Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Pembahasan audit atas saldo kas merupakan bahasan bidang audit tahap akhir. Pemeriksaan atas saldo kas merupakan
pemeriksaan tahap akhir dalam pengauditan, karena saldo kas berkaitan dengan semua siklus-siklus transaksi – hampir
semua siklus transaksi kecuali siklus persediaan – bermuara pada akun kas dan bank. Karenanya, bahan bukti yang
dikumpulkan untuk kas sangat bergantung pada hasil pengujian dalam berbagai siklus transaksi. Pada banyak perusahaan,
volume transaksi siklus pendapatan dan pengeluaran cukup besar, demikian pula dengan perusahaan yang padat kerja,
transaksi personalia bisa cukup besar volumenya. Volume dan besarnya transaksi kas individual dalam siklus pembelanjaan
dan siklus investasi bisa berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, dan bisa sangat berbeda
antara tahun yang satu dengan tahun yang lain.

Tentang Kas
Hubungan Kas dan Siklus-siklus Transaksi
Hubungan saldo kas dengan siklus-siklus transaksi antara lain:
1. Siklus pendapatan. Transaksi penjualan akan menimbulkan piutang dagang jika dilakukan kredit dan akan berakhir
pada akun kas pada saat terjadinya pembayaran piutang. Jika tunai akan secara langsung berhubungan dengan akun
kas (pembayaran).
2. Siklus pengeluaran. Transaksi pembelian akan menimbulkan utang jika dilakukan dengan kredit dan akan
berhubungan langsung dengan akun kas pada saat pembelian tunai atau pelunasan utang.
3. Siklus akuisisi kapital (pendanaan). Aktivitas emisi saham/obligasi dan pembayaran kembali akan melibatkan akun
kas.
4. Siklus investasi. Transaksi pembelian dan penjualan investasi dalam sekuritas akan melibatkan akun kas.
5. Siklus penggajian dan personalia dan penggajian. Pembayaran gaji dan upah akan melibatkan akun kas, baik pada
saat pengisian akun gaji impres atau pada saat pembayaran gaji/upah.

AUDIT SALDO KAS

JENIS-JENIS AKUN KAS


1. Akun Kas Umum: merupakan hal penting bagi sebagian besar organisasi karena sebenarnya penerimaan dan
pengeluaran kas melalui akun ini pada suatu waktu.
2. Akun Gaji Impres: akun tersendiri yang dibentuk untuk melakukan pembayaran gaji dan upah kepada karyawan
dan dalam akun ini ditentukan suatu jumlah tetap.
3. Akun Bank Cabang: serupa dengan akun kas umum, tetapi pada tingkat cabang, dan dapat digunakan untuk
menunjang pengendalian atas penerimaan dan pengeluaran.
4. Dana kas Kecil Impres: digunakan untuk melakukan pembelian tunai yang kecil-kecil yang dapat dibayar lebih
mudah dan lebih cepat dengan kas daripada menggunakan cek.
5. Setara Kas: termasuk dalam laporan keuangan sebagai bagian dari akun kas hanya jika bersifat investasi jangka
pendek yang siap dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek dan tidak ada risiko perubahan nilai dan
perubahan suku bunga yang signifikan.

KAS DI BANK DAN SIKLUS-SIKLUS TRANSAKSI


Dalam audit kas, harus dibuat perbedaan antara verifikasi rekonsiliasi klien atas saldo rekening koran dengan saldo buku
besar dan verifikasi apakah kas yang tercatat di buku besar telah mencerminkan dengan benar semua transaksi kas yang
dilaksanakan selama tahun tersebut. Kesalahan berikut akan mengakibatkan kesalahan pembayaran atau penerimaan kas, dan
tidak terungkap sebagai bagian dari audit atas rekonsiliasi bank:
1. Kesalahan penagihan ke pelanggan
2. Menagih pelanggan dengan harga yang lebih rendah daripada yang ditetapkan oleh kebijakan perusahaan.
3. Penggelapan kas dengan jalan menahan hasil penerimaan kas dari pelanggan sebelum dicatat.

