Anda di halaman 1dari 32

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG YANG BERNUANSA

ETNOMATEMATIKA DENGAN OBJEK BUDAYA PERMAINAN TRADISIONAL


(CONGKLAK) DALAM MATEMATIKA

Disusun Oleh:

Deprima Tivani (2108107004)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................2
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................4
1.4 Batasan Penelitian............................................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................................5
1.6 Keaslian Penelitian...........................................................................................................6
BAB II KAJIAN PUSTAKA.....................................................................................................7
2.1 Tinjauan Pustaka..............................................................................................................7
2.2 Landasan Teori.................................................................................................................8
2.2.1 Bahan Ajar.................................................................................................................8
2.2.2 Etnomatematika.......................................................................................................10
2.2.3 Deskripsi Budaya.....................................................................................................11
2.2.4 Teori Belajar............................................................................................................12
2.2.5 Kemampuan Pemecahan Masalah...........................................................................13
2.2.6 Materi Aljabar..........................................................................................................14
2.3 Kerangka Berpikir..........................................................................................................16
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................................18
3.1 Pendekatan dan Desain Penelitian..................................................................................18
3.2 Lokasi Penelitian............................................................................................................20
3.3 Subjek Penelitian............................................................................................................20
3.4 Variabel Penelitian.........................................................................................................21
3.5 Data dan Sumber Data....................................................................................................21
3.5.1 Data..........................................................................................................................21
3.5.2 Sumber Data............................................................................................................21
3.6 Teknik Pengumpulan Data.............................................................................................21
3.6.1 Studi Literatur..........................................................................................................21
3.6.2 Angket......................................................................................................................21
3.6.2 Dokumentasi............................................................................................................22
3.7 Teknik Analisis Data......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................25

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan proses yang dilalui oleh seseorang untuk memperoleh
pengalaman belajar dan dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
Pendidikan adalah suatu proses yang terus menerus dan tiada akhir, yang tujuannya adalah
untuk menghasilkan kualitas yang berkelanjutan yang ditunjukkan untuk terwujudnya
manusia masa depan dan berakar pada nilai-nilai filosofis dan budaya bangsa. Oleh karena
itu, perlu pendalaman dalam pendidikan. Pada hakikatnya pendidikan merupakan kegiatan
yang dilaksanakan oleh peserta didik yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri
pribadinya. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal maupun pendidikan
non-formal. Perkembangan suatu bangsa sangat bergantung pada kondisi pendidikan yang
ada, maju mundurnya suatu bangsa ditentukkan oleh sistem pendidikan nasional. Pendidikan
dapat mendorong terjadinya perubahan aspek kualitas kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
seseorang (Siregar, 2022)
Dalam pendidikan formal, penyelenggara pendidikan harus berikatan dengan tujuan
pendidikan yang akan dicapai, karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan merupakan
tolak ukur dari keberhasilan penyelenggara pendidikan (Kharisma dan Asman, 2018). Oleh
karena itu, sekolah yang menjadi penyelenggara pendidikan formal harus memiliki tujuan
pendidikan yang dioperasionalkan menjadi tujuan pembelajaran dalam bidang studi termasuk
salah satunya matematika. Pendidikan erat kaitannya dengan pembelajaran, tak terkecuali
mencakup pembelajaran matematika di dalamnya.
Pembelajaran matematika merupakan serangkaian kegiatan terencana yang
memberikan pengalaman kepada peserta didik agar mereka memperoleh kompetensi tentang
matematika yang dipelajari. Dalam mempelajari matematika peserta didik diharapkan mampu
menguasai kemampuan matematis. Karena berdasarkan hasil survei dari Program for
International Assessment of Student (PISA) pada tahun 2015 menunjukkan kemampuan
matematika peserta didik Indonesia menempati peringkat 63 dari 70 negara. Sementara itu,
IEA menyatakan hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)
tahun 2015 menunjukkan prestasi matematika peserta didik Indonesia berada pada peringkat
44 dari 49 negara (Nurliastuti, et al 2018 dalam Wiska, A., et al 2020).

2
Kemampuan matematis tersebut salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Polya
dalam Jainuri (2014) berpendapat bahwa pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu tujuan
usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu
segera dicapai. Sehingga, pemecahan masalah matematika tersebut dapat dikatakan sebagai
tujuan pembelajaran matematika di mana peserta didik nantinya mampu mengembangkan cara
berpikirnya dengan kemampuan pemecahan masalah matematika.
Namun pada proses pembelajaran tidak menutup kemungkinan mengalami beberapa
permasalahan. Seperti pada proses pembelajaran matematika yang masih dianggap sulit dan
membosankan oleh sebagian peserta didik. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan
matematika peserta didik khususnya pada kemampuan pemecahan masalah masih tergolong
rendah. Berdasarkan hasil studi PISA tahun 2012 (OECD, 2013) Indonesia menempati
peringkat 64 dari 65 negara peserta, dengan kata lain menempati peringkat kedua terbawah
dari seluruh negara peserta PISA yang di survey dengan skor rata-rata kemampuan
matematika peserta didik Indonesia yaitu 375, skor tersebut di bawah rata-rata skor
internasional yaitu 494. Faktor yang menjadi penyebab rendahnya prestasi peserta didik
Indonesia dalam PISA yaitu lemahnya kemampuan pemecahan masalah soal non-routine atau
level tinggi. Soal yang diujikan dalam PISA terdiri atas 6 level (level 1 terendah dan level 6
tertinggi) dan soal-soal yang diujikan merupakan soal kontekstual, permasalahannya diambil
dari dunia nyata. Sedangkan peserta didik di Indonesia hanya terbiasa dengan soal-soal rutin
pada level 1 dan level 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematika peserta didik di Indonesia rendah.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu adanya perhatian untuk dapat
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik. Dalam usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik tersebut banyak kendala yang harus dihadapi, salah satunya
adalah bahan ajar yang digunakan. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
bahan ajar yang digunakan belum memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Mulin 2015 (dalam Kharisma, J.
Y., & Asman, 2018), ia mengatakan bahwa bahan ajar yang digunakan hanya berupa desain
sebagai buku teks yang berisi tentang definisi, teorema, pembuktian, contoh soal, dan latihan
soal. Oleh karena itu, perlunya dikembangkan bahan ajar matematika yang dapat
memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

3
Selanjutnya rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik di Indonesia dapat
ditingkatkan dengan berbagai upaya. Salah satu upaya yang dapat digunakan adalah
menerapkan pendekatan pembelajaran yang mendukung kemampuan pemecahan masalah
peserta didik. Salah satu pendekatan yang diduga mampu meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah didik ialah etnomatematika. Etnomatematika merupakan wujud pendekatan
pembelajaran dari kebudayaan yang diimplementasikan ke dalam pembelajaran matematika.
Etnomatematika diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik
dikarenakan proses pembelajaran dengan pendekatan etnomatematika memunculkan kearifan
budaya sehingga etnomatematika ini menjadi penghubung antara pembelajaran matematika
dengan budaya yang akan memberikan pengetahuan dengan nilai lebih baik untuk dipahami
oleh peserta didik. Budaya yang disajikan dalam etnomatematika bisa menjadi salah satu contoh
permasalahan kontekstual. Dengan permasalah kontekstual yang disajikan harapannya cara
berfikir peserta didik dalam menyelesaikan masalah bisa berkembang dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas dilakukan penelitian terkait pengembangan bahan ajar
yang diduga mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada
materi bilangan asli dengan menggunakan pendekatan etnomatematika dengan objek
permainan tradisional jawa barat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditemukan, maka rumusan masalah
dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana pengembangan bahan ajar materi bilangan asli menggunakan pendekatan
etnomatematika dengan Permainan tradisional lompat tali untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik?
2. Bagaimana respon peserta didik terhadap pengembangan bahan ajar materi bilangan
asli dengan menggunakan pendekatan etnomatematika dengan objek permainan
tradisional lompat tali untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik

4
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan dari penelitian ini
yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan bahan ajar materi bilangan asli dengan
menggunakan pendekatan etnomatematika dengan objek permainan tradisional
lompat tali untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik.
2. Untuk mengetahui bagaimana respon peserta didik terhadap pengembangan bahan
ajar materi bilangan asli dengan menggunakan pendekatan etnomatematika dengan
objek permainan tradisional untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini oleh peneliti diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi atau pengetahuan kepada dunia pendidikan bahwa keterkaitan
pembelajaran materi pelajaran umum seperti matematika tidak hanya terpaku pada
pengetahuan saintek atau pengetahuan umum saja, namun dapat juga dikaitkan dengan
permasalahan sehari-hari seperti salah satunya dikaitkan dengan budaya permainan
tradisional jawa barat.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Guru
Bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat membantu guru dalam proses
pembelajaran serta membantu memperbaiki mutu pembelajaran.
b. Manfaat Bagi Peserta Didik
Bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat membantu peserta didik menjadi lebih
mudah dalam memahami materi sistem persamaan linear dua variabel.
c. Manfaat Bagi Peneliti
Bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat menambah wawasan kreativitas serta
keterampilan peneliti sebagai calon pendidik dalam mengembangkan bahan ajar.
d. Manfaat Bagi Umum/Pembaca
Bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan atau
referensi untuk pengembangan perangkat pembelajaran berbasis budaya.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


Dalam penelitian ini, peneliti mengambil rujukan dari hasil penelitian sebelumnya
yang relevan dengan penelitian ini untuk memudahkan dalam memahami serta memperjelas
posisi peneliti pada penelitian ini, diantara penelitian yang relevan dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan yaitu:
1. Penelitian relevan yang pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rifina Wildati
Fadila dan Neni Mariana dalam penelitiannya yang berjudul, “Eksplorasi
Etnomatematika pada permainan tradisional lompat tali”. Hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa peneliti menemukan sebuah konsep matematika berdasarkan
ethnography yang membuat peneliti penasaran mengenai proses permainan lompat tali.
Akhirnya peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada beberapa anak-anak
untuk mengetahui bagaimana proses bermainnya. Tahapan pertama yang harus
dilakukan adalah karet gelang yang disambung-sambungkan dan akan berbentuk tali.
Cara bermainnya pertama yaitu dengan “hompimpa” untuk menentukkan pemegang
tali sisi kanan dan kiri dipegang oleh anak yang pertama, dan satunya dipegang oleh
anak yang kedua. Kemudian hompimpa untuk menentukkan anak yang bermain dan
menjelaskan bagaimana permainan itu dilaksanakan.

2. Penelitian relevan yang kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ana Wiska, Henra
Saputra Tanjung, Arief Aulia Rahman, dan Cut Eva Nasryah dalam penelitiannya yang
berjudul, “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Masalah Terintegrasi Etnomatematika
Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta didik Kelas XI SMA”.
Hasil penelitiannya mengemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: 1) Bahan ajar
berbasis masalah terintegrasi etnomatematika dinyatakan valid pada interval skor 3
≤𝑉𝑎 < 4, dengan skor 3,22. 2) Bahan ajar berbasis masalah terintegrasi etnomatematika
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis sudah efektif untuk
digunakan dalam pembelajaran, yang meliputi ketuntasan belajar secara klasikal, dan
ketercapaian tujuan pembelajaran. 3) Respon peserta didik terhadap bahan ajar dan
kegiatan pembelajaran adalah positif.

6
3. Penelitian relevan yang ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Manggar Inggita
Karuna, Erna Fathika Sari, dan Adi Satrio Ardiansyah dalam penelitiannya yang
berjudul, “Pengembangan Buku Ajar Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Melalui
Eksplorasi Kuliner Telur Asin”. Hasil penelitiannya mengemukakan beberapa
simpulan sebagai berikut: 1) Uji kelayakan hasil pengembangan buku ajar yang telah
dilakukan penilaian oleh validator yaitu tiga ahli dan tiga praktisi, persentase rata-rata
oleh para ahli sebesar 82,58% dan dari para praktisi sebesar 97,27% sehingga diperoleh
dari rata-rata para validator dengan persentase sebesar 87,425% maka buku ajar masuk
ke dalam kriteria sangat layak. 2) Uji kelayakan hasil pengembangan buku ajar yang
telah dilakukan penilaian oleh pengamat yaitu lima peserta didik SMP yang telah
mendapat materi sistem persamaan linear dua variabel dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Diperoleh persentase rata-rata dari kelima peserta didik tersebut sebesar
93,5% sehingga diperoleh kriteria mudah dipahami oleh pembaca. 3) Uji coba terbatas
atau respon peserta didik terhadap buku ajar berbasis etnomatematika diperoleh
persentase rata-rata sebesar 97% dengan kategori sangat baik.

Adanya keberagaman hasil yang diperoleh dalam penelitian yang berkaitan dengan
etnomatematika sebelumnya memperkuat ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian
tentang eksplorasi etnomatematika pada kebudayaan daerah. Dengan demikian penelitian-
penelitian terdahulu di atas akan menjadi acuan pada penelitian ini.

7
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Bahan Ajar
a. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru
atau pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar tersebut
bisa tertulis maupun tidak tertulis. Dengan bahan ajar tersebut memungkinkan
peserta didik dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara
runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua
kompetensi secara utuh dan terpadu (Eliyanti, M. 2016). Bahan ajar merupakan
informasi, alat, dan teks yang diperlukan untuk guru dengan sebuah perencanaan dan
penelahaan implementasi pada pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bahan ajar merupakan hal
penting yang ada pada proses belajar mengajar. Hal tersebut menjadikan suatu bahan
ajar perlu dikembangkan untuk keberhasilan proses pembelajaran.

b. Komponen-Komponen Bahan Ajar


Menurut Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2008),
sebuah bahan ajar setidaknya mencakup antara lain:
1) Petunjuk belajar (petunjuk peserta didik/guru);
2) Kompetensi yang akan dicapai;
3) Content atau isi materi pembelajaran;
4) Informasi pendukung;
5) Latihan-latihan;
6) Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja Peserta didik (LKS);
7) Evaluasi;
8) Respon atau balikan terhadap hasil evaluasi.

c. Fungsi dan Manfaat Bahan Ajar


1) Fungsi bahan ajar antara lain:
a) Sebagai pedoman guru dalam kegiatan proses belajar mengajar dan sebagai
bahan atau alat pembelajaran yang akan diajarkan pada peserta didik;
b) Sebagai pedoman peserta didik dalam proses belajar mengajar dan sebagai alat
pembelajaran yang dapat membantu peserta didik dalam memahami materi
pembelajaran;

8
c) Sebagai alat yang digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik;
d) Sebagai bahan atau alat yang dapat membantu guru saat proses pembelajaran
berlangsung;
e) Sebagai bahan atau alat yang dapat membantu peserta didik memahami materi
pembelajaran saat proses belajar mengajar berlangsung;
f) Sebagai sarana atau alat yang digunakan pada kegiatan pembelajaran dalam
mencapai tujuan dari pembelajaran.
2) Manfaat bahan ajar antara lain:
a) Menjadikan proses pembelajaran menjadi tidak pasif serta menjadi lebih
menarik dan efisien;
b) Sebagai bahan belajar peserta didik untuk belajar mandiri dan tidak selalu
bergantung pada guru sehingga guru sebagai fasilitator;
c) Memudahkan peserta didik untuk mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasainya.

d. Macam-Macam Bahan Ajar


Macam-macam bahan ajar antara lain:
a) Bahan ajar cetak (printed), yaitu sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas
yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi.
Bahan ajar cetak antara lain handout, buku, modul, lembar kerja peserta didik,
brosur, leaflet, wallchart, foto, gambar, model/maket.
b) Bahan ajar dengan audio, yaitu semua sistem yang menggunakan sinyal audio
secara langsung, yang dapat dimainkan atau didengar oleh seseorang atau
sekelompok orang. Bahan ajar dengan audio seperti kaset, radio, piringan hitam,
dan compact disk audio.
c) Bahan ajar pandang dengar (audiovisual), yaitu segala sesuatu yang
memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak
secara sekuensial. Bahan ajar pandang dengar seperti video, compact disk, dan
film.
d) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material), yaitu kombinasi dari dua
atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar, animasi, dan video) yang oleh
penggunanya dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu
perintah dan/atau perilaku alami dari suatu presentasi. Bahan ajar ini seperti
compact disk interactive.

9
e. Keunggulan dan Keterbatasan Bahan Ajar
Keunggulan bahan ajar menurut Mulyasa (2013), bahan ajar memiliki tiga
keunggulan, yaitu sebagai berikut:
1) Berpusat pada kemampuan peserta didik yang beragam;
2) Memiliki kontrol terhadap pencapaian hasil belajar;
3) Memiliki relevansi dengan kurikulum dalam hal tujuan dan cara pencapaiannya.
Adapun keterbatasan bahan ajar menurut Mulyasa (2013), yaitu sebagai berikut:
1) Membutuhkan keahlian tertentu dalam menyusun bahan ajar yang baik. Bahan
ajar yang baik tidak hanya berisi tujuan dan alat ukur pencapaiannya saja namun
juga tertulis tentang pengalaman belajar peserta didik.
2) Membutuhkan manajemen pendidikan yang berbeda dibanding pembelajaran
konvensional, karena sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan
masing- masing peserta didik yang memiliki kemampuan beragam.
3) Membutuhkan sumber belajar pendukung yang sangat mahal dibanding
pembelajaran konvensional.
4) Bahan ajar berbasi audio-visual yang digunakan dalam pembelajaran.

10
2.2.2 Etnomatematika
Etnomatematika menurut D’Ambrosio dalam Rachmawati, (2013: 4), menyatakan
bahwa secara bahasa awalan “ethno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang
mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan
simbol. Kata dasar “mathema” berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan
kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasikan, menyimpulkan, dan pemodelan.
Lalu “tics” berasal dari techne dan memiliki makna yang sama dengan teknik. Sedangkan
secara istilah, etnomatematika diartikan sebagai “matematika yang dipraktekkan di antara
kelompok budaya yang diidentifikasikan seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh,
anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas profesional”. Kemudian istilah tersebut
disempurnakan bahwa penggunaan etnomatematika sebagai mode, gaya, dan teknik (tics)
menjelaskan, memahami, dan menghadapi lingkungan alam dan budaya (mathema) dalam
sistem budaya berbeda (ethnos)” (Rachmawati, 2013).

Gagasan D’Ambrosio menjelaskan bahwa munculnya ethnomatematika merupakan


akibat dari aktivitas matematika yang dipengaruhi oleh kegiatan masyarakat sehari-hari. Hasil
studi PISA (Programme for International Student Assesssment) tahun 2009 dan hasil
penelitian TIMSS (Thrends International Mathematics Science Study) tahun 2011
menempatkan Indonesia pada peringkat yang masih jauh dari harapan, dalam artian masih di
bawah rata-rata. Hasil ini disebabkan karena kurangnya kemampuan matematika siswa dalam
menyelesaikan soal penalaran dan pemecahan masalah. Salah satu penyebabnya adalah
pembelajaran matematika yang dilakukan saat ini denderung konvensional dan kurang
kontekstual. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.68 Tahun 2013 mendukung
pola pembelajaran inovatif dan kontekstual. Sehingga diharapkan proses pembelajaran
menjadi interaktif, menyenangkan, memotivasi, memantang, serta meninggalkan pola
pembelajaran tunggal menjadi pembelajaran yang berpola multidicipline (Maulana, A., dkk.,
2014:1).
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa etnomatematika merupakan
bentuk lain dari matematika yang dilakukan secara praktik oleh kelompok tertentu dalam
lingkup sosio-kultur-budaya. Sejalan dengan pemikiran D’Ambrosio yang menyebutkan
bahwa tujuan dari etnomatematika yaitu untuk memberitahukan bahwa ada cara yang berbeda
dalam mengajarkan matematika yang selama ini hanya terpaku bahwa matematika
merupakan ilmu formal di sekolah.

11
Etnomatematika ini merupakan bentuk implementasi dari matematika yang dikaitkan
dengan kebudayaan daerah yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari- hari dengan
mengembangkan pengetahuan matematika akademik yaitu mengukur, berhitung, merancang,
bermain dengan menerapkan konsep matematika, dan lain sebagainya.

2.2.3 Deskripsi Budaya


Ada berbagai macam permainan yang dapat meningkatkan kreativitas, salah satunya
adalah permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan simbolisasi dari pengetahuan
yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan dibaliknya
Permainan tradisional merupakan hasil budaya yang besar nilainya bagi anakanak dalam
rangka berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolah raga yang sekaligus sebagai sarana berlatih
untuk hidup bermasyarakat, keterampilan, kesopanan serta ketangkasan. Permainan
tradisional merupakan salah satu aset budaya yang mempunyai ciri khas kebudayaan suatu
bangsa maka, pendidikan karakter bisa dibentuk melalui permainan tradisonal sejak usia dini.
Karena selama ini pendidikan karakter kurang mendapat penekanan dalam sistem pendidikan
di Negara kita. Pendidikan budi pekerti hanyalah sebatas teori tanpa adanya refleksi dari
pendidikan tersebut. Dampaknya, anak-anak tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki
karakter, bahkan lebih kepada bertingkah laku mengikuti perkembangan zaman namun tanpa
filter. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan satu lembaga dalam membentuk
karakter anak. Slogan “ Belajar sambil bermain, bermain seraya belajar” merupakan salah
satu prinsip yang diterapkan di PAUD. Dengan bermain, anak-anak akan bisa belajar. Oleh
karena itu dalam pemaparan ini penulis akan mencoba memaparkan tentang manfaat
permainan tradisional dalam membentuk karakter anak usia dini (Zulfa Barkah Saidah,
2023).
Sejarah lompat tali masih belum jelas asal muasalnya, namun, banyak pihak yang
menduga bahwa permainan yang sangat populer pada tahun 70-an hingga 80-an ini berasal
dari Eropa yang dibawa ke Nusantara dan dimainkan oleh anak-anak Belanda pada masa
penjajahan. Hal ini sangat relevan mengingat permainan lompat tali di Belanda juga dipegang
oleh 2 orang sedangkan satu orang melompat diantara putaran talinya. Sedangkan di wilayah
Eropa lainnya, permainan ini dimainkan oleh satu orang saja sebagaimana yang dimainkan
lompat tali saat berolahraga. Meski belum jelas asal muasal permainan lompat tali, namun
beberapa pihak mengatakan bahwa permainan ini telah dimainkan di Mesir sejak 1600 tahun
SM. Namun, terdapat pula argumen lain yang mengatakan bahwa permainan ini berasal dari
China, variasi dalam permainan lompat tali di China begitu beragam hingga ke daratan
Jepang.

12
Dalam Bahasa Inggris, permainan lompat tali berarti Skipping Rope. Istilah di
indonesia ini merujuk pada olahraga skipping yaitu melompat tali yang diayunkan oleh
pemainnya melewati kepala dan kaki. Olahraga ini dipercaya efektif dapat membakar lemak
dan menambah tinggi badan. Tali pemutarnya bukan terbuat dari jalinan karet, namun
menggunakan tali khusus untuk skipping. Di Amerika Serikat ini disebut dengan Jump Rope,
di Kanada disebut dengan Rope Skipping, di negara-negara tersebut mempermainkan lompat
tali dilakukan oleh individu. Akan tetapi di Jepang, dimainkan oleh kelompok besar yang
dimana lebih dari 10 anggota untuk melompati satu putaran secara bersamaan.
Permainan lompat tali ini sudah tidak asing lagi tentunya, karena permainan lompat
tali ini bisa di temukan hampir di seluruh Indonesia meskipun dengan nama yang berbeda-
beda. Permainan lompat tali ini biasanya identik dengan kaum perempuan. Tetapi juga tidak
sedikit anak laki-laki yang ikut bermain. Salah satu nama permainan ini yaitu permainan Tali
Merdeka yang di kenal oleh masyarakat di Provinsi Riau. Di daerah yang masyarakatnya
adalah pendukung kebudayaan Melayu ini ada sebuah permainan yang disebut sebagai tali
merdeka. Inti dari permainan ini adalah melompat tali-karet yang tersimpul. Penamaan
permainan ini ada kaitannya dengan tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan pemain itu
sendiri, khususnya pada lompatan yang terakhir. Pada lompatan ini (yang terakhir), tali
direnggangkan oleh pemegangnya setinggi kepalan tangan yang diacungkan ke udara.
Kepalan tangan tersebut hampir mirip dengan apa yang dilakukan oleh para pejuang ketika
mengucapkan kata “merdeka”.
Gerakan tangan yang menyerupai simbol kemerdekaan itulah yang kemudian
dijadikan sebagai nama permainan yang bersangkutan. Kapan dan dari mana permainan ini
bermula sulit diketahui secara pasti. Namun, dari nama permainan itu sendiri dapat diduga
bahwa permainan ini muncul di zaman penjajahan. Sebenarnya di daerah lain indonesia juga
banyak di temukan permainan ini tapi dengan nama yang berbeda

13
2.2.4 Teori Belajar
Teori belajar konstruktivisme atau teori belajar sosiokultur merupakan teori belajar
yang menegaskan pada bagaimana cara seseorang belajar dengan bantuan orang lain dalam
suatu zona keterbatasan dirinya yaitu zona proximal development. Vygotsky dalam teorinya
menyampaikan setiap individu berkembang dalam konteks sosial. Semua perkembangan
intelektual yang mencakup makna, ingatan, pikiran persepsi, dan kesadaran bergerak dari
wilayah interpersonal ke wilayah intrapersonal. Pendapat Vygotsky terkait belajar pada
peserta didik yang dilakukan dalam interaksi sosial mereka dengan lingkungan akan lebih
luas pengetahuannya dan terbiasa dengan lingkungan. Ia juga mengatakan bahwa pikiran
seseorang senantiasa perlu dimengerti dari latas sosial budaya dan asal usulnya (Fitriani,
2022). Menurut Vygotsky, menggunakan pendekatan developmental berarti memahami
fungsi kognitif anak dengan memeriksa asal usulnya dan transformasinya dari bentuk awal ke
bentuk selanjutnya. Vygotsky mengajukan gagasan yang unik dan kuat tentang hubungan
antara pembelajaran dan perkembangan. Gagasan tersebut menggambarkan pandangannya
bahwa fungsi kognitif berasal dari situasi sosial. Salah satu gagasan unik Vygotsky yakni
konsepnya tentang zone of proximal development. Penekanan Vygotsky pada ZPD
menegaskan keyakinannya akan arti penting pengaruh sosial terutama pengaruh pengajaran
terhadap perkembangan kognitif peserta didik (Anidar, 2017). Trianto dalam Rohaendi
(2020) menyampaikan bahwa teori Vygotsky menekankan pada aspek sosial dari proses
pembelajaran. Vygotsky mengemukakan pendapatnya bahwa proses pembelajaran akan
terjadi jika peserta didik bekerja atau menangani

14
tugas-tugas yang belum dipelajari, akan tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam
jangkauan mereka yang dikenal dengan istilah zone of proximal development, yaitu daerah
tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini.

2.2.5 Kemampuan Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan dalam proses pembelajaran yang
ditinjau dari aspek kurikulum. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis dalam
pembelajaran disampaikan oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM).
Menurut NCTM (2000) proses berpikir matematika dalam pembelajaran matematika meliputi
lima kompetensi standar utama yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan
bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan
representasi (representation). Amam, A. (2017) menyatakan bahwa pemecahan masalah
dalam matematika merupakan sebuah kemampuan kognitif dasar yang bisa dikembangkan
dan dilatih pada peserta didik, sehingga diharapkan peserta didik dapat memecahkan masalah
matematika dengan baik. Hampir semua negara maju menempatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis sebagai tujuan dalam pembelajarannya di sekolah. Di Beberapa negara
maju pemecahan masalah matematika memiliki peran yang sangat penting (Anderson, 2009
dalam Amam, A., 2019), diantaranya kurikulum Singapura menempatkan pemecahan
masalah sebagai tujuan utama pembelajaran matematika dengan menempatkan lima
komponen yang saling berkaitan dalam pemecahan masalah, yaitu: Keterampilan, Konsep,
Proses, Sikap, dan Metakognisi.
Kurikulum Hongkong menempatkan pemecahan masalah sebagai alat, sehingga
hampir setiap proses pembelajaran di kelas menggunakan kemampuan pemecahan masalah.
Kurikulum Inggris menempatkan pemecahan masalah sebagai jantungnya matematika dan
representasi sebagai sebuah siklus proses yang didalamnya terdapat representasi, komunikasi-
refleksi, interpretasi-evaluasi, dan penggunaan prosedur analisis-penalaran. Kurikulum
Belanda menempatkan pemecahan masalah sebagai sebuah pendekatan pembelajaran,
sehingga dikenal dengan istilah RME. Kurikulum Australia menempatkan pemecahan
masalah sebagai kemahiran atau kemampuan untuk dapat membuat pilihan, menafsirkan,
merumuskan model, menyelidiki situasi masalah, dan berkomunikasi solusi efektif.
Kurikulum Finlandia memandang pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang: sebagai
alat untuk memajukan berpikir matematis, sebagai sarana melakukan pemecahan masalah dan
sebagai proses dimana data yang diperoleh sebelumnya digunakan dalam situasi baru dan
tidak dikenal (Amam, A. 2017).

15
Kemampuan pemecahan masalah matematis diukur menggunakan beberapa indikator.
Menurut NCTM (2000: 209) indikator-indikator untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik meliputi:
1. Peserta didik dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan
kecukupan unsur yang diperlukan;
2. Peserta didik dapat merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika;
3. Peserta didik dapat menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis
dan masalah baru) di dalam atau di luar matematika;
4. Peserta didik dapat menjelaskan hasil sesuai permasalahan asal; dan
5. Peserta didik dapat menggunakan matematika secara bermakna.

2.2.6 Materi Bilangan Asli


Kemampuaan berhitung
Menurut Keith Davis (Mangkunegara, 2000: 67) menyatakan bahwa kemampuan
(ability) sama dengan pengetahuan dan keterampilan (knowledge and skill). Sedangkan
menurut Arief S. Sadiman (2010: 2) belajar adaah suatu proses yang terjadi dimana semua
orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi sampai akhir hayat. Menurut
Nurhasanah (2007: 243) berhitung adalah mengerjakan hitungan (menjumlahkan,
mengurangi, dan lain sebagainya). Menurut David Glover (2007: 30), In Arithmetic you
add,subtract, multiply and divide numbers. Aritmatika berhubungan dengan menjumlah,
mengurangi, mengali dan membagi bilangan.
Peserta didik dengan kemampuan berhitung tinggi atau cepat sangat membantu dalam
proses penyelesaian dalam soal-soal matematika. Begitu juga dengan sebaliknya, jika dalam
kemampuannya kurang, maka kesulitan dalam berhitung dan cenderung lambat dalam
mengerjakan soal-soalnya.

Variabel adalah lambang pengganti suatu bilangan yang belum diketahui nilainya
dengan jelas. Variabel biasanya dilambangkan dengan huruf kecil 𝑎, 𝑏, 𝑐, … , 𝑧. Adapun
bilangan 3 pada bentuk aljabar 9𝑥 + 5𝑦 + 6𝑥 − 8𝑦 + 3 disebut konstanta. Konstanta
adalah suku dari suatu bentuk aljabar yang berupa bilangan dan tidak memuat variabel.
Jika suatu bilangan a dapat diubah menjadi 𝑎 = 𝑝 × 𝑞 dengan 𝑎, 𝑝, 𝑞 bilangan bulat,
maka
𝑝 dan 𝑞 disebut faktor-faktor dari 𝑎. Pada bentuk aljabar di atas, 9𝑥 dapat diuraikan
sebagai
5𝑥 = 5 × 𝑥 atau 5𝑥 = 1 × 5𝑥. Jadi, faktor-faktor dari 5𝑥 adalah 1, 5, 𝑥 dan 5𝑥.
Adapun yang dimaksud koefisien adalah faktor konstanta dari suatu suku pada bentuk
16
aljabar. Perhatikan koefisien masing-masing suku pada bentuk aljabar 9𝑥 + 5𝑦 + 6𝑥 −
8𝑦 + 3. Koefisien pada suku 9𝑥 adalah 9, pada suku 5𝑦 adalah 5, pada suku 6𝑥 adalah 6,
dan pada suku −8𝑦 adalah −8.
a. Suku Sejenis dan Tidak Sejenis

17
1) Suku adalah variabel beserta koefisiennya atau konstanta pada bentuk aljabar yang
dipisahkan oleh operasi jumlah atau selisih.
Suku jenis adalah suku yang memiliki variabel dan pangkat dari masing-
masing variabel yang sama. comtoh: 4𝑥 dan −3𝑥, 6𝑎2 dan 𝑎2, 𝑦 dan 8𝑦. Sedangkan
suku tak sejenis adalah suku yang memiliki variabel dan pangkat dari masing-
masing variabel yang tidak sama. Contoh: 3𝑥 dan −6𝑎2, −𝑦 dan −𝑥3, 6𝑥 dan −5𝑦.
Suku satu adalah bentuk aljabar yang tidak dihubungkan oleh operasi. Contoh: 6𝑥,
−4𝑎2, dan −8𝑥𝑦.
2) Suku dua adalah bentuk aljabar yang dihubungkan oleh operasi jumlah atau selisih.
Contoh: 4𝑥 + 6, 𝑎2 − 8, 6𝑥2 − 8𝑥, …
3) Suku tiga adalah bentuk aljabar yang dihubungkan oleh dua operasi jumlah atau
selisih. Contoh: 4𝑥2 − 𝑥 + 2, 4𝑥 + 𝑦 − 𝑥𝑦, …

Adapun bentuk operasi hitung pada bentuk aljabar adalah sebagai berikut.

a) Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar


Pada bentuk aljabar, operasi penjumlahan dan pengurangan hanya dapat
dilakukan pada suku-suku yang sejenis. Jumlahkan dan kurangkan koefisien pada
suku-suku yang sejenis.
Contoh: Tentukan hasil penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar berikut.
(1) − 4𝑎𝑥 + 7
(2) (2𝑥2 − 3𝑥 + 2) + (4𝑥2 − 5𝑥 + 1)
Penyelesaian:
(1) −4𝑎𝑥 + 7 = (−4 + 7)𝑎𝑥 = 3𝑎𝑥.
(2) (2𝑥2 − 3𝑥 + 2) + (4𝑥2 − 5𝑥 + 1)
= (2𝑥2 − 3𝑥 + 2) + (4𝑥2 − 5𝑥 + 1)
= 2𝑥2 + 4𝑥2 − 3𝑥 − 5𝑥 + 2 + 1
= (2 + 4)𝑥2 + (−3 − 5)𝑥 + (2 + 1)
= 6𝑥2 − 8𝑥 + 3
b) Perkalian
Pada perkalian bilangan bulat berlaku sifat distributif perkalian terhadap
penjumlahan, yaitu 𝑎 × (𝑏 + 𝑐) = (𝑎 × 𝑏) + (𝑎 × 𝑐) dan sifat distributif perkalian
terhadap pengurangan, yaitu 𝑎 × (𝑏 − 𝑐) = (𝑎 × 𝑏) − (𝑎 × 𝑐), untuk setiap
bilangan bulat 𝑎, 𝑏, dan 𝑐. Sifat ini juga berlaku pada perkalian bentuk aljabar.
(1) Perkalian suatu bilangan konstanta dengan bentuk aljabar
18
Perkalian suatu bilangan konstanta k dengan bentuk aljabar suku satu
dan suku dua dinyatakan sebagai berikut.
𝑘(𝑎𝑥) = 𝑘𝑎𝑥.
𝑘(𝑎𝑥 + 𝑏) = 𝑘𝑎𝑥 + 𝑘𝑏.
(2) Perkalian antara dua bentuk aljabar
Sebagaimana perkalian suatu konstanta dengan bentuk aljabar, untuk
menentukan hasil kali antara dua bentuk aljabar kita dapat memanfaatkan sifat
distributif perkalian terhadap penjumlahan dan sifat distributif perkalian
terhadap pengurangan.
Selain dengan cara tersebut, untuk menentukan hasil kali antara dua
bentuk aljabar, dapat menggunakan cara sebagai berikut. Perhatikan perkalian
antara bentuk aljabar suku dua dengan suku dua berikut.
(𝑎𝑥 + 𝑏) + (𝑐𝑥 + 𝑑)
= 𝑎𝑥(𝑐𝑥 + 𝑑) + 𝑏(𝑐𝑥 + 𝑑)
= (𝑎𝑥 × 𝑐𝑥 + 𝑎𝑥 × 𝑑) + (𝑏 × 𝑐𝑥 + 𝑏 × 𝑑)
= (𝑎𝑐𝑥2 + 𝑎𝑑𝑥) + (𝑏𝑐𝑥 + 𝑏𝑑)
= 𝑎𝑐𝑥2 + (𝑎𝑑 + 𝑏𝑐)𝑥 + 𝑏𝑑
c) Perpangkatan
Coba ingat kembali operasi perpangkatan pada bilangan bulat. Operasi
perpangkatan diartikan sebagai perkalian berulang dengan bilangan yang
sama. Jadi, untuk sebarang bilangan bulat a, berlaku faktor 𝑎𝑛 = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 ×
… × 𝑎 (sebanyak 𝑛 kali).
d) Pembagian
Hasil bagi dua bentuk aljabar dapat kalian peroleh dengan menentukan
terlebih dahulu faktor sekutu masing-masing bentuk aljabar tersebut,
kemudian melakukan pembagian pada pembilang dan penyebutnya.

Pada aljabar terdapat sub materi berupa Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Sistem persamaan linear dua variabel atau disingkat dengan SPLDV merupakan materi
aljabar yang dipelajari peserta didik Sekolah Menengah Pertama (Dahlan, 2018).

2.3 Kerangka Berpikir


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Suraji, S., et al 2018), penelitian tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
VIII SMP tergolong sangat rendah. Salah satu komponen penting yang ada pada

19
pembelajaran

20
adalah bahan ajar. Dimana bahan ajar tersebut dapat membantu guru dan peserta didik dalam
pembelajaran. Bahan ajar tersebut berisikan materi yang sudah direncanakan dan dirancang
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dapat dipelajari oleh peserta didik. Untuk
tercapainya tujuan pembelajaran, maka haruslah bahan ajar tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, diperlukannya bahan ajar yang dikembangkan
untuk memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.
Pembelajaran yang bernuansa etnomatematika dapat menumbuhkan kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik. Adanya bahan ajar yang melibatkan budaya
lokal peserta didik dimaksudkan akan menjadi daya tarik bagi peserta didik untuk belajar
matematika Wiska, A., et al 2020).
Berdasarkan uraian di atas, bahan ajar bernuansa etnomatematika pada materi sistem
persamaan linear dua variabel guna meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik sangat perlu dikembangkan. Kerangka berpikir secara ringkas dapat
dilihat di gambar 1 berikut.

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Desain Penelitian


Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development (R&D).
Pendekatan penelitian Research and Development adalah proses yang digunakan untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Langkah-langkah dari proses ini
disebut sebagai siklus R&D, yang terdiri dari mempelajari temuan penelitian yang berkaitan
dengan produk yang akan dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan
penelitian, bidang pengaturan dimana penelitian ini akan digunakan akhirnya, dan
merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam tahap pengujian (Samsu,
S. 2021). Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar matematika
berbasis etnomatematika untuk peserta didik kelas VIII pada materi sistem persamaan linear
dua variabel melalui kuliner nasi jamblang di Cirebon. Desain penelitian ini adalah penelitian
dengan menggunakan metode pengembangan Model 4D menurut Thiagarajan (dalam
Sugiyono, 2015 dalam Al Azka, H. H., et al 2019), yang merupakan singkatan dari Define,
Design, Development dan Dissemination.
Prosedur pelaksanaan penelitian menggunakan metode pengembangan model 4D pada
penelitian ini lebih jelas ditampilkan pada gambar 2.

22
Berikut penjelasan dalam melakukan penelitian pengembangan yang dilakukan.

1. Tahap Define
Tahap Define atau tahap pendefinisian yaitu berisi kegiatan untuk menetapkan produk
apa yang akan dikembangkan, beserta spesifikasinya. Kegiatan ini merupakan analisis
kebutuhan yang dilakukan melalui penelitian dan studi literatur. Pada tahap ini terdapat
empat langkah pokok sebagai berikut.
● Analisi Awal. Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan penentuan masalah dasar
yang dihadapi dalam proses pembelajaran matematika sehingga mendasari
pengembangan bahan ajar. Hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah telaah
kurikulum, teori belajar yang mendukung, serta kemampuan-kemampuan atau hasil
belajar yang akan dikembangkan.
● Analisis Peserta didik. Tahap ini bertujuan untuk menelaah karakteristik peserta
didik yang sesuai dengan rancangan dan pengembangan bahan ajar.
● Analisis Tugas. Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang akan
dikuasai oleh peserta didik sehingga dapat mencapai kompetensi minimal.
● Analisis Materi. Tahap ini bertujuan untuk menentukan capaian pembelajaran atau
kompetensi dasar serta batasan materi yang akan disusun dalam bahan ajar.
● Perumusan Tujuan Pembelajaran. Tahap ini bertujuan untuk menggabungkan
antara analisis awal dan analisis tugas menjadi tujuan pembelajaran yang menyatakan
perubahan tingkah laku yang diharapkan setelah belajar dengan menggunakan kata
kerja operasional.
2. Tahap Design
Tahap Design atau tahap perancangan yaitu berisi kegiatan untuk membuat rancangan
terhadap produk yang telah ditetapkan pada tahap define. Pada tahap perancangan
terdapat empat langkah sebagai berikut.
● Penyusunan Standar Tes. Tahap ini merupakan langkah awal yang menghubungkan
tahap pendefinisian dengan tahap perancangan. Pada tahap ini, tes disusun
berdasarkan tujuan pembelajaran dan analisis peserta didik, sehingga akan tersusun
kisi-kisi tes hasil belajar.
● Pemilihan Media. Tahap ini merupakan langkah untuk mengidentifikasi media
pembelajaran yang sejalan dengan karakteristik materi serta menyesuaikan analisis
konsep dan analisis tugas.
● Pemilihan Format. Dalam tahap pemilihan format ini dimaksudkan untuk merancang
isi pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber
23
belajar. Format yang dipilih adalah yang dapat memudahkan dan membantu dalam
pembelajaran.
● Rancangan Awal. Rancangan awal yaitu rancangan seluruh perangkat pembelajaran
yaitu bahan ajar yang harus dikerjakan sebelum uji coba dilaksanakan.
3. Tahap Development
Tahap Development atau tahap pengembangan yaitu berisi kegiatan membuat
rancangan menjadi produk dan menguji validitas produk secara berulang-ulang sampai
dihasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
● Penilaian Ahli. Pada tahap ini dilakukan untuk memvalidasi atau menilai kelayakan
dari rancangan produk yang telah dibuat. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi dan
pemberian saran-saran oleh para ahli dalam bidangnya untuk memperbaiki materi dan
rancangan pembelajaran yang telah disusun.
● Pemilihan Media. Pada tahap ini kegiatannya berupa uji coba rancangan produk
yang telah dibuat ke sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada tahap ini dicari data
respon, reaksi atau komentar dari sasaran pengguna, hasilnya akan digunakan untuk
memperbaiki produk. Setelah perbaikan selesai akan diujikan kembali sampai
memperoleh hasil yang efektif.
4. Tahap Dissemination
Tahap Dissemination atau tahap diseminasi yaitu berisi kegiatan menyebarluaskan
produk yang telah teruji untuk dimanfaatkan orang lain.

3.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian adalah lokasi yang digunakan peneliti sebagai tempat sumber data
dalam penelitian yang dikaji. Adapun lokasi yang dipilih oleh peneliti adalah di daerah
Cirebon, Jawa Barat.

3.3 Subjek Penelitian


Subjek yang diambil sebagai sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Ahli
Ahli yang dimaksud adalah dosen tiga dosen pendidikan matematika yang sesuai
dengan bidangnya.
2. Praktisi
Praktisi yang dimaksud adalah tiga pendidik yang sesuai dengan bidang yang akan
diteliti dalam penelitiannya.
3. Penilai Keterbacaan

24
Penilai keterbacaan yang dimaksud adalah lima peserta didik yang sudah
mendapatkan materi yang ada di bahan ajar atau teman mahapeserta didik/i.
4. Penilai Respon Peserta didik
Penilai respon peserta didik yang dimaksud adalah peserta didik yang mendapatkan
materi yang termuat dalam bahan ajar.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah suatu hal yang menjadi objek penelitian yang akan dikaji
oleh peneliti, variabel penelitian menunjukkan variasi baik kualitatif maupun kuantitatif.
Variabel dalam penelitian ini adalah uji kelayakan, uji keterbacaan, dan respon peserta didik.

3.5 Data dan Sumber Data


3.5.1 Data
Data dalam penelitian ini diambil dari beberapa komponen, yakni studi literatur dan
dokumentasi. Studi literatur dalam penelitian ini digunakan untuk mencari informasi
mengenai sejarah dari nasi jamblang.

3.5.2 Sumber Data


Dalam penelitian ini memakai dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber
data sekunder. Sumber data primer diperoleh secara langsung melalui eksplorasi makanan
khas Cirebon dengan konsep matematika. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari
kajian literatur artikel-artikel yang terkait.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


3.6.1 Studi Literatur
Penelitian ini mengumpulkan data menggunakan studi literatur. Studi Literatur adalah
suatu metode yang digunakan dalam mengumpulkan beberapa data atau sumber yang
berkaitan dengan topik dalam suatu penelitian (Habsy, B. A. (2017). Dalam penelitian ini,
peneliti mencari data dari jurnal atau buku yang relevan dengan penelitian ini. Studi literatur
dalam penelitian ini digunakan untuk mencari data mengenai sejarah dari nasi jamblang,
makanan khas Cirebon, Jawa Barat.

3.6.2 Angket
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner
dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka. Instrumen dari Kuesioner
adalah lembar angket digunakan pada saat evaluasi dan uji coba. Evaluasi dilakukan oleh
25
ahli,

26
praktisi, penilai keterbacaan dan penilai respon peserta didik menggunakan lembar angket
untuk mengetahui layak tidaknya bahan ajar yang dikembangkan.

3.6.2 Dokumentasi
Dokumentasi yakni mengumpulkan data dengan melihat atau mencatat suatu laporan
yang sudah tersedia. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi pada penelitian ini berupa foto kegiatan eksplorasi budaya nasi jamblang.

