Anda di halaman 1dari 19

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM KONSEP ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Psikologi Pendidikan


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Mulyadi, M.Pd

Oleh:
Dewi Latifatul Khusna 200401110022
Muhammad Zein Azzumar 210401110039

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023

I
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Psikologi Pendidikan dalam
Konsep Islam”, dapat kami selesaikan dengan baik. Kami berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang bagaimana psikologi
pendidikan dalam konsep islam. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang
Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa
sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Pendidikan, Prof. Dr. Mulyadi, M.Pd. Makalah ini kami buat untuk memenuhi penilaian
tugas mata kuliah. Besar harapan kami, dengan adanya pembuatan makalah ini nantinya
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pmnnun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon
maaf. Kami menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Malang, 01 Desember 2023

PenulisDDDDD

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................II
DAFTAR ISI............................................................................................................................................III
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................3
A. Pengertian dan Konsep Psikologi Pendidikan dalam Islam.............................................3
B. Pengaruh Hereditas dan Lingkungan terhadap Psikologi Pendidikan dalam Islam......4
C. Tanggung Jawab Pendidik dalam Psikologi Pendidikan Islam........................................7
D. Implementasi Psikologi Pendidikan Islam.......................................................................13
BAB III..................................................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................................................14
Kesimpulan......................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi pendidikan berperan penting dalam peningkatan mutu siswa dengan
menerapkan prinsip-prinsip psikologi kedalam dunia pendidikan. Psikologi dengan objek
manusia (tingkah laku), sedangkan pendidikan berorientasi pada perubahan perilaku
siswa, cocok untuk dipadukan dengan harapan mendapatkan perilaku siswa yang
diinginkan.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi
fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar
manusia dapat mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifatullah di muka bumi
dan juga abdi Allah untuk beribadah kepada-Nya. Manusia dengan berbagai potensi
tersebut membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya
dapat terwujud. H. M. Arifin, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, mengatakan bahwa
pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian muslim
baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk
mencari keridhaan Allah SWT. Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam
adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama
lain saling menunjang.
Pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan psikologi. Pendidikan
merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia
sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual. Dalam proses mengaktualisasi diri
tersebut diperlukan pengetahuan tentang keberadaan potensi, situasi dan kondisi
lingkungan yang tepat untuk mengaktualisasikannya. Pengetahuan tentang diri manusia
dengan segenap permasalahannya akan dibicarakan dalam psikologi umum. Dalam hal
pendidikan Islam yang dibutuhkan psikologi Islami, karena manusia memiliki potensi
luhur, yaitu fitrah dan ruh yang tidak terjamah dalam psikologi umum (Barat).
Berdasarkan uraian diatas, maka sudah selayaknya dalam pendidikan Islam memiliki
landasan psikologis yang berwawasan kepada Islam, dalam hal ini dengan berpandu
kepada al-Quran dan hadits sebagai sumbernya, sehingga akhir dari tujuan pendidikan
Islam dapat terwujud dan menciptakan insan kamil bahagia di dunia dan akhirat.
Sebenarnya, banyak sekali istilah untuk menyebutkan psikologi yang berwawasan kepada
Islam. Diantara para psikolog ada yang menyebut dengan istilah psikologi Islam,
psikologi al-Qur’an, psikologi Qur’ani, psikologi sufi dan nafsiologi. Namun pada
dasarnya semua istilah tersebut memiliki makna yang sama.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai psikologi pendidikan dalam konsep Islam
juga dirasa perlu sebab para pendidik tidak memandang dalam satu perspektif saja,
melainkan dapat dari berbagai perspektif.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang di atas,
antara lain:
1. Bagaimana pengertian dan konsep psikologi dalam Islam?
2. Bagaimana pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap psikologi pendidikan dalam
konsep islam?
3. Bagaimana tanggung jawab pendidik dalam psikologi pendidikan Islam?
4. Bagaimana implementasi psikologi pendidikan Islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian dan konsep psikologi dalam Islam.
2. Mengetahui pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap psikologi pendidikan
dalam konsep Islam.
3. Mengetahui tanggung jawab pendidik dalam psikologi pendidikan Islam.
4. Mengetahui implementasi psikologi pendidikan Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Konsep Psikologi Pendidikan dalam Islam


Psikologi Pendidikan Islam adalah suatu pola pemikiran yang terstruktur untuk
mencapai target pembelajaran yang lebih inovatif dan menghasilkan materi yang
diharapkan dan seseorang dapat menerima dengan penuh sukarela tanpa ada faktor
paksaan. (Hadziq, 2021)
Psikologi Pendidikan Islam adalah dinamika suatu bidang ilmu yang mempelajari
jiwa manusia dengan berbagai aspeknya berdasarkan ajaran Islam yang terdapat di dalam
al-Qur’an, al-Hadis dan pendapat para ulama. Ilmu ini sangat penting dalam merancang
konsep pendidikan dan kajian kejiwaan manusia, terutama yang berkaitan dengan
penyusunan kurikulum, bahan ajar dan kegiatan proses belajar mengajar serta kajian
kejiwaan manusia (Suparman et al., 2020)
Sesungguhnya pandangan al-Qur’an terhadap manusia adalah pandangan yang
menyeluruh, terpadu, seimbang dan tepat. Manusia bukan hanya berupa wujud materi
yang terdiri dari fisika, fisika, kimia, dan otot-otot mekanis, sebagaimana pandangan
filosof-filosof materialistis. Manusia juga bukan hanya roh yang terlepas dari raga
sebagaimana pendapat sebagian kaum terpelajar. Manusia menurut al-Qur’an adalah
terdiri dari jiwa dan raga yang keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Manusia mempunyai keutamaan, kelebihan, kemuliaan dan kedudukan yang tinggi
dengan notabene apabila tahu diri, berilmu dan mau menggunakan akal-nya. Apabila ia
jatuh meluncur ketingkat yang paling rendah jelek, maka hilanglah kemanusiaannya dan
ia berkedudukan yang paling hina daripada hewan.
Proses transmisi pengaruh sosial ke dalam diri individu melalui dua cara, yaitu cara
formal dan informal, pengetahuan dan ketrampilan dipelajari oleh individu melalui proses
belajar formal atau sistematik. Hasil belajar formal itu nampak dalam tingkah laku verbal
dan tercermin pada apa yang dipikirkannya. Nilai dan pola tingkah laku dipelajari oleh
individu melalui proses belajar informal, yaitu proses imitasi (yang sebagian tidak
didasarinya) dalam kontaknya dengan orang-orang yang berkewibawaan. Para ahli
berpendapat bahwa cara hidup masyarakat itu meresapnya kevdalam diri individu terjadi
pada awal perkembangan kepribadiannya melalui hubungan dengan orang-orang dewasa,
khususnya orang tua.
Diinternalisasi ke dalam diri anak dan secara tidak sadar menjadi bagian dirinya.
Proses internalisasi itu kadang-kadang juga disebut juga dengan istilah akulturasi,
introjeksi, atau sosialisasi. Corak hubungan orang tua dan anak sangat menentukan proses
sosialisasi anak, corak hubungan dengan orang tua dengan anak ini, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Fels research institute, dapat dibedakan menjadi tiga pola

3
yaitu: Pertama, pola menerima menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang
tua terhadap anak.
Kedua, pola memiliki melepaskan, pola ini berdasarkan atas seberapa besar sikap
protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang
overprotektif dan memiliki anak sampai pada sikap mengabaikan anak sama sekali.
Ketiga, pola demokrasi otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam
menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bergerak
sebagai didaktor terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi, sampai batas-batas
tertentu, anak dapat dipartisipasi dalam keputusan-keputusan keluarga.
Keterbukaan psikologis sangat penting bagi seorang guru mengingat posisinya
sebagai panutan siswa. Selain sisi positif yang dimiliki oleh seorang guru dalam
keterbukaan psikologis yaitu: Pertama, keterbukaan psikologis merupakan pra kondisi
atau persyaratan penting yang harus dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan
orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana
hubungan antar pribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk
mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan. Ketika terjadi komunikasi
psikologis inilah seorang guru telah membangun saling percaya kepada siswanya
sehingga siswa secara psikologis akan membuka diri terhadap informasi dan komunikasi
yang baru yang akan dapat merubah pola pikir dan pola perilakunya. Dengan demikian
proses pendidikan akan semakin menemukan bentuknya dan dapat mencapai tujuan
pembelajaran dengan baik.
Pendidikan Islam mencakup semua dimensi manusia sebagaimana ditentukan oleh
ajaran Islam. Pendidikan Islam menjangkau kehidupan di dunia dan kehidupan secara
seimbang. Pendidikan Islam sangat berkaitan dengan psikologi, karena tujuan pendidikan
Islam sendiri untuk menciptakan insan kamil yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
serta menjadikannya insan yang bahagia di dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai
tujuan tersebut, maka diperlukannya psikologi. Karena psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang Jiwa. Dan psikologi diperlukan untuk mengetahui keberadaan
potensi dari diri manusia, maka dalam pendidikan Islam itu sendiri tidak dapat terlepas
dari psikologi Islam m, dimana menurut Zakiah Daradjat landasan-landasan psikologi
Islam adalah AlQur’an, Al-Sunnah dan Ijtihad.
Menurut Zakiah Drajat dalam (Hadziq, 2021) Psikologi Pendidikan Islam adalah
suatu pola pemikiran yang terstruktur untuk mencapai target pembelajaran yang lebih
inovatif dan menghasilkan materi yang diharapkan dan seseorang dapat menerima dengan
penuh sukarela tanpa ada faktor paksaan. Sehingga dalam setiap proses belajar-mengajar,
psikologi pendidikan Islam itu harus selalu ditanamkan dalam setiap proses pengajaran.
Tanpa memahami psikologi seseorang akan kehilangan ruh dalam belajar.
B. Pengaruh Hereditas dan Lingkungan terhadap Psikologi Pendidikan dalam
Islam
Pengaruh hereditas sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah ini termasuk
dalam kategori kebenaran ilmiah dalam teori pendidikan modern. Di dalam ilmu hereditas

4
dijelaskan bahwa anak-anak bisa meniru sifat dari kedua orang tuanya dalam akhlak,
jasmani, dan akal semenjak terlahir. Saat seseorang memilih pasangan dalam pernikahan
bedasarkan pertimbangan keturunan yang baik maka akan lahir anak yang baik pula dari
segi kewibawaan, kesucian, dan keistiqamahan. Jika terkumpul dalam diri seseorang anak
faktor hereditas dan pendidikan yang baik maka anak akan sampai pada puncak kemulian
agama dan akhlak.
Dalil Al Qur’an (an Nahl {16}: 72)

‫َو ُهّٰللا َجَعَل َلُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو اًجا َّوَجَع َل َلُك ْم ِّم ْن َاْز َو اِج ُك ْم َبِنْيَن َو َح َف َد ًة َّوَر َز َقُك ْم ِّم َن الَّطِّيٰب ِۗت َاَفِباْلَباِط ِل ُيْؤ ِم ُن ْو َن َو ِبِنْع َم ِت‬
‫ِهّٰللا ُهْم َيْكُفُرْو َۙن‬

Terjemah :
Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri, menjadikan
bagimu dari pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu, serta menganugerahi kamu rezeki
yang baik-baik. Mengapa terhadap yang batil mereka beriman, sedangkan terhadap
nikmat Allah mereka ingkar?
Penjelasan mengenai pengaruh hereditas ini tersirat dalam arahan agama islam untuk
mengutamakan memilih pasangan yang jauh dari hubungan kekerabatan serta nasabnya.
Hal ini dimaksudkan agar menjauhkan fisik anak dari pengaruh penyakit-penyakit yang
menular atau cacat bawaan, serta untu memperluas ruang lingkup kekeluargaan dan
mengokohkan ikatan-ikatan sosial. Nabi melarang dengan keras setiap pernikahan yang
terjalin dari orang yang memiliki kedekatan nasab, sehingga nantinya anak tidak tumbuh
menjadi lemah, atau mewarisi cacat kedua orangtuanya, dan penyakit nenek moyangnya.
Dalam sabda Beliau:
‫ال تنكحوا القرابة القريبة فإن الولد يخلق ضاويا‬
Artinya, "Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, karena anak akan tercipta (terlahir)
dalam kondisi lemah (kurus kerempeng).”
Para peniliti hereditas mengemukakan bahwa menikahi orang yang memiliki kedekatan
hubungan akan menjadikan keturunan itu lemah jasmani dan akalnya. Selain itu anak-
anak bisa mewarisi sifat-sifat yang jelek dan kebiasaan yang tercela.
Berpijak dari prinsip seperti ini, sahabat Utsman bin Abi Al-Ash Ats Tsaqafi
mewasiatkan kepada anak-anaknya untuk memilih pasangan yang baik dan menjauhi
pasangan yang buruk. Beliau berkata kepada anak-anaknya, “wahai anakku yang hendak
menikah dan menanam. Hendaklah seseorang itu melihat diamana ia akan tanam
tanamannya, sebab akar yang jelek, sedikit sekali membuahkan hasil. Maka pilihlah
meskipun memerlukan waktu yang lama.”
Pada dasaranya islam menangani urusan pendidikan individu dari penanganan yang
pertama untuk keluarga, yaitu dengan pernikahan karena statusnya yang menjadi yang
menjadi kebutuhan fitrah manusia dan kehidupan, dan keadaan yang menuntut adanya
penasaban anak kepada bapaknya. Maka pondasi pernikahan dalam membentuk generasi
adalah untuk menyelamatkan masyarakat dari penyakit-penyakit berbahaya, kebobrokan

5
moral, merealisasikan kerjasama antara dua pasang manusia dalam mendidik anak.
Adapun pertimbangan dalam memilih pasangan ketika sudah ada niat untuk menikah:
1. Memilih pasangan bedasarkan pondasi agama
2. Memilih bedasarkan keturunan dan kemuliaan
3. Memilih orang yang jauh dari hubungan kekerabatan
Itulah prinsip-prinsip pernikahan yang utama dan kaitannya yang paling penting dengan
urusan pendidikan.Di saat sorang muslim telah memahami sejak kapan ia harus memulai
untuk membentuk keluarga islami, keturunan yang baik, generasi yang beriman kepada
Allah, maka akan menajdi mudahlah urusan-urusan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya. Karena orang tua yang bertanggung jawab meletakkan fondasi pertama yang
diatasnya akan dibangun pendidikan yang lurus. Jadi dalam pendidikan anak di dalam
islam wajib dimulai dari pernikahan yang ideal dan sesuai dengan syari’at.
Sedangkan pengaruh lingkungan pada perkembangan manusia juga dijelaskan dalam al
Qur’an serta hadits-hadist Nabi Saw. Begitu lahir, seorang bayi mengenali lingkungan
dan orang terdekatnya. Jiwa mereka yang yang masih lembut itu akan sangat mudah
dibentuk oleh lingkungan pertamanya. Maka kata Al Ghazali dalam Ihya’ “anak adalah
amanat Allah kepada orang tua”. Hatinya masih suci asli yang masih bersih dari segala
corak dan warna. Mereka dapat dibentuk apa saja tergantung keinginan pembentuknya.
Jika dibiasakan dan dibina untuk menajdi baik maka ia akan menajdi baik dan begitupun
sebaliknya, dan orang tua, guru, dan para pendidik akan menuai apa yang mereka berikan
berupa kebahagian dunia dan akhirat atau turut menanggung dosanya.
Berkenaan denga fitrah pada manusia sejak lahir, Allah Ta’ala berfirman:
‫ْيًفۗا ْط َت اَّل َفَط الَّنا َع َلْي ۗا اَل َتْب ْي َخ ْل هّٰللا‬
‫ِد َل ِل ِق‬ ‫َفَاِقْم َو ْج َهَك ِللِّدْيِن َحِن ِف َر ِهّٰللا ِتْي َر َس َه‬
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah
yang Dia telah menciptakan manusia barada di atas (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah.” (QS. Ar-Rum: 30)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫َم ا ِم ْن َم ْو ُلوٍد ِإاَّل ُيوَلُد َع َلى اْلِفْطَرِة َفَأَبَو اُه ُيَهِّو َداِنِه َأْو ُيَنِّص َر اِنِه َأْو ُيَم ِّج َس اِنِه َك َم ا ُتْنَتُج اْلَبِهيَم ُة َبِهيَم ًة َجْمَع اَء َه ْل ُتِح ُّس وَن‬
‫ِفيَها ِم ْن َج ْد َعاَء‬
“Tidaklah setiap anak kecuali dia dilahirkan di atas fitrah. Maka, bapak ibunyalah yang
menjadikannya Yahudi, atau menjadikannya Nasrani, atau menjadikannya Majusi.
Sebagaimana halnya hewan ternak yang dilahirkan, ia dilahirkan dalam keadaan sehat.
Apakah Engkau lihat hewan itu terputus telinganya?” (HR. Bukhari no. 1358 dan Muslim
no. 2658)
Menurut ibnu khaldun penjelasan mengenai fitrah adalah sebagai potensi manusia, yakni
potensi keimanan. Manusia semenjak lahir dapat menegenal Tuhan melalui perantara
akal. Dan konsep fitrah dalam dunia pendidikan adalah menuntut para pendidk untuk
menananmkan tingkah laku yang baik. Melalui pendidikan fitrah manusia tersebut akan
menjadikannya lebih dekat dan mengenal Tuhan sehingga mentaati perintah dan menjauhi
larangannya. Dalam mengembangkan seluruh potensi manusia, baik itu rohani maupun

6
jasmani secara efektif dapat melalui pendidikan. Melalui pendidikan manusia mempu
membentuk kepribadiannya, mentransfer kebudayaan dari satu komunitas ke komunitas
lainnya, mengadaptasi nilai baik dan buruk, dan lain sebagaainya.
Senada dengan itu, Abu ‘Ala menyatakan: “ para pemuda itu tumbuh menajdi dewasa.
Tergantung bagaimana orang tuanya membiasakann mereka. Pemuda tidak dapat
ditaklukan dengan akal semata. Melainkan oleh pembiasaan beragama dari orang-orang
terdekatnya.”
C. Tanggung Jawab Pendidik dalam Psikologi Pendidikan Islam
Salah satu tanggung jawab pendidikan paling besar yang mendapat perhatian islam
adalah tanggung jawab pendidik terhadap siapa saja yang menjadi tanggung jawab untuk
mengajari, mengarahkan, dan mendidik. Tanggung jawab pendidikan merupakan
tanggung jawab yang bersifat urgent, sebab tanggung jawab ini dimulai sejak kelahiran
anak tumbuh sampai pada tahap usia pra pubertas dan pubertas hingga menjadi seorang
mukallaf (terbebani kewajiban). maka tatakala para pendidik, baik itu berstatus bapak,
ibu, guru, maupun pembimbing masyarakat, ketika mereka mampu melaksanakan
tanggung jawab secara sempurna dan menunaikan amanah, berarti ia telah mengarahkan
daya dan upayanya untuk membentuk individu yang memiliki karakteristik dan
keistimewaan. Banyak dari petunjuk-petunjuk Al Qur’an dan hadist-hadist Rasululaah
yang memotivasi kepada para pendidik untuk melaksanakn tanggung jawab terhadap
mereka. Salah satunya adalah firman Allah dala surah At tahrim {66} ayat 6:
‫ٰۤل‬
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُقْٓو ا َاْنُفَس ُك ْم َو َاْهِلْيُك ْم َناًرا َّو ُقْو ُدَها الَّناُس َو اْلِح َج اَر ُة َع َلْيَها َم ِٕىَك ٌة ِغ اَل ٌظ ِش َداٌد اَّل َيْع ُصْو َن َهّٰللا َم ٓا َاَم َر ُهْم‬
‫َو َيْفَع ُلْو َن َم ا ُيْؤ َم ُرْو َن‬
Terjemah :
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang
kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan
kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Adapun beberapa tanggung jawab yang paling utama adalah sebagai berikut
1. Tanggung jawab pendidikan iman
Maksud dari tanggung jawab pendidikan iman adalah mengajarkan pada anak dengan
dasar-dasar keimanan, rukun islam, dan dasar-dasae syariat semenjak anak sudah
mampu mengerti dan memahami. Seorang pendidik wajib mengajarkanpedoman-
pedoman berupa pendidikan keimanan dan mengajarkan ajaran-ajaran islam.
Sehingga aank akan terikat dengan agama islam secara akidah dan ibadah, di samping
penerapan metode dan aturan.
Maka yang termasuk dalam pendidikan keimanan adalah:
1) Membuka kehidupan anak dengan kalimat Tauhid Laa ilaha illallah.
Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallhu ‘alahi wa sallam bersabda:

7
‫ َو َلِّقُنوُهْم ِع ْن َد اْلَم ْو ِت ال ِإَل َه ِإال ُهَّللا (رواه البيهقي في شعب‬، ‫إْفَتُحوا َع َلى ِص ْبَياِنُك ْم َأَّوَل َك ِلَم ٍة ِبال ِإَلَه ِإال ُهَّللا‬
)‫اإليمان‬
“Ajarkanlah kalimat Laa ilaaha illallah kepada anak-anak kalian sebagai kalimat
pertama, dan tuntunkanlah mereka (mengucapkan) Laa ilaaha illallah ketika
menjelang mati.” (HR Baihaqi dalam Syuabil Iman).
2) Mengajarkan masalah halal dan haram setelah ia berakal

‫ َف َذ اِلَك ِو َقاَي ٌة لُهْم‬،‫ َو اْج ِتَن اِب الَّن َو اِهي‬، ‫اْع َم ُلوا ِبَطاَع ِة ِهَّللا َو اَّتُقوا َم َع اِص َي هللا َوُم ُروا َأْو اَل َد ُك م ِباْم َتَث اِل اَأْلَو اِم ِر‬
‫ولكم ِم َن الَّنار‬
Artinya: ajarkanlah mereka untuk taat kepada Allah dan takut berbuat maksiat
kepada Nya, serta suruhlah anak anak kamu untuk mentaati perintah-perintah dan
menjauhi larangan-larangan. Karena, hal itu akan memelihara mereka dan kamu
dari api neraka.”
3) Memerintahkannya untuk beribadah saat umurnya tujuh tahun

‫ وَفِّر ُقوا َبْيَنُهْم في الَم َض اِج ِع‬، ‫ وهم َأْبَناُء َع ْش ٍر‬،‫ واْض ِرُبوُهْم عليها‬، ‫ُم ُروا أوالَدكم بالصالِة وهم َأْبَناُء َس ْبِع ِسِنيَن‬
Dari Amr Bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: "Rasulullah SAW
bersabda: "Perintahkan anak-anakmu melaksanakan sholat sedang mereka berusia
tujuh tahun dan pukullah mereka karena tinggal sholat sedang mereka berusia 10
tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya."
4) Mendidik untuk cinta kepada Nabi, keluarganya, dan cinta membaca Al Qur’an
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib bahwa
Nabi bersabda:
‫رآن في‬MM‫ فإن حملة الق‬،‫ وعلى قراءة القرآن‬،‫ وحب أهل بيته‬،‫ على حب نبيكم‬:‫أدبوا أوالدكم على ثالث خصال‬
‫ مع أنبيائه‬،‫ظل هللا يوم ال ظل إال ظله‬
“Didiklah anak-anak laian tiga hal ; cinta kepada nabi, cinta kepada keluarga nabi,
dan membaca Al-Qur’an. Karena sesungguhnya para pembawa Al-Qur’an akan
berada di bawah naungan Allah bersama para nabi pada hari tiada naunganlain
selain naungan Allah”.
Pendidkan keimanan merupakan fondasi bagi setiap individu, baik secara moral
maupun psikologi. Maka terdapat hubungan yang kuat antara iman dan akhlak, juga
hubungan kuat antara akidah dan perbuatan manusia. Menurut dr. Henry Lunk
seorang dokter jiwa dari amerika serikat berkata: “ sesungguhnya para orang tua yang
menanyakan bagaimana membentuk kebiasaan moral pada anak-anak, padahal diri
mereka sendiri kurang dalam hal memberikan pengaruh religius yang sebelumnya
telaj membentuk moral-moral mereka. Mereka tidak akan mendapatkan pengganti
yang lebih baik untuk pembentukan moral yang terbentuk oleh iman kepada Sang
pencipta dan sumber akhlak ilahi di dalam hati manusia.

8
Tanggung jawab pendidikan iman atas para pendidik adalah tanggung jawab yang
terpenting dikarenakan iman adalah sumber keutamaan dan tempat tumbugnya
kesempurnaan. Tanpa adanya pendidikan iman maka individu tidak akan mampu
menegakkan tanggung jawabnya, tidak bisa menjadi amanah, tidak mengenal visi,
tidak bisa merealisasikan makna kemanusiaan yang utama, dan tidak bisa berbuat
sesuatu yang tinggi dan mulia.
2. Tanggung jawab pendidikan akal
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan rasio (akal) adalah membentuk pola
berpikir anak terhadap segala sesuatu yang bermanfaat, baik berupa ilmu syar'i,
kebudayaan, ilmu modern, kesadaran, pemikiran, dan peradaban. Sehingga anak
menjadi matang secara pemikiran dan terbentuk secara ilmu dan kebudayaan.

Tanggung jawab ini tidak kalah pentingnya dengan tanggung jawab pendidikan iman.
Pendidikan keimanan adalah fondasi, adapun pendidikan rasio adalah penyadaran,
pembudayaan, dan pengajaran. Cara efektif mengembangkan pemikiran anak

 Menceritakan kisah kisah

Kisah memainkan peranan penting dalam membangun kesadaran akal dan


intelektual anak. Bahkan menempati tempat pertama dalam metode
pengembangan pemikiran anak yang efektif, karena dalam kisah ada kenikmatan
dan kesenangan tersendiri. Maka hal yang penting bahwa kisah nabi dan orang-
orang shaleh terdahulu mampu membina kesadaran keislaman serta mendorong
semangat kepada mereka. Allah berfirman dalam Q.S Hud {11} ayat 120:

‫َو ُك اًّل َّنُقُّص َع َلْيَك ِم ْن َاْۢن َبۤا ِء الُّر ُس ِل َم ا ُنَثِّبُت ِبٖه ُفَؤ اَدَك َو َج ۤا َء َك ِفْي ٰه ِذِه اْلَح ُّق َو َم ْو ِع َظٌة َّو ِذ ْك ٰر ى ِلْلُم ْؤ ِمِنْيَن‬
Terjemah : Semua kisah rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Nabi Muhammad),
yaitu kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu. Di dalamnya telah
diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang-orang
mukmin.
Juga terdapat dalam Q.S Yusuf ayat 111:

‫َلَقْد َك اَن ِفْي َقَصِص ِه ْم ِع ْبَر ٌة ُاِّلوِلى اَاْلْلَباِۗب َم ا َك اَن َحِد ْيًثا ُّيْفَتٰر ى َو ٰل ِكْن َتْص ِد ْيَق اَّلِذ ْي َبْيَن َيَد ْيِه َو َتْفِص ْيَل ُك ِّل َش ْي ٍء‬
‫ࣖ َّوُهًدى َّوَر ْح َم ًة ِّلَقْو ٍم ُّيْؤ ِم ُنْو َن‬
Terjemah : Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat,
melainkan merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala
sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman.

 Bicara langsung

Berbicara dengan anak harus (langsung pada topik), mudah dipahami, sesuai fakta
dan teratur, dan ini akan membuat mereka lebih siap diajak berkomunikasi.

9
Adapaun pembicaraan monoton dan berulang-ulang adalah cara berkomunikasi
dengan anak yang salah. Rasullullah mengajarkan kepada kita agar berbicara
dengan anak secara langsung, lugas, dan dengan bahasa yang jelas. Sebagaimana
ketika Rasulullah mengajarkan Ibnu Abbas : Wahai anak muda, aku akan
mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ‘Jagalah Allah, niscaya Allah akan
menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika
engkau memohon (meminta), mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta
pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, bahwa seandainya
seluruh umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka
tidak akan dapat memberi manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah
ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk menimpakan
suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka mereka tidak akan dapat
menimpakan kemudharatan (bahaya) kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang
telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah
kering.’” [HR. at-Tirmidzi]

 Bicara sesuai dengan kemampuan akal anak

Anak-anak juga punya keterbatasan karena akal dan pikirannya masih dalam tahap
perkembangan. Kemampuan orang tua dan pendidik untuk mengetahui sejauh
mana tingkat perkembangan- nya akan membantu mengatasi setiap permasalahan
yang timbul. Sebab dengan begitu, mereka dapat mengetahui kapan saatnya
berbicara, dengan kata-kata apa seharusnya berbicara dan ide-ide apa yang
selayaknya dilontarkan.
Rasulullah saw. pernah berbicara menggunakan bahasa Habsyah dengan anak
perempuan kecil. "Ya Umm Kholid Handza Sinaa." [Hai Ummu Kholid, ini
cantik.] Sinaa adalah bahasa Habsyah yang artinya cantik. Anak kecil itu adalah
Ummu Kholid yang dilahirkan di Habsyah karena orang tuanya hijrah ke sana.
Rasulullah berbicara kepadanya dengan bahasa yang dipahaminya.

 Metode praktis empiris

Mendidik dan mengasah ketajaman indera anak sekaligus dapat membuahkan


pengetahuan dan pengalaman. Seiring dengan pertumbuhannya, anak mulai
menggunakan, misalnya kedua tangannya untuk bekerja dan itu pun berpengaruh
terhadap kecerdasan akalnya. Secara pelan-pelan, anak-anak akan terlatih dan
terbiasa dengan organ- organ tubuhnya, terutama panca indera.
Rasulullah saw. melatih anak secara langsung bagaimana menggunakan
tangannya agar bekerja dengan trampil dan benar. Seperti dalam peristiwa yang
pernah terjadi, ketika Rasulullah sedang lewat dan melihat seorang anak sedang
menguliti kambing dengan cara yang salah. Beliau langsung mendatanginya dan
menunjukkan cara menguliti kambing yang benar.
3. Tanggung jawab pendidikan kejiwaan

10
Pendidikan kejiwaan adalah mendidik anak semenjak kecil agar memiliki
karakteristik teladan dan mampu mengendalikan emosi serta menghiasi diri dengan
kemuliaan baik secara kejiwaan maupun akhlak secara mutlak. Sasaran pendidikan ini
adalah membentuk individu menyempurnakan dan menyeimbangkan kepribadian nya.
Sehingga ketika individu memasuki usia baligh, ia telah mampu melaksanakan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Maka agama Islam memerintahkan pendidik untuk menanamkan dasar dasar
kesehatan semenjak masih kecil, agar menjadi manusia yang berakal matang,
memiliki pemikiran yang lurus, tindakan yang seimbang dan kemauan yang tinggi.
Para pendidik hendaknya memperhatikan juga faktor faktor yang dapat
menghilangkan kemuliaannya, menghancurkan eksistensi kepribadian, dan
menjadikan individu memiliki pandangan pesimis dan emosi negatif lainnya.
Maka menurut Syaikh Muhammad Al khidr Husain r.a "jiwa tumbuh dengan
kelembutan tarbiyah, sebagaimana badan tumbuh dengan makanan bergizi.
Pertumbuhan badan ada batasnya, namun pertumbuhan jiwa berjalan terus, sepanjang
hayat masih di kandung badan”. Maka Cara efektif dalam membangun jiwa anak
adalah:
 Menemani anak
Rasulullah Saw. pernah melihat sekelompok anak anak bermain dan beliau
menemani dan membiarkan mereka. Bahkan memotivasi membangun ruh
kebersamaan serta mengawasi permainan mereka.
 Menggembirakan hati
Rasulullah Saw. Selalu membuat anakhanak agar merasa gembira, maka beliau
menggunakan berbagai cara diantaranya: menyambut anak dengan baik,
mengusap kepala mereka, menghidangkan makanan yang baik dan makan
bersama mereka.
 Membangun kompetensi sehat dan memberikan reward
Pada umumnya manusia suka berlomba termasuk pada anak-anak. Rasulullah
pernah menganjurkan perlombaan lari diantara anak-anak. Beliau membariskan
Abdullah, Ubaidullah dan anak-anak Abbas lainnya. Lalu beliau bersabda
"barangsiapa yang mampu membalap saya, dia bakal mendapat ini dan itu..."
Maka mereka pu berlomba membalap Rasullullah. Cara ini mampu digunakan
oleh pendidik untuk membuat peserta didik bersemangat dan bertindak aktif.
 Memotivasi peserta didik
Memotivasi adalah unsur penting dalam tarbiydan tidak boleh disepelekan namun
juga tidak boleh berlebihan. Memberikan dorongan pada anak memainkan
peranan penting dalam jiwa, memicu gerka positif konstruktif dan mengungkap
potensi dan jati dirinya yang terpendam. Ini yang dicontohkan oleh Rasulullah
ketika mengajak anak anak untuk lomba lari bersama beliau. Pada riwayat lain,

11
diriwayatkan oleh Al Bukhari -ketika Abdullah bin Umar belum dewasa-
Rasullullah bertanya kepada para sahabat "sesungguhnya di antara pohon itu ada
daunnya yang tidak jatuh, dan pohon itu adalah sebagai perumpamaan orang
muslim, pohon apakah itu?" Dalam riwayat diterangkan bahwa Ibnu Umar hanya
diam hingga Rasullullah menjawab pertanyaan tersebut, Ibnu Umar berkata " aku
melihat abu bakar dan Umar keduanya tidak berbicara, maka aku pun tidak ingin
berbicara. Namun ketika kami berdiri, aku berkata kepada ayahku tentang apa
yang terbetik dalam hati ku (mengetahui apa jawaban dari pertanyaan
Rasullullah). Ayahku berkata"seandainya kamu berkata, itu akan lebih aku sukai
daripada aku mempunyai unta merah"
 Bercanda dan bersenda gurau pada anak
Rasulullah saw. bersabda;
‫َم ْن َك اَن َلُه َص ِبٌّي َفْلَيَتَص اَب َلُه‬.
”barangsiapa punya anak kecil hendaklah diajak bersenda gurau" (h.r Ibnu asakir)
 Menggunakan panggilan yang baik
Rasulullah mencontohkan ketika mengajar kan suatu pelajaran pada Ibnu
Abbas:
، ‫ ((َي ا ُغَالُم‬: ‫ َفَق اَل‬،‫ َيْو ًم ا‬- ‫َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬- ‫ ُكْنُت َخ ْلَف الَّنِبِّي‬: ‫ قاَل‬-‫َرِض ي ُهللا َع ْنُهما‬- ‫عْبد هللا بن َعّباٍس‬
‫ِإِّني ُأَع ِّلُم َك َك ِلَم اٍت؛ اْح َفِظ َهللا َيْح َفْظَك‬
Abdullah bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– menceritakan, suatu hari saya
berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak,
aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan
menjagamu.
 Memenuhi kebutuhan
Adakalanya pendidik harus menuruti permintaan peserta didik. Ini adalah cara
yang digunakan Rasullullah menggunakan pendekatan psikologis dan
merupakan Carra efektif menumbuhkan emosi serta efektif menyelesaikan
persoalan anak. Beliau Saw. bersabda:
.‫ِإَّنُه َم ْن َتَرَض ى َص ِبًّيا َصِغ يًرا ِم ْن َنْس ِلِه َح َّتى َيْر َض ى َتَرَض اُه ُهللا َيْو َم اْلِقَياَم ِة َح َّتى َيْر َض ى‬
"Barangsiapa berusaha menyenangkan hati anak keturunannya sehingga
menjadi senang, Allah akan membuatnya merasa senang sehingga di akhirat ia
benar-benar akan merasa senang." (h.r. Ibnu Asakir)
 Imbalan dan hukuman
Cara ini merupakan konsep yang sama dengan reward and punishment. Contoh
nya adalah bagaimana Rasulullah membuat anak agar taat kepada ornag tua dan
menghindari sifat durhaka dengan menyebutkan pahala berbakti kepada ornag
tua yang besar dan ancaman durhaka yang bergitu menakutkan.
12
D. Implementasi Psikologi Pendidikan Islam
Ada berbagai cara mengimplementasikan ilmu psikologi melalui pendidikan agama
islam antara lain:
1. Menanamkan rasa keagamaan terhadap anak. Dengan memberikan pengetahuan
dan pemahaman tentang agama, agar anak dapat mengenal lebih dekat kepada sang
pemberi petunjuk yaitu Allah Swt. Agar apabila suatu saat seorang anak
mengalami atau mendapatkan masalah dalam hidupnya tidak timbul frustasi pada
anak tersebut yang dapat menimbulkan gangguan jiwa dan kesehatan mental paa
tersebut dengan pengenalan agama lebih dekat.
2. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa anak melalui pendidikan
agama islam. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa anak dapat
diusahakan melalui pembentukan pribadi dengan pengalaman keagamaan terhadap
diri anak baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun masyarakat,
lingkungan yang banyak membentuk pengajaran yang bersifat agama (sesuai
dengan ajaran agama islam). Akan membentuk pribadi, tindakan dan kelakuan
serta caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama yang
kesemuanya itu mengacu pada perkembangan jiwa dan pembentukan mental yang
sehat dalam diri si anak.
3. Menanamkan etika yang baik terhadap diri anak berdasarkan norma-norma
keagamaan. Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan
dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama
(masa anak) dari umur 0 – 12 tahun.
4. Masa kanak-kanak merupakan masa yang menentukan pertumbuhan dan
perkembangan psikologi dan agama si anak. Oleh karena itu pada masa ini orang
tua harus ekstra ketat dalam mendidik anaknya misalnya kita membiasakan anak
untuk menggunakan tangan kanan dalam mengambil, memberi, makan dan minum,
menulis, menerima tamu dan mengajarkannya untuk selalu memulai pekerjaan
dengan membaca Basmalah serta harus diakhiri dengan membaca Hamdalah.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
1. Psikologi Pendidikan Islam, sebagai pola pemikiran terstruktur, bertujuan
mencapai pembelajaran inovatif yang dapat diterima sukarela. Dalam konteks ini,
pemahaman terhadap jiwa manusia berdasarkan ajaran Islam menjadi fokus
utama, dengan penekanan pada keutamaan dan kedudukan tinggi manusia
menurut al-Qur'an. Pentingnya psikologi pendidikan Islam terlihat dalam
merancang konsep pendidikan, kurikulum, dan proses belajar mengajar. Al-Qur'an
memberikan pandangan menyeluruh terhadap manusia, mempromosikan
keutamaan dan kemuliaan manusia yang menggunakan akalnya dengan baik.
2. Pengaruh hereditas, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah, diakui sebagai
kebenaran ilmiah dalam teori pendidikan modern. Ilmu hereditas menjelaskan
bahwa anak-anak dapat meniru sifat dari kedua orang tua mereka dalam akhlak,
jasmani, dan akal sejak lahir. Pilihan pasangan hidup yang didasarkan pada
pertimbangan keturunan yang baik dianggap dapat menghasilkan anak dengan
kewibawaan, kesucian, dan keistiqamahan.
3. Pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam Islam, khususnya terkait
mengajari, mengarahkan, dan mendidik individu sejak kelahiran hingga menjadi
mukallaf. Al-Qur'an dan hadis memberikan petunjuk penting terkait tanggung
jawab pendidikan. Salah satu ayat yang menekankan tanggung jawab tersebut
adalah surah At-Tahrim (66:6). Beberapa tanggung jawab utama dalam
pendidikan meliputi: tanggung jawab pendidikan iman, tanggung jawab
pendidikan akal, tanggung jawab pendidikan kejiwaan.
4. Cara mengimplementasikan ilmu psikologi melalui pendidikan agama Islam
melibatkan berbagai langkah: 1. Menanamkan Rasa Keagamaan: Memberikan
pengetahuan dan pemahaman agama kepada anak untuk mendekatkan mereka
pada Allah Swt, tujuannya adalah agar anak, saat menghadapi masalah, tidak
mengalami frustasi yang dapat berdampak pada gangguan jiwa dan kesehatan
mental. 2. Membimbing Perkembangan Jiwa Anak: Mengarahkan dan
membimbing perkembangan jiwa anak melalui pendidikan agama Islam,
pendidikan agama dapat membentuk pribadi anak melalui pengalaman keagamaan
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat, ajaran agama Islam membentuk
tindakan, kelakuan, dan cara menghadapi hidup sesuai dengan nilai-nilai agama,
membentuk perkembangan jiwa dan mental yang sehat. 3. Menanamkan Etika
Berbasis Norma Agama: Menyusun etika yang baik pada anak berdasarkan
norma-norma keagamaan, pengembangan agama pada anak dipengaruhi oleh
pendidikan dan pengalaman pada masa pertumbuhan awal (0-12 tahun). 4. Masa
Kanak-Kanak Sebagai Masa Penentu: Masa kanak-kanak menjadi kunci
pertumbuhan dan perkembangan psikologi serta agama anak, pendidikan pada

