Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Remaja merupakan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak
dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta
perkembangan kognitif dan sosial yang berlangsung antara umur 12-19 tahun.
Masa remaja seorang anak akan didahului suatu periode yang dinamakan
pubertas dimulai saat umur 8 hingga 10 tahun dan berakhir kurang lebih usia
15-16 tahun. Masa pubertas yaitu masa terjadinya perubahan diantaranya
perubahan fisik, menyangkut pertumbuhan dan kematangan organ reproduksi,
perubahan intelektual, perubahan bersosialisasi, dan perubahan kematangan
kepribadian termasuk emosi (Kusmiran, 2011).
Remaja rentan terhadap gangguan kesehatan reproduksi. Kesehatan
reproduksi remaja dipengaruhi beberapa faktor yang berpotensi menimbulkan
gangguan, termasuk gangguan menstruasi. Pada remaja putri banyak faktor
yang dapat mempengaruhi gangguan menstruasi antara lain: hormon,
kelenjar, stres, dan status gizi (Proverawati dan Misaroh, 2009).
Permasalahan kesehatan reproduksi merupakan tanggung jawab bersama baik
itu tenaga kesehatan maupun masyarakat sendiri. Salah satu gangguan
reproduksi adalah perdarahan uterus disfungsional. Perdarahan uterus
disfungsional merupakan gangguan reproduksi dengan tingkat kejadian yang
tinggi di Indonesia. Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada semua
umur, terutama pada perimenars dan perimenopause (Baziad, 2009).
Data di beberapa negara industri menyebutkan bahwa seperempat
penduduk perempuan dilaporkan pernah mengalami menoragia, 21%
mengeluh siklus haid memendek, 17% mengalami perdarahan antar haid, dan
6% mengeluh perdarahan pasca senggama. Selain menyebabkan gangguan
kesehatan, gangguan haid ternyata berpengaruh pada aktivitas sehari-hari
yaitu 28% dilaporkan merasa terganggu saat bekerja sehingga berdampak
pada bidang ekonomi (Anwar dkk, 2011).

1
Menurut data Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, 68% perempuan
di Indonesia berusia 10-59 tahun memiliki haid teratur dan 13,7% memiliki
siklus haid yang tidak teratur. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013 juga menyatakan bahwa presentasi wanita usia subur di Indonesia
sebanyak 10% mengalami haid tidak teratur. Salah satunya gangguan haid
adalah menoragia. Menoragia adalah haid yang lama dan lebih banyak dari
jumlah yang normal atau lebih dari 8 hari (Proverawati dan Siti, 2009).
Menstruasi yang berlangsung berkepanjangan dengan jumlah darah yang
terlalu banyak untuk dikeluarkan setiap harinya dapat menyebabkan tubuh
kehilangan terlalu banyak darah sehingga memicu terjadinya anemia. Gejala-
gejala yang timbul akibat anemia diantaranya adalah nafas menjadi pendek,
mudah lelah, jari tangan dan kaki menjadi lemas, sakit kepala, depresi, dan
konsentrasi menurun (Manuaba, 2010).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan kebidanan kesehatan reproduksi di Puskesmas
Karanganom, Klaten”

C. Tujuan
1. Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan pada wanita mengenai kesehatan
reproduksi secara holistik dengan pendekatan manajeman kebidanan dan
melakukan pendokumentasian secara SOAP notes.
2. Khusus
a. Melaksanakan pengkajian data subyektif dan obyektif pada wanita
dengan gangguan kesehatan reproduksi menggunakan pendekatan
holistik
b. Menginterpretasi data dasar dengan berpikir kritis pada wanita
dengan gangguan kesehatan reproduksi.
c. Melakukan implementasi asuhan pada wanita dengan gangguan
kesehatan reproduksi berdasarkan evidence based practice.
D. Manfaat
1. Bagi Institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber referensi
khususnya tentang asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan
kesehatan reproduksi.
2. Bagi Lahan Praktik
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi banding dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan
kesehatan reproduksi.
3. Bagi Profesi Bidan
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi bidan dalam
asuhan komprehensif pada wanita dengan gangguan kesehatan reproduksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Remaja
Remaja merupakan suatu tahap perkembangan antara masa
anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik
umum serta perkembangan kognitif dan sosial yang berlangsung
antara umur 12-19 tahun. Masa remaja suatu periode kehidupan
kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara
efisien mencapai puncaknya karena selama periode ini, proses
perkembangan otak mencapai kesempurnaan (Proverawati, 2011).
