Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Manajemen Keperawatan


Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi
sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan
(Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen
keperawatan dapat didefenisikan sebagai suatu proses dari perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses
manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian,
kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010).

2.2 Fungsi Manajemen Keperawatan


2.2.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan
adalahn koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan
proses manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan
keperawatan. Perencanaan merupakan suatu proses berkelanjutan yang diawali
dengan merumuskan tujuan, dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan,
menentukan personal, merancang proses dan kriteria hasil, memberikan umpan
balik pada perencanaan yang sebelumnya dan memodifikasi rencana yang
diperlukan (Swanburg, 1999). Menurut Muninjaya, (1999) fungsi perencanaan
merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan.
Perencanaan akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua
pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan, dan kapan akan
dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan
secara efektif dan efesien.
Tujuan Perencanaan
1. Meningkatkan keberhasilan untuk mencapai sasaran dan tujuan
2. Mengefektifkan penggunaan personel dan fasilitas yang tersedia
3. Membantu koping dengan situasi kritis

4
4. Meningkatkan efektivitas dalam hal biaya
5. Membantu menurunkan elemen perubahan, karena perencanaan berdasarkan
masa lalu dan yang akan datang.
6. Dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk berubah
7. Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif
Jenis Perencanaan yang Diterapkan
Jenis perencanaan yang diterapkan diruang MAKP adalah perencanaan
jangka pendek yang terdiri dani rencana harian, bulanan, dan tahunan.
1. Rencana harian
Rencana harian adalah rencana aktivitas pad tiap shift yang dilakukan oleh
perawat pelaksana, perawat primer/ketua tim dan kepala ruangan. Rencana
harian dibuat sebelum operan dilakukan dan dilengkapi pada saat operan dan
preconferencce.
Rencana harian kepala ruangan :
 Asuhan keperawatan
 Supervisi katim dan perawat pelaksana
 Supervisi tenaga selain perawat
 Kerja sama dengan unit yang terkait
Rencana harian ketua tim:
 Penyelenggaraan asuhan keperawatan pada pasien tim nya
 Melakukan supervisi perawat pelaksana untuk menilai kompetensi secara
langsung dan tidak langsung, serta on the job training yang dirancang.
 Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnnya
Rencana harian perawat pelaksana:
Rencana harian perawat pelaksana adalah tindakan keperawatan untuk
sejumlah klien yang dirawat pada shift dinasnya. Perawat pelaksana akan
membuat rencana yang ditujukan pada tindakan keperawatan untuk sejumlah
pasien yang dirawat pada shift dinasnya.
2. Rencana Bulanan
Ketua tim dan kepala ruangan membuat rencana bulanan berhubungan
dengan peningkatan asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan.
Rencana bulanan kepala ruangan:
5
 Membuat jadwal dan memimpin case conference
 Membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga
 Membuat jadwal dinas
 Membuat jadwal petugas TAK
 Membuat jadwal memimpin rapat bulanan perawat
 Membuat jadwal supervisi dan penilaian kinerja ketua tim dan perawat
pelaksana
 Melakukan audit dokumentasi
 Membuat laporan bulanan
Rencana bulanan ketua tim:
 Mempersentasikan kasus dalam case conference
 Memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga
 Melakukan supervisi perawat pelaksana
3. Rencana Tahunan
Setiap akhir tahun kepala ruangan melakukan evaluasi hasil kegiatan dalam
satu tahun. Rencana kegiatan tahunan mencakup:
a. Menyusun laporan tahunan yang berisi tentang kinerja MAKP baik proses
kegiatan serta evaluasi mutu pelayanan.
b. Melaksanakan rotasi tim untuk penyegaran anggota masing-masing tim,
c. Penyegaran terkait dengan materi MAKP khusus kegiatan yang masih
rendah pencapainnya yang bertujuan untuk mempertahankan kinerja yang
telah dicapai dan meningkatkan dimasa depan.
d. Pengembangan SDM dalam bentuk rekomendasi peningkatan jenjang karir
perawat, rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal, membut
jadwal untuk mengikuti pelatihan-pelatihan.

