana telah dikemukakan sebelum ini, lebih banyak digunakan untuk
mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses berpikirnya (cognitive
domain).3
1. Pengamatan (Observation)
Secara umum, pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan. proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi
32
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo,2006), hlm. 75-90

vi
yang sebe narnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur atau
menilai hasil dan proses belajar; misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru
pendidikan agama menyampaikan pelajaran di kelas, tingkah laku peserta didik pada
jam-jam istirahat atau pada saat terjadi nya kekosongan pelajaran, perilaku peserta
didik pada saa shalat jama'ah di musholla sekolah, ceramah-ceramah ke agamaan,
upacara bendera, ibadah shalat tarawih dan sebagainya.
Observasi dapat dilakukan baik secara partisipatif (participant observation)
maupun nonpartisipatif (nonpartisi pant observation). Observasi dapat pula berbentuk
observasi eksperimental (experimental observation) yaitu observasi yang dilakukan
dalam situasi buatan atau berbentuk observasi yang dilakukan dalam situasi yang
wajar (nonexperimental observation). Pada observasi berpartisipasi, observer (dalam
hal ini pendidik yang sedang melakukan kegiatan penilaian, seperti: guru, dosen dan
sebagainya) melibatkan diri di tengah-tengah kegiatan observee (dalam hal ini peserta
didik yang sedang diamati tingkah lakunya, seperti murid, siswa, mahasiswa dan
sebagainya) sedangkan pada observasi nonpartisipasi, evaluator berada "di luar garis",
seolah-olah sebagai penonton belaka.
Pada observasi eksperimental di mana tingkah laku yang diharapkan muncul
karena peserta didik dikenai perlakuan (treatment) atau suatu kondisi tertentu, maka
observasi memerlukan perencanaan dan persiapan yang benar-benar matang;
sedangkan pada observasi yang dilak sanakan dalam situasi yang wajar,
pelaksanaannya jauh lebih sederhana karena observasi semacam ini dapat dila kukan
secara sepintas lalu saja. Jika observasi digunakan sebagai alat evaluasi, maka harus
selalu diingat bahwa pencatatan hasil observasi itu pada umumnya jauh lebih sukar
daripada mencatat jawab an-jawaban yang diberikan oleh peserta didik terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes, ulangan atau ujian; sebab
respon yang diperoleh dalam observasi adalah berupa tingkah laku.
Secara matang, dikenal dengan isti lah observasi sistematis (systematic
observation). Pada observasi jenis ini, observasi dilaksanakan dengan berlandas kan
pada kerangka kerja yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi
dan luas materi observasi nya pun telah ditetapkan dan dibatasi secara tegas, sehingga
pengamatan dan sekaligus pencatatan yang dilakukan oleh evaluator dalam rangka
evaluasi hasil belajar peserta didik itu sifatnya selektif. Berikut ini dikemukakan dua
buah contoh instrumen evaluasi berupa daftar isian dalam rangka menilai
keterampilan peserta didik, dalam suatu observasi sistematis.

vii
Contoh 1 :

Mata Pelajaran : Keterampilan


Topik : Membuat Kaligrafi dari kertas
Kelas :…………………..
Nama Siswa :…………………...
Hari & Tanggal :……………………
Jam Pelajaran :……………………
No Kegiatan/Aspek yang dinilai Skor/Nilai Keterangan
1. Persiapan alat-alat ……………….. ……………………
2. Kombinasi Bahan ……………….. ……………………
3. Kombinasi warna ……………….. ……………………
Jumlah Nilai …………….. ………………..

Dalam evaluasi hasil belajar di mana dipergunakan observasi nonsistematis, -


yaitu observasi di mana observer atau evaluator dalam melakukan pengamatan dan
pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti maka kegiatan observasi di
sini semata-mata hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu sendiri

Contoh 2 : Instrumen Observasi berupa Rating Scale, da lam rangka menilai sikap
peserta didik dalam mengikuti pengajaran pendidikan agama Islam di Sekolah.

Nama Siswa : ………………………………………………………..


Kelas : ………………………………………………………...
No Kegiatan/Aspek yang dinilai : Selalu Sering Kadang- Tidak
kadang pernah
1 Datang tepat pada waktunya X ……… ……….. ……….
2 Rapi dalam berpakaian X ……… ……….. ……….

3 Rapi dalam menulis dan X ……… ………. ……….


mengerjakan pekerjaan
Menjaga kebersihan badan X ……… ……….. ……….
4

………..dan seterusnya………….
Jumlah Skor 4 0 0 0

viii
Catatan : Untuk item 1 sampai dengan 6 dan item 9 dan 10 diberi skor sebagai berikut
Selalu 4 Sering-3; Kadang-kadang = 2; Tidak pernah-1 Sedangkan untuk item 7 dan 8
diberi skor sebagai berikut: Selalu= Sering-2; Kadang-kadang = 3; Tidak pernah = 4.
Jadi apabila hasil penilaian lewat observasi seperti dikemukakan di atas kita beri skor,
keadaannya adalah sebagai berikut: (6 x 4)+4+ +4+3-38.
Penilaian atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan
observasi itu disamping memiliki keba ikan, juga tidak terlepas dari kekurangan-
kekurangan. Di antara segi kebaikan yang dimiliki oleh observasi itu ialah :
a. Data observasi itu diperoleh secara langsung di lapang an, yakni dengan jalan
melihat dan mengamati kegiatan atau ekspresi peserta didik di dalam melakukan
sesua tu, sehingga dengan demikian data tersebut dapat lebih bersifat obyektif
dalam melukiskan aspek-aspek kepri badian peserta didik menurut keadaan yang
senyata nya.
b. Data hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing
individu peserta didik; dengan demikian maka di dalam pengolahannya tidak berat
sebelah atau hanya menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau
prestasi belajar mereka.

Adapun segi-segi kelemahannya antara lain adalah, bahwa:

a. Observasi sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat
dilakukan dengan baik dan benar oleh para pengajar. Guru yang tidak atau kurang
me miliki kecakapan atau keterampilan dalam melakukan observasi, maka hasil
observasinya menjadi kurang dapat diyakini kebenarannya. Untuk menghasilkan
data observasi yang baik, seorang guru harus mampu mem bedakan antara; apa
yang tersurat, dengan apa yang tersirat.
b. Kepribadian (personality) dari observer atau evaluator juga acapkali mewarnai
atau menyelinap masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi.
Prasangka-prasangka yang mungkin melekat pada diri observer (evaluator) dapat
mengakibatkan sulit dipisahkannya secara tegas mengenai tingkah laku peserta
didik yang diamatinya.
c. Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap
"kulit luar"nya saja. Adapun apa-apa yang sesungguhnya terjadi di balik hasil
peng amatan itu belum dapat diungkap secara tuntas hanya dengan melakukan

ix
observasi saja. Karena itu observasi harus didukung dengan cara-cara lainnya,
misalnya dengan melakukan wawancara.
2. Wawancara (Interview)
Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah: cara menghimpun
bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan
secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a. Wawancara terpimpin (guided interview) yang juga se ring dikenal dengan istilah
wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (syste
matic interview).
b. Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview) yang sering dikenal dengan
istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak sistematis
(non systematic interview), atau wawancara bebas.

Di antara kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah, bahwa dengan


melakukan wawancara, pewawancara sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen
dan lain lain) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan
dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam
Dengan mela kukan wawancara, peserta didik dapat mengeluarkan isi hatinya secara
lebih bebas. Melalui wawancara, data dapat diperoleh baik dalam bentuk kualitatif
maupun kuantitatif; pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas dapat diulang dan
dijelaskan lagi dan sebaliknya jawaban-jawaban yang belum jelas dapat diminta lagi
dengan lebih terarah dan lebih bermakna, asalkan tidak mempengaruhi atau meng
arahkan jawaban peserta didik.

Wawancara juga dapat dilengkapi dengan alat bantu berupa tape recorder (alat
perekam suara), sehingga jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat
dicatat dengan secara lebih lengkap) Penggunaan pedoman wa wancara dan alat bantu
perekam suara itu akan sangat membantu kepada pewawancara dalam
mengategorikan dan menganalisis jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta didik
atau orang tua peserta didik untuk pada akhirnya dapat ditarik kesimpulannya. Dalam
wawancara bebas, pewawancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu.
Mereka dengan bebas mengemukakan jawaban nya. Hanya saja pada saat
menganalisis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini pewawancara atau

x
evaluator akan dihadapkan pada kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka
beraneka ragam. Dalam pada itu, mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi
oleh ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil-hasil wawancara itu dicatat seketika.
Mencatat hasil wawancara terpimpin tidaklah terlalu sulit, sebab pewawancara sudah
dilengkapi dengan alat bantu berupa pedoman wawancara; sebaliknya mencatat hasil
wawancara bebas adalah jauh lebih sulit, dan oleh karenanya pewawancara harus
terampil dalam mencatat pokok-pokok jawaban yang diberikan oleh para inter view.

3. Angket (Questionnaire)
Angket (questionnaire) juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka
penilaian hasil belajar. Berbeda dengan wawancara di mana penilai (evaluator)
berhadapan secara langsung (face to face) dengan peserta didik atau dengan pihak
lainnya, maka dengan menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan
penilaian hasil belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja,
jawaban-jawaban yang diberikan sering kali tidak sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya; apalagi jika pertanya an-pertanyaan yang diajukan dalam angket itu
kurang tajam, sehingga memungkinkan bagi responden untuk mem berikan jawaban
yang diperkirakan akan melegakan atau memberikan kepuasan kepada pihak penilai.
Angket dapat diberikan langsung kepada peserta di dik, dapat pula diberikan kepada
para orang tua mereka. Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner
dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk mem peroleh data mengenai latar
belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan
proses belajar mereka.
Berikut ini dikemukakan contoh kuesioner bentuk pi lihan ganda dan contoh
kuesioner bentuk skala likert, da lam rangka mengungkap hasil belajar pendidikan
agama Islam ranah afektif.
Contoh 1: Kuesioner Bentuk Pilihan Ganda untuk Mengungkap Hasil Belajar Ranah
Afektif (Kurikulum dan GBPP Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Tahun 1994)
1. Terhadap teman-teman sekelas saya yang rajin dan khusyu' dalam menjalankan
ibadah shalat, saya:
a. merasa tidak harus meniru mereka.
b. merasa belum pernah memikirkan untuk shalat dengan rajin dan khusyu'.
c. merasa ingin seperti mereka, tetapi terasa masih sulit.
d. sedang berusaha agar saya rajin dan khusyu'.

xi
e. merasa iri hati dan ingin seperti mereka.
2. Dalam melaksanakan ibadah shalat sekarang ini, saya merasa:
a. masih sulit untuk memusatkan diri.
b. dapat berkonsentrasi tetapi mudah sekali pudar.
c. tidak begitu sulit untuk berkonsentrasi.
d. mudah untuk melakukan pemusatan perhatian.
e. senang karena dapat berdialog dengan Allah.

Contoh 2: Kuesioner Bentuk Skala Likert dalam Rangka Mengungkap Hasil Belajar
Pendidikan Agama Islam Ranah Afektif
1. Membayar infaq atau shadaqah itu memang baik untuk diker jakan, tetapi
sebenarnya bagi orang yang telah membayar zakatnya tidak perlu lagi untuk
membayar infaq atau shadaqah. Terhadap pernyataan tersebut, saya:
a. sangat setuju.
b. setuju.
c. ragu-ragu.
d. tidak setuju.
e. sangat tidak setuju.
2. Membayar infaq atau shadaqah tanpa sepengetahuan orang lain itu tak ada
gunanya, sebab orang lain itu diperlukan sekali sebagai saksi untuk membuktikan
bahwa pembayar infaq dan shadaqah itu bukan termasuk orang yang bakhil.
Terhadap pernyataan tersebut, saya:
a. sangat setuju.
b. setuju.
c. ragu-ragu.
d. tidak setuju.
e. sangat tidak setuju.

4. Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)

Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta


didik tanpa menguji (teknik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara
melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen misalnya dokumen yang
memuat informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti kapan dan di mana
peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak di dalam keluarga (anak

xii
kandung/anak angkat/anak tiri, anak yatim/yatim piatu, anak ke berapa dari berapa
orang anak kandung/anak sulung/anak bungsu; sejak kapan diterima sebagai siswa,
dari mana sekolah asalnya, apakah ia pernah tinggal kelas, apakah ia pernah meraih
kejuaraan sebagai siswa yang berprestasi di sekolahnya, apakah ia memiliki
keterampilan khas dan pernah meraih atau mendapatkan penghargaan karena
keterampilan yang dimilikinya itu; apakah yang bersangkutan pernah mende rita
penyakit yang serius, jenis penyakit serius yang pernah dideritanya, berapa lama
dirawat di rumah sakit, dan sebagainya. Selain itu juga dokumen yang memuat infor
masi tentang orang tua peserta didik, seperti: nama, tempat tinggal, tempat dan
tanggal lahir, agama yang dianut, pe kerjaan pokoknya, tingkat atau jenjang
pendidikannya, rata rata penghasilannya setiap bulan, dan sebagainya. Juga dokumen
yang memuat tentang lingkungan nonsosial se perti: kondisi bangunan rumah, ruang
belajar, lampu penerangan, sumber pemenuhan kebutuhan air sehari-hari dan
sebagainya.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah dipahami, bahwa dalam rangka evaluasi
hasil belajar peserta didik, evaluasi itu tidak harus semata-mata dilakukan dengan
mengguna kan alat berupa tes-tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati
kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi
yang berhubung an dengan kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsi nya
terhadap mata pelajaran tertentu, persepsinya terhadap guru, minatnya, bakatnya,
tingkah laku atau sikapnya, dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak mungkin
dievalua si dengan menggunakan tes sebagai alat pengukurnya.

C. BENTUK-BENTUK TES HASIL BELAJAR DAN TEKNIK PENYUSUNANNYA


Dalam pembicaraan terdahulu telah dikemukakan bahwa tes hasil belajar adalah
merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk mengukur perkembangan
ataukemajuan belar peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Sebagai
alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari
segi bentuk soal nya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tes hasil belajabentuk
uraian (selanjutnya disingkat dengan tes uraian), dan tes hasil belajar bentuk obyektif
(selanjutnya disingkat dengan tes obyektif).
1. Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
a. Pengertian Tes Uraian4
43
Sukarsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara,1984), hlm.99

xiii
Tes uraian (essay test), yang juga sering dikenal dengan istilah tes subyektif
(subjective test), adalah salah satu jeni tes hasil belajar yang memiliki
karakteristik sebagaiman dikemukakan berikut ini.
1. tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perin tah yang menghendaki jawaban
berupa uraian atau pa paran kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
2. Kedua, bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itmenuntut kepada testee
untuk memberikan penjelasan komentar, penafsiran, membandingkan,
membedakan dan sebagainya.
3. Ketiga, jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yait berkisar antara lima
sampai dengan sepuluh butir.
4. pada umumnya butir-butir soal tes uraian it diawali dengan kata-kata:
"Jelaskan......", "Terangkan...... "Uraikan ......", "Mengapa ......",
"Bagaimana ......" atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.

b. Penggolongan Tes Uraian


Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes uraian dapa dibedakan menjadi
dua golongan, yaitu: tes uraian bentu bebas atau terbuka dan tes uraian bentuk
terbatas.
Pada tes uraian bentuk terbuka, jawaban yang dikehen daki muncul dari testee
sepenuhnya diserahkan kepad testee itu sendiri. Artinya, testee mempunyai
kebebas yang seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisas kan dan
menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian.
Contoh:
a. Allah telah melimpahkan nikmatNya kepada kita yan amat banyak, sehingga
kita tak mampu untuk mengh tungnya. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita
me syukuri nikmat tersebut kepada Allah SWT. Jelaska bagaimana caranya
kita mensyukuri nikmat Allah sesuai dengan ajaran Rasulullah!
b. Di dalam ibadah haji ada istilah rukun dan wajib haji. Kedua-duanya harus
dilakukan oleh orang yang naik haji. Coba anda jelaskan perbedaan antara
rukun dan wajib haji tersebut!

Adapun pada tes uraian bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari
testee adalah jawaban yang sifat nya sudah lebih terarah (dibatasi).

Contoh:

xiv
1. Di antara obyek pembahasan dalam ilmu kalam adalah mengenai perbuatan
manusia dan kekuasaan Tuhan. Dalam masalah ini, keempat aliran besar
dalam ilmu kalam yaitu Muktazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah Bukhara, dan
Maturidiyah Samarkand, mempunyai pendapat yang tidak sama. Jelaskan
pendapat keempat aliran tersebut!
2. Di masa Khulafaur Rasyidin, tercatat tiga peristiwa peperangan antara kaum
muslim menghadapi Roma wi. Sebutkan dan jelaskan secara singkat ketiga
peristi wa dimaksud!

Seperti dapat diamati pada contoh di atas, maka setiap butir soal tes uraian
tertuang dalam bentuk susunan kalimat yang cukup pendek, namun jawab atas
butir-butir soal tersebut akan berupa uraian kalimat yang panjang lebar.

c. Ketepatan Penggunaan Tes Uraian


Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil
belajar, tepat dipergunakan apabila pembu at soal (guru, dosen, panitia ujian dan
lain-lain) disamping ingin mengungkap daya ingat dan pemahaman testee ter
hadap materi pelajaran yang ditanyakan dalam tes, juga dikehendaki untuk
mengungkap kemampuan testee dalam memahami berbagai macam konsep
berikut aplikasinya. Kecuali itu, tes subyektif ini lebih tepat dipergunakan apa.
bila jumlah testee terbatas.
d. Segi-segi Kebaikan dan Kelemahan Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk uraian, disamping memiliki keunggulan-
keunggulan juga tidak terlepas dari kekurang an-kekurangan. Di antara
keunggulan yang dimiliki oleh tes uraian adalah, bahwa:
1. Tes uraian adalah merupakan jenis tes hasil belajar yang pembuatannya dapat
dilakukan dengan mudah dan cepat. Hal ini disebabkan karena kalimat-kalimat
soal pada tes uraian itu adalah cukup pendek, sehingga dalam penyusunannya
tidak terlalu sulit dan tidak terlalu banyak memakan waktu, tenaga, pikiran,
per alatan dan biaya.
2. Dengan menggunakan tes uraian, dapat dicegah ke mungkinan timbulnya
permainan spekulasi di kalang an testee. Hal ini dimungkinkan karena hanya
testee yang mampu memahami pertanyaan atau perintah yang diajukan dalam
tes itu sajalah yang akan dapat membe rikan jawaban yang benar dan tepat.

xv
3. Melalui butir-butir soal tes uraian, penyusun soal akan dapat mengetahui
seberapa jauh tingkat kedalaman dan tingkat penguasaan testee dalam
memahami mate ri yang ditanyakan dalam tes tersebut.
4. Dengan menggunakan tes uraian, testee akan terdo rong dan terbiasa untuk
berani mengemukakan penda pat dengan menggunakan susunan kalimat dan
gaya bahasa yang merupakan hasil olahannya sendiri.

Adapun kelemahan-kelemahan yang disandang oleh tes subyektif antara lain


adalah, bahwa:

1. Tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan
mewakili isi dan luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan
kepada tes tee, yang seharusnya diujikan dalam tes hasil belajar.
2. Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit. Hal ini disebabkan
karena sekalipun butir soalnya sangat terbatas, namun jawabannya bisa
panjang lebar dan sangat bervariasi, sehingga pekerjaan koreksi akan banyak
menyita waktu, tenaga dan pikiran.
3. Dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester
lebih banyak bersifat subyektif. Beberapa faktor yang dapat mendorong tester
untuk bertindak kurang obyektif ini misalnya adalah: walau pun testee dapat
menjawab dengan betul terhadap butir butir soal yang diajukan dalam tes,
namun karena tulisannya jelek, tidak teratur, jorok dan sebagainya, maka skor
atau nilai yang diberikan kepada testee menjadi lebih rendah daripada yang
semestinya. Sebaliknya, testee yang sebenarnya tidak lebih baik kualitas jawab
annya daripada testee yang telah disebutkan di atas akan tetapi karena
tulisannya baik, jawaban disusun secara teratur, urut dan rapi, justru mendapat
skor atau nilai yang lebih tinggi dari yang semestinya.
4. Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk
diserahkan kepada orang lain, sebab pada tes uraian orang yang paling tahu
mengenai jawaban yang sempurna adalah penyusun tes itu sendiri.
5. Daya ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajeg
6. an mengukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah
sehingga kurang dapat dian dalkan sebagai alat pengukur hasil belajar yang
baik.

xvi
e. Petunjuk Operasional dalam Penyusunan Tes Uraian
Bertitik tolak dari keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan yang
dimiliki oleh tes hasil belajar bentuk uraian seperti telah dikemukakan di atas,
maka beberapa petunjuk operasional berikut ini akan dapat dijadikan pedoman
dalam menyusun butir-butir soal tes uraian.
Pertama, dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus
dapat diusahakan agar butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari
materi pelajaran yang telah diajarkan, atau telah diperintahkan kepada testee untuk
mempelajarinya.
Kedua, untuk menghindari timbulnya perbuatan cu rang oleh testee
(misalnya: menyontek atau bertanya kepa da testee lainnya), hendaknya
diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat berlainan dengan susunan kalimat
yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain ta untuk mempelajarinya.
Ketiga, sesaat setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera
disusun dan dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya
jawaban yang dikehendaki oleh tester sebagai jawaban yang betul.
Keempat, dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan
agar pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam,
melainkan dibuat secara bervariasi.
Contoh yang jelek:
1. Jelaskan, perbedaan antara...... dengan
2. Jelaskan, hubungan antara .......dengan
3. Jelaskan, mengapa............?
Contoh yang baik:
1. Jelaskan perbedaan antara... Dengan .....
2. Buatlah sebuah uraian sehingga dapat tergambar de ngan jelas, hubungan
antara…..dengan…..
3. Kemukakan alasannya, mengapa ......

Dengan contoh yang disebutkan terakhir itu, maka akan dapat dicegah timbulnya
rasa "jenuh" di kalangan testee dalam mengerjakan soal tes yang dihadapkan
kepada mereka.

xvii
Kelima, kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas padat dan jelas,
sehingga cepat dipahami oleh testee dan tidak menimbulkan keraguan atau
kebingungan bagi testee dalam memberikan jawabannya.

Keenam, suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh tester ialah, agar
dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sebelum sampai pada butir-butir soal
yang harus dijawab atau dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemu kakan
pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.
Misalnya: "Jawaban soal harus dituliskan di atas lembar berdasarkan nomor urut
soal atau petunjuk lainnya yang dipandang perlu.

2. Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif (Objective Test)

a. Pengertian Tes Obyektif


Tes obyektif (objective test) yang juga dikenal dengan istilah tes
jawaban pendek (short answer test), tes "ya-tidak (yes-no test) dan terdiri dari
butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih
salah satu (atau lebih) di antara beberapa kemungkina jawaban yang telah
dipasangkan pada masing-masing items atau dengan jalan menuliskan
(mengisikan) jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada
tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-masing butir item yang
bersangkutan.5
b. Penggolongan Tes Obyektif
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes obyektif dapat dibedakan
menjadi lima golongan, yaitu:
1) Tes Obyektif Bentuk Benar-Salah (True-False Test).
2) Tes Obyektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test).
3) Tes Obyektif Bentuk Melengkapi (Completion Test).
4) Tes Obyektif Bentuk Isian (Fill in Test)
5) Tes Obyektif Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Item Test)

1) Tes Obyektif Bentuk Benar-Salah (True-False Test)


Tes obyektif bentuk true-false sering dikenal dengan istilah tes obyektif
bentuk benar-salah atau tes obyektif bentuk "ya-tidak" (yes-no test). Tes obyektif

54
Sukarsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara,1984), hlm.106

xviii
bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes obyektif di mana butir-butir soal
yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan (statement), pernyata
an mana ada yang benar dan ada yang salah. Di sini, tugas testee adalah
membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf B jika menurut
keyakinan mereka pernya taan itu benar, atau membubuhkan tanda (simbol)
tertentu atau mencoret huruf S jika menurut keyakinan mereka pernyataan tersebut
adalah salah.

2) Tes Obyektif Bentuk Matching


Tes obyektif bentuk matching sering dikenal dengan istilah tes
menjodohkan, tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan dan tes
mempertandingkan. Tes obyektif bentuk matching merupakan salah satu bentuk
tes obyektif dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tes terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawab an.
b. Tugas testee adalah mencari dan menempatkan jawab an-jawaban yang telah
tersedia, sehingga sesuai atau cocok atau merupakan pasangan, atau
merupakan "jodoh" dari pertanyaannya.

Jadi dalam tes obyektif bentuk matching ini, disediakan dua kelompok bahan
dan testee harus mencari pasangan pasangan yang sesuai antara yang terdapat
pada kelompok pertama dengan yang terdapat pada kelompok kedua, se suai
dengan petunjuk yang diberikan dalam tes tersebut.

3) Tes Obyektif Bentuk Fill In


Tes obyektif bentuk fill in (bentuk isian) ini biasanya dikosong berbentuk
cerita atau karangan. Kata-kata penting dalam cerita atau karangan itu beberapa di
antaranya kan (tidak dinyatakan), sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-
bagian yang telah dikosongkan itu.
4) Tes Obyektif Bentuk Completion
Tes obyektif bentuk completion sering dikenal dengan istilah tes
melengkapi atau menyempurnakan, yaitu salah satu jenis tes obyektif yang
memiliki ciri-ciri sebagai ber ikut:
a. Tes tersebut terdiri atas susunan kalimat yang bagian bagiannya sudah
dihilangkan (sudah dihapuskan).
b. Bagian-bagian yang dihilangkan itu diganti dengan titik-titik (.........).

xix
c. Titik-titik itu harus diisi atau dilengkapi atau disempur nakan oleh testee,
dengan jawaban-(yang oleh tester) telah dihilangkan.

Jadi sebenarnya tes obyektif bentuk completion ini mirip sekali dengan tes
obyektif bentuk fill in. Letak perbedaan nya ialah, bahwa pada tes obyektif bentuk
fill in bahan yang diteskan itu merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada tes
obyektif bentuk completion tidak harus demikian. Dengan kata lain, pada tes
obyektif bentuk completion ini, butir-butir soal tes dapat saja dibuat berlainan
antara yang satu dengan yang lain.

5) Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item


Tes obyektif bentuk multiple choice item sering dikenal dengan istilah tes
obyektif bentuk pilihan ganda, yaitu salah satu bentuk tes obyektif yang terdiri
atas pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai, dan untuk
menyelesaikannya harus dipilih salah satu (atau lebih) dari beberapa kemungkinan
jawab yang telah disediakan pada tiap-tiap butir soal yang bersangkutan.\

c. Ketepatan Penggunaan Tes Obyektif


Tes hasil belajar bentuk obyektif sebagai salah satu jenis tes hasil
belajar, tepat dipergunakan apabila tester berha dapan dengan kenyataan-
kenyataan seperti disebutkan berikut ini:
1. Peserta tes jumlahnya cukup banyak.
2. Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman
yang luas dalam menyusun butir butir soal tes obyektif.
3. Penyusun tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan
penyusunan butir-butir soal tes obyektif.
4. Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir soal tes obyektif itu tidak
hanya akan dipergunakan dalam satu kali tes saja, melainkan akan
dipergunakan lagi pada kesempatan tes-tes hasil belajar yang akan datang.
5. Penyusun tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan
butir-butir soal tes obyektif yang disusunnya itu, akan dapat dilakukan
penganalisisan dalam rangka mengetahui kualitas butir-butir itemnya
misalnya dari segi derajat kesukarannya, daya pembe danya dan
sebagainya.

xx
6. Penyusun tes berkeyakinan bahwa dengan mengeluar kan butir-butir soal
tes obyektif, maka prinsip obyekt vitas akan lebih mungkin untuk
diwujudkan ketim bang menggunakan butir-butir soal tes subyektif.

d. Segi-segi Kebaikan dan Kelemahan Tes Obyektif


Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh tes obyektif ialah :
1. Tes obyektif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan
mewakili materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau telah
diperintahkan kepada peserta didik untuk mempelajarinya.
2. Tes obyektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih
obyektif, baik dalam mengoreksi lem bar-lembar jawaban soal,
menentukan bobot skor maupun dalam menentukan nilai hasil tesnya.
3. Mengoreksi hasil tes obyektif adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat
ketimbang mengoreksi hasil tes uraian Hal ini disebabkan karena untuk
setiap butir soal tes obyektif telah disediakan kunci jawaban yang sifatnya
sangat sederhana, yaitu berupa huruf-huruf abjad se perti A, B, C, D dan E,
sehingga pekerjaan koreksi penghitungan dan penjumlahan skor hasil tes
serta penentuan nilainya dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.
4. Berbeda dengan tes uraian, maka tes obyektif memberi kan kemungkinan
kepada orang lain untuk ditugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi
hasil tes terse but. Hal ini dimungkinkan, sebab dengan memegang Kunci
Jawaban Soal yang sudah disediakan, orang lain tidak akan mengalami
kesulitan dalam mengoreksi lembar-lembar jawaban tes obyektif tersebut.
5. Butir-butir soal pada tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis, baik
analisis dari segi derajat kesukarannya. daya pembedanya, validitas
maupun reliabilitasnya Berdasar hasil analisis yang pada umumnya
menggu nakan statistik sebagai alat bantunya, akan dapat ditentukan
tinggi-rendahnya mutu tes, disamping dap diusahakan perbaikan-perbaikan
dan penyempurn annya, sehingga dari waktu ke waktu butir-butir so tes
obyektif tersebut dapat lebih ditingkatkan mutu atau kualitasnya dan dapat
menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang baik.

Adapun segi-segi kelemahan dari tes obyektif antara lain adalah :

xxi
1. Menyusun butir-butir soal tes obyektif adalah tidak semudah seperti
halnya menyusun tes uraian. Bukan hanya karena jumlah butir-butir
soalnya cukup banyak, menyiapkan kemungkinan jawab yang harus
dipasang kan pada setiap butir item pada tes obyektif itu juga bukan
merupakan pekerjaan yang ringan.
2. Tes obyektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkap
proses berpikir yang tinggi atau mendalam. Ia lebih banyak mengungkap
daya ingat atau hafalan ketimbang mengungkap tingkat kedalam an
berpikir testee terhadap materi yang diujikan.
3. dengan tes obyektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain
spekulasi, tebak terka, adu untung da lam memberikan jawaban soal.
4. Cara memberikan jawaban soal pada tes obyektif, di mana dipergunakan
simbol-simbol huruf yang sifatnya,seragam, seperti: A, B, C, D dan E atau
B-S dan sebagainya, maka hal seperti ini dapat membuka peluang bagi
testee untuk melakukan kerja sama yang tidak sehat dengan sesama testee
lainnya.

