Studi Islam Kelompok 5
Studi Islam Kelompok 5
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Studi Islam
Dosen Pengajar:
Disusun Oleh:
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat limpahan
karunia nikmat –Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sumber-sumber ajaran
Islam” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah studi
islam
Dalam penyusunanya tak lepas dari bantuan, arahan, dan masukan dari berbagai pihak. Untuk
itu, saya ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan masalah
ini. Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan keliruan di dalam
penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi sehingga penulis secara
terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca. Demikianlah makalah ini kami
susun semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum.Wr.Wb.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................1
C. TUJUAN PEMBAHASAN.................................................................................................1
BAB II ISLAM DALAM PENGERTIAN YANG SEBENARNYA..........................................2
A. Pengertian Sumber Ajaran Islam.....................................................................................2
B. Pengertian Al-Qur’an. Hadist dan Ar Ra’yu...................................................................3
C. Peran dan fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an..................................................................7
D. Peran dan fungsi Ar Ra’yu terhadap Al-Qur’an.............................................................8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................10
A. KESIMPULAN...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam eksistensinya, sumber hukum dalam Islam tidak hanya al-Qur’an saja,
melainkan juga Hadis, Ra’yu. Ketiganya hanyalah sebagai sumber skunder hukum-hukum
Islam, sumber-sumber ini bukan berfungsi sebagai penyempurna al-Qur’an melainkan
sebagai penyempurna pemahaman manusia akan maqasid al-syari’ah. Karena al-Qur’an
telah sempurna sedangkan pemahaman manusia yang tidak sempurna, sehingga dibutuhkan
penjelas sebagai tindakan penjabaran tentang sesuatu yang belum dipahami secara seksama.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PEMBAHASAN
4
BAB II
SUMBER SUMBER AJARAN ISLAM
Menurut Dawud al-Attar4 Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw secara lafaz (lisan), makna serta gaya bahasanya, yang
termaktub dalam mushaf yang dinukilkan secara mutawatir. Definisi di atas
mengandung beberapa kekhususan sebagai berikut:
a) Al-Qur’an sebagai wahyu Allah. Tidak ada satu kata pun yang datang dari
pikiran atau perkataan Nabi.
b) Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya.
Artinya isi maupun redaksinya datang dari Allah Swt.
c) Al-Qur’an terhimpun dalam mushaf, artinya Al-Qur’an tidak mencakup wahyu
Allah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk hukum kemudian disampaikan
dalam bahasa Nabi sendiri.
d) Al-Qur’an dinukilkan secara mutawatir, artinya Al-Qur’an disampaikan kepada
orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda
bedanya tempat tinggal mereka.5
3
eko Septian, Ahmad and Warsah, Idi and Saputra, Hasep (2021) Makna Lafal Kursi Dalam Al-Qur’an (Studi
Komparatif Kitab Tafsir klasik dan kontemporer). Sarjana thesis, IAIN Curup
4
Dawud al-Attar, Mujaz Ulum al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lami, 1979)
5
Abuddin Nata: Metodologi Studi Islam; PT Raja Grafindo Persada; Jakarta 2014: hal 59
6
b. Hadist
Menurut terminologi para ahli mendefinisikan hadits adalah segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad saw. baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan
berhubungan dengan hukum Allah yang disyariatkan kepada manusia.
Al-hadist bisa pula disebut dengan As-Sunnah, yang menurut harfiah berarti
adat istiadat, baik dalam persoalan agama maupun dalam hal hukum. Karena itu
adat istiadat jahiliyah disebut sunnah jahiliyah, dan adat istiadat Rasulullah disebut
sunnah Rasulullah. Sedangkan As-Sunnah menurut istilah sama dengan pengertan
Al-Hadist di atas. Akan tetapi dikalangan ulama ada yang membedakan pengertian
Hadist dan Sunnah. Sunnah diartikan dengan kenyataan yang berlaku pada masa
Rasulullah Saw baik kebiasaaan Rasulullah sendiri maupun kebiasaan masyarakat
Islam lainnya yang mendapat persetujuan (taqriqa) dari Rasulullah Saw dan
menjadi pedoman untuk beribadah dan mu6
6
Azkia Nurfajrina, "Antara Sunnah dan Hadits, Ini Persamaan dan Perbedaannya!"
