Ringkasan Apu
Ringkasan Apu
Penerapan Program APU dan PPT pada BPR/BPRS wajib mengacu pada Peraturan
OJK no 12/POJK.01/2017 dan Surat Edaran no 32/POJK.03/2017 tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa
Keuangan
Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah melakukan penyesuaian Kebijakan dan Sistem
Prosedur terhadap POJK dan SEOJK tersebut.
Kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT wajib dilaksanakan
secara konsisten dan berkesinambungan.
Untuk mengelola dan memitigasi risiko, BPR wajib melakukan tindakan yang
memadai.
Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Diligence) yang selanjutnya disingkat CDD adalah kegiatan
berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan oleh BPR untuk memastikan
transaksi sesuai dengan profil, karakteristik, dan/atau pola transaksi Calon Nasabah, Nasabah,
atau WIC.
Uji Tuntas Nasabah (CDD – Customer Due Diligence) dilakukan pada saat:
Dalam hal Calon Nasabah, WIC, atau Nasabah tergolong berisiko tinggi, termasuk PEP
(Politically Expossed Person) dan/atau dalam area berisiko tinggi, maka harus menerapkan Uji
Tuntas Lanjut (EDD – Enhanced Due Diligence), yaitu tindakan CDD yang lebih mendalam.
Dalam rangka melakukan hubungan usaha dengan Calon Nasabah, maka Pejabat/petugas BPR
wajib:
1. melakukan identifikasi Calon Nasabah untuk mengetahui profil Calon Nasabah; dan
2. melakukan verifikasi atas informasi dan dokumen pendukung Calon Nasabah
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
3. melakukan verifikasi kebenaran identitas Calon Nasabah melalui pertemuan langsung
(face to face) dengan Calon Nasabah pada awal melakukan hubungan usaha dalam
rangka meyakini kebenaran identitas Calon Nasabah.
4. Proses verifikasi melalui pertemuan langsung (face to face) dapat digantikan dengan
verifikasi melalui sarana elektronik milik BPR, dengan ketentuan sebagai berikut:
verifikasi dilakukan melalui proses dan sarana elektronik milik BPR dan/atau milik Calon
Nasabah; dan
verifikasi wajib memanfaatkan data kependudukan yang memenuhi 2 (dua) faktor
otentikasi.
Dalam hal berdasarkan penilaian terdapat perubahan tingkat risiko Nasabah, maka dilakukan
indentifikasi dan verifikasi ulang.
Identifikasi dan verifikasi ulang dilakukan sesuai dengan pendekatan risiko, yaitu dalam hal:
Proses verifikasi identitas harus diselesaikan sebelum membuka hubungan usaha dengan calon
Nasabah atau sebelum melakukan transaksi dengan WIC.
Proses verifikasi identitas dapat diselesaikan kemudian dalam hal memenuhi kondisi antara lain
kelengkapan dokumen tidak dapat dipenuhi pada saat hubungan usaha akan dilakukan, misalnya
karena dokumen identitas masih dalam proses pengurusan atau anggaran dasar masih dalam
proses pengesahan. Proses verifikasi harus segera diselesaikan setelah terjadi hubungan usaha.
Calon Nasabah, Nasabah, atau WIC yang membuka hubungan usaha atau melakukan
transaksi, wajib dipastikan apakah bertindak untuk diri sendiri atau untuk kepentingan
Pemilik Manfaat (Beneficial Owner).
o Dalam hal Calon Nasabah, Nasabah, atau WIC bertindak untuk kepentingan
Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), maka wajib melakukan CDD terhadap
Pemilik Manfaat (Beneficial Owner).
o Dalam hal Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) tergolong sebagai PEP maka
prosedur yang diterapkan adalah prosedur EDD.
o Dalam hal terdapat perbedaan tingkat risiko antara Calon Nasabah, Nasabah, atau
WIC dengan Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), penerapan CDD dilakukan
mengikuti tingkat risiko yang lebih tinggi.
o Kewajiban melakukan CDD terhadap Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) tidak
berlaku bagi calon Nasabah, Nasabah atau WIC yang memiliki tingkat risiko
rendah.
Calon Nasabah, Nasabah, Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), atau WIC yang
memenuhi kriteria berisiko tinggi dibuat dalam daftar tersendiri.
Sistem manajemen risiko diterapkan untuk menentukan apakah Calon Nasabah, Nasabah,
Pemilik Manfaat atau WIC termasuk kriteria berisiko tinggi.
Kriteria berisiko tinggi dilihat dari:
1. latar belakang atau profil Calon Nasabah, Nasabah Pemilik Manfaat (Beneficial
Owner), atau WIC termasuk Nasabah Berisiko Tinggi (High Risk Customers);
2. produk sektor jasa keuangan yang berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana
Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme;
3. transaksi dengan pihak yang berasal dari Negara Berisiko Tinggi (High Risk
Countries);
4. transaksi tidak sesuai dengan profil;
5. termasuk dalam kategori PEP;
6. bidang usaha Calon Nasabah, Nasabah, Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), atau
WIC termasuk usaha yang berisiko tinggi (High Risk Business);
7. negara atau teritori asal, domisili, atau dilakukannya transaksi Calon Nasabah,
Nasabah, Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), atau WIC termasuk Negara
Berisiko Tinggi (High Risk Countries);
8. tercantumnya Calon Nasabah, Nasabah, Pemilik Manfaat (Beneficial Owner),
atau WIC dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris; atau
9. Transaksi yang dilakukan Calon Nasabah, Nasabah, Pemilik Manfaat (Beneficial
Owner), atau WIC diduga terkait dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan,
tindak pidana Pencucian Uang, dan/atau tindak pidana Pendanaan Terorisme.
Dalam hal Calon Nasabah, Nasabah, Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), atau WIC tergolong
berisiko tinggi, termasuk PEP, maka dilakukan EDD.
Dalam melakukan penerapan program APU dan PPT berbasis risiko (risk-based approach), BPR
melakukan kegiatan identifikasi risiko bawaan (inherent risk), penetapan toleransi risiko,
penyusunan langkah-langkah mitigasi dan pengendalian risiko, evaluasi risiko residual (residual
risk), penerapan pendekatan berbasis risiko, serta peninjauan dan evaluasi pendekatan berbasis
risiko yang telah dimiliki.
Nasabah
Negara atau Area Geografis
Produk, Jasa, atau Transaksi
Jaringan Distribusi (Delivery Channels)
Mempertimbangkan faktor relevan lainnya yang dapat memberikan dampak pada risiko
Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, antara lain:
1. tren tipologi, metode, teknik dan skema Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme
2. model bisnis Bank, termasuk skala usaha, jumlah kantor cabang, dan jumlah pegawai
sebagai faktor risiko bawaan (inherent risk) dalam intern Bank.
Penilaian Risiko
Skala kemungkinan (likelihood scale) mengacu pada potensi risiko Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme yang terjadi untuk setiap risiko tertentu yang dinilai.
Skala dampak (impact scale) mengacu pada tingkat keparahan atau kerusakan yang dialami jika
kemungkinan risiko terjadi. Dampak dari risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme
dapat dilihat dari beberapa sudut pandang antara lain terhadap dampak jumlah kerugian jika
risiko terjadi terhadap usaha BPR seperti menderita kerugian keuangan baik dari tindak pidana
atau melalui sanksi yang dikenakan oleh OJK.
Matriks risiko adalah matriks yang digunakan untuk menggabungkan kemungkinan risiko yang
terjadi dan dampak risiko yang terjadi untuk mendapatkan nilai risiko. Selanjutnya, BPR
menyusun tabel nilai risiko yang dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dan
membantu dalam menentukan tindakan memitigasi risiko secara keseluruhan.
Penetapan Toleransi Risiko
Toleransi risiko merupakan komponen penting dari manajemen risiko yang efektif. Dalam
menetapkan toleransi risiko, Bank perlu antara lain mempertimbangkan kemampuannya dalam
menghadapi ancaman terkait Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme, seperti batasan
jumlah nasabah berisiko tinggi dan/atau karakteristik yang melekat pada produk berisiko tinggi,
yang dapat mempengaruhi risiko Bank secara keseluruhan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko
bagi Bank.
Mitigasi risiko adalah penerapan pengendalian risiko untuk membatasi risiko Pencucian Uang
dan/atau Pendanaan Terorisme yang telah diidentifikasi dalam melakukan penilaian risiko. Mitigasi
risiko akan membantu kegiatan usaha Bank tetap berada dalam toleransi risiko yang telah ditetapkan.
Bank harus mengembangkan strategi mitigasi risiko secara tertulis (berupa kebijakan dan prosedur
untuk memitigasi risiko) dan menerapkannya pada area atau hubungan usaha sesuai dengan tingkat
risiko sebagaimana hasil identifikasi.
Mitigasi dan pengendalian risiko didasarkan pada toleransi risiko dan tingkat risiko yang diambil
(risk appetite). Mitigasi dan pengendalian risiko harus sepadan dengan risiko yang telah
diidentifikasi oleh Bank.
Seluruh kegiatan usaha Bank harus memiliki langkah pengendalian risiko sebagai langkah mitigasi
terhadap seluruh faktor risiko yang telah diidentifikasi dan sesuai dengan tingkat risiko pada area
atau hubungan usaha, yang dilanjutkan dengan proses pemantauan dan dokumentasi secara memadai.