Anda di halaman 1dari 18

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

KEWARGANEGARAAN Dr. H. Muhammad Tambrin, M.M.Pd

KONSTITUSI INDONESIA

OLEH:
KELOMPOK 2
ASSYIFAUL MAUIJAH : 230101010456
M. SYAROFA JULITINDRA WIJAYA : 230101010548
NADIATUL AZKIA : 230101010597
NAILA SYOFA ANDINI : 230101010598

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
TAHUN 2023 M/1444 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
Latar Belakang .................................................................................................... 3
Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
Pengertian Konstitusi .......................................................................................... 5
Keberadaan dan Tujuan Konstitusi...................................................................... 9
Sistem Konstitusi ............................................................................................... 12
Konstitusi Indonesia dari Masa ke Masa .......................................................... 12
BAB III……………………………………………………………………...…...17
PENUTUP……………………………………………………………………….17
Kesimpulan……………………………………………………………………17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum, negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan
yang ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan tampa konstitusi
Negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum
dasarnya suatu negara. Dasar-dasar penyelenggaraaan bernegara
didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar. Negara yang
berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan Negara
konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai
Negara konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus memenuhi
sifat-sifat dan ciri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara tersebut harus
menganut gagasan tentang konstitusionalisme.

Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide, gagasan, atau


paham. Oleh sebab itu, bahasan tentang negara dan konstitusi padabab ini
terdiri atas konstitusionalisme, konstitusi Negara, UUD 1945 sebagai
Konstitusi Negara Republik Indonesia, dan Sistem ketatanegaraan
Indonesia. Manusia hidup bersama dalam berbagai kelompok yang
beragam latar belakangnya. Mula-mula manusia hidup dalam sebuah
keluarga. Lalu berdasarkan kepentingan dan wilayah tempat tinggalnya, ia
hidup dalam kesatuan sosial yang disebut masyarakat dan pada akhirnya
menjadi bangsa. Bangsa adalah kumpulan masyarakat yang membentuk
suatu negara. Berkaitan dengan tumbuh kembangnya bangsa, terdapat
berbagai teori besar dari para ahli untuk mewujudkan suatubangsa
yang memiliki sifat dan karakter sendiri. Istilah bangsa memiliki berbagai
makna dan pengertian nya yang berbeda-beda. Bangsa merupakan
terjemahan dari kata “nation” (dalam bahasa inggris). Kata nation bermakna
keturunan atau bangsa.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konstitusi?
2. Bagaimana keberadaan dan tujuan konstitusi?
3. Bagaimana sistem konstitusi?
4. Bagaimana konstitusi Indonesia dari masa ke masa?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari Bahasa Perancis “Constituere” yang
berarti menetapkan atau membentuk. Dalam penafsiran Wirjono
Projodikoro, constituer dalam pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan
sebagai pembentukan atau penyusunan suatu negara.1 Dalam
ketatanegaraan, istilah konstitusi diberbgai negara dipergunakan beragam.
Di belanda menggunakan kata “Constitutie” di samping kata “grond wet”
Inggris dan Amerika Serikat menggunakan kata “constitution” dalam istilah
sehari-hari konstitusi sering disamakan dengan Undang-Undang Dasar
(UUD). UUD sendiri adalah terjemahan dari kata “grond wet” yang berasal
dari Bahasa Belanda, yakni grond artinya dasar, sementara kata wet berarti
undang-undang.
Dalam catatan Sejarah klasik
Makna konstitusi secara mendalam ada dalam konstitusionalisme
(Mahmud MD, 2000; Budiardjo, 2008), yaitu suatu istilah yang
kemunculannya di abad ke-18, untuk menegaskan adanya Doktrin Amerika
tentang supremasi konstitusi tertulis yang hierarkinya berada di atas
Undang-Undang, yang hanya dibuat oleh Lembaga legislatif. Meskipun
istilah konstitusionalisme baru popular abad ke-18, tetapi sebgai gagasan
dan praksis kehidupan modern konstitusionalisme telah berkembang lebih
lama, yakni suatu gagasan pembatasan, kekuasaan, penguasa di dalam
sebuah konstitusi, sebenarnya telah ada sejak berkembangnya negara
territorial dibawah kekuasaan raja-raja dan dalam kehidupan negara-negara
di Eropa Barat sejak abad ke-12. Gagasan konstitusionalisme sebagai alat
pembatasan kekuasaan sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan gagasan
hak asasi manusia (HAM), demokrasi dan negara hukum yang harus dimuat

1
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1989

5
di dalam sebuah aturan dasar kegiatan politik yang kemudian disebut
konstitusi.
Dalam perkembangan teoritis dan praktik kenegaraan, terdapat
pandangan yang mempersamakan Konstitusi dengan UUD, tetapi juga
terdapat pandangan lain yang menyatakan bahwa Konstitusi tidak sama
dengan UUD. Perbedaan pandangan ini terjadi karena perbedaan sudut
pandang dalam memberikan pengertian terhadap konstitusi, yakni
pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Pengertian konstitusi dalam arti sempit, hanya mencakup konstitusi
tertulis saja, yaitu UUD. Pada saat sekarang, banyak sarjana yang
menyamakan kedua istilah itu, yakni konstitusi dan UUD. Karena dalam
praktek ketatanegaraan di berbagai negara menganggap konstitusi atau
UUD itu dibuat sebagai pegangan untuk menyelenggarakan negara.
Penyamaan istilah konstitusi dengan UUD adaa pengaruh aliran kodifikasi,
tapi sebelum itu sudah terjadi, ketika Oliver Cromwell menjadi Lord
Protector Inggris (1649-1660) yang menyebut UUD sebagai Instrument of
Goverment, yaitu pegangan untuk memerintah. (Subardi, 2001).
Pandangan yang menyamakan Konstitusi dengan Undang Undang
Dasar, antara lain CFStrong, James Bryce (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003),
dan K.C. Wheare (Subardi, 2001). CF Strong mengemukakan bahwa
konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan
pemerintahan, hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara
pemerintah dengan yang diperintah. Sementara James Bryce memberikan
pengertian konstitusi sebagai kerangka negara yang diorganisasikan dengan
dan melalui hukum, dalam hal mara hukum menetapkan; a) peraturan
mengenai pendirian lembaga-lembaga permanen; b) fungsi dari lembaga-
lembaga tersebut; dan c) hak-hak tertentu yang ditetapkan. K.C. Wheare
(1975) mengartikan kontitus sebagai keseluruhan sistem ketatanegaraan
dari suatu negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk
dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
Peraturan-peraturan ini sebagian bersifat legal (bersifat hukum) dalam arti

6
pengadilan berwenang mempertahankannya, dan sebagian tidak bersifat
hukum (nonlegal) atau ekstralegal yang berasal dari kebiasaan dan
konvensi, karena pengadilan tidak dapat mempertahankan terhadap
pelanggaran yang terjadi. Wheare juga menegaskan bahwa konstitusi, untuk
sebagian besar negara di dunia diartikan sebagai aturan-aturan yang
mengatur ketatanegaraan suatu negara yang telah dibukukan dalam suatu
dokumen (kodifikasi), dan sejak diumumkan Konstitusi Amerika pada
tahun 1787, istilah maupun pengertian konstitusi sebagai dokumen tertulis
disamakan dengan UUD.
Konstitusi yang disamakan artinya dengan UUD, memiliki ciri-ciri
umum (Subardi, 2001):
a. Konstitusi itu sebagai kumpulan kaidah hukum yang diberi
kedudukan tertinggi dalam negara (supreme lan)karena
dimaksudkan sebagai alat untuk membatasi wewenang
penguasa.
b. Konstitusi memuat prinsip-prinsip dan ketentuan- ketentuan
yang dianggap paling pokok mengenai kehidupan bernegara.
c. Konsitusi biasanya lahir dari momen sejarah yang terpenting
bagi masyarakat (negara) yang bersangkutan, seperti
pembebasan dari penjajahan, keberhasilan dari suatu revolusi
dan sebagainya.
Sistem ketatanegaraan Indonesia juga pernah mempersamakan
antara Undang-Undang Dasar dengan Konstitusi, yang keduanya digunakan
untuk saling mengisi/ mengganti sebagai hukum dasar Republik Indonesia,
yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi Indonesia Serikat tahun 1949,
dan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950.
Sementara pengertian konstitusi dalam arti luas, maka konstitusi
adalah mencakup keseluruhan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis, yang mengatur secara bagaimana suatu pemerintahan negara
diselenggarakan dalam masyarakat. Pengertian UUD menurut E.C.S. Wide
dan G.Philips (Mahfud MD, 200, Budiardjo, 2008; Priyanto, 2003) adalah

