Anda di halaman 1dari 28

1

ACARA 1
PERBANYAKAN GAHARU DENGAN CARA VEGETATIF (STEK
BATANG)
2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknik pembuatan bibit dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu cara
generatif (menggunakan biji) dan vegetatif (dengan cara stek, cangkok, okulasi, dan
kultur jaringan) serta menggunakan cabutan anakan alam jika benih/biji tidak tersedia
(Rusmana, 2014). Salah satu perbanyakan gaharu (Gyrinops versteegii) dengan cara
vegetatif, yaitu melalui stek batang.
Salah satu cara untuk mempercepat pertumbuhan stek adalah dengan
pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berasal dari bahan kimia sintetik maupun
bahan alami. Zat pengatur tumbuh mengatur setiap tingkat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Bahan alami yang dapat digunakan sebagai substitusi ZPT
diantaranya adalah air kelapa (Kabelwa, 2017).
Selain itu, dalam memperbanyak gaharu secara vegetatif sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan polybag karena memiliki beberapa keuntungan, seperti
menghemat lahan, perawatan tanaman lebih mudah, menghemat pemakaian air,
nutrisi yang diberikan dapat langsung diserap akar tanaman, dan tanaman mudah
dipindahkan ke berbagai tempat (Yuliana et al., 2020).
Jadi dengan dilakukannya praktikum penanaman, kita bisa mengetahui
bagaimana caranya untuk melakukan penanaman dari perbanyakan secara vegetatif
yang dibantu oleh pemberian hormon tumbuh.
1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini, yaitu:


1. Untuk mengetahui pengaruh stek terhadap pertumbuhan gaharu (Gyrinops
versteegii) dengan pemberian berbagai jenis zat pengatur tumbuh.
3

2. Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan bibit gaharu


(Gyrinops versteegii).
1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum ini, yaitu:


1. Menambah wawasan mengenai pengaruh stek terhadap pertumbuhan gaharu
(Gyrinops versteegii) dengan pemberian berbagai jenis zat pengatur tumbuh.
2. Menambah wawasan mengenai pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan bibit
gaharu (Gyrinops versteegii).
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stek

Stek merupakan perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan buayan sebagai


pilihan karena memilliki cara yang sederhana dengan teknik yang mudah dalam
pengerjaannya dan dapat dikerjakan oleh siapa saja atau dapat dikatakan sebagai
langkah pemotongan batang, cabang, akar, dan pucuk yang disertai dengan
penggunaan media yang tepat. Stek batang yang terbaik harus diambil dari bagian
tanaman yang memiliki pola percabangan ke atas (ortotrof) yang dapat membentuk
batang yang merupakan pokok lurus ke atas. Metode inni merupakan langkah yang
tepat karena selain dapat meminimalkan waktu yang diperlukan dapat juga
menghasilkan tanaman yang sama persis induk dari stek tanaman tersebut (Pardede et
al., 2021).
2.2 Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa yang diberikan ke tanaman sebagai


suplemen tambahan untuk meningkatkan proses pembelahan sel agar lebih aktif lagi.
Pemberian ZPT dalam jumlah yang kecil dapat menstimulir pertumbuhan tanaman
dan dalam jumlah yang besar dapat menghambat pertumbuhan tanaman. ZPT
hormonik memiliki keunggulan lebih, yaitu mengandung paling banyak jenis hormon
organik seperti auksin, giberrelin, dan sitokinin yang diformulasikan hanya dari
bahan alami yang dibutuhkan oleh semua jenis tanaman sehingga tidak
membahayakan (aman) bagi kesehatan manusia maupun binatang dan berdaya guna
mempercepat proses pertumbuhan tanaman, membantu pertumbuhan akar dan
meningkatkan keawetan hasil panen (Mutryarny dan Lidar, 2018).
Bahan alami yang dapat digunakan sebagai sumber ZPT adalah air kelapa
yang mengandung unsur hara dan ZPT seperti sitokinin dan auksin. Sitokinin
diketahui sebagai salah satu ZPT yang berperan dalam pembelahan sel sehingga dapat
5

menstimulasi proses perkecambahan (Pranata, 2018). Adapun penggunaan zat kimia


berupa atonik dapat dipergunakan untuk merendam benih termasuk salah satunya
benih gaharu (Gyrinops versteegii). Penggunaan atonik ini tidak akan memberikan
pengaruh negatif bila pemakaiannya sesuai dengan anjuran (Srilaba, 2018).
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek

Pertumbuhan stek dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi jenis bahan yang digunakan, jumlah tunas
dan daun pada bahan stek, umur bahan stek, kandungan bahan makanan dan zat
pengatur tumbuh. Sedangkan faktor eksternal meliputi media pertumbuhan,
kelembaban, suhu, cahaya, dan prosedur pelaksanannya (waktu pengambilan bahan
stek serta perlakuan dengan zat pengatur tumbuh) (Waniatri et al., 2019).
Selain itu, faktor lingkugan sekitar pun turut mempengaruhi keberhasilan
pertumbuhan stek, antara lain media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya
dan teknik penyetekan. Adapun hormon tumbuh dan media perakaran merupakan
bagian faktor penting yang mempengaruhi efektivitas pengakaran stek (Waniatri et
al., 2019).
2.4 Media Tumbuh
Media tanam yang baik akan sangat mendorong keberhasilan
pertumbuhan tanaman selanjutnya juga sangat berpengaruh terhadap
produksi buah. Media tanam seperti rockwall, pasir, arang sekam, cocopeat
dan lain -lain dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang
ditanam (Siregar et al., 2018).
2.5 Klasifikasi Perbanyakan Vegetatif

Perbanyakan tanaman jeruk dapat dilakukan dengan beberapa metode antara


lain: okulasi, sambung pucuk, stek, dan enten. Okulasi sisip merupakan suatu
metode yang dilakukan dengan menyayat batang bawah sepanjang 1 –2 cm sehingga
kayu dan kulitnya telah diambil yang ukurannya sama besar dengan mata
tempel. Sambung samping merupakan metode perbanyakan secara vegetatif yang
6

digunakan apabila diameter batang bawah lebih besar dibandingkan dengan batang
atas. Sambung pucuk atau grafting merupakan teknik perbanyakan vegetatif yang
dilakukan engan menyambungkan bagian pucuk tanaman yang masih muda
sehingga terbentuk gabungan yang dapat hidup terus dan berproduksi
(Margareta et al., 2019) .
7

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Mei 2022 jam 16:00 WITA
Selesai bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Mataram.
3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:


1. ATK
2. Ember
3. Gunting stek
4. Handsprayer
5. Plastik
6. Polybag
7. Tali rafia
3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:


1. Air kelapa
2. Aquades
3. Batang gaharu (Grynops verstegii)
4. Pupuk kandang
5. Sekam padi
6. Tanah (top soil)
7. Zat pengatur tumbuh (Atone)
8

3.3. Prosedur Praktikum

Adapun prosedur kerja praktikum ini, yaitu:


1. Dipilih benih Gyrinops versteegii, seragamkan ukuran, kenampakan warna dan
kesehatannya (tidak cacat fisiknya).
2. Disiapkan bibit atau pohon gaharu (Gyrinops versteegii) yang akan distek
3. Disiapkan stek gaharu (Gyrinops versteegii) berupa pucuk dengan pemberian
empat perlakuan khusus sebagai berikut.
a. H0 = Stek gaharu tanpa zat pengatur tumbuh (kontrol)
b. H1 = Stek gaharu dengan pemberian zat pengatur tumbuh berupa air
kelapa dengan konsentrasi 750 ppm
c. H2 = Stek gaharu dengan pemberian zat pengatur tumbuh Atonik
dengan konsentrasi 750 ppm
d. H3 = Stek gaharu dengan pemberian zat pengatur tumbuh Rootone F
dengan konsentrasi 750 ppm
4. Disiapkan polybag sebagai tempat penanaman stek, lalu dilakukan beberapa
perlakuan pada media tanam dalam mengamati pertumbuhan gaharu dengan
pemberian perbandingan media tanam seperti tanah, sekam dan pupuk kandang
sebagai berikut:
a. M0 = Tanah (kontrol)
b. M1 = Tanah + Sekam (1:1)
c. M2 = Tanah + Pupuk Kandang (1:1)
d. M3 = Tanah + Sekam + Pupuk Kandang (1:1:1)
5. Dilakukan proses penanaman stek gaharu ke dalam media tanam berupa polybag
yang berisikan 4 perlakuan khusus pada media tanam lalu dibungkus dengan
plastik es.
6. Dilakukan pengamatan serta monitoring dan evaluasi (monev) dengan mengukur
tinggi dan jumlah daun.
9

7. Dilakukan penyiraman pada monitoring dan evaluasi (monev) pada gaharu pada
waktu-waktu berikut.
a. Pagi (07.00-09.00)
b. Sore (16.00-18.00)
c. Pagi dan Sore
10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari praktikum yang sudah dilaksanakan, maka hasil yang didapatkan dari
seluruh perlakuan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Persentase Tumbuh
Perlakuan Stek Panjang Awal Panjang Akhir % Tumbuh

P1 20 20 0

P2 20 20 0
H1
P3 20 20 0

P4 20 20 0

P1 13 13 0

P2 20 20 0
H2
P3 16 16 0

P4 17 17 0

P1 20 20 0

P2 18 18 0
H3
P3 18,5 18,5 0

P4 19 19 0

H4 P1 13 14 2

P2 14 15 1
11

P3 20 20,5 0,5

P4 19 19,5 0,5

Setelah didapatkan hasilnya, maka selanjutnya akan dihitung persentase


keseluruhanya, berikut adalah perhitungannya:
jumlah stek tumbuh
% keseluruhan ¿ ×100 %
jumlah stek
4
% keseluruhan ¿ ×100 %
16
= 0,25%
4.2 Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, bahwa pemberian atone


terhadap pertumbuhan stek pada kode sampel H1, yaitu mempengaruhi pertumbuhan
pada parameter jumlah tunas saja. Akan tetapi, pertumbuhan tersebut hanya berlaku
pada kode sampel dengan jenis media tanam tanah dan pupuk serta memperoleh
persentase pertumbuhan sebesar 0%. Tumbuhnya tunas pada kode sampel H1
disebabkan oleh jenis media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dan
pupuk yang dimana pupuk ini mengandung unsur hara atau nutrisi seperti Nitrogen,
Posfor, dan Kalium (NPK) yang baik bagi pertumbuhan tanaman dengan bantuan
jasad renik yang terdapat di dalam tanah hingga tercukupi. Selain itu, pupuk kandang
juga membantu dalam peningkatan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah (Febriani et
al., 2021).
Adapun pemberian air kelapa terhadap pertumbuhan stek dengan kode sampel
H2, yaitu tidak mempengaruhi pertumbuhan pada parameter jumlah tunas, jumlah
daun, tinggi tanaman dan persentase tumbuh terutama pada kode sampel dengan
jenis media tanam hanya berupa tanah saja. Hal ini disebabkan oleh bentuk polybag
dan partikel tanah cukup berat membuat tanah mudah memadat ke bawah, sehingga
ruang udara menjadi berkurang dan tanaman akan kekurangan oksigen dan air juga
12

tidak terserap sampai ke bawah media tanaman yang mengakibatkan akar menjadi
kekurangan air atau akar akan menjadi busuk ketika air tertahan di permukaan
tanah/menggenang (Yuliana et al., 2020).
Pada H4 dengan perlakuan Roton terdapat banyak perubuhan baik dimensi
maupun panjang yang diakibatkan cara peraawatan yang baik dan cara pemeliharaan
yang baik. Pemeliharaan beguna untuk menjaga agar penanaman yang dilakukan
tetap terjaga dengan baik dan terhindar dari hama dan penyakit. Hama dan Penyakkit
sangatu merugikan tanamanm oleh karena itu pemberian penanganan yang baik perlu
untuk dilakukan.
Adapun tanpa perlakuan terhadap pertumbuhan stek dengan kode sampel H3,
yaitu tidak mempengaruhi pertumbuhan pada parameter jumlah tunas, jumlah daun,
tinggi tanaman dan persentase tumbuh terutama pada kode sampel dengan jenis
media tanam hanya berupa tanah saja. Hal ini disebabkan oleh bentuk polybag dan
partikel tanah cukup berat membuat tanah mudah memadat ke bawah, sehingga ruang
udara menjadi berkurang dan tanaman akan kekurangan oksigen dan air juga tidak
terserap sampai ke bawah media tanaman yang mengakibatkan akar menjadi
kekurangan air atau akar akan menjadi busuk ketika air tertahan di permukaan
tanah/menggenang
Kemudian untuk kode sampel M1 (tanah dan sekam padi) dan kode sampel
M3 (tanah, sekam padi, dan pupuk) pertumbuhan stek mati. Hal ini dikarenakan pada
kedua media meskipun M3 menggunakan pupuk, tidak menutup kemungkinan
tanaman terserang jamur yang pada akhirnya mengakibatkan tanaman mati yang
disebabkan oleh medianya yang terlalu lembab sehingga memicu jamur hidup di atas
permukaan media karena intensitas air yang terlalu banyak (hujan). Seperti yang kita
ketahui bahwa sekam padi merupakan media yang membuat kondisi tanaman dalam
keadaan lembab dan apabila semakin dilakukan penyiraman lagi, maka media akan
semakin lembab (Pardede et al., 2021).
13

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini, yaitu:


1. Pemeliharaan tanaman yang baik dengan penyiraman dsb dapat meningkatkan
persentase pertumbuhan tanaman yang berguna untuk mempertahankan
tanaman agar tetap hidup
2. Perlakuan Atone,Air Kelapa, dan Tanpa perlakuan tidak dapat berkembang
diakibatkan oleh kurangnya pemeliharaan tanaman yang baik mengakibatkan
tanamannya menjadi mati

5.2. Saran

Adapun saran pada praktikum ini, yaitu:


1. Polybag yang digunakan terlalu kecil, mungkin untuk praktikum ke depannya
disediakan berbagai macam ukuran polybag.
2. Green house yang tidak teratur isi ruangannya dan penempatan bibit di polybag,
sepertinya jika mengadakan pelebaran green house tidak masalah karena
mengingat ruang yang masih luas di sekitarnya.
14

ACARA 2
PENANAMAN
15

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia diketahui memiliki 25 jenis tumbuhan penghasil gaharu yang


terkelompok dalam 8 genus dan 3 famili (Thymeleaceae, Leguminoceae, dan
Euphorbiaceae), salah satunya adalah genus Gyrinops. Total terdapat 9 spesies dari
genus Gyrinops. Gaharu yang diperdagangkan oleh Indonesia ada tiga jenis yaitu
Aquilaria malaccensis dari Sumatera dan Kalimantan; Aquilaria filaria dari Sulawesi,
Maluku, dan Papua; serta Gyrinops versteegii yang banyak diproduksi dari Nusa
Tenggara (Siran, 2011). Jenis Gyrinops versteegii termasuk salah satu tumbuhan
penghasil gaharu dengan kualitas superior. Beberapa spesies dalam genus Gyrinops
belum semuanya terbudidayakan dengan baik dan benar, seperti aspek bagaimana
keragaman genetiknya; informasi karakteristik fenotipnya yang superior ataukah
inferior; dan dilakukannya proses kegiatan pemuliaan pohon, apalagi jenis Gyrinops
versteegii ini hanya terdapat di Indonesia bagian timur yaitu Nusa Tenggara dan
Papua (Mulyaningsih and Yamada, 2007).
Jenis Gyrinops versteegii sendiri sudah banyak dibudidayakan di beberapa
daerah, tidak hanya di daerah populasi alami jenis tersebut saja. Hal tersebut
dikarenakan banyaknya minat orang-orang untuk mendapatkan hasil produk berupa
gaharu. Tetapi, pelaku budidaya tersebut sering tidak memperhatikan aspek seperti
yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian-penelitian yang dapat menjadi
pendukung dalam hal kegiatan konservasi jenis ini pun belum banyak dilakukan di
Indonesia, sehingga perlu adanya pengawalan dan usaha yang besar dalam penelitian
dengan referensi yang begitu sedikit. Kegiatan pembibitan Gyrinops versteegii di luar
populasi alami tidaklah mudah, dikarenakan terhambat oleh sifat biji yang rekalsitran
sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu lama untuk kebutuhan jangka panjang.
Hal tersebut berkaitan dengan penyimpanan dan pengiriman biji semisalnya ke luar
16

pulau Nusa Tenggara yang memerlukan waktu lama. Selain itu, biji Gyrinops
versteegii memiliki daya survive atau persen jadi bibit nya rendah dan musim
buahnya hanya setahun sekali (bulan Agustus hingga Desember).
Perbanyakan gaharu dilakukan secara generatif, namun sangat jarang mengingat
biji tanaman gaharu ini bersifat rekalsitran dan relatif membutuhkan waktu yang lebih
lama. Oleh karena itu, diperlukan teknologi perbanyakan bibit secara in vitro atau
disebut dengan kultur jaringan. Menurut Azwin et al. (2006), teknik kultur jaringan
memberikan alternatif terhadap usaha perbanyakan tanaman secara vegetatif dalam
skala yang lebih besar dalam upaya konservasi dan pengembangan tanaman gaharu di
masa yang akan datang
1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan gaharu yang
ditanam di lahan terbuka atau tanpa naungan.
1.3 Manfaat

Manfaat dari praktikum ini bagaimana tanama Gaharu tumbuh pada tempat yang
tanpa naungan
17

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gaharu

Gaharu adalah nama komoditi perdagangan hasil hutan bukan kayu (HHBK)
berupa resin yang dihasilkan dari beberapa jenis pohon, terutama dari marga
Aquilaria akibat terinfeksi jamur (Soerianegara & Lemmens, 1994 dalam
Partomiharjo, 2009).) Gaharu merupakan sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan
warna yang khas serta memiliki kandungan kadar damar wangi. Dilihat dari
wujudnya, gaharu merupakan gumpalan/1berbentuk padat, berwarna coklat
kehitaman sampai hitam dan berbau harum (jika dibakar) yang terdapat pada bagian
kayu atau akar dari jenis tumbuhan penghasil gaharu yang telah mengalami proses
perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur.Gaharu, yang disebut
juga agarwood, aloewood, eaglewood atau karas sebagai salah satu hasil hutan yang
bernilai ekonomi tinggi, terjadi melalui fenomena patologis yang unik. Gaharu
banyak digunakan sebagai bahan dasar minyak wangi, dupa bakaran, dan obat
tradisional di Asia Timur
Gaharu berupa resin, berbentuk gumpalan padat berwarna coklat kehitaman
sampai hitam, dan berbau harum, terdapat pada bagian kayu atau akar tanaman pohon
inang. Gubal gaharu memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digunakan sebagai
bahan dasar minyak wangi, dupa, dan obat tradisional di Asia Timur (Amansya,
2011).
2.2 Macam-macam Perbanyakan Gaharu
Perbanyakan gaharu dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu vegetatif dan
generatif. Perbanyakan gaharu secara generatif diantaranya, perbanyakan dengan biji,
cabutan, anakan (umur 1-3 bulan), sapihan (umur 4- 12 bulan), stump (1-2 tahun),
putaran umur (3-5 tahun), sedangkan perbanyak secara vegetatif antara lain, stek
pucuk atau batang, cangkok dan kultur jaringan (Febriani, 2021).
18