3.7 Teknik Analisis Data


Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

1. Data Kualitatif
Data kualitatif dalam penelitian meliputi data dari kritik dan saran dari validator
secara deskriptif terhadap produk yang dikembangkan. Hasil analisis tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan untuk merevisi bahan ajar yang dikembangkan.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif dalam penelitian ini didapat beberapa tahap. Tahap pertama yaitu
dengan mengubah hasil data kualitatif (dari skala likert pada angket) menjadi data
kuantitatif. Selanjutnya adalah menghitung rata-rata jumlah skor yang kemudian
dikonversi kembali menjadi data kualitatif. Data kuantitatif ini didapat dari skor angket
penilaian oleh para validator seperti uji kelayakan, uji keterbacaan, dan respon peserta
didik.
● Uji Kelayakan
Uji kelayakan bertujuan untuk menilai kelayakan bahan ajar yang telah
dikembangkan untuk diimplementasikan dalam pembelajaran pada mata pelajaran
matematika di kelas VIII SMP pada materi sistem persamaan linear dua variabel.
Untuk rumus persentase hasil dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 = × 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Kategori kelayakan berdasarkan kriteria sebagai berikut (Arikunto, 2009: 35 dalam


Ernawati, I. 2017)

No Skor dalam persen (%) Kategori Kelayakan


1 < 21% Sangat tidak layak
2 21 − 40 % Tidak layak
3 41 − 60 % Cukup layak
27
4 61 − 80 % Layak
5 81 − 100 % Sangat layak

● Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan bertujuan untuk mengetahui tanggapan peserta didik yang dapat
dijadikan tolak ukur kualitas media pembelajaran yang telah dikembangkan. Untuk
rumus persentase hasil dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 = × 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Dengan interval kriteria uji keterbacaan ditinjau dari angket respons peserta didik
pada tabel berikut.
Rentangan Skor Kategori
0 – 20 % Sangat terbaca
21 – 40 % Terbaca
41 – 60 % Cukup terbaca
61 – 80 % Kurang terbaca
81 – 100 % Sangat tidak terbaca

● Respon Peserta didik


Data respon peserta didik diperoleh dari angket terhadap kegiatan pembelajaran.
Untuk menghitung persentase tiap butir pernyataan menggunakan rumus berikut.

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 = × 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Berikut kriteria respon siswa.


Persentase Respon Siswa Kriteria Respon Siswa

0 – 20 % Sangat lemah

21 – 40 % Lemah

41 – 60 % Cukup

61 – 80 % Kuat

81 – 100 % Sangat kuat

28
DAFTAR PUSTAKA

Al Azka, H. H., Setyawati, R. D., & Albab, I. U. (2019). Pengembangan Modul Pembelajaran.
Imajiner: Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika, 1(5), 224-236.

Amam, A. (2017). Penilaian kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik SMP.
Teorema: Teori dan Riset Matematika, 2(1), 39-46.

Anderson, J. (2009). Mathematics curriculum development and the role of problem solving.
ACSA Conference 2009, 1-8. Retrieved from
http://www.acsa.edu.au/pages/images/judy anderson- mathematics curriculum
development.pdf

Anidar, J. (2017). Teori belajar menurut aliran kognitif serta implikasinya dalam
pembelajaran.
Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 3(2), 8-16.
Barkah, S. (2023). Permainan Tradisional Dalam membantuk Karakter Anak Usia Dini Di
Kampung Tegal Heas. Jurnal Pengabdian Masyarakat:Pemberdayaan, Inovasi, dan
Perubahan, 3(3), 18

Dahlan, J. A. (2018). Integrasi budaya masyarakat dalam pembelajaran matematika: Contoh


dalam pembelajaran sistem persamaan linear dua variabel. PELITA Jurnal Penelitian
dan Karya Ilmiah, 18(1), 15-31.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Kurikulum 2013.


Eliyanti, M. (2016). Pengelolaan Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar. Pedagogi:
Jurnal Penelitian Pendidikan, 3(2).

Fitriani, F., & Maemonah, M. (2022). Perkembangan Teori Vygotsky dan Implikasi Dalam
Pembelajaran Matematika Di Mis Rajadesa Ciamis. Primary: Jurnal Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, 11(1), 35-41.

Gazali, R. Y. (2016). Pembelajaran matematika yang bermakna. Math Didactic: Jurnal


Pendidikan Matematika, 2(3), 181-190.

Harahap, E. R., & Surya, E. (2017). Kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik kelas vii dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel.

Karuna, M. I., Sari, E. F., & Ardiansyah, A. S. (2023, January). PENGEMBANGAN BUKU
AJAR SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MELALUI
EKSPLORASI KULINER TELUR ASIN. In ProSANDIKA UNIKAL (Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Pekalongan) (Vol. 4, No. 1,
pp. 59-70).

Kharisma, J. Y., & Asman, A. (2018). Pengembangan bahan ajar matematika berbasis
masalah berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah matematis dan prestasi
29
belajar matematika. Indonesian Journal of Mathematics Education, 1(1), 34-46.

Maulana, A. 2014. Penerapan Etnomatematika pada Pembe lajaran Matematika Tingkat


SMP. (Online),(www.academia.edu/180 90110, diakses 5 Desember 2016).

Mulyasa, H.E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standars for
School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Rachmawati, I. 2013. Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo, (Online),


(http://ejournal.unesa.ac.id/index.p hp/mathedunesa/article/view/249, diakses 5
Desember 2016).

Rohaendi, S., & Laelasari, N. I. (2020). Penerapan teori piaget dan vygotsky ruang lingkup
bilangan dan aljabar pada peserta didik Mts Plus Karangwangi. Prisma, 9(1), 65-76.

Samsu, S. (2021). Metode Penelitian:(Teori Dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif,


Mixed Methods, Serta Research & Development).

Suraji, S., Maimunah, M., & Saragih, S. (2018). Analisis kemampuan pemahaman konsep
matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik smp pad
materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Suska Journal of Mathematics
Education, 4(1), 9-16.

Utami, R. E., Nugroho, A. A., Dwijayanti, I., & Sukarno, A. (2018). Pengembangan e-modul
berbasis etnomatematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
JNPM (Jurnal Nasional Pendidikan Matematika), 2(2), 268-283.

Wiska, A., Tanjung, H. S., Rahman, A. A., & Nasryah, C. E. (2020). Pengembangan bahan
ajar berbasis masalah terintegrasi etnomatematika untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah peserta didik kelas XI SMA. Edunesia: Jurnal Ilmiah
Pendidikan, 1(3), 9-20.

Habsy, B. A. (2017). Seni memehami penelitian kuliatatif dalam bimbingan dan konseling:
studi literatur. Jurnal Konseling Andi Matappa, 1(2), 90-100.

Ernawati, I. (2017). Uji kelayakan media pembelajaran interaktif pada mata pelajaran
administrasi server. Elinvo (Electronics, Informatics, and Vocational Education),
2(2), 204- 210.

30
31

Anda mungkin juga menyukai