Kelompok 7
0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Tingkat
Ketimpangan dan Kemiskinan Di Yogyakarta “.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Walad Altsani HR S.E.,M.Ec. yang telah
membantu kami baik secara moral maupun materi.Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna baik dai segi Bahasa,Susunan Maupun Penulisannya.Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan bagi para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi
dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi, yang kemudian disetarakan
dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Patokan ini mengacu pada hasil
Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari 52
komoditi tersebut.
Head Count Index (HCI-P0) adalah persentase penduduk yang berada di bawah Garis
Kemiskinan (GK).
4.Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis
kemiskinan.
4
5. Indeks Keparahan Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran
mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai
indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
6. Gini Ratio
Dalam mengukur tingkat ketimpangan di Indonesia, BPS menggunakan data
pengeluaran sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Gini
ratio adalah salah satu ukuran ketimpangan pengeluaran yang digunakan. Nilai gini
ratio berkisar antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai gini ratio yang semakin mendekati 1
mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi.
7. Ukuran Bank Dunia
Ukuran Bank Dunia adalah salah satu ukuran ketimpangan yang mengacu pada
persentase pengeluaran kelompok 40 persen penduduk terbawah. Adapun kriteria
tingkat ketimpangan berdasarkan Ukuran Bank Dunia adalah sebagai berikut :
1.2 Tujuan
1. Memenuhi Tugas Case Study Perekonomian Indonesia
2. Menganalisis Penyebab Terjadinya Ketimpangan dan Kemiskinan di Yogyakarta
3. Menganalisis Dampak Terjadinya Ketimpangan dan Kemiskinan di Yogyakarta
4. Mengevaluasi dan memberikan solusi atas ketimpangan dan kemiskinan di
Yogyakarta
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan:
Dalam perhitungan kemiskinan dan ketimpangan pada bulan maret 2023 kemarin, indonesia
mengalami penurunan dalam persentase kemiskinan, dari 9,57 pada september 2022 menjadi
9,36 pada periode sekarang ini, tetapi indeks gini indonesia mengalami kenaikan dari periode
sebelumnya dari 0,381 menjadi 0,388. dengan Yogyakarta sebagai provinsi dengan Indeks
Gini Terbesar, yaitu sebesar 0,449. pada pembahasan ini kita akan mencari tahu apa saja
faktor yang menyebabkan Yogyakarta memiliki indeks gini tertinggi pada periode maret
2023 ini.
Faktor Penyebab
Ketimpangan ataupun kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan masalah yang telah ada
ataupun muncul di masa lalu. Tentunya untuk mengatasi ketimpangan ataupun kemiskinan
tersebut diperlukan analisis yang tepat tentang penyebab dari kejadian tersebut sehingga kita
dapat memberikan solusi yang efektif pula untuk mengatasinya. Adapun dalam makalah ini
kami membahas mengenai beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya ketimpangan
ataupun kemiskinan di Daerah Yogyakarta. Tentunya faktor-faktor yang ada ini merupakan
sebagian dari kompleks nya penyebab dari timbulnya ketimpangan ataupun kemiskinan yang
ada. Kita dapat melihat beberapa faktor tersebut seperti yang telah ada dibawah ini :
6
Menurut seorang ekonom dari Center of economic and law studies, salah satu penyebabnya
yaitu status yogyakarta sebagai kota pelajar, ini artinya semakin banyak pendatang baru yang
menyebabkan lebarnya jarak pendapatan, tidak hanya itu pendatang tersebut memiliki kondisi
ekonomi yang lebih mapan dibandingkan warga Yogyakarta yang sebagian besar merupakan
petani, ada juga tren yang menyebabkan pensiunan dari kota-kota besar ingin menikmati
hidup di jakarta, sehingga ketika mereka membeli properti untuk tinggal dan memiliki
pengeluaran yang jauh lebih besar, hal tersebut juga mendorong terlihatnya ketimpangan.
2. Budaya Nrimo dalam masyarakat Yogyakarta
Ada juga gaya hidup yang diyakini sebagai karakter masyarakat di Yogyakarta sendiri dalam
menjalani kehidupan. Dimana gaya hidup ini cenderung unik karena masyarakat cenderung
menerima apapun hasil yang diberikan oleh Tuhan dan bersyukur atas berkah yang telah
diberikan oleh Tuhan atas kerja keras yang telah dilakukan.dan pengeluaran yang rendah
sehingga menunjukkan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi. Pengeluaran yang dilakukan
oleh 40 persen penduduk terbawah dan 20 persen teratas sangatlah jauh beda, yaitu 15,58%
untuk 40 persen terbawah dan 52,74 untuk 20 persen penduduk teratas.
Jika dilihat lebih dalam lagi dari budaya Nrimo kita juga dapat menemukan dua pola yang
berkaitan dengan rendahnya belanja masyarakat DIY sehingga provinsi ini terkesan miskin.
Pertama, tingkat pengeluaran belanja yang relatif rendah disebabkan pola konsumsi
penduduk yang cenderung irit karena mengoptimalkan sumber daya di sekitar rumahnya.
Sebagian masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan untuk berkebun tanaman pangan dan
beternak hewan untuk tambahan konsumsi keluarga. Dengan demikian, pengeluaran untuk
kelompok makanan cenderung sedikit sehingga akumulasi pengeluaran untuk seluruh
kebutuhan bulanan menjadi rendah.
Kedua, rendahnya belanja masyarakat sebagai akibat minimnya sumber pemasukan atau
penghasilan sehingga kurang memadai dalam mencukupi kebutuhan ideal. Menjadi kian sulit
lagi apabila harus menanggung beban keluarga yang relatif banyak. Dapat dibayangkan
apabila seorang pekerja tunggal di suatu rumah tangga harus bertanggung jawab memenuhi
kebutuhan semua anggota keluarganya. Padahal, penghasilan yang diperolehnya relatif tidak
terlalu besar.
3. Ketidaksetaraan pendapatan.
Ketidaksetaraan dalam distribusi pendapatan atau pengahasilan juga menjadi salah satu faktor
terciptanya kesenjangan di Daerah Yogyakarta ini. Minimnya tingkat upah itu bisa jadi
7
memiliki korelasi yang kuat dengan tingginya tingkat kemiskinan di DIY. Pada awal 2023,
Pemerintah Daerah DIY menetapkan tingkat upah minimum provinsi sebesar Rp 1.981.782
per bulan. Kendati naik 7,65 persen dari tahun sebelumnya, angka itu tetap menjadi yang
terendah ke-2 di antara 34 provinsi di Indonesia. DIY hanya satu tingkat lebih unggul dari
Jawa Tengah yang upah minimumnya sebesar Rp 1.958.169 per bulan per pekerja.
Misalnya saja dalam sebagian penduduk lokal sendiri memiliki standart atau acuan
pendapatan menggunakan Upah Minumum Regional (UMR) sedangkan bagi sebagian
penduduk lainnya mungkin menganggap acuan pendapatan tersebut sudah tidak relevan lagi.
Sehingga hal ini dapat menyebabkan kelompok tertentu memiliki akses yang lebih baik ke
sumber daya ekonomi daripada yang lain. Ini juga dapat mengakibatkan sebagian penduduk
hidup dalam kemiskinan, sementara yang lain mengalami peningkatan pendapatan yang
signifikan.
8
Solusi yang dapat dilakukan oleh Yogyakarta untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan
ketimpangan
Pemda Yogyakarta sendiri sudah memiliki rencana untuk mengurangi tingkat kemiskinan,
rencana tersebut berupa:
dan untuk mengurangi tingkat ketimpangan pemda yogyakarta berencana untuk melakukan
pengembangan kewirausahaan UMKM, budi daya ternak, pasar murah produk perikanan,
penyediaan sarana prasarana untuk mendukung pelayanan usaha bagi pelaku usaha dan
berbagai program pendukung UMKM lainnya.
bila perencanaan tersebut berhasil, Yogyakarta tidak hanya menurunkan tingkat ketimpangan
dan kemiskinan mereka, tetapi mereka juga mengembangkan perekonomian yogyakarta
menjadi lebih maju
bila ingin melihat provinsi lain sebagai acuan apa yang dapat dilakukan yogyakarta untuk
mengurangi ketimpangan dan kemiskinan, kita dapat melihat dari provinsi lain seperti
berikut:
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki strategi yang mana mereka memberikan
bantuan terhadap masyarakat kurang mampu atau Keluarga Penerima Manfaat. Dalam
kegiatan tersebut dinas sosial sangat berhati-hati untuk memberikan bantuan kepada
masyarakat karena ditakutkan tidak tepat sasaran kepada yang diberikan, Oleh sebab itulah
digunakan sebuah website SIKS-NG (sistem informasi kesejahteraan sosial new generation) .
Kebaruan dari program ini adalah untuk menyeleksi masyarakat yang dapat menerima
bantuan sesuai dengan syarat-syaratnya.
9
Bantuan sosial yang diberikan adalah:
Usaha Ekonomi Produktif (UEP) merupakan program bantuan sosial yang diberikan oleh
Direktorat Penanganan Fakir miskin. salah satu tujuan dari UEP yang diberikan adalah
diharapkan dapat untuk memandirikan ekonomi usaha KPM, hal tersebut perlu diketahui
apakah program UEP telah mampu memandirikan ekonomi KPM dengan berbagai
keterbatasan. Bantuan UEP bertujuan;
10
bidang prioritas penekanan angka kemiskinan diharapkan mampu menurunkan angka
kemiskinan di wilayah tertentu. Empat bidang tersebut yaitu ; Pendidikan, Kesehatan,
Infrastruktur, dan Ekonomi Kerakyatan.Beberapa inovasi dan peraturan juga dibuat dalam
bentuk pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bangka. Salah satunya dengan pembuatan pola
kemitraan perkebunan sawit mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kabupaten Bangka juga telah mengembangkan pembagian klaster menjadi tiga bagian
prioritas yaitu; pemberian bantuan dan perlindungan sosial, penanggulangan kemiskinan, dan
pemberdayaan usaha mikro. Sedangkan untuk angka inflasi dan ketimpangan Kabupaten
Bangka sudah memiliki nilai yang baik bahkan di tingkat nasional.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11
REFRENSI
bps.go.id
https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2023/08/24/510/1146251/begini-strategi-pemda-
diy-turunkan-kemiskinan-dan-ketimpangan-wilayah
https://bisnis.tempo.co/amp/1682597/kemiskinan-dan-ketimpangan-di-yogyakarta-tinggi-
ekonom-ungkap-penyebabnya
https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2023/01/20/510/1123822/bi-warga-jogja-suka-
menabung-tapi-pengeluaran-rendah-penyebab-kemiskinan-tinggi
https://m.harianjogja.com/jogjapolitan/read/2023/01/19/510/1123638/ini-penyebab-
penduduk-miskin-di-jogja-membangkak-meski-pertumbuhan-ekonomi-naik
https://www.kompas.id/baca/riset/2023/02/16/mencermati-peliknya-upah-murah-dan-
kemiskinan-di-yogyakarta
https://www.bangka.go.id/?q=content/bangka-komitmen-angka-kemiskinan-turun-tiap-tahun
12