e. Petunjuk Operasional Penyusunan Tes Obyektif\


a. untuk dapat menyusun butir-butir soal tes obyektif yang bermutu tinggi,
pembuat soal tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus
membiasakan diri dan sering berlatih, sehingga dari waktu ke waktu ia
akan dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes obyektif dengan
lebih baik dan lebih sempurna.
b. setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyektif itu selesai
dipergunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item, dengan tujuan
dapat mengidentifikasi butir-butir item mana yang sudah termasuk dalam
kategori "baik" dan butir-butir item mana yang masih termasuk dalam
kategori "kurang baik" dan "tidak baik".
c. dalam rangka mencegah timbulnya permainan spekulasi dan kerja sama
yang tidak sehat di kalangan testee, perlu disiapkan terlebih dahulu suatu
norma yang memperhitungkan faktor tebakan. Norma dimaksud ada lah
berupa sanksi yang akan diberikan kepada testee, di mana untuk setiap
butir item yang dijawab salah, kepada testee yang bersangkutan akan
dikenai denda berupa pe ngurangan skor.

xxii
d. agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau hafalan juga
dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih dalam, maka dalam
merancang dan menyusun butir-butir item tes obyektif hendaknya tester
menggunakan alat bantu berupa Tabel Spesifikasi Soal yang sering dikenal
dengan istilah kisi-kisi soal atau blue print.
e. dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-istilah
yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan mudah
dipahami oleh testee. Susunan kalimat yang berkepanjangan, istilah-isti lah
yang tidak jelas atau meragukan, dapat berakibat terjadinya hambatan bagi
testee untuk memberikan jawaban nya.
f. untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perdebatan antara testee
dengan tester, dalam menyu sun butir-butir soal tes obyektif hendaknya
diusahakan sungguh-sungguh agar tidak ada butir-butir yang dapat
menghasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam pemberian
jawabannya.
g. cara memenggal atau memutus kalimat, mem bubuhkan tanda-tanda baca
seperti titik, koma dan sebagai nya, penulisan tanda-tanda aljabar seperti
kuadrat, akar dan sebagainya, hendaknya ditulis secara benar, usahakan
agar tidak terjadi kesalahan ketik atau kesalahan cetak, sehingga tidak
mengganggu konsentrasi testee dalam memberikan jawaban soal.
h. dengan cara bagaimanakah testee seharus nya memberikan jawaban
terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam tes, hendaknya diberikan
pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas, sehingga testee dapat
bekerja sesuai dengan petunjuk atau perintah yang telah ditentukan dalam
petunjuk umum atau petunjuk khusus yang dicantumkan dalam lembar
soal tes.

D. TEKNIK PELAKSANAAN TES HASIL BELAJAR


1. Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian, yaitu sebagaimana dikemukakan berikut ini.

xxiii
a. agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan,
setidaknya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian,
kebi singan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang. sangat bijaksana jika di
luar ruangan tes dipasang papan pemberitahuan.
b. ruangan tes harus cukup longgar, tidak berde. sak-desakan, tempat duduk diatur
dengan jarak tertentu yang memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak
sehat di antara testee.
c. Ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencaha yaan dan pertukaran udara yang
baik. Ruangan yang gelap atau remang-remang disamping menyulitkan testee
dalam membaca soal dan menuliskan jawabannya, juga akan menyulitkan bagi
tester atau pengawas tes dalam menunai kan tugasnya) Ruang tes yang terlalu
terang atau terlalu menyilaukan mata, disamping dapat menimbulkan udara panas
juga dapat menyebabkan testee cepat menjadi letih.
d. Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas
tempat penulis, maka sebe lum tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat
be rupa alas tulis yang terbuat dari triplex, hardboard atau bahan lainnya, sehingga
testee tidak harus menuliskan jawaban soal tes yang diletakkan di atas paha
sebagai alas tulisnya.
e. Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya
lembar soal-soal tes diletak kan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan
bag testee untuk membaca dan mengerjakan soal lebih awal daripada teman-
temannya. Dalam hubungan ini testee harus iberi tahu bahwa mereka baru boleh
memulai mengerja kan soal tes setelah tanda waktu mulai bekerja diberikan.
f. Dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya
jangan terlalu banyak bergerak, terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan
sehingga mengganggu konsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan
selalu duduk di kursi sehingg tes dapat membuka peluang bagi testee yang tidak
jujur untuk bertindak curang (kerja sama dengan testee lainnya, atau menyontek).
g. Sebelum berlangsungnya tes, hendaknya su dah ditentukan lebih dahulu sanksi
yang dapat dikenakan kepada testee yang berbuat curang. Sanksi itu dapat berupa
6
tindakan mengeluarkan testee dari ruangan tes dan karena nya tesnya dianggap
65
Kadir, A,’’ Menyusun dan menganalisis tes hasil belajar’’ Kajian Ilmu Kependidikan. Vol.8 No.2, hal. 15.

