Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 1

“Pengujian efek antikonvulsi”

Anggota kelompok 3:
• Siti adiyanti : 30522001
• Gunawan akbar setiabudi : 30522003
• Renanda syaputri : 30522016
• Devira fitriani : 30522018

POLTEKES TNI AU CIUMBULEUIT BANDUNG


JL. CIUMBULEUIT NO. 203 TELP/FAX (022) 2036550 BANDUNG 40142
PERIODE 2022/2023
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehinggga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini guna memenuhi tugas.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
laporan ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Bandung, desember 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 latar belakang ........................................................................................... 4
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5
2.1 Teori ...................................................................................................... 5
2.2 Bahan dan alat ....................................................................................... 6
2.3 Prosedur metode induksi striknin ......................................................... 7
2.4 Prosedur metode pentetrazol ................................................................. 7
BAB III ................................................................................................................... 9
METEODOLOGI PERCOBAAN ....................................................................... 9
BAB IV .................................................................................................................. 11
PEMBAHASAN ................................................................................................... 11
BAB V ................................................................................................................... 15
PENUTUP ............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Efek antikonvulsi adalah respons terhadap obat atau tindakan yang
dirancang untuk mencegah atau mengurangi kejang. Obat antikonvulsi
bekerja dengan mempengaruhi aktivitas listrik dalam otak untuk
menghentikan atau mengurangi serangan kejang. Mekanisme persisnya
bervariasi tergantung pada jenis obatnya.
Contohnya, beberapa antikonvulsi seperti fenitoin dan
karbamazepin bekerja dengan memodulasi saluran natrium pada membran
sel saraf, sementara valproat mempengaruhi beberapa neurotransmitter dan
kanal ion. Masing-masing obat ini bertujuan untuk mengurangi
hiperaktivitas neuron yang dapat menyebabkan kejang. Sedangkan yang
kita gunakan mengunakan obat midazolam, propofol dan coffein.
1. zat konvulsi yang di suntikan secara intra peritonial kepada mencit
dapat menginduksi adanya konvulsi
2. obat antikonvulsan digunakan untuk melawan kritis konvulsi yang
timbul pada hewan tersebut dan dapat menghambat kematian yang
di timbulkan
1.2 Tujuan
Mengetahui efek obat terhadap konvulsi pada hewan yang di beri
striknin atau pentetrazol, berdasarkan pengamatan waktu timbulnya dan
lamanya konvulsi.
memahami akibat yang ditimbulkan karena srimulasi yang
berlebihan pada sistem saraf, memahami kerja obat antikolvulsai dan dapat
memahami cara mengatasi konvulsi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di
dalam otak. Secara pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada
bagian otak yang memiliki muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan
daerah yang sempit, maka penderita hanya merasakan bau atau rasa yang
aneh. Jika melibatkan daerah yang luas, maka akan terjadi sentakan dan
kejang otot di seluruh tubuh. Penderita juga bisa merasakan perubahan
kesadaran, kehilangan kesadaran, kehilangan pengendalian otot atau
kandung kemih dan menjadi linglung.
konvulsi adalah gerak otot klonik atau tonik yang involuntar.
Konvulsi dapat timbul karena anoksia serebri, intoksikasi sereberi hysteria,
atau berbagai manifestasi epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak
dengan berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu
serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron kortikal
secara berlebihan.
Kejang yang timbul sekali, belum boleh dianggap sebagai epilepsi.
Timbulnya parestesia yang mendadak, belum boleh dianggap sebagai
manifetasi epileptic. Tetapi suatu manifestasi motorik dan sensorik ataupun
sensomotorik ataupun yang timbulnya secara tiba-tiba dan berkala adalah
epilepsi.
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan
dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di
suatu focus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus
ini merupakan neuron epileptic yang sensitif terhadap rangsang disebut
neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan efilepsi.
Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu:
1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum)
2. Bangkitan tonik-konik (epilepsi grand mall)
3. Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)
Konvulsi dapat dianggap sebagal gerak motorik yang abnormal
karena kontraksi otot yang berlebihan dan tak terkendali. Kontraksi otot
tersebut diakibatkan oleh meningkatnya eksitabilitas system sarafnya
sampai pada suatu ambang kritis tertentu. Tetapi selama tingkat
eksitabilitasnya masih di bawah ambang kritis ini tidak akan menimbulkan
konvulsi,
Konvulsi dapat disebabkan oleh berbagai hal misalnya suhu badan
yang tinggl, induksi listrik, atau aktivitas zat-zat kimia tertentu seperti
striknin atau pentetrazol. Mekanisme eksitasi neuron dari kedua zat tersebut
berbeda.
Stiknin dapat menghambat inhibisi pascasinaps dengan cara
mengantagonis kerja neurotransmitter glisin pada medula spinalis,
sehingga neuron tersebut akan mengalami eksitasi. Striknin bekerja sebagai
antiinhibisi pasca sinaps yang spesifik. Telah diadakan penelitian bahwa
striknin secara reversibel menghambat aksi inhibisi dari glisin tetapi tidak
menghasilkan efek terhadap aksi inhibisi GABA. Pentetrazol dapat
menimbulkan eksitasi neuron dengan mekanisme lain. Pentetrazol dapat
menimbulkan rangsangan motoric daerah kepala dan tungkai depan.
Kejang yang diakibatkan pentetrazol mirip dengan perangsangan listrik
pada otak Menurut literatur efek utama pentetrazol mungkin dengan
menurunkan penghambatan sistem GABA ergik, dengan demikian akan
meningkatkan eksitabilitas susunan saraf pusat.
Selain kedua zat tersebut ada zat-zat lain yang dapat merangsangSSP
seperti,pikrotoksin,toksin tetanus, doksapram, nikethamin, metilpenidat,
dalam merangsang SSP. Pikrotoksin contohnya mengantagonis
neurotransmitter GABA dan menghambat inhibisi prasinaps, sedangkan
doxapram merangsang pada berbagai tingkat SSP.
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan
fisiologi dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama
diantara obat yang bekerja secara sentral.
Skrinkin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif
terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan
pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat
pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP.
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat
ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada
hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua
anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan
konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas
lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang
diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan
perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi pada hewan yang hanya
mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula
spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek striknin dianggap berdasarkan
kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi spinal.

2.2 Bahan dan alat


Hewan percobaan: mencit (mus musculus) putih jantan, dengan berat
badan 25-30 g.
Bahan :obat antikonvulsi yang di uji (midazolam, coffein, propofol)nacl
Alat: alat suntik 1 mL, Stopwatch, Timbangan mencit
2.3 Prosedur metode induksi striknin
1. Hewan dibagi atas tiga kelompok, yang terdiri atas.
a) Kelompok kontroi negative
b) Kelompok kontrol positif
c) Kelompok obat uji (ekstrak tumbuhan)
Setiap kelompok terdiri atas 4-5 ekor hewan
2. Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan
kelompoknya
a. Kelompok kontrol diberi larutan NaCI fisiologis atau larutan
suspensi gom arab 1-2%
b. Kelompok kontrol positif diberi diazepam
c. Kelompok obat ujidiberi ekstrak tumbuhan (dua dosis)
Pemberian zat/obat dilakukan secara intraperitoneal (i.p)
3. Setelah 30 menit, hewan diberi striknin (1,5 mg/kgBB)
secara subkutan. Segera setelah pemberian striknin, timbulnya efek
konvulsi (onset) dan waktu mati (deathtime) hewan percobaan
diamati. Onset didefinisikan sebagai selang waktu antara pemberian
striknin sampai timbulnya gejala kejang yang pertama, sedangkan
deathtime adalah panjang waktu antara timbulnya kejang pertama
sampai terjadinya kematian.
4. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis
variansi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak
antara kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan
Student's t-test.
5. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

2.4 Prosedur metode pentetrazol


1. Hewan dibagi atas tiga kelompok, yang terdiri atas:
a. Kelompok kontrol negative
b. Kelompok kontrol positif
c. Kelompok obat uji (ekstrak tumbuhan)
Setiap kelompok terdiri atas 4-5 ekor hewan.
2. Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan
kelompoknya
a. Kelompok kontrol diberi larutan NaCl fisiologis atau larutan
suspensi gom arab 1-2%
b. Kelompok kontrol positif diberi diazepam
c. Kelompok obat uji diberi ekstrak tumbuhan (dua dosis)
Pemberian zat/obat dilakukan secara intraperitoneal (i.p)
3. Setelah 30 menit, hewan diberi pentetrazol (60 mg/kgBB) secara
subkutan Segera setelah pemberian pentetrazol, timbulnya efek
konvulsi (onset) dan waktu mati (deathtime) serta rentang antar
konvuisi (session) hewan percobaan diamati. Onset didefinisikan
sebagai selang waktu antara pemberian pentetrazol sampai
timbulnya gejala kejang yang pertama, sedangkan deathtime adalah
panjang waktu antara timbulnya kejang pertama sampai terjadinya
kematian.
4. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis
variansi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak
antara kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan
Student's t-test.
5. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
BAB III
METEODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan bahan


