Anda di halaman 1dari 7

SESEORANG MASUK SURGA DAN NERAKA

KARENA SEEKOR LALAT


Seseorang bisa masuk surga atau neraka karena seekor lalat, ini kisah hikmah:
Dari Thariq bin Shihab bahwasanya Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
‫ َﻣ َّﺮ َﺭ ُﺟ َﻼِﻥ َﻋ َﻠﻰ َﻗْﻮ ٍﻡ َﻟُﻬْﻢ َﺻ َﻨٌﻢ َﻻ‬: ‫ َﻭ َﻛْﻴَﻒ َﺫ ِﻟَﻚ َﻳﺎ َﺭ ُﺳْﻮ َﻝ ِﻪﻠﻟﺍ؟ َﻗﺎَﻝ‬: ‫ َﻗﺎُﻟْﻮ ﺍ‬،‫ َﻭ َﺩ َﺧ َﻞ ﺍﻟَّﻨﺎَﺭ َﺭ ُﺟٌﻞ ِﻓْﻲ ُﺫ َﺑﺎٍﺏ‬, ‫َﺩ َﺧ َﻞ ﺍْﻟَﺠ َّﻨَﺔ َﺭ ُﺟٌﻞ ِﻓْﻲ ُﺫ َﺑﺎٍﺏ‬
‫ َﻓَﻘَّﺮ َﺏ ُﺫ َﺑﺎًﺑﺎ‬،‫ َﻗِّﺮ ْﺏ َﻭ َﻟْﻮ ُﺫ َﺑﺎًﺑﺎ‬: ‫ َﻗﺎُﻟْﻮ ﺍ َﻟُﻪ‬، ‫ َﻟْﻴَﺲ ِﻋ ْﻨِﺪ ْﻱ َﺷ ْﻲ ٌﺀ ُﺃَﻗِّﺮُﺏ‬: ‫ َﻗﺎَﻝ‬، ‫ َﻗِّﺮْﺏ‬: ‫ َﻓَﻘﺎُﻟْﻮ ﺍ َﻷَﺣِﺪِﻫَﻤ ﺎ‬،‫َﻳُﺠْﻮ ُﺯ ُﻩ َﺃَﺣ ٌﺪ َﺣ َّﺘﻰ ُﻳَﻘِّﺮ َﺏ َﻟُﻪ َﺷْﻴًﺌﺎ‬
‫ َﻣ ﺎ ُﻛْﻨُﺖ ُﻷَﻗِّﺮ َﺏ ﻷَﺣٍﺪ َﺷْﻴًﺌﺎ ُﺩ ْﻭ َﻥ ِﻪﻠﻟﺍ َﻓَﻀ َﺮ ُﺑْﻮ ﺍ ُﻋُﻨَﻘُﻪ َﻓَﺪ َﺧ َﻞ ﺍْﻟَﺠ َّﻨَﺔ‬: ‫ َﻓَﻘﺎَﻝ‬، ‫ َﻗِّﺮ ْﺏ‬: ‫ َﻭ َﻗﺎُﻟْﻮ ﺍ ِﻟﻶَﺧ ِﺮ‬، ‫َﻓَﺨ ُّﻠْﻮ ﺍ َﺳ ِﺒْﻴَﻠُﻪ َﻓَﺪ َﺧ َﻞ ﺍﻟَّﻨﺎَﺭ‬

”Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada yang masuk neraka karena seekor
lalat pula.”
Para sahabat bertanya: “Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah?
Rasul menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati sebuah kaum yang memiliki berhala, yang
mana tidak boleh seorangpun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sesuatu untuknya
terlebih dahulu, maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi:
“Persembahkanlah sesuatu untuknya!” Ia menjawab: “Saya tidak mempunyai apapun yang akan
saya persembahkan”, mereka berkata lagi: “Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!”
Maka iapun mempersembahkan untuknya seekor lalat, maka mereka membiarkan ia untuk
meneruskan perjalanannya, dan iapun masuk ke dalam neraka. Kemudian mereka berkata lagi
kepada seseorang yang lain: “Persembahkalah untuknya sesuatu!” Ia menjawab: “Aku tidak akan
mempersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah, maka merekapun memenggal lehernya,
dan iapun masuk ke dalam surga” (HR. Ahmad).

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh Menjelaskan, “Dalam hadits ini terdapat
peringatan keras agar tidak terjerumus dalam kesyirikan, karena manusia terkadang terjerumus
dalam kesyirikan padahal ia tidak menyadarinya bahwa itu dapat memasukkan ke dalam neraka.”
(Fathul Majid hal. 200)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan, “Hal ini menunjukkan bahwa ia


tidak menganggap besar perkara kesyirikan dan tidak mengingkari dalam hatinya, bahkan ia
lakukan dengan ridha. Semisal ini tidak diragukan lagi telah kafir” (Fatwa Sual Wal Jawab no.
280192).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:

‫ِإَّن َهَّللا اَل َيْغ ِفُر َأْن ُيْش َر َك ِبِه َو َيْغ ِفُر َم ا ُد وَن َذ ِلَك ِلَم ْن َيَش اُء َو َم ْن ُيْش ِرْك ِباِهَّلل َفَقِد اْفَتَر ى ِإْثًم ا َع ِظ يًم ا‬

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An Nisa’: 48).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:

‫ْأ‬
‫ِإَّنُهُ َم ْن ُيْش ِرْك ِباِهَّلل َفَقْد َح َّر َم ُهَّللا َع َلْيِه اْلَج َّنَة َو َم َو اُه الَّناُر َو َم ا ِللَّظاِلِم يَن ِم ْن َأْنَص اٍر‬

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zalim itu seorang penolong pun” (QS. Al Maidah: 72).
ADAB-ADAB KETIKA BANGUN TIDUR SESUAI
SUNNAH

Adab-adab bangun tidur yang diajarkan sesuai sunnah yaitu:

1. Membaca doa bangun dari tidur dan memperbanyak dzikir

Dianjurkan ketika bangun tidur untuk membaca doa sebagaimana yang ada dalam
hadits dari Hudzaifah bin Al Yaman berikut ini. Beliau radhiallahu ‘anhu mengatakan:
: ‫ فإذا استيقظ قال‬. ) ‫ ( اللهم باسمك أموت وأحيا‬: ‫كان النبُّي صَّلى ُهللا عليِه وسَّلَم إذا أخذ مضجعه من الليِل قال‬
) ‫( الحمد ِهلل الذي أحيانا بعد ما أماتنا وإليه النشوُر‬
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbaring di tempat
berbaringnya (untuk tidur) ketika malam hari, beliau berdoa: /Allahumma bismika
amuutu wa ahyaa/ (Ya Allah, dengan namaMu aku mati dan aku hidup). Jika beliau
bangun beliau berdoa:
‫الحمد ِهلل الذي أحيانا بعد ما أماتنا وإليه النشوُر‬
/Alhamdulillahilladzi ahyaana ba’damaa amaatana wa ilaihin nusyuur/
(Segala puji bagi Allah yang menghidupkanku dan mematikanku dan kepadaNya lah kita
dikembalikan)” (HR. Bukhari no. 6325, Muslim no. 2711).

Imam An Nawawi menjelaskan:

‫ وحكمة‬:‫ قال العلماء‬, ‫فنبه صلى هللا عليه وسلم بإعادة اليقظة بعد النوم الذي هو كالموت على إثبات البعث بعد الموت‬
‫ وحكمته إذا أصبح أن يكون أول عمله بذكر التوحيد والكلم‬, ‫الدعاء عند إرادة النوم أن تكون خاتمة أعماله كما سبق‬
‫الطيب‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengingatkan di setiap bangun tidur, yang tidur
itu mirip dengan kematian, terhadap hari kebangkitan setelah mati kelak. Para ulama
mengatakan, bahwa hikmah doa sebelum tidur adalah agar penutup amalannya adalah
sebagaimana disebutkan. Dan hikmah doa bangun tidur adalah agar pembuka amalan di
hari itu berupa mengingat tauhid dan perkataan yang baik” (Syarah Shahih Muslim,
17/35).

2. Mencuci Tangan

Ketika bangun tidur disyariatkan untuk mencuci tangan sebelum memasukkan


tangan ke dalam bejana atau melakukan aktifitas lainnya. Dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ فإنه ال َيْد ِر ي أين باتت يُده‬. ‫ فال َيْغ ِم ْس يَده في اإلناِء حتى يغسَلها ثالًثا‬،‫إذا استيقظ أحُدكم من نوِمِه‬
“Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka jangan mencelupkan
tangannya ke dalam bejana sebelum ia mencucinya tiga kali. Karena ia tidak mengetahui
dimana letak tangannya semalam” (HR. Bukhari no. 162, Muslim no. 278).

3. Bersiwak

Dianjurkan bersiwak ketika bangun tidur. Dari Hudzaifah bin Al


Yaman radhiallahu’anhu beliau mengatakan:
‫كان النبُّي صَّلى ُهللا عليِه وسَّلم إذا قام ِم ن الليِل َيُش وُص فاه بالسواِك‬
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika bangun di malam hari beliau
menggosok-gosok mulutnya dengan siwak” (HR. Al Bukhari no. 245, Muslim no. 255).

Hikmahnya anjuran ini dijelaskan oleh Syaikh Shalih Al Fauzan:

‫ والسواك في هذه الحالة ينظف الفم من آثارها‬،‫وذلك ألن النوم تتغير معه رائحة الفم؛ لتصاعد أبخرة المعدة‬
“Ini dianjurkan karena ketika tidur bau mulut biasanya berubah, disebabkan uap dari
perut yang naik. Dan dalam keadaan ini, dengan bersiwak akan menghilangkan bau yang
tidak sedap di mulut” (Al Mulakhas Al Fiqhi, 1/36).
4. Berwudhu Untuk Menghilangkan Malas

Ketika bangun tidur, rasa kantuk dan malas biasanya masih terasa. Dianjurkan
untuk membaca dzikir ketika bangun tidur, segera berwudhu dan menuju shalat, untuk
menghilangkan rasa kantuk dan malas. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ فإِن‬، ‫ عليَك ليٌل طويٌل فارُقْد‬:‫ َيضِر ُب كَّل ُعقدٍة َم كاَنها‬، ‫َيعِقُد الَّش يطاُن َعلى قافَيِة رأِس َأحِد ُك م إذا هَو نام َثالَث ُعقٍد‬
‫ وإاَّل‬،‫ فَأصبَح َنشيًطا طِّيَب الَّنفِس‬،‫ فإن صَّلى انحَّلت ُعقُده كُّلها‬،‫ فإن َتوَّضأ انحَّلت ُعقدٌة‬،‫اسَتيقَظ فَذ َك ر َهللا انحَّلت ُعقدٌة‬
‫َأصبَح َخبيَث الَّنفِس َك سالَن‬
“Setan mengikat tengkuk kepala seseorang di antara kalian ketika sedang tidur dengan
tiga ikatan. Pada setiap ikatannya ia mengatakan: “malammu masih panjang, teruslah
tidur”. Maka jika orang tersebut bangun, kemudian ia berdzikir kepada Allah, terbukalah
satu ikatan. Kemudian jika ia berwudhu terbukalah satu ikatan lagi. Kemudian jika ia
shalat maka terbukalah seluruh ikatan. Sehingga ia pun bangun dalam keadaan
bersemangat dan baik jiwanya. Namun jika tidak melakukan demikian, maka ia biasanya
akan bangun dalam keadaan buruk jiwanya dan malas” (HR. Bukhari no. 1142, Muslim
no. 776).

5. Bersegera Untuk Shalat

Jika seseorang bangun di malam hari atau bangun di waktu subuh, maka
hendaknya ia bersegera untuk mengerjakan shalat dan tidak menunda-nundanya agar
tidak terus tenggelam dalam rasa malas dan kantuk. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ فإِن‬، ‫ عليَك ليٌل طويٌل فارُقْد‬:‫ َيضِر ُب كَّل ُعقدٍة َم كاَنها‬، ‫َيعِقُد الَّشيطاُن َعلى قافَيِة رأِس َأحِد ُك م إذا هَو نام َثالَث ُعقٍد‬
‫ وإاَّل‬،‫ فَأصبَح َنشيًطا طِّيَب الَّنفِس‬،‫ فإن صَّلى انحَّلت ُعقُده كُّلها‬،‫ فإن َتوَّضأ انحَّلت ُعقدٌة‬،‫اسَتيقَظ فَذ َك ر َهللا انحَّلت ُعقدٌة‬
‫َأصبَح َخبيَث الَّنفِس َك سالَن‬
“Setan mengikat tengkuk kepala seseorang di antara kalian ketika sedang tidur dengan
tiga ikatan. Pada setiap ikatannya ia mengatakan: “malammu masih panjang, teruslah
tidur”. Maka jika orang tersebut bangun, kemudian ia berdzikir kepada Allah, terbukalah
satu ikatan. Kemudian jika ia berwudhu terbukalah satu ikatan lagi. Kemudian jika ia
shalat maka terbukalah seluruh ikatan. Sehingga ia pun bangun dalam keadaan
bersemangat dan baik jiwanya. Namun jika tidak melakukan demikian, maka ia biasanya
akan bangun dalam keadaan buruk jiwanya dan malas” (HR. Bukhari no. 1142, Muslim
no. 776).
ADAB MAKAN KETIKA BERSAMA KELUARGA