Remaja umur 13 tahun sampai 17 adalah golongan kelompok
usia yang relatif sangat bebas, termasuk relatif bebas dalam
memilih jenis makanan yang mereka konsumsi (Soerjodibroto,
2009). Remaja adalah golongan individu yang mencari identitas
diri, mereka suka ikut-ikutan dan terkagum-kagum pada idola yang
berpenampilan menarik, sehingga dalam hal memilih makanan
tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar
bersosialisasi untuk kesenangan, dan upaya tidak kehilangan status.
Hal ini mempengaruhi keadaan gizi para remaja (Khomsan, 2009).
Menurut Rice (2014), masa remaja adalah masa peralihan,
ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang
memiliki kematangan. Berdasarkan masa tersebut ada dua hal
penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua
hal tersebut adalah pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu
adanya perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat
internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat
remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa
perkembangan lainnya (storm andstress period).
2. Masalah Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama
Masalah gizi terdiri dari gizi kurang dan gizi lebih. Masalah
gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi,
sedangkan masalah gizi lebih dianggap sebagai sinyal pertama dari
munculnya kelompok-kelompok penyakit non-infeksi (Non
Communicable Disease) yang sekarang ini banyak terjadi di
Negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang
berkembang (Hadi, 2009).
Kelompok remaja pada umumnya mempunyai kondisi gizi
yang lebih baik daripada kelompok balita maupun kelompok anak
sekolah, karena kelompok umur ini mudah di jangkau oleh
berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan pemerintah maupun
kelompok swasta. Meskipun demikian masih terdapat berbagai
kondisi gizi remaja yang tidak memuaskan, seperti berat badan
yang kurang atau sering disebut anoreksia, kelebihan berat badan
atau dikenal dengan obesitas, anemia defisiensi besi dan daerah-
daerah tertentu juga defisiensi iodium (Sediaeotama, 2009).
3. Kebutuhan Gizi Remaja
Remaja akan mengalami perubahan kognitif, sosial–
emosional, dan kebiasaan gaya hidup yang dapat meciptakan
dampak yang sangat besar dalam kebiasaan makan remaja. Survey
yang dilakukan Hurlock (1997) menunjukkan bahwa remaja suka
sekali jajan makanan ringan, jenis makanan yang dikonsumsi jenis
kue-kue yang manis dan golongan pastry serta permen, sedangkan
golongan sayur dan buah-buahan jarang dikonsumsi sehingga
dalam diet rendah akan zat besi, vitamin, dan lain-lain.
Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan baik secara fisik, mental dan aktivitas sehingga
kebutuhan makanan yang mengandung zat-zat gizi menjadi lebih
besar. Kebutuhan gizi remaja putri dan remaja pria sangat berbeda.
Remaja putri lebih banyak membutuhkan zat besi, vitamin
daripada remaja putra, karena untuk mengganti besi yang hilang
bersamaan dengan darah haid (Agus, 2009).
Tabel 2.1 menunjukkan angka kecukupan gizi rata-rata yang
dianjurkan (per orang per hari) berdasarkan Kemenkes tahun 2013.

Tabel 2.1
AKG Rata-Rata Yang Dianjurkan E P L KH Zat Vitamin C
(Per hari) Tahun 2013 Golongan (kkal) (g) (g) (g) Besi
Umur (tahun)
Perempuan 13 - 15 th 2125 69 71 292 26 65

4. Gangguan Reproduksi
a. Pengertian
Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita
dalam manajemen kesehatan wanita (Manuaba, 2010).
Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi salah
satunya adalah masalah reproduksi yang berhubungan dengan
gangguan sistem reproduksi. Hal ini mencakup infeksi,
gangguan menstruasi, masalah struktur reproduksi, keganasan
pada alat reproduksi wanita, infertilitas, dan lain–lain
(Baradero dkk, 2009).
b. Etiologi
Gangguan reproduksi disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormon. Gangguan reproduksi yang
biasanya terjadi, misal kista endometrium yang banyak dialami
wanita yang memiliki kadar FSH dan LH (Kasdu, 2009).
c. Jenis - jenis Gangguan Reproduksi
1) Gangguan Menstruasi
Gangguan menstruasi menurut Manuaba (2009), terbagi
menjadi :
a) Gangguan jumlah darah dan lama haid
(1) Menoragia yaitu jumlah darah dan lamanya lebih
dari batas normal.
(2) Hipomenorea yaitu jumlah darah yang keluar
sedikit.
b) Gangguan siklus menstruasi
(1) Polimenorea yaitu menstruasi yang sering terjadi
yaitu < 21 hari.
(2) Oligomenorea yaitu siklus menstruasi melebihi
35 hari.
(3) Amenorea yaitu keterlambatan menstruasi
lebih dari 3 bulan berturut - turut.
c) Gangguan menstruasi / perdarahan di luar haid
Perdarahan di luar haid disebut juga metroragia, yaitu
perdarahan disebabkan oleh keadaan yang bersifat
hormonal dan kelainan anatomis.
2) Nyeri Abdomen dan Panggul
Nyeri abdomen dan panggul terbagi menjadi 2 yaitu :
a) Nyeri akut
Kemampuan untuk mengenali dan menangani
nyeri abdomen akut secara akurat merupakan
keahlian penting dalam perawatan kesehatan wanita.
b) Nyeri kronis
Wanita yang mengalami nyeri panggul kronis adalah
orang yang sering kali mengunjungi pemberi layanan
kesehatan dalam jangka waktu yang lama.
5. Menstruasi
a. Pengertian
1) Menurut Wiknjosastro (2006), haid adalah perdarahan
secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan
(deskuamasi) endometrium.
2) Menurut Anwar, dkk (2011), menstruasi adalah
penumpahan lapisan uterus yang terjadi setiap bulan berupa
darah dan jaringan, yang dimulai pada masa pubertas,
ketika seorang perempuan mulai memproduksi cukup
hormon tertentu (‘kurir’ kimiawi yang dibawa didalam
aliran darah) yang menyebabkan mulainya aliran darah.
b. Siklus Menstruasi
Siklus haid merupakan waktu sejak hari pertama haid
sampai datangnya haid periode berikutnya. Sedangkan panjang
siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu
dan mulainya haid berikutnya (Wiknjosastro, 2006).
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil,
selaput lendir uterus mengalami perubahan-perubahan yang
berkaitan erat dengan aktifitas ovarium. Menurut Proverawati
dan Siti (2009), siklus menstruasi terdiri dari 4 fase, yaitu :
1) Fase proliferasi/fase folikuler (hari ke-5 sampai hari ke-14)
Fase ini ditandai dengan menurunnya hormon progesteron
sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan
FSH dan merangsang folikel dalam ovarium, serta dapat
membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel
berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan
menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya
LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekresi FSH
tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek.
2) Fase ovulasi/luteal (hari ke-14 sampai hari ke-28)
Fase ini ditandai dengan sekresi LH yang memacu
matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah menstruasi.
Sel ovum yang matang akan meningggalkan folikel dan
folikel akan mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum.
Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon
progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding
endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
3) Fase menstruasi (hari ke-28 sampai hari ke-2 atau 3)
Fase menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang
yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium
yang robek. Dapat diakibatkan juga karena berhentinya
sekresi hormon estrogen dan progesteron sehingga
kandungan hormon dalam darah menjadi tidak ada.
4) Fase pasca ovulasi/fase sekresi (hari ke-1 sampai hari ke-5)
Pada fase ini ditandai dengan corpus luteum yang mengecil
dan menghilang, dan berubah menjadi corpus albicans yang
berfungsi untuk menghambat sekresi hormon estrogen dan
progesteron sehingga hipofise aktif mensekresikan FSH dan
LH. Dengan terhentinya sekresi progesteron maka
penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga
menyebabkan endometrium mengering dan robek.
c. Gangguan menstruasi/Perdarahan Uterus Abnormal
1) Definisi
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid
baik dalam jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinisnya
dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid
memanjang, atau tidak beraturan (Panduan praktis klinis
obstetric dan ginekologi. Dep/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unpad RSHS. Bandung, 2015). Perdarahan
uterus abnormal biasanya merupakan gejala dari penyakit
lain. Perdarahan uterus abnormal adalah alasan paling
umum dari wanita yang datang ke dokter ginekologi
(Cunningham et.all, 2013).