2.2.1.1 Ketenagaan Keperawatan


Ketenagaan merupakan anggota/badan usaha yang memperoleh imbalan, meliputi
kegiatan : perekrutan dan seleksi, pendayagunaan, pengembangan serta
pemeliharaan. Ketenagaan mengerjakan perekrutan, wawancara, mengontrak, dan
orientasi staf. Keberhasilan perekrutan tergantung pada sumber daya alam, jumlah
tenaga perawat yang memadai, gaji yang kompetitif, reputasi organisasi, daya
6
tarik lokasi, dan status ekonomi. Manajer bertanggung jawab dalam merekrut
perawat (Swanburg, 2000).
Peran kepala ruangan dalam ketenagaan meliputi perencanaan untuk
keperluan ketenagaan selanjutnya dan perubahan di dunia keperawatan. Kepala
ruangan bertanggung jawab dalam penyusunan sistem kepegawaian (Gillies,
2000). Kepala ruangan sangat berperan dalam penjadwalan, pengembangan
perawat, sosialisai perawat, mengadakan pelatihan untuk perawat (Marquis dan
Huston, 2010).
Rumusan perhitungan Kep

2.2.1.2 Tingkat Ketergantungan Pasien


Pasien diklasifikasikan berdasarkan teori Orem (self care defisit)
klasifikasi yang terdiri dari 3 kelompok berdasarkan tingkat ketergantungan yaitu
a. Total care
Pasien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu
perawat lebih lama. Pasien tidak sadarkan diri/tidak stabil, gangguan jiwa berat,
observasi tanda-tanda vital sering/kontnyu, luka bakar luas, menggunakan alat
bantu pernafasan.
b. Partial Care
Pasien memerlukan bantuan perawat sebagian, pasca operasi minor(24
jam), melewati fase akut pasca operasi mayor, fase awal penyembuhan, observasi
tanda-tanda vital setiap 4 jam, dan gangguan emosional ringan.
c. Minimal care
Pasien bisa mandiri/ hampir tidak memerlukan bantuan, status psikologis
stabil, operasi ringan, dan pasien dirawat untuk prosedur diagnostik.
2.2.1.3 Perhitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan
Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan dilakukan dengan
mengidentifikasi semua pasien kelolaan berdasarkan tingkat ketergantungan
pasien yaitu ketergantungan total, parsial, dan mandiri. Kemudian menghitung
kebutuhan jam perawatan, yaitu menjumlahkan jam perawatan langsung, tidak
langsung, dan jam penyuluhan. Perhitungan jam perawatan langsung dengan
menjumlahkan jam dari pasien dengan ketergantungan total dikali 6 jam, pasien

7
dengan ketergantungan parsial dikali 4 jam, dan pasien dengan ketergantungan
mandiri dikali 2 jam. Perhitungan jam perawatan tidak langsung dengan
mengalikan jumlah pasien total dengan waktu 35 menit. Perhitungan jam
penyuluhan dengan mengalikan jumlah pasien total dengan waktu 15 menit.
Setelah total jumlah jam perawatan didapatkan, kemudian mencari jumlah
kebutuhan perawat per 24 jam dengan mambagi jumlah jam perawatan dengan
jam kerja perawat/hari. Selanjutnya membagi perawat pershift, dimana shift pagi
didapatkan dengan jumlah perawat per 24 jam dikali 47%, shift sore didapatkan
dengan jumlah perawat per 24 jam dikali 35%, dan shift malam didapatkan
dengan jumlah perawat per 24 jam dikali 17%.

2.2.2 Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan
mencapai objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas
pengawasan setiap kelompok, dan menentukan cara dari pengkoordinasian
aktivitas yang tepat dengan unit lainya, baik menurut vertikal maupun horizontal,
yang bertanggung jawab untuk mencapai objektif organisasi (Swanburg, 2000).
Pengorganisasian disusun dengan tujuan agar pekerjaan yang dikehendaki dapat
tercapai dan dibagi-bagi diantara anggota organisasi degan rentang tugas,
wewenang dan tangggung jawab yang jelas sehingga pekerjaan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala ruangan sebagai manajemen yang
terintegrasi dalam pengorganisasin menurut Marquis dan Huston (2010) yaitu:
1. Kepala ruangan memandang struktur organisasi sebagai peta yang
memberi jalan kepada siapa mereka harus berkomunikasi dan siapa yang
memiliki kewenangan
2. Kepala ruangan memiliki pemahaman personal tentang rancanagan
organisasi yang lebih besar
3. Kepala ruangan memahami kesulitan yang menyertai setiap struktur,
sehingga dapat memberi dukungan.
4. Kepala ruangan harus memiliki pengetahuan tentang budaya organisasi,
meningkatkan pengembangan budaya yang konstruktif, menjelaskan serta

8
mengkomunikasikan pengembangan budaya tersebut kepada perawat
pelaksana.
5. Kepala ruangan berpikir kritis dan memiliki perilaku model peran yang
baik untuk menyelesaikan masalah
6. Kepala ruangan menahan diri untuk tidak menghakimi dan mendukung
semua anggota untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi
7. Kepala ruangan memahami organisasi dan mengenali apa yang dapat
dibentuk, diubah, dan yang tetap.
2.2.2.1 Struktur Organisasi
Pengorganisasian di ruang MAKP menggunakan metode tim. Perawat
dibagi dalam tim sesuai dengan jumlah pasien diruangan. Jumlah pasien untuk
tiap tim 8-10 orang dan jumlah perawat antara 6-10 orang. Struktur organisasi di
ruang MAKP diketuai oleh kepala ruang yang membawahi 2 atau lebih ketua tim.
Sedangan Ketua tim membawahi perawat pelaksana.

2.2.3 Penggerakan
Penggerakan/pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan
kegiatan keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan perawat
untuk melaksanakan mencapaitujuan yang telah ditentukan. Kepala ruangan
dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui: saling memberi motivasi,
membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, menggunakan
komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000).
Pengarahan akan mencapai tujuannya jika dikerjakan dengan baik.
Dauglas dalam Swansburg (2000) mengatakan bahwa ada dua belas aktivitas
teknis yang berhubungan dengan pengarahan pada manajemen, yaitu:
1. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk pelayanan
keperawatan, pasien dan perawat pelaksana
2. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan klien sehubungan dengan
tugas-tugas perawat pelaksana
3. Melaksanakan koordinasi untuk efisiensi pelayanan
4. Mengidentifikasi tanggung jawab dari perawat pelaksana
5. Memberikan perawatan yang berkesinambungan

9
6. Mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas dari perawat
pelaksana
7. Memberikan kepemimpinan untuk perawat dalam hal pengajaran,
konsultasi, dan evaluasi
8. Mempercayai anggota
9. Menginterpretasikan protokol
10 Menjelaskan prosedur yang harus diikuti
11 Memberikan laporan ringkas dan jelas
12. Menggunakan proses kontrol manajemen
Pengarahan diruang perawatan dapat dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu
program motivasi, manajemen konflik, pendelegasian, supervisi dan komunikasi
efektif.

2.2.3.1 Model Penjadwalan Staf


Jadwal dinas disusun berdasarkan tim, yang dibuat dalam 1 minggu
sehingga perawat sudah mengetahui dan mempersiapkan dirinya untuk melakukan
dinas. Pembuatan jadwal dinas perawat dilakukan oleh kepala ruang pada hari
terakhir minggu tersebut untuk jadwal dinas pada minggu berikutnya bekerja
sama dengan ketua tim. Setiap tim mempunyai anggota yang berdinas pada pagi,
sore, malam, yang lepas dari dinas (lepas) dari dinas malam dan libur.
2.2.3.2 Metode Penugasan dalam Asuhan Keperawatan
Sistem pemberian asuhan keperawatan (care delivery system) merupakan
metode penugasan bagi tenaga perawat yang digunakan dalam memberikan
pelayanan keperawatan kepada klien. Sistem atau metode tersebut merefleksikan
falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan dan populasi klien. Saat ini dikenal
lima jenis metode pemberian asuhan keperawatan, yang terdiri dari: metode kasus,
fungsional, tim, primer, dan manajemen kasus.
a. Metode Tim
Menurut Hidayah (2013) metode Tim adalah pengorganisasian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan
perawat.Kelompok ini dipimpin oleh perawat berijazah dan berpengalaman kerja
serta memiliki pengetahuan dibidangnya ( registered nurse). Pembagian tugas

