Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH PENDIRI NADHLATUL ULAMA (NU)

Di susun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah AGAMA\AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu: Bpk. Akrom Muhajir M.pdi

Nama:

GERARDY BAINURRIZKY

2306700093

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MANDIRI

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar,
serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “PENDIRI
NADHLATUL ULAMA (NU)”.

Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu Saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kepada Saya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat Saya harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Subang,....Oktober 2023

Penulis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumus Masalah
Tujuan
Manfaat
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat (Ormas) Islam terbesar yang lahir pada
tahun 1926 di Surabaya. Nahdaltul Ulama lahir karena perjuangan Wali Songoyang berperan
sebagai penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Wali Songo tersebut diantaranya Sunan Gresik,
Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan
Muria, dan Sunan Gunung Jati.1 Dalam memberikan pengajaran Islamnya para Wali
mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jamaah.

Dalam praktik beragamanya, para Wali Songo itu bersikap toleransi terhadap adat atau
budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Adapun cara-cara yang dilakukan oleh
mereka adalah denganberusaha menghilangkan unsur-unsur yang menurut mereka bertentangan
dengan syariat Islam, dan menggantinya dengan unsur-unsur Islam secara bertahap sehingga
terbentuk kebudayaan baru yang lebih Islami.

Perkembangan Islam selanjutnya terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan
adanya dua kelompok Islam yang berbeda yaitu Islam Tradisionalis dan Islam Modernis. Islam
Tradisionalis adalah kelompok yang pada dasarnya mempertahankan dan memelihara ajaran
yang dianut sejak dahulu yaitu mengikuti empat madzhab yakni Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I
dan Hambali. Para tokoh Islam Tradisionalis yaitu para kiai-kiai besar NU seperti Ahmad
Dahlan.

Ahyad dari Kebondalem, Surabaya , KH. Abdul Wahab Hasbullah , Bisri Syansuri ,
Abdul Halim Leuimunding dan Abdullah Ubaid. Adapun Islam Modernis adalah golongan yang
ingin membawa Islam mengikuti keadaan zaman dengan cara melarang ajaran agama yang sejak
dahulu dilakukan oleh kelompok Islam Tradisionalis, mereka dipandang tidak menjadikan Al-
Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum utamanya, mereka juga kritis terhadap ritual-ritual
keagamaan yang bukan berasal dari tradisi Islam (Arab). Islam Modernis dalam kelompoknya
memiliki organisasi atau jami’iyyah sosial keagamaan yang mempunyai struktur dengan lebih
rapi dan baik, apabila dibandingkan dengan Islam Tradisionalis. Tokoh-tokoh Islam Modernis
seperti Syaikh Ahmad Soerakarti (1914) yang mendirikan Al-Irsyad, KH. Ahmad Dahlan (1912)
yang mendirikan Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) yang didirikan oleh Haji Zamzam
dan Haji Muhammad Yunus (1923).

Pada tahun 1924, Hijaz jatuh ke tangan Wahabi yang dipimpin oleh Raja Abdul Aziz bin
Su’ud. Dengan naiknya Raja Abdul Aziz ini kalangan Islam tradisionalis merasa khawatir akan
adanya pembatasan masalah ritual dan praktik bermadzhab ala Islam tradisionalis. Kondisi
sebaliknya ditunjukkan oleh kalangan Islam Modernis dengan menyambut baik rezim baru
tersebut.

Untuk menyikapi persoalan tersebut di atas, Kyai Abdul Wahab Hasbullah atas
persetujuan Kiai Hasyim Asy’ari berinisiatif untuk mengundang para ulama dari kalangan
Tradisionalis untuk datang ke Surabaya pada akhir Januari 1926, yang bertujuan menyepakati
terbentuknya Komite Hijaz yang akan mengirimkan delegasi ke kongres tersebut yang akan
diselenggarakan di Makkah. Adapun delegasi yang dipilih untuk mengikuti acara kongres yaitu:
HOS. Cokroaminoto (Serikat Islam), KH. Mas Manshur (Muhammadiyah), H. Abdul Karim
Amrullah (utusan dari Persatuan Guru Agama Islam).

1.2 Rumus Masalah


Adapun Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai