Anda di halaman 1dari 10

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Cumi-cumi

Cumi-cumi Loligo chinensis hidup memiliki warna krem kemerahan, ketika

mati warna tubuhnya menjadi krem kekuningan. Bentuk tubuh dari cumi-cumi ini

adalah simetri bilateral dan dapat dibedakan pada bagian kepala, leher dan

mantel/badan. Pada bagian kepala terdapat mulut yang dikelilingi oleh dua tangan

panjang (tentakel) dan delapan tangan pendek. Lebar mantel hampir sama dengan

lebar kepala. Terdapat dua mata, bagian dorsal leher cumi-cumi tampak jelas,

sedangkan bagian ventral leher tidak begitu jelas karena tertutup oleh siphon atau

corong yang keluar dari mantel (Rudiana dan Delianis, 2004).

Klasifikasi Cumi-cumi menurut Sarwojo (2005), adalah :


Phylum : Moluska
Kelas : Cephalopoda
Ordo : Teuthoidea
Famili : Loliginidae
Genus : Loligo
Spesies : Loligo chinensi

Gambar 1. Cumi-cumi (Loligo sp.) (Dokumentasi Pribadi)


6

Distribusi cumi-cumi genus Loligo dominan di perairan daerah tropis yaitu

daerah Indo – Pasifik: mulai dari perairan Laut Merah dan perairan Laut sekitar Arab,

meyebar luas dari perairan bagian timur wilayah Mozambika sampai perairan bagian

selatan wilayah Laut Cina, selain itu penyebaran dari cumi-cumi jenis ini juga

mencapai perairan di sekitar Philipina hingga Taiwan dan juga di perairan sekitar Laut

Andaman (Roper et al., 1984).

Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan salah satu hewan penghuni demersal atau

semi pelagik pada daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 meter.

Beberapa spesies ada yang hidup di perairan payau. Cumi-cumi melakukan

pergerakan diurnal, dimana pada siang hari akan berkelompok di dasar perairan dan

akan menyebar pada malam harinya. Cumi-cumi memiliki sifat fototaksis positif yang

berarti bila ada cahaya akan tertarik, oleh karena itu cumi-cumi sering ditangkap

dengan menggunakan bantuan cahaya (Nursinar et al., 2015).

Cumi-cumi merupakan kelompok hewan Cephalopoda yaitu memiliki kaki

dikepala dan termasuk dalam golongan hewan invertebrate yaitu hewan yang tidak

bertulang belakang. Cumi-cumi merupakan jenis binatang lunak, tubuhnya berbentuk

silindris, dan sirip-siripnya berbentuk trianguler. Di kepalanya mempunyai 10 tentakel

yang dilengkapi dengan alat penghisap. Tubuh cumi-cumi terdiri dari isi rongga tubuh

dan mantel. Lapisan isi rongga tubuh cumi-cumi ini berbentuk silinder dengan dinding

lapisan yang tipis dan halus. Mantel yang dimiliki cumi-cumi berukuran tebal.

Karakterisistik yang dimiliki cumi-cumi adalah mempunyai kantong tinta dimana

kantong tinta ini terletak di atas usus besar. Ketika kantong ini dibuka maka akan

mengeluarakan tinta yang berwarna hitam agak kecoklatan dimana diakibatkan oleh

pigmen warna yang sering disebut dengan pigmen melanin. Pada keadaan terancam
7

cumi-cumi akan mengeluarkan tintanya melalui sipon sehingga bisa menghindar dari

serangan predator (Nursinar et al., 2015).

2.1.1 Kandungan Gizi Cumi-Cumi (Loligo sp.)

Kandungan gizi dalam cumi-cumi baik bagi manusia, yaitu mempunyai

kandungan vitamin B12, selenium, dan ribo flavin. Selain itu tinta pada cumi-cumi juga

dapat mencegah kanker. Cumi-cumi mempunyai kandungan gizi yang tinggi seperti

pada cumi segar yang memiliki kandungan protein yaitu sebesar 17,9 g/100 gram.

Kelebihan dari daging cumi-cumi dibandingkan dengan hasil laut lain adalah cumi-

cumi tidak memiliki tulang belakang, mudah di cerna, memiliki aroma dan rasa yang

khas, serta memiliki kandungan asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh

(Aat,2014).

Cumi-cumi memiliki kandungan asam amino esensial dan non esensial.

Asam amino esensial yang terkandung dalam cumi-cumi adalah lisin, leusin dan

fenilalanine, sedangkan kandungan asam amino non esensial yang dominan pada

cumi-cumi adalah asam aspartate dan asam glutamate. Kedua asam amino ini sangat

berkontribusi besar terhadap timbulnya rasa sedap dan gurih daging cumi. Hal ini yang

menyebabkan secara alami cumi-cumi telah memiliki cita rasa gurih sehingga dalam

pengolahan biasanya tidak perlu ditambahkan penyedap rasa. Cumi-cumi juga

memiliki kandungan beberapa jenis mineral makro dan mikro dalam jumlah yang

cukup tinggi. Kadar mineral yang terkandung pada cumi-cumi sangat bervariasi,

walaupun dalam satu spesies yang sama. Keadaan lingkungan seperti tempat hidup,

ukuran dan umur yang menyebabkan variasi pada kadar mineral pada cumu-cumi.

Kandungan mineral yang ada pada cumi-cumi seperti kalium, natrium, kalsium,

magnesium, fosfor, dan selenium. Kalsium dan fosfor berguna untuk pertumbuhan

kerangka tulang sehingga penting bagi pertumbuhan anak-anak. Selain kaya akan
8

kandungan protein dan mineral, cumi-cumi juga sebagai sumber vitamin yang baik,

seperti vitamin larut lemak (A, D, E, K) serta vitamin B1, B2, B12, niasin, asam folat.

Cumi-cumi juga memiliki kandungan TMAO (Trimetil Amin Oksida) yang cukup tinggi,

dimana akan menyebabkan rasa yang khas terhadap daging cumi-cumi tersebut.

Daging cumi-cumi juga memiliki banyak kandungan monoamino nitrogen yang

menyebabkan cumi-cumi mempunyai rasa yang manis. Bau amis pada cumi-cumi

disebabakan oleh kandungan sulfur yang cukup tinggi (Aat, 2014).

Daging cumi-cumi memiliki kadar lemak yang relatif rendah, yaitu sebesar

7.5 g/100 gram bahan, dimana masing-masing terdiri atas 2.7 gr asam lemak tak jenuh

tunggal, 2.1 gr asam lemak tak jenuh ganda dan 1.9 gr asam lemak jenuh. Salah satu

golongan asam lemak tak jenuh ganda adalah omega 3 dimana dapat menurunkan

kandungan kolesterol dalam darah (Aat, 2014).

2.1.2 Tinta Cumi

Tinta cumi-cumi pada umumnya mengandung neurotransmitter dopamin

(DA) dan L-doppa selain itu juga terdapat senyawa kimia tirosinnase yang dapat

merusak indra pembau dan perasa predator. Menurut beberapa penelitian, senyawa

kimia tersebut dapat berfungsi memberikan rangsangan kepada cumi-cumi lain dalam

kehadiran musuh atau predator. Tiap jenis cumi-cumi memproduksi tinta yang

berbeda pula, misalnya pada jenis Octopuse memproduksi tinta yang berwarna hitam,

sedangkan pada jenis Squid memproduksi tinta yang berwarna biru kehitam-hitaman

dan pada jenis Cutlefish memproduksi tinta yang berwarna coklat (Anonimous, 2011).

Karakteristik yang dimiliki cumi-cumi adalah mempunyai kantong tinta,

dimana kantong tinta ini terletak di atas usus besar disekitaran anus. Apabila cumi-

cumi terancam dan diserang oleh predator, kantong tinta akan berkontraksi melalui

sebuah siphon atau pipa. Hal tersebut menyebabkan cairan tinta akan keluar dari
9

tubuhnya dan seketika terjadi pembentukan awan hitam yang mengelilingi tubuh dari

cumi-cumi tersebut, sehingga predator yang menyerang akan menjauh (Prabawati,

2005).

Di Indonesia pemanfaatan limbah tinta cumi-cumi belum banyak digunakan.

Namun, beberapa negara, seperti Jepang, telah menggunakan tinta cumi-cumi

sebagai pengawet dan meningkatkan flavor pada cumi asin (Astawan, 2010). Di

negara Italia, tinta cumi-cumi dimanfaatkan sebagai salah satu bumbu masakan

pasta. Cairan yang ada pada kantong tinta cumi-cumi mengandung pigmen warna

melanin yang secara alami memiliki kandungan melanin 90 %, karbohidrat 0,8 % dan

protein sebesar 5,8 % (Rachmawati Ningsih dan Erna Hastuti, 2012).

2.1.3 Melanin

Warna hitam pada tinta cumi sesungguhnya disebabkan oleh adanya

senyawa melanin dengan konsentrasi sangat tinggi dan adanya zat besi. Melanin

sendiri merupakan polimer kompleks yang tersusun atas asam amino tirosin, salah

satu asam amino yang berfungsi untuk mengaktifkan enzim-enzim tubuh kita. Asam

amino tirosin antara lain berperan untuk pembentukan hormon dopamine dan

adrenalin, dua macam hormon yang memberikan efek positif bagi hidup kita (Liu et

al., 2004).