14
masa ini harus memperhatikan detail seperti penggunaan tangan kanan, membaca
Basmalah sebelum memulai aktivitas, dan mengakhiri dengan membaca
Hamdalah, pentingnya memberikan dasar-dasar keagamaan dan etika agama pada
anak sejak dini untuk membentuk kepribadian, moral, dan sikap yang sejalan
dengan ajaran agama Islam.

15
DAFTAR PUSTAKA

Febrina, R. (2016). Konsep Pendidikan Menurut Ibn Khaldun dan John Locke [Thesis s1].
UIN Syarif Hidayatullah.
Hadziq, H. A. F. (2021). Konsep Psikologi Pendidikan Islam Dalam Perspektif Prof. Dr.
Zakiah Daradjat. Study Pendidikan, 7(1), 107–128.
Suparman, Sultihah, A. S., Achmad, A. D., Nurjan, S., Sunedi, Muhandis, J., & Sutoyo, D. A.
(2020). Dinamika Psikologi Pendidikan Islam.
Suwaid, M. I. A. H. (2008). Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli (Ab. Hakim & Suratno,
Eds.; 2 st). Al-Isti’shom cahaya umat.
Ulwan, A. N. (2013). Tarbiyatul Aulad Fil Islam (J. manik & A. Wicaksono, Eds.; 2th ed.).
Insan kamil.

16

Anda mungkin juga menyukai