Jika kesalahan tersebut tidak ditemukan dalam audit,seharusnya dapat ditemukan pada bagian audit atas siklus penjualan dan
penerimaan kas.

AUDIT ATAS AKUN KAS UMUM


Dalam pengujian akhir tahun akun kas umum, auditor harus mengumpulkan bahan bukti yang cukup untuk mengevaluasi
apakah kas yang dinyatakan dalam neraca, telah dinyatakan secara wajar dan diungkapkan secara layak.
Metodologi untuk auditing kas akhir tahun:
1. Tentukan materialitas dan tetapkan risiko audit yang dapat diterima, dan risiko bawaan untuk kas di bank.
2. Tetapkan risiko pengendalian untuk kas di bank.
3. Rancang dan laksanakan pengujian substantif atas transaksi, dan prosedur analitis untuk beberapa siklus.
4. Rancang dan laksanakan prosedur analitis bagi saldo kas di bank.
5. Rancang pengujian rinci atas persediaan guna memenuhi tujuan spesifik audit (prosedur audit, ukuran sample, pos
yang dipilih, dan saat pelaksanaan).

Tujuan Audit dalam Siklus ini


Tujuan Audit dalam Siklus Investasi
Tujuan audit dalam siklus ini adalah:
1. Asersi keberadaan/keterjadian. Untuk memeriksa apakah saldo kas menurut pembukuan benar-benar ada pada
tanggal neraca.
2. Asersi kelengkapan. Apakah saldo kas menurut pembukuan telah mencakup pengaruh semua transaksi kas yang
telah terjadi. Untuk memastikan apakah transfer kas antar bank yang terjadi pada akhir tahun telah dicatat pada
periode yang tepat.
3. Asersi hak dan kewajiban. Untuk memastikan apakah seluruh saldo kas yang tercatat dalam tanggal neraca adalah
milik perusahaan.
4. Asersi penilaian dan pengalokasian. Apakah saldo kas menurut pembukuan bisa direalisasi sejumlah yang
tercantum dalam neraca dan cocok dengan daftar pendukung.
5. Asersi penyajian dan pengungkapan. Untuk memastikan bahwa saldo kas telah diidentifikasi dan digolongkan
secara tepat dalam neraca. Untuk memastikan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian utang, batas kredit, dan
pembatasan-pembatasan kas lainnya telah diungkapkan dalam neraca.

Pertimbangan-pertimbangan Perencanaan Audit


Materialitas
Pada banyak perusahaan, porsi saldo kas sepanjang tahun, umumnya sangat kecil bila dibandingkan dengan aktiva lancar
atau total aktiva dalam neraca. Namun, dengan banyaknya transaksi yang memengaruhi kas (hampir semua siklus) jumlah
kas yang mengalir melalui rekening ini bisa sangat material. Bahkan sering dijumpai, volume transaksi yang berpengaruh
terhadap kas jauh lebih besar dari rekening mana pun manapun dalam laporan keuangan.

Risiko Bawaan
Tingginya volume transaksi kas menyebabkan tingkat risiko bawaan untuk sejumlah asersi saldo kas menjadi sangat tinggi,
terutama untuk asersi keberadaan/keterjadian dan kelengkapan. Risiko ini menjadi semakin tinggi karena sifat kas yang
rentan terhadap pencurian dan berbagai macam tindak kecurangan lainnya. Namun, berbeda dengan piutang dan persediaan,
risiko yang berkaitan dengan asersi hak dan kewajiban, penilaian atau pengalokasian, serta penyajian dan pengungkapan kas
biasanya rendahkarena tidak ada masalah serius dalam hal hak kepemilikan, pengukuran akuntansi, estimasi, maupun
pengungkapannya.

Risiko Prosedur Analitis


Saldo kas sangat dipengaruhi oleh keputusan-keputusan operasi, pembelanjaan dan keuangan, serta strategi yang ditetapkan
manajemen. Oleh karena itu dalam keadaan tertentu saldo rekening ini tidak diharapkan untuk nampak stabil atau memiliki
hubungan yang bisa diperkirakan dengan data keuangan dan operasi lain atau pun dengan data historis. Perusahaan yang
dikelola dengan baik biasanya memiliki anggaran kas yang memproyeksi: 1) penerimaan kas berdasarkan antisipasi
penerimaan dari piutang; 2) pengeluaran kas untuk kebutuhan operasi; dan 3) aktivitas investasi dan pembelanjaan.

Prosedur analitis yang efektif menyangkut pembandingan saldo kas dengan anggaran, atau dengan kebijakan perusahaan
tentang kas minimum dan penginvestasian kelebihan kas. Biasanya akan lebih efektif untuk membandingkan saldo kas
dengan anggaran dan kebijakan perusahaan karena kebutuhan kas masing-masing perusahaan kadang-kadang sangat unik.
Selain itu, prosedur analitis yang bisa dilakukan auditor adalah membandingkan presentase kas terhadap aktiva lancar dan
membandingkannya dengan taksiran.

Apabila prakiraan yang masuk akal bisa dilakukan dan data sesuai dengan prakiraan tersebut, prosedur analitis bisa memberi
jaminan untuk asersi keberadaan/keterjadian, kelengkapan, serta penilaian dan pengalokasian.

Risiko Pengendalian Internal


Pengendalian internal yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran kas telah dijelaskan pada pengauditan siklus
penjualan dan penagihan sebagai basis penerimaan kas dan pengauditan siklus pembelanjaan dan pembayaran sebagai basis
pengeluaran kas. Berkaitan dengan hal ini, maka kita perlu mereviu kembali beberapa elemen terkait penerimaan dan
pengeluaran kas, yaitu antara lain menyangkut elemen-elemen pengendalian internal: 1) lingkungan pengendalian; 2)
perhitungan risiko; 3) informasi dan komunikasi; 4) prosedur pengendalian; dan 5) monitoring, termasuk pula pembahasan
mengenai dokumen-dokumen kunci dan catatan-catatan serta fungsi-fungsi terkait.

Penerimaan dan pengeluaran kas biasanya merupakan transaksi rutin yang bisa dikendalikan oleh sistem pengendalian
internal yang baik, sehingga auditor dapat menetapkan risiko pengendalian pada tingkat rendah. Mengingat sifat kas yang
mudah diselewengakan dan rentan terhadap pencurian, para auditor umumnya melakukan penilaian pengendalian internal
kas dengan cermat, dan menyampaikan semua kondisi yang perlu dilaporkan dengan jelas kepada manajemen.

Terdapat dua musuh atau ancaman dalam sistem pengendalian internal sebagaimanapun baiknya, yaitu: 1) persekongkolan
antara pejabat atau petugas yang fungsi dan kewenangannya dipisahkan oleh sistem; 2) terjadinya management override
yaitu pemanfaatan wewenang selaku pimpinan sehingga fungsi pengendalian internal tidak dapat berfungsi.

Substantive Test
Sebagaimana pengauditan dalam siklus lainnya, auditor harus menetapkan risiko deteksi bisa diterima untuk setiap kategori
asersi laporan keuangan, sebelum melakukan pengujian substantif. Dalam pengujian substantif atas saldo kas, istilah saldo
kas dibatasi pada kas di tangan dan kas bank, tidak termasuk kas kecil.

Risiko Deteksi
Dalam pengauditan saldo kas, auditor umumnya menggunakan pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan secara
maksimum dengan melakukan penekanan pada pengujian detil. Walaupun pada sisi lain, bahwa pendekatan model risiko
audit menunjukkan bahwa pendekatan tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan, apabila penggunaan prosedur analitis dan
pengendalian internal cukup efektif.