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6559573/antara-sunnah-dan-hadits-ini-persamaan-dan-perbedaannya.
di Akses tanggal 9 Oktober 2023 pukul 13.21
7
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, hal 18-22
8
Abuddin Nata: Metodologi Studi Islam; PT Raja Grafindo Persada; Jakarta 2014: hal 90
7
c. Ar Ra’yu
Kata al-ra’yu berasal dari kata ra’a, yarā’ ra’yan yang berarti
memperlihatkan, kemudian dari kata tersebut terbentuk kata ra’yun yang
jamaknya arā’u artinya pendapat pikiran. Dalam Maqāyis dikatakan bahwa ahl
al-ra’yu adalah orang yang berpegang kepada akal.9 Istilah al-ra’yu dalam Ilmu
Ushul adalah mencurahkan segala kemampuan dalam mencari hukum syara’
yang bersifat zanni, dengan menggunakan rasio yang kuat dan yang
bersangkutan merasa tidak mampu lagi mengupayakan lebih dari itu. 10
Al-Ra’yu sebagai Sumber Hukum
Keabsahan al-ra’yu sebagai sumber hukum Islam bersumber dari riwayat
hadis tentang diutusnya Muaz bin Jabal ke Yaman oleh Nabi saw. Ketika sahabat
Mu’az bin Jabal diutus oleh Nabi saw ke Yaman untuk bertindak sebagai hakim,
beliau diizinkan oleh Nabi saw untuk menggunakan ra’yu. Hal ini dijelaskan
dalam riwayat sebagai berikut :
َأَّن َر ُس وَل ِهَّللاe َلَّم ا َأَر اَد َأْن َيْبَعَث ُم َعاًذ ا ِإَلى اْلَيَمِن َقاَل َك ْيَف َتْقِض ي ِإَذ ا َع َر َض َلَك َقَض اٌء َقاَل َأْقِض ي
ِبِك َتاِب ِهَّللا َقاَل َفِإْن َلْم َتِج ْد ِفي ِك َتاِب ِهَّللا َقاَل َفِبُس َّنِة َر ُس وِل ِهَّللاe َقاَل َفِإْن َلْم َتِج ْد ِفي ُس َّنِة َر ُس وِل ِهَّللاe َو اَل ِفي
ِك َتاِب ِهَّللا َقاَل َأْج َتِهُد َر ْأِيي َو اَل آُلو َفَضَر َب َر ُس وُل ِهَّللاe َص ْد َرُه
9
Abū Husayn Ahmad Ibn Fāris bin Zakāriyah, Mu’jam Maqāyis al-Lughah (Mesir: Isā al-Bāb al-Halab wa Awlāduh,
1972), hal 147
10
H. Minhajuddin, Filasafat Hukum Islam (Cet.I; Ujungpandang: Yayasan Ahkam, 1994), hal 7.
11
Abū Dawud Sulaimān Muhammad bin Asy’aś al-Sijistāni, Sunan Abū Dawud, juz II (Indonesia: Maktabah Dahlān,
t.th), h. 308.
8
Berdasarkan riwayat di atas, dipahami bahwa yang dilakukan Mu’az
dalam menetapkan hukum adalah secara terstruktur mulai dari Alquran, hadis,
lalu al-ra’yu (akal pikirannya).
Dalam perkembangan ilmu Islam, dikenal tiga kelompok yang meng-
gunakan ra’yu12 yaitu para ahli fikir teologi (mutakallimun), para ahli fikir
bidang hukum (fuqaha), dan para ahli fikir filsafat murni (filosof). Ketika
kelompok tersebut sama-sama memfungsikan akal untuk melakukan kegiatan
berfikir dan menalar. Namun karena bidang garapannya berbeda, maka masing-
masing kelompok memounyai dan mengembangkan metode yang berbeda.
Ijma’
Ijma ulama adalah istilah dalam Islam yang merujuk kepada kesepakatan
pandangan dan pendapat ulama dalam suatu masalah hukum atau keputusan
agama tertentu. Ijma ulama dianggap sebagai sumber hukum Islam yang penting,
di mana ulama secara kolektif menyetujui suatu tafsiran atau keputusan
berdasarkan dalil-dalil agama yang ada.
Contoh pembahasan ijma ulama bisa mencakup berbagai isu keagamaan
atau hukum Islam. Sebagai contoh, ijma ulama dapat dibahas terkait dengan
tafsir atau interpretasi suatu ayat Al-Quran, hukum-hukum terkait ekonomi
Islam, atau pandangan terkait etika medis dalam Islam. Misalnya, dalam konteks
ekonomi Islam, ijma ulama bisa terjadi terkait prinsip-prinsip keuangan Islam
seperti hukum riba (riba) dan transaksi yang dianggap sah atau tidak dalam
sistem ekonomi berdasarkan ajaran Islam.
12
Uraian tentang fungsi akal dan wahyu tekah dibahas dengan cermat oleh Harun Nasution dalam bukunya, Teologi
Islam; Aliran-aliran, Sejarah dan Perbandingan (Jakarta: Universitas Indonesia Pres, 1986), h. 79-145
9
Qiyas
Qiyas adalah istilah dalam hukum Islam yang mengacu pada proses
analogi atau perbandingan hukum terhadap suatu permasalahan baru dengan
hukum yang telah ada dalam Al-Quran, Hadis, dan ijma' (konsensus) para ulama.
Contoh qiyas adalah ketika hukum tentang riba (riba' al-fadl) yang diambil dari
nash (teks hukum Islam) kemudian diaplikasikan pada transaksi modern seperti
bunga bank, meskipun kata "riba" tidak secara spesifik disebutkan dalam konteks
modern tersebut. Hal ini dilakukan dengan analogi untuk memastikan kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip hukum Islam.
Contoh qiyas lainnya adalah penggunaan analogi untuk memahami
hukum tentang alkohol. Meskipun Al-Quran dan Hadis tidak secara spesifik
membahas tentang narkotika modern, prinsip-prinsip yang terkandung dalam
nash dapat diaplikasikan untuk mengharamkan penggunaan narkotika
berdasarkan kesamaan karakteristik yang membahayakan seperti penggunaan
alkohol.13
C. Peran dan Fungsi hadist terhadap Al-Qur’an
Fungsi hadist terhadap al quran yang paling pokok adalah sebagai bayan,
sebagaimana di landaskan dalam ayat an nahl ayat 44 yang artinya keterangan-
keterangan (mu jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar
kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.. (Qs.16:44)"
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Rasul SAW bertugas memberikan penjelasan
tentang kitab Allah. Penjelasan Rasul itulah yang dikategorikan kepada alhadist.
Imam Ahmad menandaskan bahwa seseorang tidak mungkin bisa memahami al-
Quran secara keseluruhan tanpa melalui al-hadits. Imam Al- Syatibi juga berpendapat
bahwa kita tidak akan bisa mengistinbath atau mengambil kesim pulan dari hukum al-
Qur'an tanpa melalui al-hadits.
Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur'an sebagai bayan itu difahami oleh ulama
13
Kristina, "Pengertian Qiyas sebagai Sumber Hukum Islam yang Keempat" https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-
5787900/pengertian-qiyas-sebagai-sumber-hukum-islam-yang-keempat. Di akses tanggal 9 oktober 14.00
10
dengan berbagai pemahaman, antara lain:
1. Berserah Diri Kepada Allah dengan Merealisasikan Tauhid
Yaitu kerendahan diri dan tunduk kepada Alloh dengan tauhid, yakni
mengesakan Alloh dalam setiap peribadahan kita. Tidak boleh menujukan satu saja dari
jenis ibadah kita kepada selain-Nya. Karena memang hanya Dia yang berhak untuk
diibadahi. Dia lah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kita dan mengatur alam
semesta ini, pantaskah kita tujukan ibadah kita kepada selain-Nya. 14
Semua yang disembah selain Alloh tidak mampu memberikan pertolongan
bahkan terhadap diri mereka sendiri sekali pun. Alloh berfirman. " Apakah mereka
mempersekutukan dengan berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun?
Sedang berhala-berhala itu sendiri yang diciptakan. Dan berhala-berhala itu tidak
mampu memberi pertolongan kepada para penyembahnya, bahkan kepada diri meraka
sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan." (Al-A'rof: 191-192)
D. Peran dan Fungsi Al-Ra'yu terhadap Al-Qur’an
Menurut H. Minhajuddin adalah peranan Ar Ra’yu ditetapkan secara khusus
kepada hal-hal yang berhbungan dengan kehidupan perorangan dan masyarakat dalam
segenap lapangan kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan berbegai aktivitsanya.