10
oleh ketua tim. Selain itu ketua tim bertugas memberikan arahan dan menerima
laporan kemajuan layanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya ketua tim
melaporkan pada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan. Pada model Tim,
perawat bekerjasama memberikan asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien
di bawah arahan/ pimpinan seorang perawat profesional. Menurut Nursalam
(2011) beberapa kelebihan dan kelemahan metode tim sebagai berikut:
Kelebihan metode tim:
a. Memungkinkan pelayanankeperawatan yang menyeluruh
b. Mendukung pelaksanaanproses keperawatan
c. Memungkinkan komunikasiantar tim, sehinggah konflik mudah di atasi
danmemberikan kepuasaan padaanggota tim
d. Saling memberi pengalamanantar sesama tim
e. Pasien dilayani secarakomfrehesif.
f. Terciptanya kaderisasikepemimpinan
g. Tercipta kerja sama yang baik
h. Memberi kepuasan anggotatim dalam hubunganinterpersonal
i. Memungkinkan menyatukananggota tim yang berbeda-beda dengan aman
dan efektif

Kelemahan metode tim:


a. Tim yang satu tidak mengetahuimengenai pasien yang bukanmenjadi
tanggung jawabnya
b. Rapat tim memerlukan waktusehingga pada situasi sibukrapat tim
ditiadakan atauterburu-buru sehingga dapatmengakibatkan kimunikasi
dankoordinasi antar anggota timterganggu sehingga kelancarantugas
terhambat
c. Perawat yang belum terampildan belum berpengalamanselalu tergantung
atauberlindung kepada anggota timyang mampu atau ketua tim.

11
Gambar 2.1 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Metode Tim

b. Metode Primer
Menurut Hidayah (2013) keperawatan primer merupakan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan dimana perawat primer bertanggung jawab selama
24 jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaluasian satu atau beberapa
klien sejak klien masuk sampai dinyatakan pulang. Selama jam kerja perawat
primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika perawat
primer tidak sedang bertugas perawatan didelegasikan kepada perawat asisten
yang mengikuti rencana keperawatan yang telah disusun oleh perawat primer.
Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Tanggung jawab mencakup periode
24 jam dengan perawat kolega yang memberikan asuhan keperawatan bila
perawat primer tidak ada. Perawat yang diberikan, direncanakna dan ditentukan
secara total oleh perawat primer. Metode keperawatan primer mendorong praktik
kemandirian perawat yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan,melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan. Menurut
Nursalam (2011)beberapa kelebihan dan kelemahan metode primer sebagai
berikut:
Kelebihan metode primer:
a. Bersifat kontunuitas dan komprehensif

12
b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan
memungkinkan pengembangan diri
c. Mendorong kemandirian perawat
d. Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
e. Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
f. Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan
keperawatan
Kekurangan metode primer:
a. Hanya dapat di lakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self
direction,kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, akuntabel,serta mampu berkolaborasi dengan berbagai
disiplin ilmu
b. Perlu kualitas dan kuantitastenaga perawat
c. Hanya dapat dilakukan olehperawat profesional
d. Biaya relatif lebih tinggidibandingkan metode lain.

Dokter Sarana RS Kepala Ruang

Perawat Primer

Pasien/ Klien

Perawat Pelaksana Perawat Perawat Pelaksana


evening Pelaksana night jika diperlukan

days
Gambar 2.2 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Metode Primer

13
c. Metode Tim Primer
Menurt Hidayah (2013) metode tim primer adalah penggunaan metode
asuhan keperawatan dengan modifikasi antara tim dan primer. Menurut Sudarsono
(2000) penetapan sistem metode tim primer ini didasarkan pada beberapa alasan:
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer
harus mempunyai latar belakan pendidikan S1 keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab
asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer.
Disamping itu, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah
lulusan D3, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer/ ketua tim
tentang asuhan keperawatan.

Kelebihan metode tim primer:


a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan
memberikan kepuasaan pada anggota tim
d. Saling memberi pengalaman antar sesama
e. Bersifat kontunuitas dan komprehensif
f. Mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan pengembangan diri.
g. Mendorong kemandirian perawat
h. Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat

Kelemahan metode tim primer:


a. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi
tanggung jawabnya.
b. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapattim ditiadakan
atau terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi
antar anggota tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat.

14
c. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim
d. Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat
e. Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional
f. Biaya relative lebih tinggi dibandingkan metode lain.

Gambar 2.3 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Metode Tim Primer


d. Metode Fungsional
Menurut Hidayah (2013) model pemberian asuhan keperawatan ini

berorientasi pada penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Perawat


ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada semua
pasien yang dirawat disemua ruangan. Model ini digambarkan sebagai
keperawatan yang berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan tertentu
ditugaskan kepada setiap anggota staf. Setiap staf perawat hanya melakukan 1-2
jenis intervensi keperawatan pada semua pasien dibangsal, misalnya seorang
perawat yang bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang lain
untuk tindakan perawatan luka,seorang lagi mengatur pemberian intravena,

15
seorang lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan dan tidak ada perawar
yang bertanggung jawab pada seorang pasien.
Seorang perawat bertanggungjawab kepada manajer perawat. Perawat
senior menyibukkan diri dengan fungsi manajerial, sedangkan perawat pelaksana
pada tindakan keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada model ini didasarkan
kriteria kemampuan masing- masing perawat. Kepala ruangan terlebih dahulu
mengidentifikasi tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan perawat yang
akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model fungsional
ini merupakan metode praktik keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan
oleh perawat yang berkembang pada perang dunia kedua.
Menurut Nursalam (2011) beberapa kelebihan dan kelemahan metode
fungsional sebagai berikut:
Keuntungan metode fungsional:
a. Manajemen klasik yangmenekankan efisiensi,pembagian tugas yang
jelas,dan pengawasan yang baik
b. Sangat baik untuk rumahsakit yang kekurangantenaga
c. Perawat senior diri dengantugas manajerial, sedangkanperawat pasien
diserahkankepada perawat juniordan/atau belumberpengalaman
d. Kekurangan tenaga ahlidapat diganti dengan tenagayang
kurang berpengalamanuntuk satu tugas yangsederhana.
e. Memudahkan kepala ruanganuntuk mengawasi staff ataupeserta didik
yang praktekuntuk ketrampilan tertentu
Kelemahan metode fungsional
a. Tidak memberikan kepuasanpada pasien maupunperawat
b. Pelayanan keperawatanterpisah pisah, tidak dapatmenerapkan
proseskeperawatan
c. Persepsi perawat cenderungkepada tindakan yangberkaitan
denganketerampilan saja.
d. Kebutuhan pasien secaraindividu sering terabaikan
e. Pelayanan pasien secaraindividu sering terabaikan
f. Pelayanan terputus-putus
g. Kepuasan kerja keseluruhansulit dicapai

16
Perawat: Perawat:

Memandikan Pengambilan
sampel darah

Pasien/Klien

Gambar 2.4 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Metode Fungsional

e. Metode Kasus
Menurut Hidayah (2013) metode kasus adalah metode dimana perawat
bertanggung jawab terhadap pasien tertentu yang didasarkan rasio 1 perawat
untuk 1 pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk diterapkan untuk
perawatan khusus seperti isolasi, intensive care. Konsep manajemen kasus
meliputi penentuan tentang jenis perawatan yang diperlukan, kapan dan oleh siapa
sehingga hasil pasien dapat dicapai dengan pemanfaatan waktu dan sumber daya
lain secara paling efektif. Tujuan utama manajemen kasus adalah menurunkan
lamanya hari perawatan agar anggaran rumah sakit dapat bersaing dengan rumah
sakit atau untuk mempertahankan biaya asuhan dan penggantian biaya jika
manajemen kasus diterapkan. Metode manajemen kasus meliputi beberapa
elemen:
a. Pendekatan berfokus kebutuhan klien, bukankebutuhan institusi atau
profesi.
b. Koordinasi asuhan dan layanan antar tenaga kesehatan, kebutuhan klien
dipenuhi oleh berbagai tenaga kesehatan. Peran manajer kasus adalah