Risiko bawaan pada penilaian audit atas saldo kas umumnya tinggi – karena sifat kas yang likuid – yang membuat kas
mudah disalahgunakan. Efektifitas prosedur analitis tergantung pada prosedur-prosedur yang diterapkan perusahaan dalam
anggaran kas atau peramalan kas. Metodologi untuk memadukan penetapan risiko pengendalian atas asersi-asersi kelompok
transaksi digunakan untuk menetapkan tingkat risiko pengendalian asersi-asersi saldo kas. Model matriks risiko juga perlu
digunakan dalam menentukan tingkat risiko deteksi bisa diterima untuk setiap asersi saldo kas.

Prosedur-prosedur Awal Pengujian Substantif


Berbagai prosedur-prosedur awal yang dapat dilakukan dalam pengauditan siklus investasi adalah sebagai berikut:

1. Dapatkan pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien. Auditor perlu memahami dan mengerti volume
transaksi yang melalui berbagai rekening kas, kemampuan perusahaan menghasilkan kas dari operasi, kebijakan
dalam pembuatan peramalan atau penganggaran kas, serta kebijakan penginvestasian kelebihan kas.
2. Auditor perlu menelusuri saldo awal rekening kas ke saldo akhir per audit dalam kertas kerja audit tahun lalu
sebagai titik tolak verifikasi. Tahapan selanjutnya, auditor perlu untuk melakukan reviu aktivitas selama periode
yang diperiksa dalam rekening buku besar kas, kemudian melakukan penyelidikan atas ayat-ayat jurnal untuk
melihat kemungkinan aktivitas yang nampak tidak biasa, baik dalam jumlah maupun sumbernya. Auditor perlu
meminta daftar kas – ikhtisar kas di tangan dan kas di bank - yang dibuat klien per akhir tahun. Dalam daftar
tersebut dirinci semua kas yang belum disetor ke bank dan daftar saldo bank. Auditor harus memeriksa ketelitian
perhitungan daftar-daftar tersebut dan mencocokkannya dengan saldo di buku besar. Pengujian ini akan
menghasilkan bukti terkait asersi penilaian dan pengalokasian.

Pengujian Detil Transaksi


Pengujian substantif detail berupa penelusuran dan pencocokan (vouching and tracing) ke dokumen transaksi penerimaan
dan pengeluaran kas biasanya dilakukan bersamaan dengan pengujian pengendalian – pengujian bertujuan ganda. Bukti yang
diperoleh dari pengujian tersebut dipadukan dengan bukti yang diperoleh dari prosedur pengujian detil transaksi berikut,
yaitu pengujian pisah batas kas dan penelusuran transfer antar bank. Perpaduan pengumpulan bukti ini akan membawa pada
simpulan atas penilaian kewajaran saldo kas. Berikut ini akan dibahas dua pengujian detil transaksi yang biasanya dilakukan
pada tanggal atau mendekati tanggal neraca.

