Anda di halaman 1dari 19

Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Nephrotic Syndrome

Dosen Pengampu :

Kurniawati, S. Kep. Ners, M.Kep

Disusun oleh :

Putri Dila Nur Aulia ( 7121011 )

Siti Juariyah ( 7121006 )

PROGRAM STUDI ILMU DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan Kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya telah memenuhi tugas kelompok
ini untuk mata kuliah KMB dengan judul ” Asuhan keperawatan pada penyakit nefrotik
syndrome.”

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan makalah ini terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak jauh dari kata sempurna karena terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki akhir makalah ini kami berharap semoga
bermanfaat bagi perkembangan dan pendidikan.

Jombang, 7 Agustus 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................................

BAB1…………………………………………………………………………………………..................................

PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………..

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………………………….


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………
1.3 Tujuan penulisan………………………………………………………………………..............................

BAB 2………………………………………………………………………………………….................................

TINJAUAN
TEORI…………………………………………………………………………………………………

2.1 Konsep dasar


medis…………………………………………………………………………......................
1. Definisi…………………………………………………………………………………………..
2. Etiologi…………………………………………………………………………………………..
3. Manifestasi klinis………………………………………………………………………………...
4. Gejala hipertensi..………………………………………………………………………………..
5. Patofisiologi……………………………………………………………………………………...
6. Pathway
………………………………………………………………………………………….
7. Pemeriksaaan
penunjang…………………………………………………………………………
8. Komplikasi……………………………………………………………………………………….
9. Penatalaksanaan………………………………………………………………………………….

BAB 3………………………………………………………………………………………….................................

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAP PADA PASIEN


HIPERTENSI…………………………………………...

3.1 Pengkajian keperawatan…………………………………………………………….............................


3.2 Diagnosa
keperawatan…………………………………………………………………………………
3.3 Intervensi
keperawatan………………………………………………………………………………...
3.4 Implementasi keperawatan…………………………………………………………………………….
3.5 Evaluasi keperawatan………………………………………………………………………………….
BAB 4………………………………………………………………………………………….................................

PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………..

4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………...………………...
4.2 Saran……………………………………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….................................

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Kadang-kadang
disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya ecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti
belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Sindrom nefrotik paling
banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria
1:2. (Sundoyo dalam Nurarif dan Kusuma, 2015, p. 17)
Pada proses awal SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala
tersebut harus ditemukan proteinuria masih merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN
berat yang disertai kadar albumin serum rendah eskresi protein dalam urine juga
berkembang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai kaomplikasi yang
terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria gangguan
keseimbangn hidrogen, hiperkoagulitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang
serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umunya pada SN fungsi ginjal normal
kecuali sebagai khusus yang berkembang menjadi tahap akhir(PGTA) pada beberapa
episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi
stroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik. (Sudoyo, 2010, hal.
999)

1.2 RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja tinjauan teori nefrotik syndrome ?
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pasien dengan nefrotik syndrome?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tinjauan teori penyakit nefrotik syndrome
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit nefrotik syndrome

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Nefrotik Syndrom adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan
kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik
adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena
kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai
dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL),
edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1) peningkatan
protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan albumin dalam
darah (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang
sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001).

2. Etiologi Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin,


2012 adalah:
a. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti
glomerulonefritis, dan nefrotik sindrom perubahan minimal.
b. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan
penyakit sistemik lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus
eritematosus, dan amyloidosis

3. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2
(2001), manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema
biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan
di sekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit,
dan tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain seperti malese,
sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom
nefrotik adalah:
a. Oedem umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan
periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.

5. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding
kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan
hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan
dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi.
Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi
antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga
akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi
seng. (Suriadi dan yuliani, 2001 : 217).
6. Pathway
7. Pemeriksaan penunjang
a. Uji Urin
1. Protein urin-meningkat
2. Urinalisis-cast hialin dan granular, hematuria
3. Dipstick urin-positif untuk protein dan darah
4. Berat jenis urin-meningkat
b. Uji darah
1. Albumun serum-menurun
2. Kolesterol serum-meningkat
3. Hemoglobin dan hematokrit-meningkat (hemokonsentrasi)
4. Laju endap darah (LED)-meningkat
c. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara
rutin (Betz, Cecily L, 2020 : 335)

8. Penatalaksanaan
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium
sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan
menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang
diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari.
Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari)
selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan
hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler
berat.
c. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan
adanya TBC
d. Diuretikum, boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti
hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat
juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon)
atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
e. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:
1. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80
mg/hari
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu
dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons,
maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4
minggu
3. Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap
minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
f. Diet. Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu
menghilangkan edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan
mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet
tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk
mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori
harus diberikan cukup banyak.
g. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai
1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari.
Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan
ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang
dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang
persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/
hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan
untuk menjamin masukan yang adekuat.
h. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4
gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat.
Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet rendah
natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan
diet rendah natrium.
i. Kemoterapi
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid
yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10
hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali
sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat
dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus,
konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton
dan sitotoksik (imunosupresif). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini
termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1. Identitas pasien
Sindrom nefrotik lebih banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif dan Kusuma, 2015, 17)

2. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh gejala edema (Nurarif dan Kusuma, 2015,:17)

3. Riwayat penyakit sekarang


Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
a. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
b. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
c. Kaji adanya anoreksia pada klien
d. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise

4. Riwayat kesehatan Dahulu


Perawat perlu mengkaji:
a. Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
b. Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
c. Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik

6. Pola fungsi kesehatan


a. Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
b. Pola eliminasi: Diare, oliguria.
c. Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
d. Pola istirahat tidur: Susah tidur
e. Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptive
f. Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pola seksual dan reproduksi
h. Pola toleransi stress
i. Pola kenyakinan

7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Tanda-tanda Vital : Tekanan darah normal 120/80 mmHg ,(Nurarif dan
Kusuma 2015:17) Body system
3) Head to toe examination :
a. Sistem pernafasan
Terdapat penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi
pleura. (Suharyanto dan Majid, 2013: 140)
b. Sistem perkemihan
Penurunan jumlah urine, urin tampak berbusa, akibat penumpukan tekanan
permukaan akibat proteinuria, hematuria. (Suharyanto dan Majid, 2013:
141).
c. Sistem pencernaan
Biasanya terjadi diare akibat edema intestinal (Marcdante etall, 2014:659)
d. Sistem endokrin
Sistem endokrin dalam batas normal (Marcdante etall, 2014, hal. 659)
e. Sistem kardiovaskuler
Jarang terjadi hipertensi (Suharyanto dan Majid, 2013: 141)
f. Sistem integument
Ditemukan pitting edema serta esites. (Marcdante etall, 2014,659)
g. Sistem muskuloskletal
Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh (lean body mass)
tidak jarang dijumpai pada SN. (Sudoyo dkk, 2010,:1000)
h. Sistem reproduksi
Biasanya terjadi pembengkakan labia dan skrotum (Wati, 2012)
i. Sistem persyarafan
Sistem saraf dalam batasan normal. (Suharyanto dan Majid, 2013:141)
j. Sistem imunitas
Kekebalan tubuh (C3) normal (Nurarif, 2015:18)
k. Sistem pengindraan
Komplikasi pada kulit sering terjadi karena infeksi Streptococcus dan
terjadi sianosis sekitar hidung dan mulut. (Ngastiyah, 2014:310)

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
1. Defisit pengetahuan b/d ketidaktahuan menemukan informasi
2. Deficit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi b/d ketidakseimbangan cairan
5. Resiko infeksi b/d statis cairan tubuh

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan. Sedangkan tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas
spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan.
Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi dan kolaborasi (PPNI, 2018) Menurut Nurarif & Kusuma (2015) dan Tim
pokja SDKI PPNI (2017)
1. Deficit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam diharapkan
status nutrisi membaik.
Kriteria hasil :
1. Porsi makanan yang di harapkan membaik
2. Berat badan membaik
3. Indeks masa tubuh membaik

Rencana tindakan : manajemen nutrisi

Observasi :

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Monitor asupan tubuh
4. Monitor berat badan

Terapeutik :

5. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


6. Sajikan maknan secara menarik dan suhu yang sesuai
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang

Edukasi :

8. Anjurkan posisi duduk, jika perlu


9. Ajarkan diet yang di ajarkan

Kolaborasi :

10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).

3.5 EVALUASI KEPERAWATAN


Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana
dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien (Dinarti &Muryanti, 2017)
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
A. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanaan.

B. Evaluasi Sumatif (Hasil)


Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat
digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir
pelayanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait pelayanan keperawatan,
mengadakan pertemuan pada akhir layanan

BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia. (Ngastiyah, 2014:306).
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN) primer dan
sekunder akibat infeksi keganansan penyakit jaringan penghubung obat atau toksin
dan akibat penyakit sistemik (GN) primer atau idopatik merupakan penyebab sidrom
nefrotik yang paling sering dalam kelompok GN primer GN lesi minimal
glomerulosklerosis fokal segmental, GN membranosa dan GN membraproliveratif
merupakan kelainan sistopalogi yang sering ditemukan

4.2 SARAN
Kesehatan adalah harta yang penting dalam kehidupan kita, maka itu selayaknya kita
menjaga kesehatan dari kerusakan dan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
SDKI. (2017). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. jakarta selatan: dewan pengurus
pusat.

Sudoyo, A. w. (2010). buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta: internapublishing. Suharyanto,
T. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan sistem

Perkemihan. Jakarta: CV. Trans info medika.


Wati, N. E. (2012). Asuhan Keperawatan Pada An.A dengan Gangguan Sistem Nefrologi :
Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Asuhan
Keperawatan Pada An.A dengan Gangguan Sistem Nefrologi : Sindrom Nefrotik di Ruang
Mina RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

Wilkinson, J. (2013:317-322). Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai