Anda di halaman 1dari 6

َْ ْْ َ ْ َ َّ َ َ

Ayat ke-207 (‫شي نف َسه‬


ِ ‫اس من ي‬ ِ ‫)و ِمن الن‬

Ayat ke-208 ِ ‫)َيا أَُّيه اا ذاَّلِينا أ امنُوا ا ْد ُخلُوا ِِف‬


(‫السْلْ ِ َكا فذة‬

1. Rasm & Terjemah Per Kata

2. Terjemah
Kemenag 2019 : Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam
Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah
setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.
Prof. Quraish Shihab : Hai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu
dalam kedamaian (Islam) secara menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti
langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia (setan itu) musuh yang nyata
bagimu.
Prof. HAMKA : Wahai, orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut jejak-jejak setan;
sesungguhnya, dia bagi kamu adalah musuh yang nyata.
3. Tafsir
Kalau kita perhatikan baik-baik isi kandungan ayat ke-208 ini, nampak
sudah tidak ada hubungannya dengan ayat sebelumnya.
Alasannya karena pembicaraan di ayat ini pindah tema dan objek
pembicaraan, yaitu diarahkan kepada kaum muslimin yang asalnya dari
pindahan agama Yahudi. Ayat ini tidak lagi bicara tentang orang munafik,
juga tidak lagi bicara tentang shahabat yang hijrah dengan merelakan
semua harta bendanya demi untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT.
Ayat ke-208 ini dari sisi perintahnya adalah untuk melakukan konversi
kepada syariat Islam secara total seratus persen, setelah sebelumnya masih
dibenarkan mengkombinasikan risalah samawi sebelumnya dengan risalah
samawi yang dibawa oleh Nabi SAW. Namun dengan turunnya ayat ini
resmilah berlakunya syariat Islam dan syariat umat terdahulu sudah tidak
lagi berlaku.


418
َْ ْْ َ ْ َ َّ َ َ
Ayat ke-207 (‫شي نف َسه‬
ِ ‫اس من ي‬ ِ ‫)و ِمن الن‬
‫ اَي َأُّيه اا ذ ِاَّل ا‬
‫ين أ امنُوا‬
Lafazh ya ayyuha (‫ َ)يا َأ ُّي َها‬merupakan sapaan atau nida’. Fungsinya untuk
menegaskan siapa yang menjadi lawan bicara, maka sebelum disampaikan
apa yang menjadi isi pembicaraan, lawan bicaranya itu disapa terlebih
dahulu. Untuk mudahnya penerjemahan dalam Bahasa Indonesia sering
dituliskan menjadi : “wahai”.
َّ
Sedangkan lafazh alladzina (‫ )أل ِذ َين‬dimaknai menjadi ‘yang’ atau
lengkapnya : “orang-orang yang”. Dan lafazh aamanu (‫ )أ َم ُنوأ‬merupakan kata
kerja yang bentuknya lampau alias fi’il madhi. Dan bentuk madhi dan
mudhari’ (‫ ُي ْؤ ِمن‬- ‫)أ َم َن‬. Makna kata kerja itu adalah : “melakukan perbuatan
iman”. Namun sudah jadi kebiasaan dalam penerjemahan disederhanakan
menjadi : “orang-orang yang beriman”. Padahal kalau “orang yang
beriman”, secara baku dalam bahasa Arab itu disebut mu’min (‫ ُ)م ْؤ ِمن‬dan
bukan alladzina amanu.
Sapaan yang menjadi pembuka ayat ini menunjukkan siapa yang diajak
bicara atau mukhathab oleh Allah SWT, yaitu orang-orang yang beriman,
yang di masa turunnya ayat itu tidak lain adalah para shahabat nabi
ridhwanullahi ‘alaihim.
Namun yang dimaksud bukan semua shahabat, melainkan hanya
beberapa orang saja, yaitu mereka yang berasal dari pemeluk ahli kitab.
Para ahli kitab yang sudah masuk Islam memang awalnya masih
diperbolehkan menjalankan ‘dua agama’ secara bersamaan, toh dua agama
itu sama-sama bersumber dari Allah SWT. Namun ayat ini kemudian
menegaskan selesainya era agama terdahulu berganti dengan agama yang
terbaru.


‫الس ْ ِْل‬
ِ ‫ا ْد ُخلُوا ِِف‬
Lafazh udkhulu (‫)أد ُخ ُلوأ‬
ْ asalnya dari (‫ َي ْد ُخ ُل‬- ‫ ) َد َخ َل‬berupa fi’il amr yang
merupakan perintah dan artinya : “masuklah kamu”. Sedangkan kata as-
ْ
silmi (‫)ألسل ِم‬
ِ terus terang saja malah menjadi titik perbedaan para ahli tafsir,
dimana masing-masing punya argumentasi yang berbeda-beda dalam
ْ
memaknai apa yang dimaksud dengan kata as-silm (‫)ألسل ِم‬ ِ ini.
Perbedaannya diawali dari cara membacanya. Nafi’, Ibnu Katsir, Al-
ْ
Kisa’i, dan Abu Ja’far membacanya dengan as-salmu (‫)أل َسل ُم‬. Selebihnya
membacanya seperti biasa. Sedangkan makna yang dimaksud, ada
beberapa pendapat yang berbeda :
1. Agama Islam
Kebanyakan ulama di antaranya Ibnu Abbas, Mujahid, Thawus, Adh-
Dhahhak, Ikrimah, Qatadah, As-Suddi dan Ibnu Zaid dan lainnya

419
َْ ْْ َ ْ َ َّ َ َ
Ayat ke-207 (‫شي نف َسه‬
ِ ‫اس من ي‬ ِ ‫)و ِمن الن‬
ْ
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan silmi (‫)ألسل ِم‬ ِ di ayat ini adalah
agama Islam. Sehingga perintah kepada orang-orang beriman agar masuk
ke dalam agama Islam. Namun justru perintah ini malah jadi agak janggal,
karena orang beriman itu memang orang Islam, lantas kenapa harus masuk
Islam lagi?
Maka mereka pun mencoba menjelaskan dengan berbagai pendekatan,
antara lain :
▪ Ayat ini ditujukan kepada orang-orang munafik, sehingga yang
dimaksud dengan ‘orang-orang beriman’ disini maksudnya sekedar
beriman di mulut saja, sedangkan dalam hati dan amalnya mereka
belum lagi menjalankan. Maka perintahnya agar mereka juga
masuk Islam dari sisi hati dan amal sekalian.
▪ Ayat ini turun terkait dengan para shahabat yang sebelumnya
memeluk agama samawi yaitu para ahli kitab. Tujuannya agar
mereka segera mengakhiri dari menjalankan perintah di agama
lama mereka dan hanya menjalankan perintah dari agama yang
baru saja.
▪ Ayat ini turun kepada ahli kitab yang justru belum menyatakan
beriman kepada Nabi Muhammad SAW. Maka kepada mereka
diperintahkan untuk pindah agama menjadi muslim.
2. Perdamaian
Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya bukan agama Islam
tetapi perdamaian. Dan konteksnya adalah ketika terjadi perjanjian
Hudaibiyah di tahun keenam hijriyah. Saat itu banyak shahabat yang belum
bisa terima isi perjanjian dengan pihak musyrikin Mekkah, karena dirasa
Perjanjian Hudaibiyah itu berat sebelah.
Salah satunya adalah Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu, dimana
Beliau sempat mempertanyakan keputusan Nabi SAW dengan ungkapan :

‫ألا ْس نا عاىل احل ِاق وعادُ هوان عاىل البا ِط ِل فا اك ْي اف ن ُ ْع ِطي ادلذ ِن ذي اة ِف ِدي ِننا‬
Bukankah kita yang berada di atas kebenaran dan musuh kita di atas
kebatilan? Bagaimana kita sampai berada pada kerendahan dalam agama
seperti ini?
Padahal di balik ketimpangan itu Nabi SAW memandang posisi kaum
muslimin jusru menang banyak. Setidaknya bisa menghindari dari korban
kematian nyawa bila tidak ada perang. Selain itu juga bisa menghemat
kekayaan dan harta, sebab perang itu sangat rakus biaya. Lagi pula kalau
setiap hari perang terus, kapan penduduk Mekkah bisa dapat hidayah?
Dan hikmah yang kurang disadari dari Perjanjian Hudaibiyah bahwa
Nabi SAW jadi tidak lagi memikirkan perang melulu, lalu malah lebih punya
banyak kesempatan memikirkan dakwah yang sebenarnya menjadi core
misi dakwah Beliau SAW. Sejak itu beliau mulai lebih bisa berkonsentrasi
420
َْ ْْ َ ْ َ َّ َ َ
Ayat ke-207 (‫شي نف َسه‬
ِ ‫اس من ي‬ ِ ‫)و ِمن الن‬
memikirkan penyebaran dakwah ke seluruh penjuru dunia. Urusannya tidak
hanya Mekkah melulu.
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury dalam Ar-Rahiq Al-Makhtum
menyebutkan bahwa setidaknya ada 8 naskah surat yang Beliau SAW
kirimkan kepada para raja dan penguasa dunia yang berisi ajakan masuk
Islam.
Dasarnya bahwa di ayat lain memang bermakna perdamaian,
walaupun beda harakat menjadi salmi bukan silmi antara lain :

‫وا ْن اجنا ُحوا ِل ذلس ْ ِْل‬


Bila mereka condong untuk berdamai (QS. Al-Anfal : 61)

‫الس ْ ِْل‬
‫وتادْ ُعوا اىل ذ‬
Apabila mereka mengajak kepada perdamaian (QS. Muhammad : 35)
3. Ketaatan
Sedangkan menurut pendapat ulama lain seperti Abul Aliyah, Ar-Rabi’
bin Anas, maksudnya adalah ketaatan.


‫ اَكفذة‬
Lafazh kaaffah (‫ َ)ك َّافة‬maknanya secara keseluruhan. Namun para ulama
berbeda lagi tentang maksud keseluruhan itu sendiri.
Pendapat pertama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
‘keseluruhan’ adalah semua orang tanpa dibeda-bedakan, semua
diperintahkan untuk masuk ke dalam agama Islam. Sehingga maksudnya
menjadi seperti lafazh berikut :

‫ا ْد ُخلُوا ِِف ْاْل ْس اَل ِم ُُكه ُ ْك‬


Masuklah ke dalam agama Islam kamu semuanya
ِ
Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
‘semuanya’ adalah semua bagian dari agama Islam secara totalitas, tidak
sepotong-sepotong atau sebagian dari sebagian. Seolah-olah perintahnya
adalah : laksanakan semua perintah dan sisi serta kisi-kisi dalam agama
Islam.
Pendapat kedua ini didukung oleh banyak mufassir seperti Ibnu Abbas,
Mujahid, Abul Aliyah, Ikrimah, Ar-Rabi’, As-Suddi, Muqatil bin Hayyan,
Adh-Dhahhak, Qatadah, dan lainnya.
Ikrimah mengatakan bahwa latar belakang turunnya ayat ini terkait
dengan izin yang diajukan oleh para shahabat yang asalnya dari kalangan
Yahudi namun sudah masuk Islam. Di antaranya Abdullah bin Salam,

421
َْ ْْ َ ْ َ َّ َ َ
Ayat ke-207 (‫شي نف َسه‬
ِ ‫اس من ي‬ ِ ‫)و ِمن الن‬
Tsa’labah, Asad bin Ubaid dan beberapa orang lagi. Mereka meminta izin
kepada Nabi SAW tetap menjalankan ritual hari Sabtu serta menjalankan
perintah Taurat di malam hari.
Mungkin dalam pandangan kita hari ini tindakan mereka meminta izin
menjalan dua agama sekaligus seperti mempermainkan agama sekaligus
kesalahan fatal. Namun kita juga harus realistis bahwa pada awalnya
memang syariat yang dibawa oleh Nabi SAW sendiri pun masih
memerintahkan ikut syariat agama Yahudi.
Bukankah selama 13 tahun di Mekkah kaum muslimin selalu shalat
menghadap ke Baitul Maqdis? Bukankah awalnya Nabi SAW juga berpuasa
tanggal 10 Muharram, padahal itu puasa milik orang-orang Yahudi demi
menghormati kemenangan Nabi Musa dari kejaran bala tentara Firaun?
Maka turunnya ayat ini menandai berakhirnya proses konversi dari
syariat umat terdahulu kepada syariat terbaru yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Kalau dihitung-hitung proses konversinya lumayan
panjang dan tidak seperti yang kita bayangkan selama ini.
Banyak dari kita yang berpikir bahwa begitu Nabi SAW menerima
wahyu samawi pertama kali di usia 40 tahun dalam Gua Hira, maka saat itu
juga syariat umat terdahulu langsung tidak berlaku. Ternyata butuh waktu
belasan tahun sampai akhirnya turun ayat ini, sampai akhirnya Nabi SAW
memproklamasikan status syariatnya yang sudah absolut dan mutlak,
dimana semua pemeluk agama samawi sebelumnya harus sudah konversi
secara 100 persen kepada agama Islam.

‫اِن مث ميوت‬ ‫او ذ ِاَّلي ن ا ْف ُس ُم اح ذم ٍد ِب اي ِد ِه اْل ي ْاس ام ُع ِِب َأ اح ٌد ِم ْن اه ِذ ِه ْ ُاْل ذم ِة ُّيا ُو ِد ٌّي او اْل ن ْ ا‬
ٌّ ِ ‫اْص‬
‫ْص ِاب النذ ِار‬ ‫و لا ْم يُ ْؤ ِم ْن ِِب ذ َِّلي ُأ ْر ِسلْ ُت ِب ِه ا ذْل اَك ان ِم ْن َأ ْ ا‬
Demia Allah Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak lah ada seorang
ِ
dari umat ini, baik yahudi atau nasrani, mendengar kabar kenabianku lalu
mati dalam keadaan tidak beriman kepada risalah yang Aku bawa, kecuali
dia termasuk penghuni neraka.