17
untuk mengkordinasi antar bagian tenaga kesehatan dalam perawatan
klien.
c. Berorientasi pada hasil fokus agar hasil yang ditetapkan dapat dicapai
selangkah demi selangkah, selalu memantau hasil yang ditetapkan apakah
sudah tercapai dan melakukan evaluasi secara terus menerus.
d. Efesiensi sumber karena tingginya koordinasi dan perhatian untuk mencapai
hasil yang ditetapkan,terdapat komitmen yang tinggi untuk mencegah hal
yang tidak diperlukan dan hal yang mungkin menghambat pencapaian
hasil.
e. Kolaborasi atau adanya sikapsaling menghargai keterampilan dan
kemampuan berbagai anggota profesi. Pada manajemen kasus,rencana
asuhan kesehatan terdapat clinical pathway, yakni rencana tertulis yang
mengidentifikasi masalah utama. Critical pathway atau clinical pathway
merupakan metode pengkajian, perencanaan, dan evaluasi efektifitas
pembiayaan asuhan klien. Clinical pathway memberikan standarisasi
asuhan medik tertentu.dalam manajemen kasus setiap perawat ditugaskan
untuk melayani seluruh kebutuhan klien saat dinas. Pasien akandirawat
oleh perawat yang berbedauntuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa
pasien akan dirawat pada orang yang sama dihari berikutnya.
Menurut Nursalam (2011) beberapa kelebihan dan kelemahan metode
kasus:
Keuntungan metode kasus:
a. Perawat lebih memahami kasus perkasus
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih muda
Kelemahan metode kasus:
a. Belum dapatnya diidentifikasiperawat penanggung jawab
b. Perlu tenaga yang cukupbanyak dan mempunyaikemampuan dasar yang
sama
c. Kemampuan tenga perawatpelaksana dan siswa perawatyang terbatas
sehingga tidakmampu memberikan asuhansecara menyeluruh
d. Beban kerja tinggi terutamajika jumlah pasien banyak sehingga tugas rutin
yangsederhana terlewatkan.

18
Gambar 2.5 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Metode Kasus

2.2.3.3 Komunikasi
Beberapa bentuk komunikasi diruangan menurut (Keliat,2000) antara lain operan,
pre conference, middle conference, dan postconference:
a. Operan
Operan adalah teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu
yang berkaitan dengan keadaan klien atau komunikasi dan serah terima antara
shift pagi, sore dan malam. Operan dinas pagi ke dinas sore dipimpin oleh
kepala ruangan, sedangkan operan dinas sore ke dinas malam laangsung
dipimpin oleh penanggung jawab tim sore ke penanggung jawab tim malam.
b. Pre Conference
Komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan yang
dipimpin oleh katim atau penganggung jawab tim. Isi dari pre conference
adalah rencana tiap perawat dan tambahan rencana katim atau pj tim.
c. Middle Conference
Merupakan komunikasi katim dengan perawat pelaksana tentang
perkembangan sementara masing-masing pasien keloaan dengan tindakan apa
saja yang sudah dilakukan dan tindakan apa yang belum dilakukan serta
hambatannya, di mana dilakukan pada pertengahan shift.
d. Post Conference