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, aku menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam dengan membawa khazirah (sejenis masakan daging dicampur dengan tepung) yang
sudah aku masak untuk beliau. Aku katakan kepada Saudah yang berada di sebelah Nabi, “Ayo
makan.” Namun Saudah enggan memakannya. Karena itu, aku katakan, “Engkau harus makan
atau makanan ini aku oleskan ke wajahmu.” Mendengar hal tersebut Saudah tetap tidak
bergeming, maka aku ambil makanan tersebut dengan tanganku lalu aku oleskan pada
wajahnya.” Hal ini menyebabkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa lalu menyodorkan
makanan tersebut kepada Saudah seraya mengatakan, “Balaslah olesi juga wajahnya.”
Akhirnya Nabi pun tertawa melihat wajah Aisyah yang juga dilumuri makanan tersebut.
Setelah itu Umar lewat, sambil berkata, “Wahai Abdullah, wahai Abdullah.” Nabi mengira
kalau Umar hendak masuk ke rumah maka beliau bersabda, “Basuhlah muka kalian berdua.”
Aisyah mengatakan, “Sejak saat itu aku merasa segan kepada Umar karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaruh rasa hormat kepada beliau.” (HR. Abu Ya’la,
dengan sanad yang hasan)
Pesan yang terkandung dalam hadits ini:

1. Suami makan bersama istri-istrinya dari satu piring.


2. Bersenda-gurau dengan istri, kedua hal ini dianjurkan dalam rangka menjaga
keharmonisan rumah tangga.
3. Berlaku adil di antara istri dan bersikap adil terhadap pihak yang teraniaya meskipun dengan
nada bergurau.

Dari Abdullah bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang menemani makan istri yang haidh maka beliau bersabda, “Temanilah
makan istri yang sedang haidh.” (HR. Turmudzi, Abu dawud dan Ibn Majah, hasan). Penulis
kitab Aunul Ma’bud, syarah Abu Dawud dan penulis Tuhfah al Ahfadzi, Syarah sunan Turmudzi
sepakat bahwa yang dimaksud menemani makan adalah makan bersama.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidaklah makan siang dan makan malam dengan menggunakan roti dan daging
kecuali dalam hidangan sesama banyak orang.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibn Hibban dengan
sanad shahih)

Rangkuman ini saya ambil di https://muslim.or.id/50-adab-adab-makan-seorang-muslim-


7.html
ADAB-ADAB TATKALA MAKAN
a. Memulai makan dengan mengucapkan, ‘Bismillaah.’
Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ ِبْس ِم ِهللا َأَّو َلُه َو آِخَرُه‬: ‫ َفِإَذ ا َنِس َي َأْن َيْذ ُك َر اْس َم ِهللا ِفْي َأَّو ِلِه َفْلَيُقْل‬،‫ِإَذ ا َأَك َل َأَح ُد ُك ْم َفْلَيْذ ُك ِر اْس َم ِهللا َتَع اَلى‬.

“Apabila salah seorang di antara kalian hendak makan, maka ucapkanlah: ‘Bismillaah’, dan
jika ia lupa untuk mengucapkan bismillaah di awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan:
‘Bismillaah awwaalahu wa aakhirahu’ (dengan menyebut Nama Allah di awal dan
akhirnya).”[4]

b. Hendaknya mengakhiri makan dengan pujian kepada Allah, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ ُغ ِفَر َلُه َم اَتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبِه‬،‫ َاْلَحْم ُد ِِ ِهلل اَّلِذ ْي َأْطَع َم ِنْي َهَذ ا َو َر َز َقِنْيِه ِم ْن َغْيِر َح ْو ٍل ِم ِّنْي َو َال ُقَّوٍة‬: ‫َم َن َأَك َل َطَع امًا َو َقاَل‬.

“Barangsiapa sesudah selesai makan berdo’a: ‘Alhamdulillaahilladzi ath‘amani hadza wa


razaqqaniihi min ghairi haulin minni walaa quwwatin (Segala puji bagi Allah yang telah
memberi makanan ini kepadaku dan yang telah memberi rizki kepadaku tanpa daya dan
kekuatanku),’ niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.”[5]

c. Hendaknya makan dengan menggunakan tiga jari tangan kanan.[6]


Menyedikitkan suapan, memperbanyak kunyahan, makan dengan apa yang terdekat darinya
dan tidak memulai makan dari bagian tengah piring, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam:

‫َيا ُغَالُم َسِّم َهللا َو ُك ْل ِبَيِم ْيِنَك َو ُك ْل ِمَّم ا َيِلْيَك‬.

“Wahai anak muda, sebutlah Nama Allah (bismillaah), makanlah dengan tangan kananmu dan
makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.”[7]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pula:

‫اْلَبَر َك ُة َتْنِز ُل َو َس َط الَّطَع اِم َفُك ُلْو ا ِم ْن َح اَفَتْيِه َو َال َتْأُك ُلْو ا ِم ْن َو َسِط ِه‬.

“Keberkahan itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari pinggir-piring dan
janganlah memulai dari bagian tengahnya.”[8]

d. Hendaknya menjilati jari-jemarinya sebelum dicuci tangannya, sebagaimana sabda


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ِإَذ ا َأَك َل َأَح ُد ُك ْم َطَع امًا َفَال َيْمَس ْح َيَد ُه َح َّتى َيْلَع َقَها َأْو ُيْلِع َقَها‬.

“Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai makan, maka janganlah ia mengusap
tangannya hingga ia menjilatinya atau minta dijilatkan (kepada isterinya, anaknya).”[9]

e. Apabila ada sesuatu dari makanan kita terjatuh, maka hendaknya dibersihkan bagian yang
kotornya kemudian memakannya. Berdasarkan hadits:

‫ِإَذ ا َس َقَطْت ِم ْن َأَحِد ُك ْم الُّلْقَم ُة َفْلُيِم ْط مَا َك اَن ِبَها ِم ْن َأَذ ى ُثَّم ِلَيْأُك ْلَها َو َال َيَد ْع َها ِللَّش ْيَطاِن‬.

“Apabila ada sesuap makanan dari salah seorang di antara kalian terjatuh, maka hendaklah dia
membersihkan bagiannya yang kotor, kemudian memakannya dan jangan meninggalkannya
untuk syaitan.”[10]
f. Hendaknya tidak meniup pada makanan yang masih panas dan tidak memakannya hingga
menjadi lebih dingin. Tidak boleh juga, untuk meniup pada minuman yang masih panas,
apabila hendak bernafas maka lakukanlah di luar gelas sebanyak tiga kali sebagaimana hadits
Anas bin Malik.

‫َك اَن َيَتَنَّفُس ِفي الَّش رَاِب َثَالثًا‬.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika minum, beliau bernafas (meneguknya) tiga kali
(bernafas di luar gelas).”[11]

Begitu juga hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu:

‫َنَهى َع ِن الَّنْفِخ ِفي الُّش ْر ِب‬.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk meniup (dalam gelas) ketika
minum.”[12]

Adapula hadits dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu:

‫َنَهى َأْن ُيَتَنَّفَس ِفي ْاِإل نَاِء َأْو ُيْنَفَخ ِفْيِه‬.

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk menghirup udara di dalam gelas
(ketika minum) dan meniup di dalamnya.”[13]

e. Hendaknya menghindarkan diri dari kenyang yang melampaui batas.


Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“ ‫َم ا َم َأل آَد ِمٌّي ِو َعاًء َش ًّر ا ِم ْن َبْطِنِه َح ْسُب اْبِن آَد َم ُلَقْيَم اٌت ُيِقْم َن ُص ْلَبُه َفِإْن َلْم َيْفَع ْل َفُثُلٌث ِلَطَع اِمِه َو ُثُلٌث ِلَش َر اِبِه َو ُثُلٌث ِلَنَفِس ِه‬.”

“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya
memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan
tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan,
sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya.”[14]

f. Hendaknya memulai makan dan minum dalam suatu jamuan makan dengan mendahulukan
(mempersilahkan mengambil makanan terlebih dahulu) orang-orang yang lebih tua umurnya
atau yang lebih memiliki derajat keutamaan. Hal tersebut merupakan bagian dari adab yang
terpuji. Apabila tidak menerapkan adab tersebut, maka berarti mencerminkan sifat serakah yang
tercela.

g. Hendaknya tidak memandang kepada temannya ketika makan, dan tidak terkesan
mengawasinya karena itu akan membuatnya merasa malu dan canggung. Namun sebaiknya
menundukkan pandangan dari orang-orang yang sedang makan di sekitarnya dan tidak melihat
ke arah mereka karena hal itu menyinggung perasaannya atau mengganggunya.