7
naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintah atau negara dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut.
Konstitusi berarti sebagai peraturan dasar dari suatu negara. Menurut Sri
Sumantri (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), konstitusi berarti suatu naskah
yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan
negara. Tim ICCE UIN (2003) memberikan pengertian konstitusi adalah
sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang
dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan
termasuk dasar hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat (rakyat)
dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengertian konstitusi dalam arti luas diberikan oleh kelompok yang
membedakan Konstitusi dan Undang-Undang Dasar di antaranya
Apeldoorn (Supriatnoko, 2008) yang mengemukakan bahwa konstitusi
memuat aturan tertulis dan tidak tertulis, sedang Undang-Undang Dasar
merupakan bagian tertulis dari Konstitusi. Pendapat senada dikemukakan
Herman Heller (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003) bahwa Konstitusi tidak
hanya bersifat yuridis melainkan bersifat sosiologis dan politissedangkan
Undang-Undang Dasar hanya merupakan bagian dari pengertian Konstitusi.
Heller membagi pengertian konstitusi dalam tiga cakupan, (Koesnardi dan
Saragih, 1974) yaitu:
a. Konstitusi sebagai pengertian sosial politik. Pada tingkat ini,
konstitusi baru mencerminkan keadaan sosial politikkenyataan yang ada
dalam masyarakat, belum merupakan pengertian hukum.
b. Konstitusi sebagai pengertian hukum (juridis)., Padi tingkat ini,
keputusan-keputusan yang ada dalam masyarakat tersebut dijadikan sebagai
rumusan yang normatif, yang harus ditaati. Pada tingkat ini, konstitusi tidak
selalu tertulis, tapi ada juga yang tidak tertulis, dan yang tertulis biasanya
dalam arti terkodifikasi. Konstitusi sebagai suatu peraturan hukum, yakni
peraturan hukum yang tertulis.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ferdinand Lasalle (Saiful
Anwar, 1996:47), yang membagi konstistusi dalam dua pengertian, yaitu:

8
a. Konstitusi dalam pengertian sosiologis dan politis, yaitu berupa
faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat. Konstitusi
menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan nyata yang ada
dalam negara, antara lain seperti; raja, parlemen, kabinet, kelompok
penekan (pressure group), dan partai politik.
b. Konstitusi dalam pengertian juridis, yaitu yang tertulis dalam
suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi
pemerintahan.
Dalam praktik kenegaraan hukum dasar yang tidak tertulis
merupakan bagian dari Konstitusi disebut dengan konvensi Di Inggris
keberadaan konvensi dimulai dengan Piagam Magna Charta 1215. Di
Amerika Serikat konvensi dilaksanakan oleh para presiden yang telah dua
kali berturut-turut tidak ada lagi yang mencalonkan diri, meskipun
pembatasan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar Amerika
Serikat. Di Indonesia Pidato Kenegaraan setiap tanggal 16 Agustus
termasuk salah satu konvensi yang sampai sekarang masih dilestarikan.2

B. Keberadaan dan Tujuan Konstitusi


Menurut Mahfud MD (2000), seacara umum konstitusi diartikan
sebagai aturan dasar ketatanegaraan yang setelah disarikan dari ajaran
kedaulatan rakyat. Rousseau memandang konstitusi sebagai perjanjian
masyarakat yang berisikan pemberian hak oleh masyarakat dalam
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara. Dengan kata lain
konstitusi sebenarnya tidak lain dari realisasi demokrasi dengan
kesepakatan bahwa kebebasan penguasa ditentukan oleh masyarakat dan
bukan sebaliknya, kebebasan masyarakat ditentukan oleh penguasa. Oleh
sebab itu, setiap pelanggaran atas konstitusi harus dipandang sebagai
pelanggaran atas kontrak sosial. Dalam kesimpulan analisisnya Mahfud MD
(2000), menyatakan esensi dari konstitusionalisme yang melahirkan
konstitusi minimal terdiri atas 2 hal warga:

2
Sarbaini, Membina Karakter Warga Negara yang Baik, UPT MKU (MPK-MBB) Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 2018 hlm. 73-77

9
a. Konsepsi negara hukum yang menyatakan bahwa secara
universal kewibawaan hukum haruslah mengatasi kekuasaan
pemerintah, oleh karena itu hukum harus mengontrol dan
mengendalikan politik,
b. Konsepsi hak-hak sipil warga negara yang menggariskan
adanya kebebasan warga negara di bawah jaminan konstitusi,
sekaligus adanya pembatasan kekuasaan negara terhadap warga
negara.
Terkait dengan kedua ciri konstitusionalisme tersebut, maka
beberapa hal yang harus ditegaskan dalam konstitusi menurut Bambang
Widjoyanto (1998) adalah:
a. Public authority hanya dapat dilegitimasi menurut ketentuan
konstitusi;
b. Menurut pelaksanaan kedaulatan rakyat (melalui perwakilan)
harus dilakukan dengan menggunakan prinsip universal and
equal suffrage dan pengangkatan eksekutif harus melalui
pemilihan yang demokratis;
c. Pemisahan atau pembagian kekuasaan serta pembatasan
wewenang;
d. Adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri yang dapat
menegakkan hukum dan keadilan baik terhadap rakyat maupun
terhadap penguasa;
e. Adanya sistem kontrol terhadap militer dan kepolisian untuk
menegakkan hukum dan menghormati hak-hak rakyat;
f. Adanya jaminan perindungan HAM.
Keadaan yang hampir sama tentang hal-hal yang harus
ditegaskan dalam konstitusi menurut Mahfud MD (2000)
adalah:
a. Supremasi hukum dalam arti memberikan posisi sentral pada
hukum sebagai pedoman dan pengarah menurut hierarkinya dan
menegakkan tanpa pandang bulu,

10
b. Pengambilan keputusan secara legal oleh Pemerintah dalam arti
bahwa dalam setiap keputusan haruslah sah baik formal-
prosedurnya maupun substansinya,
c. Jaminan atas rakyat untuk menikmati hak-haknya secara bebas
berdasarkan ketentuan hukum yang adil,
d. Kebebasan pers untuk mengungkap dan mengekspresikan
kehendak, kejadian, dan aspirasi yang berkembang di
masyarakat maupun aspirasi institusi itu sendiri,
e. Partisipasi masyarakat dalam proses kenegaraan,
f. Pembuatan kebijaksanaan yang tidak diskriminatif terhadap
golongan, gender, agama, ras, dan ikatan pri-mordial lainnya,
g. Akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat,
h. Terbukanya akses masyarakat bagi keputusan negara dan
pemerintah.
Dari cakupan materi, maka keberadaan konstitusi diadakan untuk
suatu fungsi dan tujuan dalam kehidupan bernegara. Keberadaan konstitusi
dalam suatu negara yang berkaitan dengan fungsi adalah sebagaimana
dikemukakan oleh CJ. Friedrich (Miriam Budiardjo, 2008) bahwa konstitusi
merupakan proses (tata cara) untuk membatasi perilaku pemerintah secara
efektif. Konstitusi mempunyai fungsi khusus dan meupakan perwujudan
atau manifestasi dari hukum tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya
rakyat, tetapi juga oleh pemerintah.
Keberadaan konstitusi baik dilihat dari fungsi maupun tujuannya
esensinya adalah membatasi kekuasaan pemerintahan negara sedemikian
rupa, sehingga penyelenggaraan negara tidak bersifat sewenang-wenang
atau melakukan penyalahgunaan wewenang. Dan pembatasan itu, maka
hak-hak warga negara lebih terjamin dan terlindungi secara pasti. Gagasan
ini disebut dengan konstitusionalisme. Konstitusionalisme menurut C.J.
Frederich (Koenardi dan Saragih, 1994) adalah pemerintahan yang
merupakan kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama
rakyat, tetapi dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan menjamin,