xxiv
gugur, atau dengan jalan membuat berita acara tentang terjadinya kecurangan
tersebut, atau menuliskan kata "curang" di atas kertas pekerjaan testee yang
berbuat curang itu.
h. Sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus
ditandatangani oleh seluruh peser ta tes. Dalam mengedarkan daftar hadir tes itu
hendaknya diusahakan agar tidak mengganggu ketenangan jalannya tes.
i. Jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta untuk
menghentikan pekerjaan nya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Tester
atau pengawas tes hendaknya segera mengumpulkan lembar lembar pekerjaan
(jawaban) tes seraya meneliti, apakah jumlah lembar jawaban tes itu sudah sesuai
dengan jumlah testee yang tercantum dalam daftar hadir tes.
j. untuk mencegah timbulnya berbagai kesu litan di kemudian hari, pada Berita
Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang
hadir dan siapa yang tidak hadir, dengan menuliskan iden titasnya (nomor urut,
nomor induk, nomor ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi
penyimpangan-penyim pangan atau kelainan-kelainan harus dicatat dalam berita
acara pelaksanaan tes tersebut.
2. Teknik Pelaksanaan Tes Lisan
Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai
pegangan dalam pelaksanaan tes lisan.
a. Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi
berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut,
sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi
isi maupun konstruksinya.
b. setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga
harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya. Hal ini di
maksudkan agar tester disamping mempunyai kriteria yang pasti dalam
memberikan skor atau nilai kepada testee atas jawaban yang mereka berikan
dalam tes lisan tersebut, juga tidak akan terpukau atau terkecoh dengan jawaban
panjang7 lebar atau berbelit-belit yang diberikan oleh testee, yang menurut
anggapan testee merupakan jawaban betul dan tepat, padahal menurut kriteria
yang telah ditentukan sesungguhnya sudah menyimpang atau tidak ada hubungan
nya dengan soal yang diajukan kepada testee.
76
Barat, P.T. S. K, ‘’Mendiskripsikan Prosedure Pelaksanaan Tes’’, 2021

xxv
c. Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee
menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di
saat masing-masing testee selesai dites. Hal ini dimaksud kan agar pemberian skor
atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepada testee itu tidak dipengaruhi oleh
jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
d. tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai
menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi. Tester harus
senantiasa me nyadari bahwa testee yang ada di hadapannya adalah testee yang
sedang "diukur" dan "dinilai" prestasi belajarnya setelah mereka menempuh
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
e. dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes
yang dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali
"memberikan angin segar" atau "memancing-mancing" dengan kata-kata, kalimat-
kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee tertentu alasan
"kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati" kepada testee yang ada
dihadapi nya itu. Menguji, pada hakikatnya adalah "mengukur" dan bukan
"membimbing" testee.
f. tes lisan harus berlangsung secara wajar. Per nyataan tersebut mengandung makna
bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di
kalangan testee. Karena itu, dalam mengajukan perta nyaan-pertanyaan kepada
testee, tester harus mengguna kan kata-kata yang halus, bersifat sabar dan tidak
emosional Penggunaan kalimat-kalimat yang sifatnya "menteror", yang dapat
menimbulkan tekanan psikis pada diri testee, haruslah dicegah.
g. sekalipun sering kali sulit untuk dapat diwujud kan, namun (sebaiknya tester
mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu
yang disediakan bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal Soal atau pertanyaan-
pertanyaan pada tes lisan tersebut. Harus diusahakan terciptanya keseimbangan
alokasi waktu, antara testee yang satu dengan testee yang lain.
h. pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi,
dalam arti bahwa sekalipun inti persoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara
pengajuan pertanyaannya dibuat berlainan atau beragam.
i. sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual
(satu demi satu). Hal ini dimaksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee
yang lain.

xxvi
3. Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk meng ukur taraf kompetensi
yang bersifat keterampilan (psiko motorik), di mana penilaiannya dilakukan terhadap
proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah
melaksanakan tugas tersebut. Karena tes ini bertujuan ingin mengukur keterampilan,
maka sebaiknya tes perbuatan ini dilaksanakan secara indi vidual. Hal ini
dimaksudkan agar masing-masing individu yang dites akan dapat diamati dan dinilai
secara pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilannya dalam melaksanakan
yang diperintahkan kepada masing-masing individu tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh tester.
a. tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam
menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
b. agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan
berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang
mengerjakan tugas tersebut.
c. dalam mengamati testee yang sedang melaksa nakan tugas itu, hendaknya tester
telah menyiapkan instru men berupa lembar penilaian yang di dalamnya telah
diten tukan hal-hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengertian tes belajar
Tes hasil belajar merupakan power test. Maksudnya adalah mengukur kemampuan
siswa dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan.
2. Jenis dan bentuk tes hasil belajar sebuah.
a. Tes lisan.

xxvii
b. Tes tulisan.
c. Tes tindakan atau perbuatan.
3. Bentuk Tes hasil Belajar
a. Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
b. Tes hasil Belajar Bentuk Obyektif

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. baik dari
segi isi maupun penyajian. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
diperlukan untuk perbaikan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Sudijono, A. (2006). Pengantar Evaluasi Pendidikan (Ed.1-6). PT RajaGrafindo Persada.

Arikunto, S. (1984). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bina aksara.

Prof. H.M. Sukardi, MS. , Ph. D. (2015). EVALUASI PENDIDIKAN (F. Yustianti, Ed.). PT
BUMI Aksara.

Kadir, A. (2015). Menyusun dan menganalisis tes hasil belajar. Al-TA'DIB: Jurnal Kajian
Ilmu Kependidikan, 8(2), 70-81.

xxviii
Barat, P. T. S. S. K. (2021). MENDISKRIPSIKAN PROSEDUR PELAKSANAAN TES.

xxix

Anda mungkin juga menyukai