2) Terminologi
a) Menorhagia (hipermenorhea)
Menorhagia adalah perdarahan menstruasi yang banyak
dan memanjang. Lamanya >7 hari dan darah yang
hilang >80 ml (Cunningham et.all, 2013). Penyebab
yang paling sering adalah fibroid uterus, adenomyosis,
polip endometrium, hyperplasia, dan kanker (Callahan
MD MPP, Tamara L. 2013).
b) Metroragia (instramenstrual bleeding)
Metroragia adalah perdarahan yang terjadi pada waktu-
waktu diantara periode menstruasi, atau perdarahan
uterus yang irregular tapi sering, dan jumlahnya
bervariasi, tapi biasanya lebih sedikit atau sama dengan
haid (Cunningham et.all, 2013). Penyebab utamanya
terdiridari lesi cervical polip, eversi, karsinoma), dan
polip endometrium serta karsinoma (Callahan MD
MPP, Tamara L. 2013).
c) Menometroragia
Perdarahan uterus memanjang pada saat interval
ireguler, jumlah perdarahan banyak (>80 ml)
(Cunningham et.all, 2013). Penyebab yang paling
sering terdiri dari fibroid uterus, adenomyosis, polip
endometrium dan jarang disebabkan oleh hyperplasia,
dan kanker endometrium (Callahan MD MPP, Tamara
L. 2013).
d) Hipomenore
Perdarahan uterus yang sesuai waktu tapi dengan
jumlah yang sedikit. Biasanya disebabkan oleh
hypogonadotropic hypogonadism pada anorexics dan
atlet (Callahan MD MPP, Tamara L. 2013).
e) Oligomenorhea
Periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari
penyebab nya sama dengan amenore yaitu adanya
gangguan pada hypothalamic-pituitary-gonadal axis
atau penyebab sistemik seperti hiperprolaktinemia
dan penyakit tiroid. Peyebab yang paling sering
adalah Polycistic Ovarian Syndrome (PCOS), anovulasi
kronis, dan kehamilan (Callahan MD MPP, Tamara L.
2013).
f) Polimenore
Perdarahan uterus yang terjadi pada interval yang
regular kurang dari 21 hari (Callahan MD MPP,
Tamara L. 2013).
3) Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan ginekologi
paling sering yang dapat mengenai wanita pada semua usia.
1030% terjadi pada wanita usia reproduktif dan 50%
terjadi pada wanita perimenopause. Perdarahan uterus
abnormal jarang terjadi pada wanita usia prepubertas dan
menopause (Cunningham et.all, 2013).
4) Faktor Resiko
a) Usia
b) Status Reproduksi (Cunningham et.all, 2013).
6) Diagnosis
a) Anamnesis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
membantu menentukan penyebab dari PUA dan untuk
menetukan pilihan terapi. Tentukan jumlah, frekuensi
dan regularitas perdarahan, ada atau tidaknya postcoital
atau IMB, serta ada atau tidaknya gejala dismenorhea
dan gejala premenstrual untuk mebantu membedakan
perdarahan anovulatory atau ovulatory. Ovulatory AUB
biasanya regular, serta berhubungan dengan
premenstrual syndrome dan dysmenorhea. Anovulatory
AUB biasanya terjadi pada sesaat sebelum menarche
dan perimenopause. Perdarahan biasanya iregular,
berat, dan memanjang, berhubungan hiperplasia
endometrium dan kanker (Society of Obstetricians
and Gynaecologists of Canada,2013)
Sumber perdarahan lain seperti saluran
pencernaan dan urinasi harus diekslusi. Wanita pada
usia reproduksi harus dicurigai hamil (Fortner KB,
et.all,2007).
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara umum dilakuakan untuk
memastikan bahwa kondisi hemodinamik dari pasien
stabil, serta mencari bukti kondisi sistemik yang
menyebabkan AUB. Jika pasien tidak membutuhkan
intevensi resusitasi, arahkan perhatian pada bagian
abdomen dan pelvic. Inspeksi bagian vagina untuk
menentukan derajat perdarahan, discharge dari infeksi,
atau bukti adanya trauma, lesi, polip, jaringan atau
massa. Pemeriksaan bimanual harus dilakukan untuk
evaluasi dari internal os, ada atau tidaknya cervical
motion tenderness, ukuran dan kontur dari uterus dan
adnexa, dan ada atau tidaknya masa yang
terpalpasi, lesi, atau nyeri tekan (Society of
Obstetricians and Gynaecologists of Canada, 2013 ;
Fortner KB, et.all, 2007).