‫ او اْل تات ذ ِب ُعوا خ ُُط او ِات ذ‬


ِ ‫الش ْي اط‬
‫ان‬
َ
Lafazh wala-tattabi’u (‫ َ)وَل َت َّت ِب ُعوأ‬adalah fiil nahyi yang fungsinya melarang.
Asalnya dari (‫ َي َّت ِب ُع‬- ‫)أت َب َع‬. Artinya : janganlah kamu mengikuti. Maksudnya
janganlah mentaati ajakan dan bujuk rayu setan.
ُ ُ ْ ُ
Sedangkan lafazh khthuwat (‫أت‬ ِ ‫ )خط َو‬adalah bentuk jamak dari (‫ )خطوة‬yang
artinya langkah-langkah.
Dan yang dimaksud dengan langkah-langkah setan adalah ajakan,
bujukan serta rayuan yang setan lancarkan dalam rangka menyesatkan dan
menjauhkan dari agama Islam. Ada juga yang memaknai langkah-langkah
422
َْ ْْ َ ْ َ َّ َ َ
Ayat ke-207 (‫شي نف َسه‬
ِ ‫اس من ي‬ ِ ‫)و ِمن الن‬
sebagai teknik yang dilakukan oleh setan dalam rangka mensukseskan
tujuannya, yaitu step by step alias sedikit demi sedikit, tidak langsung
mentargetkan hal yang besar.
Lafazh asy-syaithan (‫)ألش ْي َط ِان‬
َّ diterjemahkan menjadi setan yang sudah
menjadi bahasa Indonesia baku. Akarnya dari kata syathana (‫)ش َط َن‬ َ yang
berarti jauh, karena jauh dari kebaikan, kebenaran dan perintah Allah. Jadi,
setiap yang membangkang kepada Allah swt disebut syaithan.
Di dalam Al-Qur'an diterangkan bahwa di antara tingkah laku keji
setan adalah mengeluarkan Adam dan Hawa dari surga, menakut-nakuti
akan kefakiran dan menyuruh melakukan kejahatan, menakut-nakuti agar
tidak berbuat kebenaran, menipu manusia dengan kata-kata indah,
mengelabui manusia sehingga kejahatan dan maksiat terlihat baik di
matanya, menimbulkan kebencian dan permusuhan sesama manusia,
membuat manusia lupa dari mengingat Allah, dan lain-lain
Namun apa yang dimaksud dengan larangan untuk tidak mengikuti
langkah-langkah setan dalam konteks ayat ini? Dan apa hubungannya
dengan perintah untuk menjalankan risalah Islam secara kaffah?
Al-Qurtubi meriwayatkan pendapat dari Muqatil yang menceritakan
bahwa Abdullah bin Salam yang dulunya memeluk Yahudi datang meminta
izin kepada Nabi SAW agar diperbolehkan shalat dengan membaca
kalamullah juga, namun maksudnya ayat-ayat yang ada di dalam kitab suci
Taurat. Selain itu juga dimintakan izinnya untuk menjalankan sebagian dari
ajaran yang ada di dalam Taurat, karena pada dasarnya juga merupakan
perintah Allah SWT juga, setidaknya yang turun secara resmi kepada Nabi
Musa alaihissalam.

ٌ ‫ان ذ ُه لا ُ ْك عادُ ٌّو ُمب‬
‫ِي‬
ِ
Makna lafazh aduwwun (‫ َ)ع ُدو‬adalah musuh, sedangkan mubin (‫ُ)م ِبين‬
maknanya nyata. Kita menemukan di dalam Al-Quran ungkapan bahwa
setan itu merupakan musuh yang nyata bukan hanya sekali ini saja, tetapi
tujuh ayat berbeda yang menyatakan hal tersebut, yaitu Al-Baqarah : 168
dan 208, Al-An’am : 142, Al-A’raf: 22, Yusuf : 5, Yasin : 60, dan Az-Zukhruf
ayat 62.
Yang menjadi pertanyaan adalah : bukankah setan itu sendiri
sepenuhnya makhluk ghaib dan kasat mata tidak bisa dilihat?. Lantas
kenapa penggalan ayat ini justru mengatakan setan itu musuh yang nyata?
Jawabnya memang setan itu tidak tampak di mata, tetapi korban-
korbannya nyata dan bisa ditelusuri. Pertama dan nomor satu adalah Nabi
Adam alaihissalam, setan berhasil menggodanya untuk memakan buah
yang sebenarnya terlarang. Namun tipu daya setan mampu membuat
seorang Nabi Adam harus tertipu.

423

Anda mungkin juga menyukai