h. Hendaknya tidak melakukan sesuatu yang dalam pandangan manusia dianggap menjijikkan,
tidak pula membersihkan tangannya dalam piring, dan tidak pula menundukkan kepalanya
hingga dekat dengan piring ketika sedang makan, mengunyah makanannya agar tidak jatuh dari
mulutnya, juga tidak boleh berbicara dengan ungkapan-ungkapan yang kotor dan menjijikkan
karena hal itu dapat mengganggu teman (ketika sedang makan). Sedangkan mengganggu
seorang muslim adalah perbuatan yang haram.

i. Jika makan bersama orang-orang miskin, maka hendaknya mendahulukan orang miskin
tersebut. Jika makan bersama-sama teman-teman, diperbolehkan untuk bercanda, senda gurau,
berbagi kegembiraan, suka cita dalam batas-batas yang diperbolehkan. Jika makan bersama
orang yang mempunyai kedudukan, maka hendaknya ia berlaku santun dan hormat kepada
mereka.
HADITS TENTANG MENGUCAPKAN SALAM
KETIKA MASUK RUMAH
‫ أَأِلُج ؟ َفَقاَل الَّنِبُّي صلى‬: ‫ َح َّدَثَنا َر ُجٌل ِم ْن َبِني َعاِم ٍر َأَّنُه اْسَتْأَذ َن َع َلى الَّنِبِّي صلى الله عليه وسلم َو ُهَو ِفي َبْيٍت َفَقاَل‬: ‫وَع ْن ِرْبِعٍّي َقاَل‬
‫ الَّسَالُم‬: ‫ َفَسِمَع ُه الَّرُجُل َفَقاَل‬، " ‫ َأَأْدُخ ُل‬، ‫ الَّسَالُم َع َلْيُك ْم‬: ‫ ُقِل‬: ‫ َفُقْل َلُه‬، ‫ " أْخ ُرْج ِإَلى َهَذ ا َفَع ِّلْم ُه اِال ْس ِتْئَذ اَن‬: ‫الله عليه وسلم ِلَخاِدِمِه‬
‫ َأَأْدُخ ُل ؟ َفَأِذ َن َلُه الَّنِبُّي صلى الله عليه وسلم َفَد َخ َل " [ أخرجه أبو داود وأحمد‬، ‫َع َلْيُك ْم‬

Suatu hari datang seorang dari Bani Amir ke rumah Rasulullah dan meminta izin untuk memasuki
rumah beliau. Maka, Rasulullah berkata kepada pembantunya, “Keluarlah kamu dan ajarkan laki-
laki itu adab meminta izin, katakanlah padanya untuk mengucapkan, ‘Assalamualaikum, bolehkah
aku masuk?” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

‫ۚ َفِإَذ ا َد َخ ْلُتْم ُبُيوًتا َفَس ِّلُم وا َع َلٰى َأْنُفِس ُك ْم‬

“…Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah) hendaklah kamu memberi salam kepada
(penghuninya), yang artinya juga memberi salam kepada dirimu sendiri…” (QS an-Nur [24]: 61).

Betapa pentingnya meminta izin sebelum memasuki sebuah rumah yang bukan milik sendiri. Cara
ini merupakan salah satu kaidah dalam bersilaturahim. Dan, begitu indah akhlak seseorang yang
selalu mengawali ucapan salam kepada siapa pun yang ditemuinya.

‫ قال رسوُل الله إَّن َأْو َلى الَّناس باللِه َم ْن َبَدأهم بالَّسالم‬:‫وعن َأبي ُأمامة ُصَدِّي بن عجالن الباِهِلي قال‬

“Sesungguhnya orang yang paling utama di sisi Allah adalah mereka yang memulai salam.” (HR
Abu Dawud dan Tirmidzi).

Kaidah selanjutnya, salam tidak hanya untuk kaum pria saja. Asma’ binti Yazid RA pernah
meriwayatkan bahwa Rasulullah ketika lewat di depan masjid dan sekelompok perempuan sedang
duduk-duduk di sana maka Rasulullah melambaikan tangannya sambil memberi salam.

Dan, dianjurkan juga untuk mengucapkan salam kepada anak-anak agar membiasakan mereka
dengan adab-adab memberi salam. Anas RA menceritakan bahwa ketika ia melewati anak-anak
kecil, kemudian ia mengucapkan salam kepada anak-anak tersebut. Begitulah keteladanan
Rasulullah dan para sahabatnya dalam mengutarakan salam.

Anda mungkin juga menyukai