c) Pemeriksaan Laboraturium
Untuk menentukan keakutan dan keparahan dari
perdarahan pervaginam. Kadar HB dan Ht pasien harus
diperiksa. Pasien dalam usia reproduksi harus
diasumsikan hamil sampai terdapat bukti lain, oleh
karena itu perlu diperiksa beta-HCG urin. Test lain
yang dilakukan yaitu pap smear (jika perdarahan tidak
aktif) untuk mengevaluasi ada atau tidaknya servikal
displasia, biopsi pada lesi yang dianggap
mencurigakan, kultur serviks jika dicuriga IMS, WBC
untuk menentukan ada atu tidaknya infeksi, paltelete
count, prothrombin time, dan partial thromboplastin
time untuk menyingkirkan diagnosis kelainan
koagulasi, ristocetin cofactor activity assays jika
dicurigai vWF disease, tes fungsi liver untuk
memeriksa kelainan hepatik, dan tes fungsi tiroid ( TSH
dan thyroxine) untuk mengetahui kemungkinan adanya
kelainan tiroid, jika pasien mengalami galaktore maka
diperiksa kadar prolaktin. Jika dicurigai PCOS
pemeriksaan lab lain yang dibutuhkan adalah (FSH,
LH, testosterone, dyhydroepiandrosterone-sulfate
levels, dan 17-hydroxyprogesterone) (Fortner KB,
et.all, 2007).
B. Evidance Based
1. Pengaruh Olahraga Terhadap Keteraturan Siklus Menstruasi Pada
Mahasiswi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang Tahun 2016 oleh Kurniawan, dkk
Latar Belakang : Olahraga berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya gangguan siklus menstruasi. Jumlah wanita yang
mengikuti kegiatan olahraga dan aktivitas fisik terus meningkat.
Walaupun olahraga memiliki banyak keuntungan, tetapi olahraga
juga dapat menyebabkan beberapa gangguan. Latihan fisik yang
berat dapat menimbulkan gangguan pada fisiologi siklus
menstruasi.
Tujuan : Mengetahui pengaruh olahraga terhadap keteraturan
siklus menstruasi mahasiswi Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang Tahun 2016.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional
dengan rancangan cross sectional. Sebanyak 80 mahasiswi FIK
UNNES yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi selama
Februari 2016 sampai Maret 2016 telah mengisi kuesioner. Data
jenis olahraga, frekuensi, durasi serta siklus haid diperoleh
melalui wawancara dengan kuesioner yang dibuat khusus untuk
penelitian ini. Data dideskripsikan dalam bentuk tabel dan
gambar, dilakukan uji Mann Whitney, analisis data menggunakan
program komputer
Hasil : Sebanyak 62 sampel (77.5%) dari 80 sampel mahasiswi
pernah mengalami ketidakteraturan siklus menstruasi. Pada
penelitian ini didapatkan nilai p<0.05 atau bermakna pada
variabel frekuensi dan durasi latihan terhadap siklus menstruasi
pada mahasiswi FIK UNNES. Perbedaan distribusi kejadian haid
tidak teratur berdasarkan jenis olahraga adalah tidak bermakna
(p=0,1). Simpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara
frekuensi dan lama latihan dengan siklus menstruasi pada
mahasiswi FIK UNNES.
2. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri
Dismenore Pada Siswi Kelas XI SMK Muhammadiyah Watukelir
Sukoharjo (The Influence Of Warm Compress Decrease In
Dismenorhea Eleventh Grade Students Of Smk Muhammadiyah
Watukelir Sukoharjo) oleh Nida dan Sari tahun 2016
Abstrak : Masa pubertas adalah salah satu tahap perkembangan
yang ditandai dengan kematangan organ seksual dan tercapainya
kemampuan untuk bereproduksi, dimana salah satu ciri dari tanda
pubertas seorang wanita yaitu dengan terjadinya menstruasi
pertama (menarche). Ketika terjadi menstruasi pertama
(menarche) dan menstruasi berikutnya, seorang wanita akan
mengalami nyeri perut (disminore), apabila gangguan nyeri perut
(disminore) tidak diatasi dengan baik; maka dapat mengganggu
aktifitas sampai dengan penurunan kinerja. Disminorea yang
terjadi terus menerus pada setiap menstruasi, dapat menjadi salah
satu gejala adanya endometriosis pada sistem reproduksi. Salah
satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi disminore yaitu
dengan melakukan kompres hangat, yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau
membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah spasme otot dan
memberikan rasa hangat pada daerah abdomen (perut). Kompres
hangat dapat dilakukan dengan menempelkan kantong karet yang
diisi air hangat atau handuk yang telah direndam di dalam air
hangat, ke bagian tubuh yang nyeri. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh pemberian kompres hangat terhadap
penurunan nyeri dismenore pada siswi kelas XI di SMK
Muhammadiyah Watukelir Sukoharjo. Jenis penelitian ini yaitu
quasi experiment dengan one group pretest–postest design,
dengan teknik sampling purposive sampling sejumlah 30
responden. Analisis data menggunakan wilcoxon signed-rank test.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh kompres
hangat terhadap penurunan nyeri dismenorea pada siswi kelas XI
di SMK Muhammadiyah Watukelir, dengan nilai p sebesar 0,000
(p < 0,05).
3. Aplikasi Relaksasi Nafas Dalam Sebagai Upaya Penurunan Skala
Nyeri Menstrliasi (Dismenorrhea) Pada Siswi Mts. Ibtidaul Falah
Samirejo Dawe Kudus Tahun 2013 Oleh Azizah Noor
Latar Belakang : Dismenore atau nyeri menstntasi nerupakan
nyeri menusuk yang terasa di perut bagian bawah dan paha, hal
ini terjadi akibat ketidakseimbangan hormon progesteron dalam
darah sehingga mengakibatkan rasa nyeri timbul. Hampir seluruh
perempuan dan juga termasuk di dalamnya remaja putri pasti
pernah rnerasakan gangguan pada saat rnenstruasi berupa nveri
menstruasi (dismenhorea) dengan berbagai tingkatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi
nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri menstruasi.
Desain penelitian pre experimental, pre-post lest one group
design. Sampel penelitian adalah 25 siswi yang telah rnengalami
menstruasi dan nyeri haid. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar usia responden 13 tahun (56%), usia
menarche sebagian besar usia l0 tahun (4,1%). Pengetahuan
tentang menstruasi dengan kategori cukup 48% dan kategori
kurang 4,1%. Hasil uji wilcoxon nilai z 4,472 (p<0,05) ada
perbedaan yang bermakna penurunan skala nyeri sebelum
dilakukan relaksasi dan setelah dilakukan relaksasi. Rata-rata
skala nyeri sebelum dilakukan relaksasi 4.52 dan setelah
dilakukan relaksasi 2.56. Hal ini menunjukan ada pengaruh yang
signifikan terhadap penurunan skala nyeri remaja. Disarankan
bagi pendidikan dapat memberikan informasi sehingga nveri haid
tidak mengganggu aktifitas pembelajaran.
4. Hubungan Pengetahuan Dan Pola Makan Dengan Kejadian
Anemia Remaja Putri Di Mts Swasta Al-Hidayah Talang Bakung
Kota Jambi Tahun 2017 Oleh Suryanti, Dkk
Kesehatan Kota Jambi berada di wilayah kerja Puskesmas Talang
Bakung dengan prevalensi 20,25%. MTs Swasta Al-Hidayah
merupakan salah satu sekolah di dalam wilayah kerja Puskesmas
Talang Bakung yang memiliki prevalensi kejadian anemia
tertinggi sebesar 43,75%. Sehingga pengetahuan dan pola makan
dengan kejadian anemia penting untuk diteliti untuk mencegah
terjadinya anemia pada remaja putri.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain
cross sectional, bertujuan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan pola makan dengan kejadian anemia remaja
putri di MTs Swasta Al-Hidayah Kota Jambi tahun 2017.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi MTs Swasta Al-
Hidayah Kota Jambi yang berjumlah 84 orang. Teknik
pengambilan sampel secara total sampling. Analisa data
menggunakan uji Chi-Square.
Kesimpulan: Adanya hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kejadian anemia remaja putri dengan nilai p-
value 0,000 (p<0,05), dan ada hubungan yang bermakna antara
pola makan dengan kejadian anemia remaja putri dengan nilai p-
value 0,000 (p<0,05). Disimpulkan bahwa pengetahuan dan pola
makan berhubungan dengan kejadian anemia remaja putri di MTs
Swasta Al-Hidayah Talang Bakung Kota Jambi.

Anda mungkin juga menyukai