2.3 Pemanfaatan Gaharu


Sebagai salah satu komoditi HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu), gaharu awalnya
memiliki manfaat yang terbatas hanya untuk wewangian tubuh, ruangan dan
kelengkapan upacara ritual keagamaan masyarakat Hindu dan Islam. Sejalan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi dibidang industri kimia serta farmasi didukung
dengan berkembangnya paradigma dunia kedokteran dan pengobatan untuk kembali
memanfaatkan bahan tumbuhan alami (back to nature), produk gaharu selain
dibutuhkan sebagai bahan industri parfum dan komestika, juga banyak dibutuhkan
sebagai bahan obat herbal, untuk pengobatan stress, asma, rheumatik, radang ginjal
dan lambung, bahan anti biotik TBC, serta tumor dan kanker (Febriyan,2015)
2.4 Kondisi Tanpa Naungan

Pada kondisi tanpa naungan, cahaya matahari yang diterima lebih banyak
sehingga hal ini memicu perkembangan tanaman dan memicu munculnya tunastunas
baru. Mekanisme penyaluran hasil fotosintesis dari sel sumber penghasil fotosintat ke
sel penerima yang membutuhkan (dikenal dengan sebutan Transport Fotosintat atau
Translokasi), menyebabkan penyaluran fotosintat yang seharusnya diperuntukkan
untuk pertumbuhan batang ataupun umbi (untuk tanaman pertanian), tetapi
didistribusikan ke tunas-tunas yang tumbuh tersebut. (Buntoro et al., 2014).
2.5 Fotosintesis Gaharu

Gaharu termasuk jenis tanaman yang semitoleran, sehingga kondisi yang

terjadi dengan intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan memberikan dampak pada

terganggunya pertumbuhan tanaman karena energi yang dikeluarkan untuk respirasi

lebih tinggi dibandingkan energi yang dihasilkan dari fotosintesis (Nugroho et al.,

2011).
19

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum penanaman bibit gaharu ini di laksankan pada hari Selasa, 2 Mei
2023 pukul 16.00 wita, yang berlokasi di Tanjung Karang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat

Alat yang di gunakan dalam praktikum yaitu


1. Ajir
2. ATK
3. Cangkul
4. Pita Ukur
3.2.2 Bahan

Bahan yang di gunakan dalam praktikum ini yaitu, Bibit gaharu dengan tinggi
masing masing 50 cm, 45 cm, dan 40 cm.
3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja praktikum ini yaitu:


1 Praktikkan membawa masing –masing bibit tanaman gaharu yang akan di tanam
ditempat yang sudah disediakan.
2. Tanaman gaharu kemudian di ukur panjang awalnya.
3. Praktikan melakukan penanaman bibit gaharu dilokasi yang telah di tentukan oleh
pendamping praktikum.
4. Setelah itu praktikan menggali tanah dengan cangkul sedalam 10-15 cm.
5. Kemudian praktikan menanam bibit yang telah diberikan oleh pendamping
praktikum.
6. Setelah itu di tancapkan ajir di sebelah bibit gaharu tersebut.
20

7. Praktikan melakukan monitoring terhadap bibit yang sudah ditanam tersebut.


21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada praktikum ini di dapatkan hasil yaitu

Tabel 4.1 Pertumbuhan Gaharu

Tanaman Tinggi Awal Tinggi Akhir

Gaharu 50 cm 52 cm

Pertumbuhan Gaharu =Tinggi Akhir−Tinggi Awal

= 52−50=2 cm

(Tinggi Akhir−Tinggi Awal)