11
bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu, tidak
disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.3

C. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar). tidak
bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan
penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan diba- tasi oleh
ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh
ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional.
Ketetapan MPR, Undang-Undang dan sebagainya. Dengan demikian sistem
ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem negara hukum seperti
dikemukakan di atas.
Dengan landasan kedua sistem negara hukum dan sistem
konstitusional diciptakan sistem mekanisme hubungan dan hukum antar
lembaga negara, yang sekiranya dapat menjamin terlaksananya sistem itu
sendiri dan dengan sendirinya juga dapat memperlancar pelaksana
pencapaian cita-cita nasional.4

D. Konstitusi Indonesia dari Masa ke Masa


Sejatinya konstitusi memiliki peran untuk mempertahankan esensi
keberadaan sebuah negara dari pengaruh berbagai perkembangan yang
bergerak dinamis. Oleh karena itu, konstitusi yang ideal adalah hasil dari
penyesuaian dan penyempurnaan untuk mengikuti segala perkembangan,
khususnya yang berkaitan dengan keinginan hati nurani rakyat. Konstitusi
tentunya bukan istilah yang asing bagi Anda, terutama yang terkait dengan
proses amandemen Undang-Undang Dasar RI 1945 yang beberapa waktu
terakhir menjadi isu sentral dalam ketatanegaraan Indonesia. Perkataan
Konstitusi berarti membentuk pembentukan berasal dari kata kerja
coustituer (Prancis) yang berarti membentuk.5

3
Ibid, hlm. 77-81
4
Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta, 2010, hlm.
89
5
Amelia Haryanti, Konstitusi dan UUD 1945, Unpam Press, Tangerang Selatan, hlm. 75

12
1. Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)

Peletakan sejarah bagi Negara Indonesia dalam pengesahan


kepemilikannya atas suatu konstitusi pertama kali yakni di usia satu hari
setelah menyatakan kemerdekaannya (18 Agustus 1945) dengan nama
Oendang-Oendang Dasar oleh sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia.6
Setelah resmi disahkan, UUD 1945 ini tidak langsung dijadikan
referensi dalam setiap pengambilan keputusan kenegaraan dan
pemerintahan. UUD 1945 pada pokoknya benar-benar dijadikan alat saja
untuk sesegera mungkin membentuk negara merdeka yang bernama
Republik Indonesia. UUD 1945 memang dimaksudkan sebagai UUD
sementara yang menurut istilah Bung Karno sendiri merupakan revolutie-
grondwet atau Undang-Undang Dasar Kilat, yang memang harus diganti
dengan yang baru apabila negara merdeka sudah berdiri dan tegas dalam
ketentuan asli Aturan Tambahan Pasal II UUD 1945 yang berbunyi: “Dalam
enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis ini
bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar”.
Dalam perjalanannya sebelum 27 Desember 1949 (saat digantinya
UUD 1945 oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat), Undang-Undang
Dasar 1945 ini seringkali berlaku secara "nominal" (ada beberapa pasal
yang keberlakuannya tidak senyatanya seperti yang ditentukan dalam
UUD), di tingkat internal terutama terhadap adanya dikhotomi pada waktu
keluarnya Maklumat 14 Nopember 1945 yang memerintahkan perubahan
sistem kabinet dari sistem presidensiil ke sistem parlementer, padahal yang
berlaku sebagai konstitusi pada saat itu adalah Undang-Undang Dasar 1945
dan sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 adalah sistem
presidensiil.7

6
Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, PT Refika Aditama,
Bandung, 2010, hlm. 99
7
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, hlm. 33

13
Kemudian secara eksternal, kurang efektifnya pemberlakuan UUD
1945 ini disebabkan pula dengan keadaan bangsa Indonesia yang
berhadapan dengan Pemerintah Belanda yang masih berkeinginan untuk
menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Berbagai upaya ditempuh oleh
Belanda baik secara militer ataupun secara politik. Secara militer
Pemerintah Belanda berupaya menancapkan kekuasaannya dengan
menggelar Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II pada tahun
1948. Pada sisi lain secara politik Pemerintah Belanda kembali menerapkan
politik adu domba dengan cara mendirikan dan mensponsori berdirinya
beberapa negara kecil diberbagai wilayah Nusantara, seperti negara
Sumatera, negara Indonesia timur, negara pasundan, negara jawa timur, dan
sebagainya. Dengan bentuk Indonesia yang terpecah-pecah itu diharapkan
kekuatan pemerintah republic Indonesia dapat berada dibawah kendali
pemerintah belanda.

2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (27 Desember 1949-17


Agustus 1950)
Konstitusi RIS dinyatakan berlaku mulai 27 Desember 1949. Untuk
keberlakuannya hanya dimaksudkan untuk sementara waktu sebagaimana
ditegaskan pada Pasal 186 Konstitusi RIS bahwa Konstituante bersama-
sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi Republik
Indonesia Serikat. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat
berdasarkan Konstitusi RIS tahun 1949 itu, wilayah Republik Indonesia
sendiri masih tetap ada di samping negara federal Republik Indonesia
Serikat. Karena, sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Konstitusi RIS, Republik
Indonesia diakui sebagai salah satu negara bagian dalam wilayah Republik
Indonesia, yaitu mencakup wilayah yang disebut dalam persetujuan
Renville. Dalam wilayah federal, berlaku Konstitusi RIS 1949, tetapi dalam
wilayah Republik Indonesia sebagai salah satu negara bagian tetap berlaku
UUD 1945. Dengan demikian, berlakunya UUD 1945 dalam sejarah awal
ketatanegaraan Indonesia, baru berakhir bersamaan dengan berakhirnya

14
masa berlakunya Konstitusi RIS, yaitu tanggal 27 Agustus 1950, ketika
UUDS 1950 resmi diberlakukan.
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1059-5 Juli
1959)
Diikhtisarkan oleh Hendarmin Ranadireksa, persetujuan antara RIS
dan RI terdapat pada 12 pokok pikiran yang berkaitan dengan kembali ke
negara berbentuk kesatuan dan perlunya memiliki UUD sebagai dasar
pelaksanaan berbangsa dan bernegara adalah sebagai berikut:
1. Esensi Pasal 27, 29, dan 33 UUD RI 1945 harus masuk dalam UUD
baru;
2. Bahan-bahan tentang HAM dalam Konstitusi RIS harus masuk
dalam UUD baru; Hak milik harus mempunyai fungsi sosial;
3. Senat dan DPA dihapus;
4. Presiden harus tetap Ir. Soekarno;
5. Kedudukan Wakil Presiden dalam Konstituante harus
dipertimbangkan;
6. Dibentuk Majelis Perubahan UUD yang terdiri atas anggota-anggota
Parlemen dan Komisi Nasional Pleno yang belum menjadi anggota
Parlemen;
7. Konstituante harus dibentuk segera dengan PEMILU;
8. Dewan Menteri harus bersifat parlementer;
9. Sebelum dicabutnya Konstitusi RIS yang tidak bertentangan dengan
UUD baru tetap berlaku, sedang yang dibuat oleh RI Proklamasi
sedapat mungkin supaya dijalankan.
Roh dalam butir-butir kesepakatan tersebut memang betul-betul
dimasukan dalam UUD baru yakni UUD sementara RI 1950 yang kemudian
diterima oleh Senat dan DPR RIS pada tanggal 14 Agustus 1950 dan secara
resmi diberlakukan pada tanggal 17 Agustus 1950. Dekrit Presiden tanggal
5 Juli 1959 telah menjadi kenyataan sejarah dan kekuatannya telah
memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik
Indonesia sejak tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang.

15
4. Undang-Undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999)
Sejak Dekrit 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999, UUD
1945 terus berlaku dan diberlakukan sebagai hukum dasar. Sifatnya masih
tetap sebagai UUD sementara. Akan tetapi, karena konsolidasi kekuasaan
yang makin lama makin terpusat di masa Orde Baru, dan siklus kekuasaan
mengalami 'stagnan' yang statis karena pucuk pimpinan pemerintahan tidak
mengalami pergantian selama 30 tahun, akibatnya UUD 1945 mengalami
proses sakralisasi yang irasional selama kurun masa Orde Baru itu. UUD
1945 tidak diizinkan bersentuhan dengan ide perubahan sama sekali.
Padahal, UUD 1945 itu jelas merupakan UUD yang masih bersifat
sementara dan belum pernah dipergunakan atau diterapkan dengan
sungguh-sungguh.8

8
Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, PT Refika Aditama, 2010,
hlm. 106-111

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam catatan Sejarah klasik Makna konstitusi secara mendalam ada
dalam konstitusionalisme (Mahmud MD, 2000; Budiardjo, 2008), yaitu suatu
istilah yang kemunculannya di abad ke-18, untuk menegaskan adanya Doktrin
Amerika tentang supremasi konstitusi tertulis yang hierarkinya berada di atas
Undang-Undang, yang hanya dibuat oleh Lembaga legislatif.
Gagasan konstitusionalisme sebagai alat pembatasan kekuasaan
sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan gagasan hak asasi manusia (HAM),
demokrasi dan negara hukum yang harus dimuat di dalam sebuah aturan dasar
kegiatan politik yang kemudian disebut konstitusi.
Dalam perkembangan teoritis dan praktik kenegaraan, terdapat pandangan
yang mempersamakan Konstitusi dengan UUD, tetapi juga terdapat pandangan
lain yang menyatakan bahwa Konstitusi tidak sama dengan UUD.
Pengertian konstitusi dalam arti luas diberikan oleh kelompok yang
membedakan Konstitusi dan Undang-Undang Dasar di antaranya Apeldoorn
(Supriatnoko, 2008) yang mengemukakan bahwa konstitusi memuat aturan
tertulis dan tidak tertulis, sedang Undang-Undang Dasar merupakan bagian
tertulis dari Konstitusi.
Konsepsi negara hukum yang menyatakan bahwa secara universal
kewibawaan hukum haruslah mengatasi kekuasaan pemerintah, oleh karena itu
hukum harus mengontrol dan mengendalikan politik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, J. (2010). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta


Timur: Sinar Grafika.
Erwin, M. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia . Bandung:
PT Refika Aditama.
Haryanti, A. (2021). Konstitusi dan UUD 1945. Tangerang Selatan: Unpam Press.
Kaelan, A. Z. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan . Yogyakarta: Paradigma.
Prodjodikoro, W. (1989). Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Dian
Rakyat.
Sarbaini. (2018). Membina Karakter Warga Negara yang Baik. Banjarmasin: UPT
MKU ULM.

18

Anda mungkin juga menyukai