19
Post conference yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan.

2.2.4 Pengontrolan/Pengawasan
Pengontrolan/Pengawasan juga diartikan sebagai suatu usaha sistematik
untukmenetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang
sistem informasi timbal balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar
yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan
penyimpangan, serta mengambil tindakan yang digunakan dengan cara paling
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan (Mockler, 2002).
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengendalian/pengontrolan
meliputi:
1. menetapkan standar dan menetapkan metode mengukur persentasi kerja
2. melakukan pengukurang presentasi kerja
3. menetapkan apakah presentasi kerja sesuai dengan standar
4. mengambil tindakan korektif
2.2.4.1 Pola dan Jadwal Supervisi Ruangan
Menurut Thora Kron (1987), supervisi adalah merencanakan,
mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki,
mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap perawat dengan
sabar, adil serta bijaksana sehingga setiap perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh
sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari perawat.
Tujuan Supervisi
Mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman, ini tidak
hanya meliputi lingkungan fisik, tetapi juga suasana kerja diantaranya para tenaga
keperawatan dan tenaga lainnya, juga meliputi jumlah persediaan dan kelayakan
perawatan agar memudahkan pelaksanaan tugas. Oleh karena itu tujuan supervisi
adalah:
1. Mengorganisasikan staf dan pelaksanan keperawatan
2. Melatih staf dan pelaksana keperawatan

20
3. Memberikan arahan dalam pelaksanaan tugasnya agar menyadari dan mengerti
terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan
4. Memberikan layanan kemampuan staf dan pelaksana keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan
Fungsi Supervisi
1. Dalam keperawatan fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan
mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan yang menyangkut
pelaksanaan kebijakan pelayanan keperawatan tentang standar asuhan yang
telah disepakati.
2. Fungsi utama supervisi modern adalah menilai dalam memperbaiki factor-
factor yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
3. Fungsi utama supervisi dalam keperawatan adalah mengkoordinasikan,
menstimuli, dan mendorong ke arah peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
4. Fungsi supervisi adalah membantu (assisting), memberi support (supporting)
dan mangajak untuk diikutsertakan (sharing).

Cara Supervisi
1. Langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung.
Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar
pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Cara
memberikan pengarahan yang efektif adalah:
 Pengarahan harus lengkap
 Mudah dipahami
 Menggunakan kata-kata yang tepat
 Berbicara dengan jelas dan lambat
 Berikan arahan yang logisHindari memberikan banyak arahan pada satu saat
 Pastikan bahwa arahan dipahami
 Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut
2.Tidak langsung

21
Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan,.
Supervisor tidak melihat langsung kejadian di lapangan, sehingga mungkin terjadi
kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.atan.

Tugas-Tugas Rutin yang Harus Dilakukan oleh Supervisor Setiap Hari


(Bittel,1987)
1. (15-30’) sebelum pertukaran Shift
Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu
Mengecek jadwal kerja
2. (15-30’) pada waktu mulai Shift
Mengecek personil yang ada
Menganalisa keseimbangan tenaga
Mengatur pekerjaan
Mengidentifikasikan kendala yang muncul
Mencari alternatif penyelesaian masalah supaya dapat diselesaikan
3. (6-7 jam ) sepanjang hari.
Mengecek pekerjaan setiap perawat, mengarahkan, mengintruksi, mengoreksi
atau memberi latihan sesuai kebutuhan
Mengecek kemajuan pekerjaan
Mengecek pekerjaan rumah tangga
Mengecek personil, kenyamanan kerja terutama personil baru
Berjaga di tempat bila ada pertanyaan, permintaan bantuan lain-lain
Mengatur jam istirahat perawat
Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara
memecahkannya
Mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional
Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya
Mengecek kecelakaan kerja
Menyiapkan laporan mengenai pekerjaan secara rutin
4. 15-30’) sekali dalam sehari
Mengobservasi satu personil atau aneka kerja secara kontinyu untuk 15’

22
Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi, seperti keterlambatan
pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan, dll
5. Sebelum pulang
Membuat daftar masalah yang belum terpecahkan dan berusaha untuk
memecahkan keesokan harinya
Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek
hasilnya, kecukupan material dan peralatannya
Melengkapi laporan harian
Membuat daftar pekerjaan untuk keesokan harinya

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses manajerial adalah
mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi disini
adalah untuk menilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan perannya sesuai
dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor-
faktor yang menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan.
2.2.5.1 Program Peningkatan Mutu
Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
1. Audit Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur
merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan,
organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur
dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan
kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan
instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek
fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan
kualifikasi dari profesi kesehatan. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat
melalui :
a. Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan
b. Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan

23
c. Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio pasien-
perawat
d. Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.

2. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan
ini merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil
(outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh
tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi
tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan
terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur
dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu
sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak
kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan
pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi
pelayanan keperawatan.. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari
dokumentasi.
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap
pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik
positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat
kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah
diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan
hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai
dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan
tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus
pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya
adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien.

24
2.2.5.2 Audit Dokumentasi Keperawatan
Adalah suatu proses analisa data yang menilai tentang proses
keperawatan/hasil asuhan keperawatan pada pasien untuk mengevaluasi kelayakan
dan keefektifan tindakan keperawatan akan bertanggung jawab hal ini akan
meningkatkan akuntabilitas dari perawat.
Tujuan Audit Keperawatan
• Mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan
• Menetapkan kelengkapan dan keakuratan pencatatan asuhan keperawatan.
Manfaat Audit Keperawatan
1. Administrator
Memberikan evaluasi program tertentu
Mendukung permintaan untuk akreditasi
Melandasi perencanaan program baru oleh perubahan
Memungkinkan identifikasi kekuatan dan kelemahan
Menentukan pengaruh pola ketenagaan
Sebagai data pengkajian efisiensi
2. Supervisor
Mengidentifikasi area asuhan keperawatan yang diperlukan
Memberikan landasan rencana diklat
Mengidentifikasi kebutuhan pengawasan bagi perawat pelaksana.
3. Kepala Ruangan dan Perawat Pelaksana
Introspeksi dan evaluasi diri
Identifikasi jenis asuhan keperawatan
Identifikasi kebutuhan tambahan pengetahuan

2.2.5.3 Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
assesmen resiko, idenifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh

25
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

Tujuan Program Keselamatan Pasien


Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS), tujuan
program keselamatan pasien di rumah sakit antara lain:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
3. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
masyarakat pengulangan kejadian tidak diharapkan.

Tujuh Langkah Keselamatan Pasien


Komite Keselamatan Pasien yang dibentuk Persatuan Rumah Sakit
Indonesia (PERSI) yang juga disupervisi oleh Departemen Kesehatan tahun 2008
mencanangkan tujuh langkah keselamatan pasien yang harus dijalankan di tiap
rumah sakit, antara lain adalah :
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan
dan budaya yang terbuka dan adil.
2. Pimpin dan dukung staf. Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan
jelas tentang keselamatan pasien.
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan
4. Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian atau insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan
kepada KKP-RS.
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang
potensial bermasalah
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
26
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan komunikasi yang terbuka
dengan pasien.

Enam Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan disemua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi
dihampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Maksud sasaran ini
adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu : pertama, untuk identifikasi
pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; kedua,
untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan
lain. Kebijakan dan / atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien , seperti nama pasien, nomor rekam medis,
tanggal lahir gelang identitas pasien, dan lain – lain. Nomor kamar pasien atau
lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/ atau prosedur juga
menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah
sakit, seperti pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi
termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/ atau prosedur agar dapat
memastikan semua kemungkinan situasi unutuk dapat diidentifikasi.
2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah
diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi

27
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.
Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan /
atau prosedur untuk perintah lisan dan telpon. Kebijakan dan / atau prosedur juga
menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read
back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat
di IGD atau ICU.
3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High
Alert)
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien.
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse event)
seperti obat-obatan yang terlihat mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/
NORUM), obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien
adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium
klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat
dari 0,9%, dan magnesium sulfat (50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa
terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan
pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan
proses pengelolaan obat-obatan yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah Sakit secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan / atau prosedur untuk membuat
daftar obat-obat yang perlu di waspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.
4. Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah pada operasi adalah sesuai yang
menghawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota
tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi operasi (site

28
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping itu
asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca dan
pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Penandaan lokasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan pada tanda yang mudah
dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus
dibuat oleh operator / orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan pada
saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat
akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur(jari tangan, jari kaki, lesi) atau multivel level (tulang
belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
3. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan / pemeriksaan
yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang atau
implant yang dibutuhkan.
2. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi
psasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai
dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (seringkali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun
infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan / atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

29
3. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi / masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh
dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol,
gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh
pasien.

30

Anda mungkin juga menyukai