Persentase Pertumbuhan = × 100 %
30

2
= 30 ×100 %=6 ,6 %

4.2 Pembahasan

Pada Gaharu ini dimiliki tinggi awalnya yaitu 50 cm dan tinggi akhirnya 52
cm. Pertumbuhan Gaharu ini terbilang lambat karen Gaharu merupakan tanaman
yang toleran. Pada kasus ini di dapatkan tanaman Gaharu ini menguning dan daun
daunnya pun menjadi layu. Kekurangan unsur haara juga menjadi pertimbangan
mengapa tanaman gaharu ini lambat untuk tumbuh dan berkembang. bibit berukuran
kurang dari 100 cm yang ditanam di tempat terbuka dan di bawah dan tanpa naungan
lebih lambat . Perbedaan kondisi fisik bibit dengan perlakuan tanpa naungan dan
tinggi bibit 100 cm keatas dengan perlakuan tanpa naungan.
salah satu faktor yang menyebabkan terbatasnya hasil gaharu dari hutan
tanaman, karena penanamannya hanya bisa dilakukan di bawah naungan (di sela-sela
22

kebun karet). Selanjutnya dikemukakan bahwa sifatnya yang semitoleran,


menyebabkan masyarakat belum bisa menanam gaharu di lahan terbuka termasuk
bekas perladangan, bekas kebakaran dan areal non produktif lainnya yang terbuka.
Padahal teknologi percepatan pembentukan gubal gaharu sudah ditemukan melalui
berbagai penelitian yang perlu didukung dengan kegiatan penanaman.
Secara teknis, pembudidayaan terhadap jenis-jenis pohon penghasil gaharu
berkualitas dan bernilai komersial tinggi, selain ideal dikembangkan di berbagai
wilayah endemik sesuai daerah sebaran tumbuh jenis, juga dimungkinkan dapat
dibudidayakan pada lahan-lahan atau kawasan yang memiliki kesesuaian tumbuh.
Berkembangnya pembudidayaan diharapkan selain dapat berperan dalam
melestarikan plasma nutfah sumberdaya pohon penghasil gaharu, juga sekaligus
membina kelestarian produksi gaharu yang konstruktif dalam revitalisasi sektor
kehutanan dan membina perolehan pendapatan masyarakat serta devisa negara
Intensitas cahaya rendah mengakibatkan pengaruh yang berlawanan yaitu
suhu rendah sehingga proses fotosintesis tidak dapat berlangsung dengan baik bila
kurang mendapat cahaya matahari, maka pembentukan karbohidrat menjadi sangat
terbatas. cahaya matahari berpengaruh terhadap pembesaran sel dan diferensiasi sel
sehingga akan meningkatkan pertumbuhan tinggi, ukuran daun dan batang.
Pertumbuhan tinggi semai berkaitan langsung dengan intensitas dan kualitas cahaya
matahari yang diterima oleh tanaman untuk melaksanakan fotosintesisnya. Tanaman
Gaharu membutuhkan cahaya matahari dengan intensitas yang berbeda pada setiap
fase pertumbuhannya.
Pertumbuhan tinggi berhubungan erat dengan laju fotosintesis dan respirasi,
yang mana laju fotosintesis sebanding dengan intensitas cahaya yang diterima.
Intensitas cahaya dan suhu yang terlalu tinggi jika berlangsung dalam waktu yang
lama menyebabkan keseimbangan air tanaman terganggu. Pada titik jenuh cahaya
matahari, tidak dapat dimanfaatkan tanaman untuk menambah hasil fotosintesisnya
walaupun cahaya bertambah, sehingga tiap jenis dan tingkat pertumbuhannya akan
memerlukan cahaya yang berbeda. Pada kondisi tanpa naungan, cahaya matahari
23

yang diterima lebih banyak sehingga hal ini memicu perkembangan tanaman dan
memicu munculnya tunastunas baru. Mekanisme penyaluran hasil fotosintesis dari sel
sumber penghasil fotosintat ke sel penerima yang membutuhkan (dikenal dengan
sebutan Transport Fotosintat atau Translokasi), menyebabkan penyaluran fotosintat
yang seharusnya diperuntukkan untuk pertumbuhan batang ataupun umbi (untuk
tanaman pertanian), tetapi didistribusikan ke tunas-tunas yang tumbuh tersebut
24

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa tanaman Gaharu yang di tanam
tanpa naungan akan mendapatkan hasil yang kurang maksimal dan akan
memperlambat perkembangannya. Gaharu hanya butuh cahaya yang lebih sedikit
karena gaharu merupakan tanaman yang toleran yang membutuhkan intesitas cahaya
yang rendah
5.2 Saran

Saran pada praktikum ini yaitu pemilihan lokasi tanaman lebih baik lagi
karena jenis tanah lokasi penanaman yaitu jenis tanah berlumpur
25

DAFTAR PUSTAKA

Armansya, H. 2011. Macam-macam Metode Skarifikasi pada Biji Tanaman. Penebar


Swadaya. Semarang.
Buntoro HB., Rogomulyo R., Trisnowati S. 2014. Pengaruh Takaran Pupuk Kandang
dan Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Temu Putih
(Curcuma zedoaria L). Jurnal Penelitian Vegetalika Vol.3.No.4:29-39.
Febriani, L., Gunawan., Gafur, A. 2021. Pengaruh Jenis Media Tanam Terhadap
Pertumbuhan Tanaman. Jurnal Bioeksperimen, 7 (2): 93 – 104.
Febriyan, D, G., Widajati, E. 2015. Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik dan Media
Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica fragrans).
Bulletin Agrohorti, 3 (1): 71 – 78.
Mutryarny, E., Lidar, S. 2018. Respon Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L) Akibat
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Hormonik. Jurnal Ilmu Pertanian, 14 (2):
29 – 34.
Nugroho AW., Junaidah, Azwar F., Muara J. 2011. Pengaruh Naungan dan Asal
Benih Terhadap Daya Hidup dan Pertumbuhan Ulin (Eusideroxylon zwagery
T. et.B). Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman Vol.8. No.5.
Pardede, W, N., Hatta, G, M., Payung, D. 2021. Pengaruh Berbagai Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Pulai Rawa (Alstonia
spatulata). Jurnal Sylva Scienteae, 4 (2): 198 – 205
Pranata, A, A., Barus, A., Meiriani. 2018. Pengaruh Posisi Skarifikasi Benih dan
Perendaman Air Kelapa Terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan
Bibit Sirsak (Anona muricata L.). Jurnal Pertanian Tropik, 5 (1): 104 – 112.
26

Rusmana. 2014. Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) untuk Mendukung
Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Jurnal Galam, 7 (1): 43 – 65.
Siregar, N, P. 2018. Pengaruh Berbagai Bagian Skarifikasi dan Lama Perendaman
H2SO4 Terhadap Viabilitas Benih Sirsak. Skripsi. Medan. Universitas
Sumatera Utara.
Srilaba, N., Purba, J, H., Arsana, I, K, N. 2018. Pengaruh Lama Perendaman dan
Konsentrasi Atonik Terhadap Perkecambahan Benih Jati. Jurnal Agro Bali, 1
(2): 108 – 119.
Yuliana, E., Widyawati, N., Sutrisno, A, J. 2020. Pengaruh Komposisi Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bunga Gladiol (Gladioulus
hybridus L.). Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 9 94): 353 – 360.
Waniatri, W., Hendraya, Y., Supartono, T., Nurlaela, A., Amalia, K. 2019. Pengaruh
Zat Pengatur Tumbuh Alami dan Asal Stek Batang Terhadap Pertumbuhan
Bibit Pohon Beunying (Ficus fistulosa Reinw. Ex Blume). Prosiding Seminar
Nasional Konservasi untuk Kesejahteraan Masyarakat. Kuningan. Hal 200 –
210.
27

LAMPIRAN
28

Anda mungkin juga menyukai