1. Pengujian pisah batas kas.


Pengujian pisah batas kas ditujukan untuk mendapatkan bukti audit atas asersi keberadaan atau keterjadian dan
asersi kelengkapan. Pengujian pisah batas yang tepat atas penerimaan dan pengeluaran kas pada akhir tahun sangat
penting bagi pelaporan kas pada tanggal neraca. Pengujian cut-off pada saldo kas merupakan bagian dari program
audit piutang dagang dan utang dagang. Beberapa program/prosedur audit yang dapat dilakukan dalam rangka
melakukan uji cut-off adalah:
1) Melakukan observasi untuk memastikan bahwa semua kas yang diterima pada hari penutupan bisnis di akhir
tahun buku telah dimasukkan ke dalam kas di tangan atau sebagai setoran dalam perjalanan, dan tidak ada
penerimaan periode berikutnya yang dimasukkan ke dalam saldo tahun yang diperiksa; atau dapat juga
melakukan
2) Melakukan reviu atas dokumen-dokumen seperti ikhtisar kas harian, bukti setoran kas ke bank, dan laporan
bank untuk periode beberapa hari sebelum dan sesudah akhir tahun buku untuk menentukan ketepatan pisah
batas.
3) Melakukan observasi cek yang ditarik terakhir dan dikirim pada hari terakhir tahun buku dan telusur ke
catatan akuntansi untuk menentukan ketelitian pisah batas pengeluaran kas, atau dapat juga melakukan
4) Pembandingan tanggal pada cek-cek yang diterbitkan beberapa hari sebelum dan sesudah akhir tahun buku ke
tanggal pencatatan cek untuk memastikan ketepatan pisah batas.
2. Penelusuran transfer antar bank.
Secara umum, banyak perusahaan yang memiliki beberapa rekening bank yang berbeda dan untuk tujuan yang
berbeda. Berkaitan dengan hal ini, perusahaan bisa melakukan transfer dari bank satu ke bank lainnya, misalnya
transfer dari rekening giro umum di Bank A ke rekening giro gaji impres pada Bank B untuk didistribusikan pada
karyawan. Penelusuran transfer antar bank ditujukan untuk mengetahui adanya: pertama, float period yang terjadi
ketika transfer antar bank dilakukan dengan menggunakan cek, yaitu masa di mana sebelum cek dibayar dan
dibukukan pada bank penerima. Kedua, terjadinya kitting, yaitu pencatatan suatu transfer bank telah dicatat
sebagai setoran pada bank penerima, sedangkan pengurangan dalam saldo rekening giro pada bank penyetor (yang
ditarik) sengaja belum dilakukan. Ketidakberesan ini memiliki tujuan untuk membuat lebih saji pada suatu
rekening bank. Kitting bisa terjadi apabila terjadi kelemahan pengendalian internal yang memungkinkan seseorang
untuk menerbitkan dan sekaligus mencatat atau terjadinya kolusi antara dua fungsi yang memiliki tanggung jawab
yang berbeda. Selain melakukan penelusuran transfer bank, kitting dapat dideteksi dengan cara: 1) menggunakan
dan mendapatkan cut-off laporan bank; 2) melakukan pengujian pisah batas kas, karena cek terakhir di bulan
Desember tidak akan tercatat dalam register cek. Penelusuran atas transfer bank bertujuan untuk mendapatkan
bukti atas asersi keberadaan atau keterjadian dan kelengkapan.

Pengujian Detil Saldo


Pengujian substantif atas detil saldo meliputi lima jenis pengujian, yaitu:

1. Perhitungan kas di tangan.


Kas di tangan adalah penerimaan kas yang belum disetor ke bank dan dana yang disediakan untuk penukaran uang.
Tujuan pengujian ini adalah untuk mencegah terjadinya pemindahan kas oleh klien dari kas yang sudah dihitung ke
kas yang belum dihitung. Pengamanan terhadap kas juga perlu dilakukan - jika tempat kas berada pada beberapa
tempat yang berbeda - dalam rangka untuk mencegah klien menutupi selisih kas yang mungkin terjadi. Pengujian
ini berguna untuk mendapatkan bukti atas semua asersi, kecuali asersi penyajian dan pengungkapan – terjadinya
penggunaan dana pribadi pemegang kas kecil untuk menutupi selisih kas. Pengawasan yang dapat dilakukan antara
lain: 1) mengawasi semua kas dan alat pembayaran yang berada di tangan sampai semua dana selesai dihitung; 2)
meminta pemegang kas hadir selama proses perhitungan; 3) mendapatkan dana bukti penerimaan kembali oleh
klien; 4) memastikan bahwa semua cek yang belum disetor ke bank adalah atas nama klien, baik secara langsung
maupun melalui endorsement.