Adapun hal-hal yang sudah nasnya dengan jelas atau qat’iy, maka hal itu kita wajib
terima sebagai ta’abbudy.15
Selanjutnya, Al-Gazāli berpendapat bahwa akal pikiran termasuk sandaran
utama untuk mengeluarkan (menetapkan) hukum-hukum syariat. Sekiranya, hukum-
hukum sesuatu tidak ada nashya dan tidak pula didapatkan dalam ijma’, maka akal lah
yang memegang peranan penting.16
Sepeninggal Nabi saw, memang banyak sahabat yang menggunakan akal dalam
menetapkan hukum. Khalifah Abū Bakar (w. 13 H) ketika meng-hadapi suatu kasus,
beliau mencari pemecahannya dalam Alquran. Jika tidak terdapat dalamnya, maka dia
mencari di hadis, dan jika dia tidak menemukan-nya maka dia kumpulkan beberapa
14
Yusuf Munasir, 3 pokok ajaran islam, https://muslim.or.id/415-3-pokok-ajaran-islam.html diakases tanggal 9 oktober
14.30
15
H. Minhajuddin, Filasafat Hukum Islam (Cet.I; Ujungpandang: Yayasan Ahkam, 1994), hal 15
16
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al- Gazāli, al-Musytashfā min ‘Ilm al-Ushūl, jilid II (Bairut: Dār al-Fikr,
t.th.), h. 351
11
tokoh ulama sahabat untuk diajak ber-musyawarah. Hal yang sama dilakukan juga oleh
Umar, bahkan beliau pernah mengirin surat perintah ke Abū Mūsa al-Asyari ketika itu
menjadi Qadhi di Basrah, sebagai berikut :
إعرف األشباه واألمثال وقس األمور عند ذلك، الفهم فيما تلجلج فى صدرك مما ليس فى كتاب وال سنة،الفهم
terjemahnya :
Pahamilah, pahamilah menurut apa yang ada dalam gejolak hatimu (pakailah rasio)
tentang apa yang tidak terdapat dalam Alquran dan sunnah. Kenalilah hal-hal yang
serupa dan yang sama, dan ketika itu kiaskanlah dan bandingkanlah satu sama lain. 17
Praktek penggunaan al-ra’yu yang disebutkan terakhir, dikembangkan Abdullah bin
mas’ud yang pindah ke Irak kemudian mengajar ulama-ulama di sana, dan ulama-ulama
di tempat lain juga selalu menggunakan ra’yu mereka ketika dalam persoalan hukum
tidak ditemukannya dalam sumber pokok hukum Islam, yakni Alquran dan hadist.
17
H. Minhajuddin, Filasafat Hukum Islam (Cet.I; Ujungpandang: Yayasan Ahkam, 1994), hal 20
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sumber ajaran Islam terdapat berbagai macam yang terdiri dari Al-Qur'an, Al-
Sunnah, dan Al-Ra' yu (Ijtihad). Setiap sumber ajaran Islam memiliki kandungan ilmu-
ilmu, metode, dan corak penafsiran yang berbeda-beda. Seperti yang kita ketahui Al-
Qur'an adal ah sumber ajaran islam yang paling utama dan jika ada suatu hal yang
belum terpecahkan maka akan diselesaikan melalui Al-hadist.
13
DAFTAR PUSTAKA
eko Septian, A. a. (2021). Makna Lafal Kursi Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif Kitab Tafsir
klasik dan kontemporer). . Sarjana thesis, 8.
H. Minhajuddin, F. H., & Ujungpandang: Yayasan Ahkam, 1. h. (1994). Filasafat Hukum Islam .
Ujungpandang: Yayasan Ahkam.
Nurfajrina, A. (2023, Februari 9). Antara Sunnah dan Hadits, Ini Persamaan dan Perbedaannya!
From Antara Sunnah dan Hadits, Ini Persamaan dan Perbedaannya!:
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6559573/antara-sunnah-dan-hadits-ini-
persamaan-dan-perbedaannya
14