Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
2023-2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan Kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya telah memenuhi tugas kelompok
ini untuk mata kuliah KMB dengan judul ” Asuhan keperawatan pada penyakit nefrotik
syndrome.”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan makalah ini terselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak jauh dari kata sempurna karena terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki akhir makalah ini kami berharap semoga
bermanfaat bagi perkembangan dan pendidikan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................................
BAB1…………………………………………………………………………………………..................................
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………..
BAB 2………………………………………………………………………………………….................................
TINJAUAN
TEORI…………………………………………………………………………………………………
BAB 3………………………………………………………………………………………….................................
PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………..
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………...………………...
4.2 Saran……………………………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….................................
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2
(2001), manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema
biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan
di sekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit,
dan tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain seperti malese,
sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom
nefrotik adalah:
a. Oedem umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan
periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.
5. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding
kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan
hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan
dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi.
Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi
antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga
akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi
seng. (Suriadi dan yuliani, 2001 : 217).
6. Pathway
7. Pemeriksaan penunjang
a. Uji Urin
1. Protein urin-meningkat
2. Urinalisis-cast hialin dan granular, hematuria
3. Dipstick urin-positif untuk protein dan darah
4. Berat jenis urin-meningkat
b. Uji darah
1. Albumun serum-menurun
2. Kolesterol serum-meningkat
3. Hemoglobin dan hematokrit-meningkat (hemokonsentrasi)
4. Laju endap darah (LED)-meningkat
c. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara
rutin (Betz, Cecily L, 2020 : 335)
8. Penatalaksanaan
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium
sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan
menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang
diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari.
Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari)
selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan
hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler
berat.
c. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan
adanya TBC
d. Diuretikum, boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti
hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat
juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon)
atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
e. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:
1. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80
mg/hari
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu
dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons,
maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4
minggu
3. Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap
minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
f. Diet. Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu
menghilangkan edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan
mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet
tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk
mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori
harus diberikan cukup banyak.
g. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai
1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari.
Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan
ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang
dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang
persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/
hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan
untuk menjamin masukan yang adekuat.
h. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4
gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat.
Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet rendah
natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan
diet rendah natrium.
i. Kemoterapi
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid
yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10
hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali
sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat
dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus,
konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton
dan sitotoksik (imunosupresif). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini
termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
BAB 3
2. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh gejala edema (Nurarif dan Kusuma, 2015,:17)
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Tanda-tanda Vital : Tekanan darah normal 120/80 mmHg ,(Nurarif dan
Kusuma 2015:17) Body system
3) Head to toe examination :
a. Sistem pernafasan
Terdapat penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi
pleura. (Suharyanto dan Majid, 2013: 140)
b. Sistem perkemihan
Penurunan jumlah urine, urin tampak berbusa, akibat penumpukan tekanan
permukaan akibat proteinuria, hematuria. (Suharyanto dan Majid, 2013:
141).
c. Sistem pencernaan
Biasanya terjadi diare akibat edema intestinal (Marcdante etall, 2014:659)
d. Sistem endokrin
Sistem endokrin dalam batas normal (Marcdante etall, 2014, hal. 659)
e. Sistem kardiovaskuler
Jarang terjadi hipertensi (Suharyanto dan Majid, 2013: 141)
f. Sistem integument
Ditemukan pitting edema serta esites. (Marcdante etall, 2014,659)
g. Sistem muskuloskletal
Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh (lean body mass)
tidak jarang dijumpai pada SN. (Sudoyo dkk, 2010,:1000)
h. Sistem reproduksi
Biasanya terjadi pembengkakan labia dan skrotum (Wati, 2012)
i. Sistem persyarafan
Sistem saraf dalam batasan normal. (Suharyanto dan Majid, 2013:141)
j. Sistem imunitas
Kekebalan tubuh (C3) normal (Nurarif, 2015:18)
k. Sistem pengindraan
Komplikasi pada kulit sering terjadi karena infeksi Streptococcus dan
terjadi sianosis sekitar hidung dan mulut. (Ngastiyah, 2014:310)
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
Kolaborasi :
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia. (Ngastiyah, 2014:306).
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN) primer dan
sekunder akibat infeksi keganansan penyakit jaringan penghubung obat atau toksin
dan akibat penyakit sistemik (GN) primer atau idopatik merupakan penyebab sidrom
nefrotik yang paling sering dalam kelompok GN primer GN lesi minimal
glomerulosklerosis fokal segmental, GN membranosa dan GN membraproliveratif
merupakan kelainan sistopalogi yang sering ditemukan
4.2 SARAN
Kesehatan adalah harta yang penting dalam kehidupan kita, maka itu selayaknya kita
menjaga kesehatan dari kerusakan dan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
SDKI. (2017). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. jakarta selatan: dewan pengurus
pusat.
Sudoyo, A. w. (2010). buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta: internapublishing. Suharyanto,
T. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan sistem