2. Mengkonfirmasi saldo simpanan di bank dan pinjaman.


Auditor harus melakukan konfirmasi atas saldo rekening bank serta saldo utang ke bank. Tiga informasi yang perlu
dikonfirmasikan oleh auditor adalah: 1) saldo simpanan klien pada bank; 2) saldo pinjaman ke bank; 3) saldo
simpanan atau pinjaman lain yang dipandang perlu dikemukakan oleh pejabat bank. Konfirmasi atas saldo
simpanan di bank memberikan bukti transaksi untuk asersi: 1) keberadaan dan keterjadian saldo pada tanggal
neraca; 2) hak dan kewajiban; menyatakan kepemilikan klien; 3) penilaian dan pengalokasian, saldo terkonfirmasi
pada bank digunakan untuk menetapkan saldo kas yang benar per tanggal neraca. Konfirmasi atas saldo utang pada
bank akan memberikan bukti audit atas asersi: 1) keberadaan dan keterjadian, melalui pernyataan tertulis tentang
saldo utang per tanggal neraca; 2) hak dan kewajiban, dimana utang merupakan kewajiban klien; 3) penilaian dan
pengalokasian, jawaban konfirmasi merupakan jumlah yang terutang.

3. Konfirmasi ketentuan lain dengan bank.


Konfirmasi yang dilakukan atas kesepakatan-kesepakatan dengan bank, seperti batasan kredit, yaitu persyaratan
agar peminjam menjaga saldo kas pada bank. Kesepakatan saldo rekening yang harus dipertahankan bisa
merupakan persentase dari jumlah pinjaman, atau merupakan jumlah yang ditetapkan (compensating balance).
Konfirmasi lain yang dapat dilakukan adalah jaminan utang (bersyarat) pada bank dan pihak lain. Konfirmasi
mengenai hal ini ditujukan untuk mendapatkan bukti atas asersi penyajian dan pengungkapan.

4. Memeriksa sepintas, mereviu, atau menyusun rekonsiliasi bank.


Apabila tingkat risiko deteksi ditetapkan tinggi, auditor cukup memeriksa sepintas rekonsiliasi bank yang dibuat
oleh klien dan memeriksa ketelitian perhitungan matematisnya. Jika risiko deteksi ditetapkan moderat, auditor
harus melakukan reviu rekonsiliasi bank yang dibuat klien. Apabila risiko deteksi ditetapkan rendah, maka auditor
harus menyusun sendiri rekonsiliasi bank dengan menggunakan data yang ada pada klien. Namun, apabila risiko
deteksi ditentukan sangat rendah, maka auditor harus mendapatkan datanya sendiri dari bank dan berdasarkan data
tersebut, auditor menyusun laporan rekonsiliasi. Bukti berupa rekonsiliasi bank untuk memeriksa saldo kas
terkadang dianggap kurang memadai karena berkaitan dengan dua ketidakpastian, yaitu: 1) cek dalam perjalanan;
dan 2) setoran dalam perjalanan. Prosedur ini merupakan sumber bukti audit atas asersi penilaian dan
pengalokasian, keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, serta hak dan kewajiban.

5. Penggunaan cut-off laporan bank


Dalam prosedur pengujian substantif ini digunakan untuk memeriksa pos-pos rekonsiliasi bank, mendeteksi cek
yang yang belum dicatat yang telah dikliring dengan bank. Pengujian lainnya adalah mencari bukti kemungkinan
terjadinya window dressing.

Pembandingan Penyajian Laporan Keuangan dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum


Kas harus diidentifikasi dan digolongkan dalam neraca dengan benar. Auditor menentukan ketepatan penyajian laporan
keuangan dengan cara mereviu konsep laporan keuangan klien dan bukti yang diperoleh dari pengujian-pengujian substantif.
Pengujian yang dapat dilakukan adalah: 1) Menentukan bahwa saldo kas telah diidentifikasi dan diungkapkan dengan tepat;
2) Tentukan bahwa overdraft telah direklasifikasi sebagai utang lancar; 3) Mengajukan pertanyaan kepada manajemen,
melakukan reviu korespondensi dengan bank; 4) Auditor juga harus mereviu notulen rapat dewan komisaris dan mengajukan
pertanyaan kepada manajemen untuk mencari bukti tentang pembatasan penggunaan kas.
Pertimbangan-pertimbangan Lain
Pengujian untuk Mendeteksi Lapping
Lapping adalah ketidakberesan yang diakibatkan oleh penyalahgunaan penerimaan kas. Hal ini bisa berupa penggunaan kas
untuk keperluan pribadi, baik secara sementara atau permanen. Lapping bisa terjadi ketika tidak ada pemisahan tugas antara
penerima kas (misalnya dari piutang dagang) dengan pencatat piutang dagang. Dalam pengauditan saldo kas, pada saat
auditor menyadari tidak adanya pemisahan tugas antara pihak penerima kas dan pencatat, auditor sudah seharusnya
memprediksi kemungkinan terjadinya lapping. Dalam upaya untuk menutupi kekurangan kas dalam lapping, untuk
menutupinya biasanya dilakukan cara sebagai berikut: 1) membuat jumlah menurut buku dan bank selalu sama sehingga
rekonsiliasi bank tidak akan dapat melacak terjadinya kekurangan kas; 2) mengoreksi rekening piutang dalam waktu tiga
atau empat harisejak penerimaan kas sesungguhnya, sehingga setiap selisih akan dikatakan sebagai keterlambatan
penerimaan uang /posting; 3) melakukan penggeseran selisih ke rekening debitur lainnya.

Terdapat tiga prosedur pengauditan yang bisa dilakukan dalam mendeteksi lapping, di antaranya adalah:

1. Konfirmasi piutang dagang. Konfirmasi piutang dilakukan secara mendadak pada tanggal interim, sehingga pelaku
tidak menyadari kondisi ini dan tidak mempunyai waktu untuk memanipulasi dengan melakukan penyesuaian pada
data yang sesungguhnya.
2. Perhitungan kas mendadak. Perhitungan kas meliputi perhitungan atas sejumlah kas baik logam atau kertas, dan
cek pelanggan yang ada di tangan. Auditor harus mengamati detail penyetoran pada bank, kemudian
membandingkan slip setoran dengan ayat jurnal penerimaan kas dan posting pada buku besar.
3. Pembandingan detil ayat jurnal penerimaan kas dengan detil setoran harian pada bank. Auditor dapat membuat
pradaftar untuk mengontrol tanggal penerimaan sesungguhnya dibandingkan dengan tanggal posting penerimaan
pembayaran dari pelanggan ke buku besar pelanggan yang bersangkutan. Sehingga kondisi selisih yang terjadi
karena lapping tidak dapat ditutupi.

Pembuatan Pengujian Kas


Pengujian kas (proof of cash) adalah sebuah rekonsiliasi serentak atas transaksi dan saldo menurut laporan bank dengan data
dalam pembukuan klien untuk suatu periode waktu tertentu. Periode waktu dalam melakukan pengujian kas bisa satu bulan
interim atau lebih atau pada bulan terakhir di tahun buku yang bersangkutan. Pengujian ini dilakukan auditor agar dapat
mencapai tingkat risiko deteksi yang rendah atas saldo kas. Terdapat empat unsur informasi yang didapat oleh auditor pada
saat melakukan pengujian kas, yaitu: saldo awal; penerimaan kas; pengeluaran kas; dan saldo akhir kas.

Tahapan-tahapan dalam melakukan pengujian kas, antara lain:

1. Meminta daftar jumlah total menurut bank dan pembukuan dari laporan bank dan dari rekening kas di bank.
2. Mendapatkan saldo awal dan saldo akhir dari unsur-unsur yang direkonsiliasi dalam rekonsiliasi bank pada
tanggal-tanggal yang bersangkutan.
3. Tentukan unsur-unsur rekonsiliasi dengan melakukan analisis.

Unsur-unsur yang harus diperiksa dalam prosedur ini adalah berkaitan dengan perhitungan matematis; total penerimaan dan
pengeluaran kas harus dicocokkan ke jurnal kas yang bersangkutan.

Daftar Pustaka
Auditing dan Jasa Assuransce Pendekatan Terintegras (Jilid 2), Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S.
Beasley,

Anda mungkin juga menyukai