• Empat ekor mencit yang telah ditandai
• Larutan coffein
• Midazolam injection
• Propofol injection
• Larutan Nacl
• Jarum suntik 1ml

3.2 Prosedur cara pembuatan sediaan larutan coffein


Timbang coffein sebanyak 65mg, masukan ke dalam beaker galss,
tambahkan dengan Nacl 50ml, aduk ad larut.

3.3 Prosedur pemberian obat pada mencit


1. Disiapkan 4 ekor mencit dengan penandaan sebagai berikut:
Mencit 1: 22,31g
Mencit 2: 29,35g
Mencit 3: 24,45g
Mencit 4: 25,56g
2. Ditimbang bobot masing-masing mencit.
3. Dihitung dosis untuk setiap mencit percobaan.
4. Disuntikan obat midazolam melalui intraperitonial sebanyak 0,02ml
pada mencit 1, ditunggu 5 menit. Setelah 5menit suntikan propofol
melalui intraperitonial 0,27ml.
5. Diberikan caffein 0.95ml mealui intraperitonial sebanyak dosis
yang telah dikonfersikan pada mencit 2, ditunggu 5 menit. Setelah
5menit suntikan obat propofol melalui intraperitonial 0,36ml.
6. Diberikan larutan caffein 0.79ml melalui intraperitonial sebanyak
dosis yang telah dikonversikan pada mencit 3, ditunngu 5 menit.
Setelah 5 menit suntikan obat propofol melalui intraperitonial 0,3ml.
7. Diberikan larutan Nacl 0,63ml melalui intraperitonial sebanyak
dosis yang telah dikonversikan pada mencit 4, ditunngu 5 menit.
Setelah 5menit suntikan obat propofol melalui intraperitonial
0,31ml.
8. Diamati respon mencit hingga terjadinya kejang kejang/pingsan
yang terjadi pada mencit.
9. Dilakukan pengamatan.
3.4 Tabel pengamatan
• Tabel pemberian volume obat pada mencit
KELOMPOK 1
No mencit Nama obat Volume Volume
pemberian pemberian
obat obat propofol
I Nacl 0,58ml 0,29ml
II Caffein 0,86ml 0,32ml
III Nacl 0,67ml 0,31ml
IV Midazolam 0,03ml 0,38ml

KELOMPOK 2
No mencit Nama obat Volume Volume
pemberian pemberian
obat obat propofol
I Midazolam 0,03ml 0,37ml
II Midazolam 0,025ml 0,32ml
III Caffein 0,58ml 0,29ml
IV Nacl 0,72ml 0,28ml

KELOMPOK 3
No mencit Nama obat Volume Volume
pemberian pemberian
obat obat propofol
I Midazolam 0,02ml 0,27ml
II Caffein 0,95ml 0,36ml
III Caffein 0,79ml 0,3ml
IV Nacl 0,63ml 0,31ml

KELOMPOK 4
No mencit Nama obat Volume Volume
pemberian pemberian
obat obat propofol
I Nacl 0,68ml 0,33ml
II Midazolam 0,032ml 0,4ml
III Caffein 0,81ml 0,40ml
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil perhitungan dan pengamatan


1. Perhitungan pembuatan sediaan coffein
COFFEIN:250mg
250mg x 0,0026=0,65mg untuk 20 mencit
50
𝑥 0,65𝑚𝑔 = 65𝑚𝑔/50𝑚𝑙
60
2. Data pengamatan mencit percobaan
Perlakuan Berat mencit
Mencit 1 22,31g
Mencit 2 29,35g
Mencit 3 24,45g
Mencit 4 25,56g

3. Perhitungan obat/sediaan yang diberikan untuk mencit


• Dosis untuk propofol 125mg
Mencit 1: 22,31:1000=0,022x125=2,75mg:10=0,27ml
Mencit 2: 29,35:1000=0,029x125=3,62mg:10=0,36ml
Mencit 3:24,45:1000=0,024x125=3mg:10=0,3ml
Mencit 4:25,56:1000=0,025x125=3,12mg:10=0,31ml
• Dosis pemberian obat midazolam, Nacl, coffein.
22,31
Mencit 1 midazolam : 20 x 0,02 = 0,02ml
29,35
Mencit 2 caffein : x 0,65 = 0,95ml
20
24,45
Mencit 3 caffein : x 0,65 = 0,79ml
20
25,56
Mencit 4 Nacl : x 0,5 = 0,63ml
20
4. Tabel volume pemberiaan obat
No mencit Nama obat Volume Volume
pemberian pemberian
obat obat propofol
I Midazolam 0,02ml 0,27ml
II Caffein 0,95ml 0,36ml
III Caffein 0,79ml 0,3ml
IV Nacl 0,63ml 0,31ml
4.2 Pembahasan
Praktikum farmakologi ini bertujuan untuk mengetahui efek
obat terhadap konvulsi pada hewan percobaan yang diinduksi oleh
striknin berdasarkan pengamatan waktu timbulnya dan lamanya
konvulsi. Pengujian efek konvulsi ini dilakukan dengan induksi
striknin dan obat yang diujikan yaitu dengan obat
midazolam,coffein, propofol dan Nacl.

Perangsangan sistem saraf pusat oleh striknin menyebabkan


neuron tereksitasi sampai ambang kritis tertentu sehingga
menimbulkan efek konvulsi sedangkan yang menggunakan obat
midazolam dan propofol merupakan suatu obat antikovulsi, dimana
bekerja melalui penghambatan sistem GABA energik dengan cara
berikatan dengan reseptor GABA yang menyebabkan penurunan
eksitabilitas dari neuron tersebut sehingga konvulsi dapat dicegah
atau diturunkan.
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih
jantan. Digunakan mencit putih jantan karena mencit betina tidak
stabil. Mencit betina mengalami menstruasi dan pada saat
menstruasi maka hormonnya akan meningkat sehingga
mempengaruhi kondisi psikologisnya naik hormon ini juga akan
berpengaruh pada efek obat, maka digunakan mencit jantan sebagai
hewan percobaan.Dengan alasan inilah mencit betina jarang
digunakan sebagai hewan percobaan.
Adapun alat yang digunakan adalah syringe 1 ml, jarum
suntik karena obat diberikan secara intraperitoneal dan
intramuscular , stopwatch untuk menghitung durasi waktu yang
diperlukan dalam perlakuan, dan timbangan mencit untuk mengukur
bobot mencit agar dapat menghitung volume dosis obat yang
diberikan kepada tiap-tiap mencit. Bahan, yang digunakan antara
lain:coffein,midazolam,propofol,Nacl.
Alasan mencit dipakai sebagai hewan percobaan adalah
karena anatomi fisiologi tubuhnya mirip dengan manusia. Sebagai
hewan percobaan mencit yang digunakan harus memenuhi beberapa
persyaratan yaitu: bersifat homogen baik dari segi galur, berat, umur
dan jenis kelaminnya karena akan mempengaruhi dosisnya.
Disiapkan mencit dan bahan-bahan percobaan. Pertama
sebanyak 4 ekor mencit diberi tanda terlebih dahulu pada ekornya
agar mudah dikenali. Lalu masing-masing mencit ditimbang berat
badannya dengan menggunakan timbangan. Pada saat mencit
ditimbang,diusahakan mencit tidak bergerak sehingga tidak
mempengaruhi skala penimbangan.
Hasil penimbangan berat badan mencit adalah mencit I
sebesar 22,31g, mencit Il adalah 29,35 g dan mencit III adalah
24,45g mencit IV 25,56g. Setelah itu, dihitung jumlah obat yang
akan diberikan pada masing-masing mencit berdasarkan berat
badannya yaitu dengan cara menghitung dengan menggunakan
rumus: (BB ditimbang 20 g) x 0,5 ml untuk intraperitonial.Larutan
coffein yang akan diberi pada mencit dengan cara intraperitonial,
diperoleh hasil, yaitu mencit I sebanyak 0,02 ml untuk midazolam
dan propofol 0,27ml, mencit II sebanyak 0,95 ml untuk coffein dan
propofol 0,36ml dan mencit III sebayak 0,79ml dan untuk propofol
0,3ml dan mencit IV sebanyak 0,63ml untuk Nacl dan propofol
0,31ml.
Mencit yang sudah ditimbang dan diberi tanda dibagi
menjadi 4 kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol negatif,
kelompok obat uji I dan kelompok obat uji Il. Lalu semua mencit
dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya.
Kelompok kontrol negatif diberi Nacl. Kelompok control positif
diberi midazolam dan coffein, Pemberian zat obat dilakukan secara
intraperitonial. Cara pemerian obat melalui intraperitonial yaitu
penyuntikan di perut. Mencit dipegang dengan benar tetapi
kepalanya agak ke bawah abdomen. Lalu jarum disuntikkan dengan
sudut 10° dari abdomen agak ke pinggir, untuk mencegah
terkenanya kandung kemih dan apabila terlau tinggi akan mengenai
hati.
setelah pemberian striknin, beberapa saat akan muncul
konvulsi pertama kemudian dicatat waktu konvulsi pertama
tersebut, dan dicatat pula waktu saat konvulsi pertama (onset)
hingga waktu kematian mencit tersebut death time.
Onset didefinisikan sebagai selang waktu antara pemberian
striknin sampai timbulnya gejala kejang yang pertama, sedangkan
death time adalah panjang waktu antara timbulnya kejang pertama
sampai terjadinya kematian. Pada mencit uji kontrol hanya
digunakan NaCl fisiologis yang tidak memiliki efek antikonvulsi.
Mencit uji di berikan obat midazolam dan coffein.
Obat midazolam dan coffein ini diberikan untuk mengatasi
konvulsi yang diinduksi striknin.Berdasarkan perlakuan pemberian
penginduksi dan antikonvulsi,seharusnya pada mencit kontrol yang
memberikan aktivitas normal akan memberikan onset yang lebih
cepat karena tidak diberikan obat antikonvulsi sehingga akan
memberikan death time yang lebih cepat pula. Pada mencit uji akan
memberikan onset yang jauh lebih lama dari pada mencit kontrol
sehingga mencit uji akan memberikan death time yang lebih
lama,karena adanya obat antikonvulsi midazolam dan coffein yang
bekerja menghambat penginduksi striknin.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara statistik
berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan waktu
tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis
dengan student's t-test, kemudian data disajikan dalam bentuk tabel
dan grafik.
Dari percobaan ini diperoleh data berupa waktu onset dan
waktu mati (death time) dari mencit setelah diberi zat penginduksi
konvulsi yaitu striknin.Waktu onset yaitu waktu dari pemberian
striknin sampai terjadinya konvulsi yang pertama. Waktu mati
(death time) yaitu waktu dari pertama terjadinya konvulsi sampai
mencit tersebut mati.Dari waktu onset tersebut dapat terlihat berapa
lama proses striknin dalam bekerja sehingga ditimbulkan efek
konvulsi.
Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat
suntikan, lalu akan segera meninggalkan sirkulasi masuk ke sistem
saraf pusat yaitu ke medula spinalis dan mulai bekerja dengan
mengantagonis kerja neurotransmitter glisin pada medula spinalis
yang menyebabkan hipereksitabilitas neuron sehingga neuron
tersebut terksitasi sampai pada ambang kritis tertentu yang
menyebabkan bertambahnya tonus otot rangka sehingga terjadi
konvulsi atau kejang.
Terjadinya konvulsi tersebut menyebabkan terjadinya
gangguan sistem kardiovaskuler. Jantung mengalami gangguan
dalam melangsungkan fungsinya untuk memompa darah ke seluruh
tubuh, konduktivitas jantung menurun sehingga akhirya jantung
gagal dalam memompa darah dan menyebabkan kematian pada
mencit.
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Pada hasil percobaan uji yang di lakukan diperoleh hasil obat yang
paling efektif dalam mengatasi uji control positif konvulsi yaitu yang
pertama adalah midazolam+propofol yang kedua coffein+propofol, uji
control negatif Nacl+propofol.

5.2. Foto praktikum


DAFTAR PUSTAKA

Diman, J. R., Digregorio, G. J, 1986. Basic Pharmacology in Medicine. 3th ed.


Mcgraw-hill Publishing Company: 319-20, New York
Akmal, William F, 2003, Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari
Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20, EGC,
Jakarta.
Modul famakologi 1

Anda mungkin juga menyukai