Melanin adalah pigmen alami yang ada pada sebagian besar organisme,

termasuk pada tumbuhan, hewan, bakteri dan jamur, dimana melanin tersebut

memiliki berbagai macam fungsi. Melanin merupakan derivat dari asam amino, tetapi

bukan protein. Sebaliknya, itu adalah biopolimer kompleks yang biasanya berasal dari

dua bentuk yaitu eumelanin dan pheomelanin yang berbeda dalam prekursor molekul

mereka. Eumelanin merupakan polimer dari 5,6-dihydroxyindole (DHI) dan 5,6-

dihodroxyindole-2-karboksilat asam (DHICA), yang berasal dari tirosin. Pheomelanin


10

terdiri dari monomer, benzothiazine dan benzothiazole, terbentuk ketika terdapat

sistein. Pada umumnya eumelanin berwarna coklat gelap, sedangkan pheomelanin

berwarna oranye kemerahan. Eumelanin adalah bentuk yang ditemukan di tinta

cephalopoda. Dalam Cephalopoda, struktur melanin dan sintesis yang terbaik dapat

dikarakterasi dari Sepia officinalis (Palumbo, 2003).

Melanin pada sotong (Sepia officinalis) menurut penelitain Magareli et al.,

(2010), mengandung eumelanin sebesar 98 %. Eumelanin tersebut merupakan

polimer yang terdiri atas 75% pasang kopolimer 5,6-dihidroksiindol-2- asam

karboksilat (DHICA) dan 20% kopolimer 5,6-dihidroksiindol (DHI). Cairan berwarna

hitam atau melanin ini juga ternyata kaya akan zat besi. Hal ini dibuktikan oleh Lei et

al., (2007), yang menemukan tinta cumi-cumi membantu kekurangan zat besi anemia

pada tikus. Kemampuan tinta cumi sebagai bahan alami dapat mengkelat ion Fe

dengan baik nantinya akan dapat dimanfaatkan sebagai fortifier zat besi.

2.2 Zat Besi

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu fungsional dan simpanan

(reserve). Zat besi yang fungsional sebagian besar adalah dalam bentuk hemoglobin

(Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil vital

adalah hem enzim dan non hem enzim. Bila tubuh kekurangan Fe, penyebaran Fe

non hem dapat meningkatkan sepuluh kali dan penyebaran Fe hem meningakat

sampai dua kali (Masrizal, 2007).

Zat besi merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin (Juslina

et al., 2013). Zat besi dalam tubuh manusia sebagian besar terdapat sel darah merah

yaitu sekitar 65%, dalam jaringan hati, sumsum tulang 30%, limpa, dan sekitar 5%

terdapat dalam inti sel, dalam plasma dan sebagian otot sebagai myoglobin.
11

Sebagaimana di ketahui, bahwa didalam sel darah merah terdapat hemoglobin yaitu

molekul protein yang mengandung zat besi dan merupakan pigmen darah yang

membuat darah berwarna merah.

Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia,

antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Sel ini diperlukan untuk mengangkut

oksigen ke seluruh tubuh. Zat besi juga berperan sebagai pembawa oksigen dan

bagian dari beberapa enzim hemoprotein yang memegang peran penting dalam

proses oksidasi reduksi dalam sel (Arifin, 2008). Zat besi pada suatu bahan dapat

diperoleh dari garam-garam logam seperti NaCl, FeCl3, asam phospate, dan lain

sebagainya.

2.3 FeCl3 (Ferri Klorida)

Ferri klorida merupakan suatu senyawa kimia yang berkomoditas pada skala

industri, dengan rumus kimia yaitu FeCl3. Senyawa ini umum digunakan dalam

pengolahan produksi air minum, pengolahan air limbah, dan merupakan katalis baik

di industri maupun di laboratorium. Warna dari kristal FeCl3 tergantung pada sudut

pandangnya, ketika ada cahaya yang memantul FeCl3 bewarna hijau tua, tetapi ketika

ada cahaya pancaran FeCl3 bewarna ungu kemerahan, FeCl3 bersifat deliquescent

(berbuih di udara lembab) karena munculnya HCl yang terhididrasi membentuk kabut

(Holleman, 2001).

Sifat-sifat fisika FeCl3 menurut Perry et al. (1999), adalah sebagai berikut:

1. Berat Molekul : 162,22 g/mol

2. Densitas : 2,898 g/cm3

3. Titik didih : 315 0C

4. Titik lebur : 282 0C


12

5. Kelarutan (g/100g H2O) : 74,4 0C

6. Berbentuk kristal

Ion Fe(III) yang berasal dari larutan FeCl3 mempunyai sifat asam, sehingga

pada saat bahan atau sampel ditambahkan FeCl3, memiliki sifat asam yang kuat hal

ini disebabkan oleh adanya gugus (-NH2) yang terprotonasi pada suatu bahan. Bila

bahan bersifat basa (OH) seperti tinta cumi-cumi, maka ketika FeCl3 ditambahkan

dengan tinta cumi-cumi maka akan saling berikatan. Hal tersebut sesuai dengan teori

HSAB (Hard Soft Acid Base) dimana asam kuat akan mudah berinteraksi dengan basa

kuat, sedangkan asam lemah akan mudah berinteraksi dengan basa lemah

(Prambaningrum et al., 2009). Penambahan FeCl3 menurut penelititan Sari (2009),

dapat meningkatan kadar besi (Fe). Penambahan konsentrasi FeCl3 yang besar akan

meningkatkan kadar besi dari melanin tinta cumi-cumi (Wang et al., 2014).

2.4 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH pada umumnya digunakan untuk menyatakan

tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan, zat atau benda. pH

normal memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH < 7 menunjukkan zat tersebut memiliki

sifat asam sedangkan nilai pH > 7 menunjukkan sifat basa. pH 0 menunjukkan bahwa

derajat keasaman suatu zat tinggi, sedangkan pada pH 14 menunjukkan derajat

kebasaan dari suatu zat tinggi. Pada umumnya indikator asam basa yang digunakan

adalah kertas lakmus, jika kertas lakmus berubah menjadi merah maka menunjukkan

bahwa tingkat keasamannya tinggi, dan warna biru menunjukkan tingkat keasaman

rendah (Perry et al., 1999).

Indikator asam basa selain menggunakan kertas lakmus dapat juga diukur

dengan menggunakan pH meter. Dimana prinsip dari pH meter adalah bekerja dengan
13

prinsip elektrolit / konduktivitas suatu larutan. Sistem pengukuran pH mempunyai tiga

bagian yaitu elektroda referensi, elektroda pengukuran pH dan alat pengukuran

impedensi tinggi. Istilah dari pH itu sendiri berdasarkan dari huruf “p” yaitu lambang

matematika dari negatif logaritma, dan huruf “H” adalah lambang kimia dari unsur

Hidrogen (Holleman, 2001).

Proses adsorpsi ion logam sangat dipengaruhi oleh kondisi pH larutan. Pada

pH rendah atau asam akan memungkinkan terdapat banyak proton H+ yang tertarik

ke NH2 sehingga membentuk amina yang terprotonasi menjadi (NH3+). Bahan yang

memiliki kadar besi atau Fe jika diperlakukan dengan pH larutan akan terjadi beberapa

kemungkinan, dimana jika kondisi basa maka terjadi penurunan adsorpsi karena ion

Fe(III) cenderung lebih tertarik pada ion hidroksida (H+) dibandingkan pada gugus

amina yang ada pada melanin tinta cumi. Sedangkan pada kondisi asam maka banyak

proton H+ yang tertarik ke NH2 sehinga terbentuk amina yang terprotonasi NH3+

(Prambaningrum et al., 2009). Pada pH 4-7 hasil absorpsi melanin tinta cumi-cumi

terhadap garam logam tinggi dan stabil (Chen et al., 2009).

2.5 Pengkelatan Logam

Pengkelatan adalah mengikatan logam dengan cara menambahkan

senyawa pengkelat dan membentuk logam senyawa pengkelat, proses pengkelatan

dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi hanya dengan mengganti

adsorben dengan senyawa pengkelat. Proses pengikatan logam merupakan proses

keseimbangan pembentukan kompleks logam dengan senyawa pengkelat dan proses

pengkelatan dipengaruhi oleh konsenrasi senyawa yang ada (Harunsyah, 2011).

Pengkelatan merupakan proses pengikatan logam dengan cara menambah

senyawa pengkelat yang membentuk kompleks logam. Proses pengkelatan dilakukan


14

dengan cara yang sama dengan adsorpsi hanya dengan mengganti adsorben dengan

senyawa pengkelat. Beberapa senyawa yang dapat berfungsi sebagai bahan

pengkelat diantaranya asam sitrat, asam oksalat, asam malat, asam tartarat dan

EDTA. Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan

komplek logam dengan senyawa pengkelat membentuk senyawa kompleks. Proses

pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang ada, jenis pengkelat,

kecepatan dan cara pengadukan, pH waktu kontak dan teknik penyaringan. Proses

pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks ion

logam dengan ligan (sequestran) (Marwati et al., 2005). Menurut Wang et al., (2014)

kandungan melanin Fe tinta cumi memliki fungsi sebagai pengkelat ion logam Fe yang

dapat berfungsi sebagai sumber zat besi dan pencegah anemia.

Anda mungkin juga menyukai